• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.2 Konsep Penelitian

3.3.1 Pengaruh pergantian CEO pada kinerja perusahaan

Pergantian CEO suatu perusahaan kemungkinan akan diikuti dengan redefinisi misi, visi, dan strategi bisnis, sehingga menuntut adanya restrukturisasi organisasi yang sesuai dengan formulasi misi, visi, dan strategi yang baru tersebut. Penggantian ini seharusnya mampu memicu peningkatan kinerja perusahaan tersebut.

Lopez-de-Silanes (1997) menemukan adanya hubungan positif antara pergantian CEO dengan market value BUMN yang diprivatisasi. Barberis, et al. (1996) menyatakan bahwa kompetensi CEO merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. Megginson, et al. (1994) juga menyimpulkan bahwa pergantian eksekutif akan mempengaruhi kinerja perusahaan, dan mereka melaporkan bahwa peningkatan efisiensi secara signifikan ternyata hanya terjadi pada perusahaan yang melakukan pergantian pada tingkatan top management-nya.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari apakah pergantian pemimpin pada suatu perusahaan akan mempengaruhi kinerja dari suatu perusahaan besar. Hannan dan Freman pada tahun 1997 mendapati bahwa sesungguhnya perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang memungkinkan perusahaan tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga

perubahan atau pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh pada kinerja perusahaan.

Demikian juga dengan hasil penelitian Lieberson dan O’Connor (1972) serta Mintzberg (1979) menghasilkan kesimpulan bahwa pergantian pemimpin dalam perusahaan tidak akan mempengaruhi kinerja. Gamson dan Scotch pada tahun 1964 bahkan menemukan bahwa pergantian kepemimpinan dalam suatu perusahaan merupakan ritual yang salah dan tidak mengacu pada perubahan kinerja. Sejalan dengan hasil riset di atas, Pfeffer dan Blake (1986) menemukan bahwa pengaruh yang akan muncul dari pergantian pemimpin tersebut akan menjadi penghambat pengaruh positif yang seharusnya muncul ketika terjadi proses penggantian pergantian manajer yang memiliki kinerja yang tidak baik. Berdasarkan kajian empiris diatas, maka hipotesis yang dapat dikemukakan adalah:

H1 : Pergantian CEO berpengaruh pada kinerja perusahaan 3.3.2 Pengaruh Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan

Corporate governance merupakan sistem tata kelola perusahaan yang didasarkan pada teori keagenan. Manfaat corporate governance akan dilihat dari harga saham yang bersedia dibayar investor. Jika investor bersedia membayar lebih mahal, maka nilai pasar perusahaan yang menerapkan good corporate governance akan lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak menerapkan praktik good corporate governance (Kusumawati dan Riyanto, 2005).

La Porta et al (1998) menunjukkan bahwa corporate governance (CG) dapat menjelaskan kinerja pasar modal. Klapper dan Love (2002) menemukan

hubungan positif CG dengan kinerja perusahaan. Penerapan CG pada perusahaan akan lebih berarti apabila dilakukan di negara berkembang daripada negara maju. Hasil penelitian Gunarsih (2003) menemukan bahwa CG yang diproksi dengan struktur kepemilikan berpengaruh pada kinerja perusahaan. Black et al (2003) membuktikan bahwa CG index menjadi salah satu faktor yang dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan. Johnson et al (2000) memberikan bukti bahwa rendahnya kualitas CG suatu negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang negara bersangkutan. Silveira dan Barros (2006) menemukan adanya pengaruh signifikan CG terhadap nilai pasar perusahaan.

3.3.2.1 Kepemilikan Manajerial dan Kinerja perusahaan

Beberapa penelitian sebelumnya mengenai hubungan kepemilikan manajerial dengan kinerja perusahaan telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Jensen dan Meckling (1976) dengan hipotesis pemusatan kepentingan (besarnya jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajerial perusahaan akan mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh manajer perusahaan juga sebagai pemegang saham. Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Dengan demikian maka kepemilikan saham oleh manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya keagenan. Adanya control yang dimiliki oleh manajer dalam kepemilikan manajerial dapat mempengaruhi kinerja perusahaan dalam mencapai maksimalisasi nilai perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006).

Sartono (2001) menyimpulkan hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya dan menyatakan bahwa konflik kepentingan ini dapat dikontrol dengan beberapa mekanisme yaitu dengan meningkatkan kepemilikan manajerial (insider ownership), dividend payout ratio, dan pendanaan dengan menggunakan utang. Dengan adanya peningkatan kepemilikan manajerial, pihak manajemen tentunya akan mengutamakan kepentingan pemegang saham karena mereka juga sebagai pemegang saham. Manajer akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham dimana hal ini juga akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Mahadwarta dan Hartono,2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Fruits (1997) memberikan bukti empiris yang mendukung penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan kepemilikan manajerial. Davis, Hilier and McCoelgan (2002) mengajukan struktur nilai perusahaan yang lebih kompleks. Mereka menspesifikasikan penelitiannya pada fungsi kepemilikan manajerial yang diperhitungkan sebagai efek yang bertentangan dengan insentif manajerial dan mekanisme pengawasan internal dan eksternal, yang membuktikan bahwa hubungan antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan adalah ko-deterministik. Peneliti lainnya seperti Morck et al. (1998), McConnell dan Servaes (1990), Kole et al. (1999) menyatakan bahwa terdapat hubungan nonlinier antara kepemilikan manajerial dengan kinerja perusahaan.

Meskipun ada banyak penelitian mengenai struktur kepemilikan, tetapi hasil-hasil dari penelitian-penelitian tersebut banyak yang saling bertentangan satu sama lain. Dalam kenyataannya, banyak literatur penelitian telah menyimpulkan

hubungan yang positif antara struktur kepemilikan manajerial dengan penciptaan nilai perusahaan (Suranta dan Midiastuty, 2003).

3.3.2.2 Kepemilikan Institusional dan Kinerja perusahaan

Adanya tingkat kepemilikan institusional dalam proporsi yang besar akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Barclay dan Holderness (1990) menemukan bahwa tingkat kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat meningkat jika institusi mampu menjadi alat monitoring yang efektif (Slovin dan Sushka, 1993). Hasil penelitian lain juga menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan (Xu dan Wang, 1997; Pizarro et al, 2006; dan Bjuggren et al, 2007).

Beberapa penelitian lain menemukan hasil yang tidak konsisten. Demsetz dan Lehn (1985) menemukan bahwa tidak adanya pengaruh antara kepemilikan institusional dan profit perusahaan sebagai proksi firm value. Kepemilikan institusional tidak berhasil meningkatkan nilai perusahaan tapi justru menurunkan nilai perusahaan karena investor institusional bukan pemilik mayoritas sehingga tidak mampu memonitor kinerja manajer secara baik (Brush, 2000; Jennings, 2002). Hipotesis efficiency abatement mengungkapkan bahwa kepemilikan institutional memiliki hubungan negatif dengan nilai perusahaan (Hill et al, 2007). Daryatno (2004) dan Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan pada nilai perusahaan. 3.3.2.3 Proporsi Komisaris Independen dan Kinerja perusahaan

Penelitian mengenai dampak komisaris independensi terhadap kinerja perusahaan masih beragam. Ada penelitian yang menyatakan bahwa tingginya

proporsi komisaris luar berhubungan positif dengan kinerja perusahaan (Yermack, 1996; Daily dan Dalton, 1993), bukan merupakan faktor dari kinerja perusahaan (Kesner dan Johnson, 1990), dan berhubungan negatif dengan kinerja (Kosnik dan Turk, 1991; Goodstein dan Boeker, 1991).Peneliti lain menemukan pengaruh signifikan dalam hubungan komisaris independen dengan nilai perusahaan (Black et al, 2003; Veronica dan Yanivi, 2004; Daryatno, 2004; Sialagan dan Machfoedz, 2006; dan Herawaty, 2008). Namun Kusumastuti dkk (2005) dan Rachmawati dan Triatmoko (2007) tidak menemukan pengaruh signifikan antara komisaris independen dengan nilai perusahaan. Harjoto dan Jo (2007) menemukan bahwa komisaris independen berpengaruh lemah terhadap nilai perusahaan.

3.3.2.4 Jumlah Anggota Komite Audit dan Kinerja perusahaan

Komite audit mempunyai peran penting dan strategis dalam memelihara kredibilitas penyusunan laporan keuangan seperti menjaga system pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya good corporate governance. Komite audit berperan penting dalam menjamin terlaksananya corporate governance yang baik. Beberapa peneliti menemukan bahwa keberadaaan komite audit berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan (Black et al, 2003; Daryatno, 2004; Veronica dan Yanivi, 2004; Siallagan dan Machfoedz, 2006). Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan. Namun penelitian Rachmawati dan Triatmoko (2007) tidak menemukan adanya pengaruh keberadaan komite audit terhadap nilai perusahaan.

H2: Corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit berpengaruh pada kinerja perusahaan.

3.3.3 Pergantian Chief Executive Officer, Corporate Governance, dan Kinerja

Dokumen terkait