• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntan Indonesia, 2004). Laporan keuangan juga merupakan suatu bentuk. yang telah dipercayakan kepadanya (Lako, 2007).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Akuntan Indonesia, 2004). Laporan keuangan juga merupakan suatu bentuk. yang telah dipercayakan kepadanya (Lako, 2007)."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Informasi akuntansi yang berhubungan dengan kinerja perusahaan merupakan kebutuhan yang paling mendasar pada proses pengambilan keputusan bagi investor di pasar modal. Salah satu sumber informasi tersebut adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan salah satu sarana untuk menunjukkan kinerja manajemen yang diperlukan investor dalam menilai maupun memprediksi kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada (Ikatan Akuntan Indonesia, 2004). Laporan keuangan juga merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi yang telah dipercayakan kepadanya (Lako, 2007).

Penunjukkan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan dalam kenyataannya seringkali menghadapi masalah dikarenakan tujuan perusahaan berbenturan dengan tujuan pribadi manajer. Dengan kewenangan yang dimiliki, manajer bisa bertindak dengan hanya menguntungkan dirinya sendiri dan mengorbankan kepentingan para pemegang saham. Hal ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan informasi yang dimiliki oleh keduanya. Sebagai pengelola perusahaan, manajer akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dibandingkan pemilik (pemegang saham).

Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung atas pengelolaan perusahaan, akan

(2)

tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Hal ini akan dapat membuat para pemakainya, seperti para investor dan kreditor melakukan kesalahan dalam pembuatan keputusan.

Manajer sendiri sebagai agen juga bersaing dalam pasar tenaga kerja. Manajer dengan reputasi yang baik berpeluang untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu seorang manajer memiliki kepentingan yang sangat besar terhadap kinerja suatu perusahaan yang ia kelola karena berhubungan erat dengan reputasinya sebagai wujud keberhasilan. Sedangkan pemegang saham juga berkepentingan dengan kinerja perusahaan dalam arahan seorang manajer. Pemegang saham dapat menghentikan manajer dari jabatannya jika perusahaan yang dikelolanya mempunyai kinerja rendah yang memungkinkan pemegang saham menggantinya dengan manajer lain.

Pergantian CEO suatu perusahaan kemungkinan akan diikuti dengan redefinisi misi, visi, dan strategi bisnis, sehingga menuntut adanya restrukturisasi organisasi yang sesuai dengan formulasi misi, visi, dan strategi yang baru tersebut. Penggantian ini seharusnya mampu memicu peningkatan kinerja perusahaan tersebut.

Lopez-de-Silanes (1997) menemukan adanya hubungan positif antara pergantian CEO dengan market value BUMN yang diprivatisasi. Barberis et al. (1996) menyatakan bahwa kompetensi CEO merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. Megginson et al. (1994) juga menyimpulkan bahwa pergantian eksekutif akan mempengaruhi kinerja perusahaan, dan mereka melaporkan bahwa peningkatan efisiensi secara

(3)

signifikan ternyata hanya terjadi pada perusahaan yang melakukan pergantian pada tingkatan top management-nya.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari apakah pergantian pemimpin pada suatu perusahaan akan mempengaruhi kinerja dari suatu perusahaan besar. Hannan dan Freman (1997) menemukan bahwa sesungguhnya perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang memungkinkan perusahaan tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga perubahan atau pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Demikian juga dengan hasil penelitian Lieberson dan O’Connor (1972) serta Mintzberg (1979) menghasilkan kesimpulan bahwa pergantian pemimpin dalam perusahaan tidak akan mempengaruhi kinerja. Gamson dan Scotch (1964) bahkan menemukan bahwa pergantian kepemimpinan dalam suatu perusahaan merupakan ritual yang salah dan tidak mengacu pada perubahan kinerja. Sejalan dengan hasil riset di atas, Pfeffer dan Davis Blake (1986) menemukan bahwa pengaruh yang akan muncul dari pergantian pemimpin tersebut akan menjadi penghambat pengaruh positif yang seharusnya muncul ketika terjadi proses penggantian pergantian manajer yang memiliki kinerja yang tidak baik.

Penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan go public yang terdaftar di bursa efek Indonesia. Adanya hasil yang beragam mengenai penelitian tentang hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan mendorong peneliti untuk memasukkan praktik corporate governance sebagai variabel pemoderasi.

(4)

Masalah corporate governance muncul karena terjadinya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) seperti adanya monitoring dengan cara memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen dan peran monitoring yang dilakukan dewan komisaris independen diharapkan akan meningkatkan kinerja perusahaan. Dengan demikian penggunaan corporate governance sebagai variabel pemoderasi dalam penelitian ini diharapkan dapat memperkuat hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan. Dalam penelitian ini, indikator mekanisme corporate governance yang digunakan adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit.

Adanya kontrol yang dimiliki oleh manajer dalam kepemilikan manajerial dapat mempengaruhi kinerja perusahaan dalam mencapai maksimalisasi nilai perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Penelitian Retno (2006) menunjukkan prosentase kepemilikan manajemen berpengaruh terhadap kebijakan perusahaan dalam mengungkapkan informasi sosial. Tingkat kepemilikan institusional dalam proporsi besar juga mempengaruhi nilai pasar perusahaan. Menurut Barclay dan Holderness (1990), semakin besar tingkat kepemilikan saham oleh investor institusional, semakin efektif mekanisme kontrol terhadap kinerja manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan.

Bentuk penerapan corporate governance yang lain adalah pembentukan dewan komisaris. Dewan komisaris terdiri dari komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota. Coller dan Gregory (1999)

(5)

menyatakan bahwa semakin besar jumlah komisaris independen maka semakin mudah untuk mengendalikan dan memonitor kegiatan perusahaan. Selain dewan komisaris, komite audit juga memiliki peran penting dalam mengawasi pelaksanaan corporate governance. Anggota komite audit sekurang-kurangnya terdiri atas tiga orang yang seorang diantaranya merupakan komisaris independen. Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa keberadaan komite audit secara positif berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Beberapa bukti empiris yang menunjukkan bahwa pelaksanaan good corporate governance dapat memperbaiki kinerja perusahaan antra lain: (1) Penelitian yang dilakukan oleh Ashbaugh, et al. (2004) terhadap 1500 perusahaan di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang melaksanakan good corporate governance mengalami peningkatan peringkat kredit yang signifikan, (2) Penelitian yang dilakukan oleh Alexakis et al. (2006) terhadap perusahaan-perusahaan yang listing di pasar modal Yunani menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan yang melaksanakan corporate governance secara baik mengalami peningkatan rata-rata return saham, dan mengalami penurunan risiko yang signifikan, (3) Penelitian yang dilakukan Dobetz, et al. (2003) terhadap perusahaan-perusahaan yang melaksanakan good corporate governance mengalami peningkatan expected stock return yang signifikan, (4) Penelitian yang dilakukan oleh Firth et al. (2002) terhadap perusahaan-perusahaan yang listing di pasar modal Hongkong menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan yang melaksanakan good corporate governance mengalami peningkatan kinerja perusahaan (corporate performance) yang signifikan.

(6)

Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Caylor (2004) di Georgia, juga menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam S&P 100, juga menunjukkan hasil yang sama dimana perusahaan-perusahaan yang melaksanakan good corporate governance mengalami peningkatan kinerja perusahaan yang signifikan. Brown dan Caylor (2004) menunjukkan bahwa penerapan good corporate governance secara signifikan dapat meningkatkan return on equity, net profit margin, Tobin’s Q. Uraian dan beberapa penelitian tersebut, memberikan inspirasi bagi penulis untuk melakukan penelitian yang terkait dengan pengaruh Corporate Governance pada hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan go public yang terdaftar di bursa efek Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1) Apakah pergantian CEO berpengaruh pada kinerja perusahaan?

2) Apakah corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah anggota komite audit berpengaruh pada kinerja perusahaan?

3) Apakah corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah anggota komite audit berpengaruh pada hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan?

(7)

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1) Memperoleh bukti empiris pengaruh pergantian CEO terhadap kinerja perusahaan.

2) Memperoleh bukti empiris pengaruh corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah anggota komite audit pada kinerja perusahaan.

3) Memperoleh bukti empiris pengaruh corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah anggota komite audit pada hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan.

1.4. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya dan meningkatkan perkembangan terhadap teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu teori keagenan.

2) Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh pemegang saham dalam menganalisis dan menetapkan pilihan investasi yang tepat, sehingga dapat mengoptimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko atas investasinya.

(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Teori Keagenan

Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Masalah konflik agensi dalam korporasi biasanya terjadi karena pemilik perusahaan (principal) tidak dapat berperan aktif dalam manajemen perusahaan. Mereka mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan perusahaan kepada para manajer profesional (agent) untuk bekerja atas nama dan untuk kepentingannya. Delegasi otoritas ini menyebabkan para manajer memiliki insentif untuk membuat keputusan-keputusan strategik, taktikal dan operasional yang dapat menguntungkan mereka sendiri. Akibatnya, muncullah konflik agensi (agency conflict) yang sulit diselaraskan.

Menurut teori keagenan, konflik agensi terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan dan para manajernya. Di satu sisi, pemilik menginginkan manajer bekerja keras untuk memaksimalkan utilitas pemilik. Namun, di sisi lain, manajer juga cenderung berusaha keras memaksimumkan utilitasnya sendiri. Teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal. Jensen dan Meckling (1976) dalam Mardiyah (2005) menyatakan bahwa jika kedua kelompok (agent dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik

(9)

untuk kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang tepat bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang menyimpang. Jensen dan Meckling (1976) dalam Amin (2007) mengidentifikasi kos keagenan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) the monitoring expenditure by the principal adalah kos pengawasan yang harus dikeluarkan oleh pemilik; 2) the bonding cost adalah kos yang harus dikeluarkan akibat pemonitoran yang harus dikeluarkan prinsipal kepada agen; dan 3) the residual loss adalah pengorbanan akibat berkurangnya kemakmuran prinsipal karena perbedaan keputusan antara prinsipal dan agen.

Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenanan yang terjadi jika pihak-pihak yang saling bekerja sama memiliki tujuan dan pembagian kerja yang berbeda. Secara khusus teori keagenan membahas tentang adanya hubungan keagenan, dimana suatu pihak tertentu (principal) mendelegasikan pekerjaan kepada pihak lain (agent), yang melakukan pekerjaan. Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989). Pertama, adalah masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen. Permasalahannya adalah bahwa prinsipal tidak dapat memverifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, adalah masalah pembagian risiko yang timbul pada saat prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Dengan demikian, prinsipal dan agen mungkin memiliki preferensi

(10)

tindakan yang berbeda yang dikarenakan adanya perbedaan preferensi terhadap risiko.

Teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, sehingga fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989). Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), memiliki kcterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk avertion). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas, dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai komoditi yang bisa diperjualbelikan.

Jensen dan Meckling (1976) juga menunjukkan adanya tiga unsur tambahan yang dapat membatasi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh agen. Unsur-unsur tersebut adalah bekerjanya pasar tenaga manajerial, bekerjanya pasar modal dan unsur bekerjanya pasar bagi keinginan menguasai dan mendominasi kepemilikan perusahaan (market for corporate control). Agen bisa tidak bermasa depan bila kinerjanya buruk sehingga diberhentikan oleh pemegang saham. Pasar tenaga kerja manajerial akan menghapus kesempatan pengelola yang tidak mempunyai kinerja baik dan berperilaku menyimpang dari keinginan pemegang saham perusahaan yang dikelolanya. Bekerjanya pasar

(11)

modal secara efisien bisa menjadi cermin kinerja manajer dari harga saham perusahaannya. Bekerjanya market for corporate control bisa menghambat tindakan menguntungkan diri pengelola sendiri dalam hal menghentikan pengelola dari jabatannya jika perusahaan yang dikelolanya mempunyai kinerja rendah yang memungkinkan pemegang saham baru menggantinya dengan pengelola lain setelah perusahaan diambil alih.

Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri / menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak berkaitan dengan dana/capital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manjer (Shleifer dan Vishny, 1997). Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost).

2.2. Asimetri Informasi

Asimetri informasi merupakan suatu keadaan di mana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang

(12)

dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Ada dua tipe asimetri informasi, yaitu: adverse selection dan moral hazard.

1) Adverse selection

Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan/akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para pihak dalam (insiders) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor luar.

2) Moral hazard

Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau transaksi usaha potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak-pihak lainnya tidak. Moral hazard dapat terjadi karena adanya pemisahan pemilikan dengan pengendaliaan yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar.

Terjadinya moral hazard dan adverse selection bisa menimbulkan sejumlah implikasi serius bagi kinerja dan sustainabilitas perusahaan. Dua masalah tersebut dapat mendorong para manajer berperilaku malas dan tidak etis. Mereka dapat mengelabui pemilik dan stakeholder lainnya dalam pelaporan informasi tentang kinerja dan sumber daya ekonomi perusahaan. Selain itu, mereka dapat pula membiaskan atau mendistorsi penyajian informasi tentang peluang investasi dan prospek perusahaan (Lako, 2007).

(13)

2.3. Laporan Keuangan

2.3.1. Tujuan laporan keuangan

PSAK No. 1 (IAI, 2004) menyebutkan bahwa tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban sumberdaya-sumberdaya yang dipercayakan kepada mereka. Suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan, meliputi: aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian serta rus kas. Informasi tersebut, beserta informasi lainya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan membantu pengguna laporan dalam memprediksi laba dan arus kas masa depan.

2.3.2. Pemakai informasi laporan keuangan

Menurut Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (IAI, 2004) pemakai laporan keuangan meliputi investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, dan kreditor lainya, pelanggan, pemerintah, serta lembaga-lembaga, dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda. Beberapa kebutuhan informasi ini meliputi:

1) Investor

Investor membutuhkan informasi untuk membantu mereka dalam menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi saham mereka.

(14)

Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.

2) Karyawan

Karyawan sebagai pengguna informasi keuangan tertarik dengan stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja.

3) Pemberi pinjaman

Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.

4) Pemasok dan kreditor usaha lainnya

Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi apakah jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo.

5) Pelanggan

Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama jika mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang atau tergantung pada kelangsungan hidup perusahaan.

6) Pemerintah

Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaanya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan dalam menetapkan kebijakan pajak, sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan lainya.

(15)

7) Masyarakat

Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara misalnya, perusahaan dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian nasional, dalam hal banyaknya orang yang dipekerjakan dan perlindungan terhadap modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.

2.4. Pergantian Chief Executive Officer (CEO)

Perubahan kepemilikan suatu perusahaan kemungkinan akan diikuti dengan redefinisi misi, visi, dan strategi bisnis, sehingga menuntut adanya restrukturisasi organisasi yang sesuai dengan formulasi misi, visi, dan strategi yang baru tersebut. Biasanya, restrukturisasi organisasi akan diikuti dengan pergantian CEO. Penggantian ini seharusnya mampu memicu peningkatan kinerja perusahaan tersebut. Prediksi ini diperkuat oleh temuan empiris Lopez-de-Silanes (1997) yang mengakui bahwa manajemen BUMN yang existing kemungkinan mengalami kesenjangan kompetensi dalam memimpin BUMN yang baru diprivatisasi untuk membawa BUMN-nya berkompetisi di pasar. Lopez-de-Silanes (1997) juga menemukan adanya hubungan positif antara pergantian CEO dengan market value BUMN yang diprivatisasi. Barberis, et al. (1996) menyatakan bahwa kompetensi CEO merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. Megginson, et al. (1994) juga menyimpulkan bahwa pergantian eksekutif akan mempengaruhi kinerja

(16)

perusahaan, dan mereka melaporkan bahwa peningkatan efisiensi secara signifikan ternyata hanya terjadi pada perusahaan yang melakukan pergantian pada tingkatan top management-nya.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari apakah pergantian pemimpin pada suatu perusahaan akan mempengaruhi kinerja dari suatu perusahaan besar. Hannan dan Freman (1997) mendapati bahwa sesungguhnya perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang memungkinkan perusahaan tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga perubahan atau pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Demikian juga dengan hasil penelitian Lieberson dan O’Connor (1972) serta Mintzberg (1979) menghasilkan kesimpulan bahwa pergantian pemimpin dalam perusahaan tidak akan mempengaruhi kinerja. Gamson dan Scotch pada tahun 1964 bahkan menemukan bahwa pergantian kepemimpinan dalam suatu perusahaan merupakan ritual yang salah dan tidak mengacu pada perubahan kinerja. Sejalan dengan hasil riset di atas, Pfeffer dan Blake (1986) menemukan bahwa pengaruh yang akan muncul dari pergantian pemimpin tersebut akan menjadi penghambat pengaruh positif yang seharusnya muncul ketika terjadi proses penggantian pergantian manajer yang memiliki kinerja yang tidak baik. Sebetulnya pengaruh pergantian eksekutif perusahaan terhadap kinerja perusahaan tersebut tergantung pada kecocokan antara karakteristik pemimpin dan pekerjaan tersebut. (Gufta dan Govindarajan, 1984; Hambrick dan Mason, 1984).

Berdasarkan studi ini, Lubatkin, Chung, Rogers dan Owers melakukan riset untuk menguji dua faktor yang menentukan keberhasilan proses pergantian

(17)

kepemimpinan yang biasa disebut contingent factor yaitu konteks organisasi (organizational context) dan asal pengganti (successor’s origin). Dilakukan riset ini bertujuan untuk mencari faktor pengaruh pergantian pemimpin terhadap kinerja keuangan perusahaan besar. Penelitian ini diharapkan dapat mendukung anekdot dalam dunia bisnis nyata bahwa faktor kepemimpinan dapat memberi perbedaan, dapat melihat pengaruh dari pemimpin pengganti tidak saja hanya di saat perusahaan sedang dalam kondisi krisis, dalam kondisi menghadapi perubahan dan ketika sedang berkembang (Hall, 1987). Selain itu, riset ini juga bertujuan untuk mencari faktor yang tepat untuk mengukur performa perusahaan karena selama ini faktor penentu yang digunakan hanya berdasarkan ukuran akuntansi misalnya dengan mengukur return on assets serta dengan ukuran security market seperti excess returns (Scholes dan Williams, 1977).

2.5. Corporate Governance

Penerapan prinsip corporate governance merupakan salah satu upaya yang cukup signifikan untuk melepaskan diri dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Prinsip-prinsip dasar dari corporate governance pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001) merumuskan corporate governance sebagai sistem tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan. Tujuan Corporate governance adalah menciptakan nilai tambah bagi semua pihak berkepentingan (stakeholders). Daily & Dalton (2004)

(18)

mengemukakan bahwa corporate governance merupakan suatu tata kelola perusahaan yang didasarkan pada teori keagenan. Corporate governance diharapkan dapat mengatasi agency problems dengan memberi keyakinan kepada para pemegang saham bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah diinvestasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan atas modal yang telah ditanamkan pemegang saham, dan berkaitan dengan bagaimana para pemegang saham dapat mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997).

Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-BUMN/2002, Pasal 1 menyatakan bahwa suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panajang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.

Survei yang dilakukan Mc. Kinsey (2002) menunjukkan bahwa corporate governance menjadi perhatian utama investor khususnya pada pasar-pasar yang berkembang. Investor akan cenderung menghindari perusahaan yang memiliki corporate governance yang buruk. Black et al. (2003) menjelaskan bahwa hubungan praktik corporate governance dengan nilai perusahaan adalah signalling dan endogenity. Dalam signalling, praktik corporate governance menyebabkan peningkatan nilai perusahaan karena penerapan corporate

(19)

governance yang baik akan memberikan sinyal positif. Endogenity berarti perusahaan yang memiliki nilai pasar tinggi akan cenderung menerapkan corporate governance yang lebih baik. Manfaat corporate governance akan dilihat dari harga saham yang bersedia dibayar oleh investor. Jika investor bersedia membayar lebih mahal, maka nilai pasar perusahaan yang menerapkan good corporate governance (Kusumawati dan Riyanto, 2005).

La Porta et al. (1998) menunjukkan bahwa variabel-variabel corporate governance (CG) dapat menjelaskan variasi perubahan nilai tukar mata uang dan kinerja pasar modal dibandingkan variabel-variabel makro. Klapper dan Love (2002) menemukan hubungan positif CG dengan kinerja perusahaan. Penemuan penting lainnya bahwa penerapan CG di tingkat perusahaan akan lebih berarti apabila dilakukan di Negara berkembang daripada negara maju. Black et al. (2003) membuktikan bahwa CG index menjadi salah satu faktor yang dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan. Johnson (2000, dalam Black et al. 2003) memberikan bukti bahwa rendahnya kualitas CG dalam suatu Negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang Negara bersangkutan pada masa krisis di Asia. Silveira dan Barnos (2006) yang meneliti perusahaan di Brazil menemukan adanya pengaruh kualitas CG yang positif dan signifikan terhadap nilai pasar perusahaan.

Corporate governance dapat ditinjau dari proses maupun pengendalian (Syahroza, 2005). Menurut SK Menteri BUMN No. KEP-117/M-BUMN/2002) Corporate governance ditinjau dari sisi proses menyangkut penegakan atas prinsip-prinsipnya yang terdiri atas transparansi, kemandirian, akuntabilitas,

(20)

pertanggungjawaban, dan kewajaran. Sementara itu Corporate governance dari sisi pengendalian dapat dilihat dari kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, peran komite audit dan komisaris independen (Fama dan Jensen, 1983). Kepemilikan institusional atas saham BUMN, mengakibatkan ada pihak eksternal secara kelembagaan ikut berperan dalam dalam pengambilan keputusan dan pengendalian perusahaan. Sementara itu kepemilikan manajerial yang didasarkan pada bonus plan untuk manajer, akan dapat mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan principal. Fungsi komite audit dalam membantu dewan komisaris, yaitu meningkatkan kualitas laporan keuangan, menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan dan meningkatkan fungsi audit internal maupun audit eksternal, dan mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris (Herwidayatmo, 2002). Jumlah komite audit sekurang-kurangnya 3 orang dan salah satunya dari komisaris independen dan merangkap sebagai ketua. Sementara itu komisaris independen berfungsi menyelaraskan kepentingan para pemegang saham dalam rangka melindungi hak– hak pemegang saham minoritas. Ketentuan peraturan BEJ mengharuskan perusahaan yang terdaftar di BEJ memiliki jumlah komisaris independen yang jumlahnya proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali atau minimal 30%.

Penelitian ini menggunakan empat aspek corporate governance yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit.

(21)

2.5.1 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer, semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka semakin baik kinerja perusahaan. Pada perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menselaraskan kepentingannya sebagai manajer dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer yang bukan pemegang saham kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri.

Menurut Morck, et al (1988), Mc Connell dan Servaes (1990,1995) dan Kole (1995) bahwa terdapat hubungan non linier antara kepemilikan manajerial (insider ownership) dengan kinerja perusahaan. Morck menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan (Tobin’s Q) pada level antara 0% - 5%, dan berhubungan negatif pada level 5%-25%. Mereka menyatakan bahwa terdapat hipotesis pemusatan kepentingan akan terus terjadi ketika level kepemilikan manajerial lebih kecil dari 5% dan lebih besar dari 25%. Pada saat level kepemilikan manajerial lebih besar dari 5%-25% hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan dijelaskan melalui entrenchment hypotesis. Pada level kepemilikan namajerial antara 5%-25% manfaat privat yang diperoleh manajer (agen) melebihi kos yang dikeluarkan akibat kerugian dari keputusan-keputusan yang tidak memaksimalkan nilai perusahaan.

(22)

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa untuk mengurangi konflik kepentingan antara agent dan prinsipal dapat dilakukan dengan meningkatkan kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan. Manajer yang sekaligus pemegang saham akan meningkatkan nilai perusahaan, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan maka nilai kekayaannya sebagai individu pemegang saham akan ikut meningkat pula (Soliha dan Taswan, 2002 dalam Christiawan dan Tarigan, 2007).

2.5.2 Kepemilikan Institusional

Struktur kepemilikan lain adalah kepemilikan institusional. Pemegang saham institusional biasanya berbentuk entitas seperti perbankan, asuransi, dana pensiun, reksadana. Investor institusional memiliki kapabilitas untuk menganalisis laporan keuangan secara langsung dibandingkan investor individual. Potter (1991) menyatakan bahwa laporan keuangan periodik yang diterbitkan manajemen sebagai sumber informasi bagi investor institusional dalam melakukan aktivitas monitoring. Shleifer dan Vishny (1986) berpendapat bahwa kepemilikan institusional yang cukup besar akan mempengaruhi nilai pasar perusahaan. Semakin besar tingkat kepemilikan saham oleh institusi, maka semakin efektif mekanisme kontrol terhadap kinerja manajemen. Pendapat ini didukung Barclay dan Holderness (1990), yang menemukan pengaruh positif signifikan tingkat kepemilikan institusional dalam jumlah besar terhadap nilai perusahaan.

(23)

2.5.3 Proporsi komisaris independen

Sesuai Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta No. Kep-339./BEJ/07-2001 butir C mengenai board governance yang terdiri dari Komisaris Independen, Komite Audit dan Sekretaris Perusahaan bahwa untuk mencapai good corporate governance, jumlah komisaris independen yang harus terdapat dalam perusahaan sekurang-kurangnya 30% dari seluruh anggota dewan komisaris.

Permasalahan yang timbul dalam penerapan corporate governance apabila Chief Executive Officer (CEO) memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan dewan komisaris padahal fungsi dewan komisaris adalah mengawasi kinerja dewan direksi yang dipimpin CEO tersebut. Efektivitas dewan komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan CEO sangat dipengaruhi oleh tingkat independensi dari dewan komisaris (Lorsch, 1989; Mizruchi, 1983; Zahra & Pearce, 1989 dalam Wardani, 2006). Penelitian Daryatno (2004), Siallagan dan Machfoedz (2006) menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh signifikan dengan nilai perusahaan.

2.5.4 Jumlah anggota komite audit

BAPEPAM melalui Surat Edaran No. SE-03/PM/2000 menghimbau perusahaan publik untuk membentuk komite audit. Anggota komite audit diangkat dari anggota dewan komisris yang tidak melaksanakan tugas eksekutif dan terdiri paling sedikit tiga anggota yang independent. Komite audit mengadakan rapat tiga sampai empat kali setahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya. Komite audit memberi pendapat professional kepada dewan komisaris

(24)

untuk meningkatkan kualitas kerja dan mengurangi penyimpangan pengelolaan perusahaan.

Komite audit mempunyai peran penting dan strategis dalam memelihara kredibilitas penyusunan laporan keuangan seperti menjaga system pengawasan yang memadai. Dengan berjalannya fungsi komite audit secara efektif, control terhadap perusahaan akan semakin baik sehingga diharapkan mengurangi agency problems. Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal. Ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat meningkatkan efektivitas kinerja perusahaan.

2.6. Kinerja Perusahaan

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi (Bastian, 2001). Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2001), kinerja adalah suatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja. Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu.

Pengukuran terhadap kinerja perusahaan diperlukan untuk mengetahui apakah kinerja perusahaan baik atau buruk. Kinerja perusahaan secara umum mengukur keefektifan dan keefisienan (Horngren, et al. 2000). Demikian pula menurut Hitt (1995) bahwa nilai utama yang akan dihasilkan dari evaluasi

(25)

terhadap kinerja perusahaan adalah efektif dan efisien. Pengukuran kinerja perusahaan menyediakan indikator-indikator untuk mengetahui bagaimana menjalankan suatu organisasi secara baik (Jusoh, 2000). Aspek keuangan terlebih dahulu diukur dengan rasio keuangan. Jika dikaitkan dengan Corporate governance, maka Corporate governance merupakan penggerak kinerja (performance driven) (Millstein, et al., 1998; Keasey, et al. 1997). Berarti penegakan Corporate Governance dapat mendorong kinerja perusahaan.

Kinerja perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Tobin’s Q. Pengukuran kinerja dengan Tobin’s Q diyakini bisa memberikan gambaran mengenai penilaian pasar terhadap perusahaan, karena Tobin’s Q didapat dari nilai pasar ekuitas ditambah nilai pasar hutang dibagi dengan nilai buku aktiva. Tobin’s Q memberikan gambaran tidak hanya pada aspek fundamental, tetapi juga sejauh mana pasar menilai perusahaan dari berbagai aspek yang dilihat oleh pihak luar termasuk investor (Hastuti, 2005). Tobin’s Q telah digunakan oleh Himmelberg et al. (1999), Itturiaga dan Sanz (2000), Makaryanawati (2002), Suranta (2002), Suranta dan Midiastuty (2003) dan Suranta dan Machfoedz (2003) dalam Hastuti (2005) untuk mengukur kinerja perusahaan, yang dirumuskan sebagai berikut:

Q = (EMV + DEBT)/TA Keterangan:

Q : Kinerja Perusahaan (Tobin’s Q)

EMV : Nilai pasar ekuitas (EMV = closing price x jumlah saham yang beredar) DEBT : Total hutang

TA : Total aktiva. Sumber: Hastuti (2005).

(26)

2.7. Penelitian Sebelumnya

Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini telah dilakukan. Penelitian tersebut di antaranya adalah:

1) Penelitian yang dilakukan oleh Bernard S. Black, Hasung Jang, dan Woochan Kim (2003), dengan judul penelitian: Does Corporate Governance Affect Firm Value. Variabel yang diteliti yaitu: dewan direksi, komisaris independen, komite audit, eksternal auditor, pengungkapan kepada investor, struktur kepemilikan dan Tobin’s Q. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa dewan direksi, komisaris independen, komite audit, ekternal auditor, pengungkapan kepada investor, stuktur kepemilikan berpengaruh positif signifikan terhadap Tobin’s Q.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Arief Daryatno, 2004, dengan judul: Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening. Variabel yang diteliti yaitu: komite audit, komisaris independen, dewan direksi, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa dewan direksi, kepemilikan institusional dan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan komite audit dan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

(27)

3) Penelitian yang dilakukan oleh Sylvia Veronica NPS & Yanivi S. Bachtiar, 2004, dengan judul: Good Corporate Governance, Information Asymmetry, and Earnings Management. Variabel yang diteliti: komisaris independen, komite audit, kualitas audit (KAP BIG 4), nilai perusahaan dan manajemen laba. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa komite audit dan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dan manajemen laba. Kualitas audit bepengaruh positif terhadap manajemen laba tapi tidak berpengaruh pada nilai perusahaan. 4) Penelitian yang dilakukan oleh Siallagan dan Mas’ud Machfoedz, 2006,

dengan judul: Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Variabel yang diteliti yaitu: komisaris independen, komite audit dan kepemilikan manajerial sebagai variabel indendepen. Tobin’s Q sebagai variabel dependen, Kualitas laba sebagai variabel intervening serta Auditor BIG 2 sebagai variabel kontrol. Hasil peneltiian membuktikan bahwa Kepemilikan Manajerial berpengaruh negatif terhadap Tobin’s Q. Dewan komisaris dan komite audit berpengaruh positif trehadap tobin’s Q sedangakan Auditor BIG 2 positif dan signifikan mempengaruhi Tobin’s Q.

5) Penelitian yang dilakukan oleh Zaroni (2004) yang berjudul: Pengaruh Kepemilikan Pemerintah, Kepemilikan Asing, dan Pergantian CEO terhadap Kinerja BUMN menemukan bukti bahwa kepemilikan pemerintah dan kepemilikan asing mengalami penurunan kinerja perusahaan setelah diprivatisasi, tetapi hasil yang sebaliknya justru terjadi

(28)

pada kinerja perusahaan yang dipengaruhi oleh pergantian CEO mengalami peningkatan setelah dilakukannya privatisasi dibandingkan dengan sebelum diprivatisasi.

6) Penelitian yag dilakukan oleh Michael H. Lubatkin, Kae H. Chung, Ronald C. Rogers dan James E. Owers yang berjudul: Stockholder Reactions to CEO Changes In Large Corporations menemukan bahwa investor lebih beraksi positif terhadap penggantian eksekutif perusahaan publik jika perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik dan eksekutif tersebut berasal dari luar perusahaan.

(29)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Berpikir

Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (pemegang saham) sebagai prinsipal. Konflik agensi terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan dan para manajernya. Pada satu sisi, pemilik menginginkan manajer bekerja keras untuk memaksimalkan utilitas pemilik. Namun, di sisi lain, manajer juga cenderung berusaha keras memaksimumkan utilitasnya sendiri. Suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham.

Berbagai macam motivasi manajemen laba dilakukan oleh pihak manajemen (agent) terhadap laporan keuangan perusahaan sebagai bentuk tanggungjawabnya atas informasi keuangan kepada pemilik modal (principles) yang didasarkan pada teori agensi (agency theory). Salah satu dari motivasi tersebut adalah motivasi pergantian Chief Executive Officer (CEO). Pergantian CEO suatu perusahaan kemungkinan akan diikuti dengan redefinisi misi, visi, dan strategi bisnis, sehingga menuntut adanya restrukturisasi organisasi yang sesuai

(30)

dengan formulasi misi, visi, dan strategi yang baru tersebut. Penggantian ini seharusnya mampu memicu peningkatan kinerja perusahaan tersebut.

Corporate Governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah kinerja perusahaan. Penerapan prinsip corporate governance merupakan salah satu upaya yang cukup signifikan untuk melepaskan diri dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Prinsip-prinsip dasar dari corporate governance pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Dengan demikian penggunaan corporate governance sebagai variabel pemoderasi dalam penelitian ini diharapkan dapat memperkuat hubungan antara pergantian CEO dengan kinerja perusahaan. Dalam penelitian ini, aspek – aspek corporate governance yang memoderasi hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit. Gambar 3.1 menunjukkan kerangka berpikir dari penelitian ini.

(31)

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

Pada Gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa dalam penelitian ini sebelum memperoleh variabel-variabel yang akan diteliti, peneliti melakukan kajian-kajian secara teoritis maupun empiris. Dari kajian tersebut peneliti memperoleh konsep

Kajian Teoritis

Teori Keagenan (Agency theory) Pergantian Chief Executive Officer (CEO) Corporate Governance: Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional Proporsi Komisaris Independen

Jumlah Anggota Komite Audit

4. Kinerja Perusahaan

Kajian Empiris

Does Corporate Governance Affect Firm Value?

Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening

Good Corporate Governance, Information Asymmetry, and Earnings Management Mekanisme Corporate Governance, Kualitas

Laba dan Nilai Perusahaan

Pengaruh Kepemilikan Pemerintah, Kepemilikan Asing, dan Pergantian CEO terhadap Kinerja BUMN

Stockholder Reactions to CEO Changes In Large Corporations

Hipotesis

Pengujian Statistik

Simpulan Hasil Pengujian Statistik

(32)

teori keagenan (agency teory), pergantian Chief Executive Officer (CEO), Corporate Governance dan aspek-aspeknya seperti kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen dan jumlah anggota komite audit yang akan memoderasi hubungan antara pergantian Chief Executive Officer dengan kinerja perusahaan. Pengujian statistik dilakukan terhadap variabel-variabel tersebut sehingga dapat diketahui pengaruh masing-masing variabel. Hasil dari pengujian statistik tersebut akan dapat diketahui apakah penelitian ini mendukung teori dan kajian empiris yang telah ada sebelumnya.

3.2 Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, dapat disusun konsep penelitian untuk melihat hubungan antar variabel seperti dalam Gambar 3.2 berikut:

Gambar 3.2 Pengaruh Corporate Governance pada hubungan Pergantian Chief Executive Officer dengan Kinerja Perusahaan

3.3 Hipotesis

Variabel Independen Variabel Dependen

Pergantian Chief Executive Officer Kinerja Perusahaan Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Intitusional Proporsi Komisaris Independen

(33)

Pada dasarnya hipotesis ini dibuat untuk menetapkan kesimpulan sementara terhadap proses penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan kajian teoritis dan empiris serta konsep penelitian yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini.

3.3.1 Pengaruh pergantian CEO pada kinerja perusahaan

Pergantian CEO suatu perusahaan kemungkinan akan diikuti dengan redefinisi misi, visi, dan strategi bisnis, sehingga menuntut adanya restrukturisasi organisasi yang sesuai dengan formulasi misi, visi, dan strategi yang baru tersebut. Penggantian ini seharusnya mampu memicu peningkatan kinerja perusahaan tersebut.

Lopez-de-Silanes (1997) menemukan adanya hubungan positif antara pergantian CEO dengan market value BUMN yang diprivatisasi. Barberis, et al. (1996) menyatakan bahwa kompetensi CEO merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. Megginson, et al. (1994) juga menyimpulkan bahwa pergantian eksekutif akan mempengaruhi kinerja perusahaan, dan mereka melaporkan bahwa peningkatan efisiensi secara signifikan ternyata hanya terjadi pada perusahaan yang melakukan pergantian pada tingkatan top management-nya.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari apakah pergantian pemimpin pada suatu perusahaan akan mempengaruhi kinerja dari suatu perusahaan besar. Hannan dan Freman pada tahun 1997 mendapati bahwa sesungguhnya perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang memungkinkan perusahaan tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga

(34)

perubahan atau pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh pada kinerja perusahaan.

Demikian juga dengan hasil penelitian Lieberson dan O’Connor (1972) serta Mintzberg (1979) menghasilkan kesimpulan bahwa pergantian pemimpin dalam perusahaan tidak akan mempengaruhi kinerja. Gamson dan Scotch pada tahun 1964 bahkan menemukan bahwa pergantian kepemimpinan dalam suatu perusahaan merupakan ritual yang salah dan tidak mengacu pada perubahan kinerja. Sejalan dengan hasil riset di atas, Pfeffer dan Blake (1986) menemukan bahwa pengaruh yang akan muncul dari pergantian pemimpin tersebut akan menjadi penghambat pengaruh positif yang seharusnya muncul ketika terjadi proses penggantian pergantian manajer yang memiliki kinerja yang tidak baik. Berdasarkan kajian empiris diatas, maka hipotesis yang dapat dikemukakan adalah:

H1 : Pergantian CEO berpengaruh pada kinerja perusahaan 3.3.2 Pengaruh Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan

Corporate governance merupakan sistem tata kelola perusahaan yang didasarkan pada teori keagenan. Manfaat corporate governance akan dilihat dari harga saham yang bersedia dibayar investor. Jika investor bersedia membayar lebih mahal, maka nilai pasar perusahaan yang menerapkan good corporate governance akan lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak menerapkan praktik good corporate governance (Kusumawati dan Riyanto, 2005).

La Porta et al (1998) menunjukkan bahwa corporate governance (CG) dapat menjelaskan kinerja pasar modal. Klapper dan Love (2002) menemukan

(35)

hubungan positif CG dengan kinerja perusahaan. Penerapan CG pada perusahaan akan lebih berarti apabila dilakukan di negara berkembang daripada negara maju. Hasil penelitian Gunarsih (2003) menemukan bahwa CG yang diproksi dengan struktur kepemilikan berpengaruh pada kinerja perusahaan. Black et al (2003) membuktikan bahwa CG index menjadi salah satu faktor yang dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan. Johnson et al (2000) memberikan bukti bahwa rendahnya kualitas CG suatu negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang negara bersangkutan. Silveira dan Barros (2006) menemukan adanya pengaruh signifikan CG terhadap nilai pasar perusahaan.

3.3.2.1 Kepemilikan Manajerial dan Kinerja perusahaan

Beberapa penelitian sebelumnya mengenai hubungan kepemilikan manajerial dengan kinerja perusahaan telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Jensen dan Meckling (1976) dengan hipotesis pemusatan kepentingan (besarnya jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajerial perusahaan akan mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh manajer perusahaan juga sebagai pemegang saham. Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Dengan demikian maka kepemilikan saham oleh manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya keagenan. Adanya control yang dimiliki oleh manajer dalam kepemilikan manajerial dapat mempengaruhi kinerja perusahaan dalam mencapai maksimalisasi nilai perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006).

(36)

Sartono (2001) menyimpulkan hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya dan menyatakan bahwa konflik kepentingan ini dapat dikontrol dengan beberapa mekanisme yaitu dengan meningkatkan kepemilikan manajerial (insider ownership), dividend payout ratio, dan pendanaan dengan menggunakan utang. Dengan adanya peningkatan kepemilikan manajerial, pihak manajemen tentunya akan mengutamakan kepentingan pemegang saham karena mereka juga sebagai pemegang saham. Manajer akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham dimana hal ini juga akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Mahadwarta dan Hartono,2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Fruits (1997) memberikan bukti empiris yang mendukung penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan kepemilikan manajerial. Davis, Hilier and McCoelgan (2002) mengajukan struktur nilai perusahaan yang lebih kompleks. Mereka menspesifikasikan penelitiannya pada fungsi kepemilikan manajerial yang diperhitungkan sebagai efek yang bertentangan dengan insentif manajerial dan mekanisme pengawasan internal dan eksternal, yang membuktikan bahwa hubungan antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan adalah ko-deterministik. Peneliti lainnya seperti Morck et al. (1998), McConnell dan Servaes (1990), Kole et al. (1999) menyatakan bahwa terdapat hubungan nonlinier antara kepemilikan manajerial dengan kinerja perusahaan.

Meskipun ada banyak penelitian mengenai struktur kepemilikan, tetapi hasil-hasil dari penelitian-penelitian tersebut banyak yang saling bertentangan satu sama lain. Dalam kenyataannya, banyak literatur penelitian telah menyimpulkan

(37)

hubungan yang positif antara struktur kepemilikan manajerial dengan penciptaan nilai perusahaan (Suranta dan Midiastuty, 2003).

3.3.2.2 Kepemilikan Institusional dan Kinerja perusahaan

Adanya tingkat kepemilikan institusional dalam proporsi yang besar akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Barclay dan Holderness (1990) menemukan bahwa tingkat kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat meningkat jika institusi mampu menjadi alat monitoring yang efektif (Slovin dan Sushka, 1993). Hasil penelitian lain juga menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan (Xu dan Wang, 1997; Pizarro et al, 2006; dan Bjuggren et al, 2007).

Beberapa penelitian lain menemukan hasil yang tidak konsisten. Demsetz dan Lehn (1985) menemukan bahwa tidak adanya pengaruh antara kepemilikan institusional dan profit perusahaan sebagai proksi firm value. Kepemilikan institusional tidak berhasil meningkatkan nilai perusahaan tapi justru menurunkan nilai perusahaan karena investor institusional bukan pemilik mayoritas sehingga tidak mampu memonitor kinerja manajer secara baik (Brush, 2000; Jennings, 2002). Hipotesis efficiency abatement mengungkapkan bahwa kepemilikan institutional memiliki hubungan negatif dengan nilai perusahaan (Hill et al, 2007). Daryatno (2004) dan Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan pada nilai perusahaan. 3.3.2.3 Proporsi Komisaris Independen dan Kinerja perusahaan

Penelitian mengenai dampak komisaris independensi terhadap kinerja perusahaan masih beragam. Ada penelitian yang menyatakan bahwa tingginya

(38)

proporsi komisaris luar berhubungan positif dengan kinerja perusahaan (Yermack, 1996; Daily dan Dalton, 1993), bukan merupakan faktor dari kinerja perusahaan (Kesner dan Johnson, 1990), dan berhubungan negatif dengan kinerja (Kosnik dan Turk, 1991; Goodstein dan Boeker, 1991).Peneliti lain menemukan pengaruh signifikan dalam hubungan komisaris independen dengan nilai perusahaan (Black et al, 2003; Veronica dan Yanivi, 2004; Daryatno, 2004; Sialagan dan Machfoedz, 2006; dan Herawaty, 2008). Namun Kusumastuti dkk (2005) dan Rachmawati dan Triatmoko (2007) tidak menemukan pengaruh signifikan antara komisaris independen dengan nilai perusahaan. Harjoto dan Jo (2007) menemukan bahwa komisaris independen berpengaruh lemah terhadap nilai perusahaan.

3.3.2.4 Jumlah Anggota Komite Audit dan Kinerja perusahaan

Komite audit mempunyai peran penting dan strategis dalam memelihara kredibilitas penyusunan laporan keuangan seperti menjaga system pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya good corporate governance. Komite audit berperan penting dalam menjamin terlaksananya corporate governance yang baik. Beberapa peneliti menemukan bahwa keberadaaan komite audit berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan (Black et al, 2003; Daryatno, 2004; Veronica dan Yanivi, 2004; Siallagan dan Machfoedz, 2006). Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan. Namun penelitian Rachmawati dan Triatmoko (2007) tidak menemukan adanya pengaruh keberadaan komite audit terhadap nilai perusahaan.

(39)

H2: Corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial,

kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit berpengaruh pada kinerja perusahaan.

3.3.3 Pergantian Chief Executive Officer, Corporate Governance, dan Kinerja Perusahaan

Sejak tahun 2000, Bapepam bersama dengan pihak-pihak lain yang terkait, terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan yang bertujuan mendorong penerapan prinsip – prinsip Good Corporate Governance kepada pelaku pasar di Pasar Modal Indonesia. Penerapan CG diyakini sebagai salah satu faktor utama yang mampu membangun dan mewujudkan kinerja perusahaan yang lebih baik sehingga tercipta pasar modal yang sehat. Corporate Governance merupakan hubungan antar-stakeholders yang digunakan untuk menentukan dan mengendalikan arah strategi dan kinerja suatu organisasi (Khomsiyah, 2003). Kinerja perusahaan Lopez-de-Silanes (1997) menemukan adanya hubungan positif antara pergantian CEO dengan market value BUMN yang diprivatisasi. Barberis et al. (1996) menyatakan bahwa kompetensi CEO merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. Megginson et al. (1994) juga menyimpulkan bahwa pergantian eksekutif akan mempengaruhi kinerja perusahaan, dan mereka melaporkan bahwa peningkatan efisiensi secara signifikan ternyata hanya terjadi pada perusahaan yang melakukan pergantian pada tingkatan top management-nya.

3.3.3.1 Pergantian Chief Executive Officer, Kepemilikan Manajerial, dan Kinerja Perusahaan

(40)

Teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa kinerja perusahaan dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan antara agen (manajemen) dengan principal (pemilik/investor) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Masalah keagenan bisa terjadi karena adanya asymmetric information antara manajer dan pemilik. Konflik kepentingan dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan berbagai kepentingan tersebut. Laporan tentang kinerja perusahaan yang baik akan meningkatkan nilai perusahaan. Manajer akan selalu berusaha untuk mengurangi asimetri informasi untuk meningkatkan image perusahaan. Menurut Jensen dan Meckling (1976) salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer.

3.3.3.2 Pergantian Chief Executive Officer, Kepemilikan Institusional, dan Kinerja Perusahaan

Semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat control eksternal terhadap perusahaan dan mengurangi agency cost, sehingga perusahaan akan menggunakan dividen yang rendah. Dengan adanya control yang ketat, menyebabkan manajer menggunakan utang pada tingkat rendah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya financial distress dan risiko kebangkrutan (Crutcley, 1999). Jika persentase kepemilikan cukup besar maka mereka memiliki insentif untuk melakukan pengawasan secara efektif terhadap manajemen dan

(41)

memiliki kemampuan untuk mempengaruhi maupun mengubah tindakan serta keputusan manajemen. Apabila analis dapat menganalisis dengan baik, tentunya hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk menilai apakah manajer tersebut dapat memajukan perusahaan atau tidak. Jika manajer tidak bisa memajukan perusahaan yang hal ini tidak disukai oleh pemilik, maka bias berakibat manajer tersebut diganti dan inilah salah satu bentuk pengawasan yang efektif. Temuan Jiambalvo et al. (1996), Bushee (1998a, 1998b), Rajgopal et al. (1999), Midiastuty dan Machfoedz (2003) dan Hsu and Koh (2005) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Dari temuan tersebut di atas menunjukkan bahwa kepemilikan institusional menjadi mekanisme yang efektif dalam mengawasi kinerja manajer.

3.3.3.3 Pergantian Chief Executive Officer, Proporsi Komisaris Independen, dan Kinerja Perusahaan

Diantara berbagai faktor yang dapat mendorong terciptanya pengelolaan perusahaan yang efektif, dewan komisaris merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku manajer dalam pengelolaan perusahaan termasuk dalam penerapan kebijakan konservatisma akuntansi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Mizruchi (1983) dalam Hapsoro (2006) bahwa dewan komisaris merupakan “the ulitimate center of control”. Semakin besar jumlah komisaris fungsi service dan kontrol akan semakin baik karena akan semakin banyak keahlian dalam memberikan nasehat yang bernilai dalam strategi dan penyelenggaraan perusahaan (Fama dan Jensen, 1983 dalam Kusumawati dan Riyanto, 2005).

(42)

Untuk struktur pengelolaan di Indonesia fungsi ini cenderung lebih banyak dijalankan oleh dewan komisaris berdasarkan kedekatannya dengan sumber informasi. Coller dan Gregory (1999) menyatakan bahwa semakin besar jumlah komisaris independen, semakin mudah untuk melakukan monitoring atas kegiatan perusahaan. Fungsi service dan kontrol dewan komisaris sebagai mekanisme corporate governance ini dapat dilihat sebagai suatu sinyal kepada para investor bahwa perusahaan telah dikelola sebagaimana mestinya (sinyal positif). Investor diharapkan akan menerima sinyal ini dan bersedia membayar premium yang lebih tinggi untuk perusahaan yang well-governance di Indonesia. Dengan demikian, penerapan good corporate governance berhubungan positif dengan kinerja perusahaan di mata investor (Labelle, 2002 dalam Kusumawati dan Riyanto, 2005).

3.3.3.3 Pergantian Chief Executive Officer, Jumlah Anggota Komite Audit, dan Kinerja Perusahaan

Komite audit sesuai dengan Kep. 29/PM/2004 adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Wilopo (2004) menganalis hubungan dewan komisaris independen, komite audit, kinerja perusahaan dan akrual diskresioner. Dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa kehadiran komite audit dan dewan komisaris independen mampu mempengaruhi secara negatif praktik manajemen

(43)

laba diperusahaan. Hal ini menandakan bahwa mekanisme corporate governance diatas penting untuk menjamin terlaksananya praktik perusahaan yang adil dan transparan.

The Institute of Internal Auditors (IIA) merekomendasikan bahwa setiap perusahaan publik harus memiliki Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap. IIA juga menganjurkan dibentuknya Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap. Komite Audit beranggotakan Komisaris Independen, dan terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari dan mempunyai tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan (www.cic-fcgi.org).

Setiawan (2006) menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh signifikan secara positif terhadap kualitas laba (earnings response coefficient), artinya dengan adanya komite audit maka perusahaan dapat meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan. Corporate Governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate Governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau men ginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana yang telah ditanamkan oleh investor, dan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997).

(44)

Selain proporsi komisaris independen, komite audit juga berpengaruh terhadap pergantian CEO yang dilakukan oleh perusahaan. Keberadaan komite audit diharapkan dapat memvalidasi informasi keuangan sehubungan dengan laporan keuangan yang kemudian dapat dijadikan sebagai patokan dalam mengevaluasi kinerja CEO.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dikemukakan adalah: H3: Corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial,

kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit berpengaruh pada hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan.

(45)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian yang baik memerlukan suatu perancangan aktivitas dan sumber daya yang baik. Rancangan penelitian adalah rencana dari struktur penelitian yang mengarahkan proses dan hasil riset menjadi valid, obyektif, efisien, dan efektif. Merancang peneltiian berarti menentukan jenis risetnya, menentukan data yang akan digunakan dan merancang model empiris untuk menguji hipotesis-hipotesis yang dibangun (Jogiyanto, 2007).

Untuk menerapkan metode ilmiah dalam suatu penelitian maka diperlukan rancangan penelitian yang sesuai dengan kondisi penelitian tersebut. Berdasarkan topik yang dibahas, maka variabel-variabel yang digunakan dalam rancangan penelitian ini adalah pergantian Chief Executive Officer, Corporate Governance, dan kinerja perusahaan. Variabel-variabel ini diperoleh melalui kajian teoritis dan empiris yang dilakukan peneliti. Sebelum dilakukan pengujian secara statistik maka perlu menentukan sampel penelitian, sumber datanya dan metode pengumpulan data. Setelah itu menguji hipotesis yang diajukan untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data menggunakan regresi linear berganda melalui analisis faktor. Hasil analisis kemudian diinterpretasikan sehingga dapat menjawab

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
Gambar 3.2 Pengaruh Corporate Governance pada hubungan Pergantian  Chief Executive Officer dengan Kinerja Perusahaan
Tabel 5.4 Statistik Deskriptif
Tabel 5.8 Uji Autokorelasi Durbin – Watson

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan hasil pengujian hipotesis ANOVA untuk beban maksimum didapatkan bahwa F1 = 4.89 > 4.75 maka Ho ’ ditolak dan disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan

Dalam pembuatantabung pendinginpada reaktor sinter menggunakan bahan stainless steel pejal untuk flendes penutup dan flendes bodi reaktor sinter dengan diameter 8 dan

For Drupal 7 sites using Memcache, it is important to keep the cache_form table in MySQL to ensure form data isn’t lost if Memcached goes offline.. If the form IDs are lost, then

Berdasarkan uraian dan perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa rasio kemandirian daerah selama lima tahun pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Asset

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk, kekuatan, dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Peserta Kuis Learning Organization ini meliputi pegawai struktural dan pelaksana di lingkungan Pusbang SDM Parekraf, dengan pengecualian Kepala Bidang

Tempo Interaktif telah berusaha turut memproduksi konsensus dari kelas subordinat— rakyat miskin—melalui idiom-idiom publik yang sudah biasa dikenal dalam keseharian masyarakat,

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan prestasi siswa dalam belajar matematika khususnya pada materi Operasi Sifat-sifat Hitung Bilangan Bulat dan memberikan pembelajaran