• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bakteri Vit. C

Percobaan 3. Pengaruh Perlakuan Coating terhadap Daya Simpan Benih Padi Hibrida SL-8

) Bakteri

Vit. C

Kontrol

(d) 0 5 10 15 20 25 0 3 6 9 12 15 Periode simpan K C T ( % /e tma l) Bakteri Vit. C Kontrol (e)

Gambar 11. Nilai Tengah Perlakuan Coating terhadap Tolok Ukur Vigor Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Periode Simpan 15 Minggu

Percobaan 3. Pengaruh Perlakuan Coating terhadap Daya Simpan Benih Padi Hibrida SL-8

DB, KCT dan IV dipengaruhi sangat nyata oleh faktor tunggal perlakuan

coating, periode simpan dan interaksinya. Faktor tunggal periode simpan

berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur BKKN. PTM dan KA tidak dipengaruhi oleh faktor tunggal perlakuan coating, periode simpan maupun interaksinya (Tabel 7).

Tabel 7. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Coating dan Periode Simpan pada Beberapa Tolok Ukur Viabilitas dan Vigor Benih Padi Hibrida SL-8

Tolok ukur Perlakuan PS P PSXP KK (%) DB ** ** ** 3.98 KCT ** ** ** 4.08 IV ** ** ** 11.74 PTM tn tn tn 3.18 BKKN ** tn tn 12.90 KA tn tn tn 15.65

Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata, * = berpengaruh nyata pada taraf 5% DMRT, ** = berpengaruh nyata pada taraf 1% DMRT, KK = koefisien keragaman

Tabel 8 menunjukkan periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap BKKN. Pada periode simpan 15 minggu, BKKN memiliki nilai rataan yang lebih tinggi dibandingkan periode simpan lainnya.

Pada periode simpan 9 minggu perlakuan coating menggunakan asam askorbat memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur DB (Tabel 9). Perlakuan coating menggunakan asam askorbat juga menghasilkan DB tertinggi pada periode simpan 3 dan 12 minggu. Sementara, perlakuan coating

menggunakan bakteri menghasilkan DB tertinggi pada periode simpan 15 minggu Tolok ukur KCT menunjukkan peningkatan di akhir penyimpanan baik pada perlakuan coating maupun tanpa coating. Perlakuan bakteri berpengaruh sangat nyata pada KCT benih terutama pada periode simpan 6 minggu (Tabel 10).

Tabel 8. Pengaruh Faktor Tunggal Perlakuan Coating pada Benih Padi Hibrida SL-8 terhadap Tolok Ukur Berat Kering Kecambah Normal

Perlakuan

coating

Periode simpan (minggu)

Rata-rata 0 3 6 9 12 15 (gram) Bakteri 0.26 0.19 0.34 0.31 0.32 0.37 0.30 Asam askorbat 0.31 0.21 0.27 0.35 0.34 0.40 0.31 Tanpa coating 0.31 0.17 0.28 0.37 0.33 0.40 0.31

Rata-rata 0.29d 0.19e 0.30cd 0.34b 0.33bc 0.39a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT.

Tabel 9. Interaksi Perlakuan Coating dengan Periode Simpan terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah pada Benih Padi Hibrida SL-8

Perlakuan

coating

Periode simpan (minggu)

0 3 6 9 12 15

(%)

Bakteri 86.00de 72.00g 94.67abc 79.33f 88.67cd 96.67a

Asam askorbat 93.33abc 94.00abc 93.33abc 92.67a-d 94.00abc 92.00a-d Tanpa coating 88.67cd 92.67a-d 89.33bcd 82.00ef 96.67a 96.00ab

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT

Tabel 10. Interaksi Perlakuan Coating dengan Periode Simpan terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh pada Benih Padi Hibrida SL-8

Perlakuan

coating

Periode simpan (minggu)

0 3 6 9 12 15

(% KN per etmal)

Bakteri 19.03c 16.52e 22.48a 17.17de 18.08cd 21.86ab

Asam askorbat 19.40c 19.14c 19.36c 21.33ab 18.82c 20.92b

Tanpa coating 18.43cd 18.07cd 17.33de 18.15cd 18.78c 21.16ab

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT

Tabel 11 menunjukkan perlakuan coating menggunakan bakteri memberikan IV yang nyata tertinggi pada periode simpan 6 minggu. Sementara pada periode simpan 9 minggu perlakuan coating menggunakan asam askorbat menghasilkan IV tertinggi secara nyata.

Tabel 11. Interaksi Perlakuan Coating dan Periode Simpan terhadap tolok ukur Indeks Vigor pada Benih Padi Hibrida SL-8

Perlakuan

coating

Periode simpan (minggu)

0 3 6 9 12 15

(%)

Bakteri 68.00def 40.67h 89.33ab 60.67efg 65.33d-g 93.33a

Asam askorbat 78.00bcd 77.33bcd 76.00b-e 73.33cde 73.33cde 87.33abc Tanpa coating 76.67bcd 68.67def 54.00fgh 50.67gh 80.67a-d 86.67abc

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT

Pembahasan

Viabilitas dan vigor benih padi hibrida yang diberi perlakuan coating

maupun tanpa coating masih tinggi sampai akhir penyimpanan. Hal ini diduga karena KA benih yang masih terjaga selama periode simpan dan masih dalam batas aman penyimpanan sampai akhir periode simpan dengan rataan 9.70%. Selama periode simpan kemasan penyimpanan yang digunakan adalah plastik poliethylen yang resisten terhadap uap air sehingga KA benih tetap terjaga dan viabilitas benih dapat dipertahankan.

Benih bersifat higroskopis, dimana KA benih akan selalu berkesetimbangan dengan kondisi lingkungan, sementara KA benih merupakan salah satu faktor penting yang dapat menyebabkan kemunduran mutu benih. KA benih yang tinggi maupun berfluktuasi dapat mempercepat laju kemunduran mutu benih. Oleh sebab itu, penting untuk mempertahankan kesetimbangan KA benih, salah satu caranya adalah dengan menggunakan kemasan kedap udara seperti plastik polyethylen, hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir pengaruh lingkungan yang berfluktuasi terhadap KA benih. Penelitian yang dilakukan oleh Giang dan Gowda (2007) menunjukkan bahwa benih padi hibrida (KRH-2) yang

di-coating menggunakan polimer (W Yellow) + kaptan+thiaram+gouch+super red 1 ml/kg pada 10 bulan penyimpanan, memiliki KA yang lebih aman (<13%) dengan DB 85.70% sementara benih yang disimpan dalam kain mengalami peningkatan KA yaitu sebesar 14.30% serta penurunan viabilitas yang ditunjukkan dengan rendahnya DB yang dihasilkan yaitu 62.00%.

Seed coating menggunakan polimer dan bakteri P. fluorescens RH-4003

serta polimer dan asam askorbat 350 ppm pada tiga varietas padi hibrida selama penyimpanan memiliki respon yang berbeda terhadap masing-masing tolok ukur viabilitas dan vigor. Coating pada benih padi hibrida varietas Intani-2 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada semua tolok ukur viabilitas dan vigor benih, sebaliknya benih padi hibrida varietas DG-1 dan SL-8 memberikan respon yang nyata baik terhadap perlakuan coating, periode simpan maupun interaksinya pada beberapa tolok ukur. SL-8 lebih responsif terhadap penyimpanan dan perlakuan yang diberikan dibandingkan DG-1 dan Intani-2.

Pada SL-8 perlakuan asam askorbat menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan IV, KCT serta DB pada periode simpan 9 minggu. Perlakuan

coating menggunakan bakteri juga menunjukkan pengaruh yang nyata lebih tinggi

terhadap IV dan KCT benih terutama pada periode simpan 6 minggu.

Perbedaan respon ini mungkin terkait dengan genetik masing-masing varietas yang berbeda akibat faktor genetik yang diturunkan dari masing-masing tetua yang berbeda. Perbedaan genetik ini ada yang tercermin langsung pada fisik benih, namun ada juga yang tidak terlihat. Copeland (1976) menyatakan perbedaan genetik dapat menyebabkan perbedaan komposisi kimia yang terkandung dalam benih, yang dapat mempengaruhi viabilitas dan vigor benih. Gambar 12 (a) menunjukkan perbedaan fisik benih padi hibrida Intani-2 dibandingkan dua varietas lainnya (yaitu glume yang terbuka dan benih yang lebih kurus), sementara Gambar 12 (b) menunjukkan perubahan warna yang terjadi pada benih akibat diberi perlakuan coating.

Penelitian yang dilakukan oleh Mettananda et al. (2001) menunjukkan faktor genetik mempengaruhi perbedaan toleransi viabilitas 6 varietas padi terhadap kondisi lingkungan yang ditunjukkan dengan perbedaan DB benih setelah mengalami penyimpanan. Benih padi varietas Bg 379-2, Bg 403 dan

At 353 mampu mempertahankan viabilitas (>85%) pada penyimpanan yang memiliki RH cukup tinggi (fluktuasi hingga 30%) sampai 8 bulan penyimpanan sementara tiga varietas lainnya (Bg 300, 400 dan 352) hanya mampu mempertahankan viabilitas sampai 5 bulan penyimpanan (ketika 6 bulan penyimpanan DB berada di kisaran 40-60%).

Intani-2 DG-1 SL-8 (a) Benih Padi Hibrida Sebelum di-coating

Intani-2 DG-1 SL-8

(b) Benih Padi Hibrida Setelah di-coating

Gambar 12. Penampakan Fisik Benih Padi Hibrida

Gambar 12 menunjukkan padi hibrida Intani-2 memiliki glume yang lebih terbuka dibandingkan dua varietas lainnya dan mungkin mempengaruhi viabilitas dan vigor benih padi ini. Meskipun dipanen satu bulan lebih lama dibandingkan varietas lainnya, viabilitas dan vigor benih padi hibrida Intani-2 lebih cepat mengalami kemunduran daripada varietas SL-8 maupun DG-1. Hal ini terlihat pada semua tolok ukur viabilitas dan vigor benih di awal penyimpanan dimana Intani-2 memiliki nilai tengah terendah dibandingkan varietas lainnya. Namun demikian, pada akhir penyimpanan, terlihat bahwa semua varietas benih termasuk Intani-2 tidak mengalami penurunan viabilitas dan vigor benih, hal ini menandakan kondisi penyimpanan maupun perlakuan coating mampu

mempertahankan viabilitas dan vigor ketiga varietas benih padi hibrida yang digunakan.

Srivastava et al. (2008) menyatakan glume yang terbuka merupakan salah satu faktor sulitnya mempertahankan viabilitas benih padi hibrida di penyimpanan. Glume yang terbuka akan menyebabkan penyakit maupun hama gudang akan mudah menyerang langsung pada endosperm benih. Hal ini semakin menegaskan bahwa selain faktor genetik, kondisi lingkungan penyimpanan yang baik berperan penting dalam mempertahankan viabilitas benih padi hibrida di penyimpanan. Plastik yang kedap udara dan kondisi awal benih yang disimpan menyebabkan sulit bagi hama dan penyakit untuk menyerang benih, sehingga perlakuan coating tidak memberikan pengaruh yang nyata. Selain itu, dapat disimpulkan juga bahwa perlakuan coating yang diberikan tidak bersifat merusak atau meracuni benih padi hibrida Intani-2.

Perlakuan coating menggunakan asam askorbat 350 ppm dalam penelitian ini terbukti mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih padi hibrida di penyimpanan. Pada Intani-2 perlakuan asam askorbat mampu mempertahankan KA tetap rendah yaitu 9.67%. Selain itu, perlakuan ini juga menghasilkan DB, KCT dan IV tertinggi walaupun tidak nyata berbeda. Pada SL-8 perlakuan asam askorbat menghasilkan DB (92.67%), KCT (21.33% KN per etmal) dan IV (73.33%) yang nyata lebih tinggi pada periode simpan 9 minggu. Pada DG-1 perlakuan ini mampu menghasilkan IV tertinggi secara nyata yaitu 90%.

Pemberian asam askorbat sebagai antioksidan pada benih diduga mampu memperlambat laju kemunduran benih di penyimpanan karena mampu menangkal radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkannya dengan melengkapi kekurangan elektrolit yang dimiliki radikal bebas sehingga menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Rachmawati, 2010).

Hasil serupa pernah dilaporkan oleh Dey et al. (2012) yang menyatakan bahwa perlakuan menggunakan asam askorbat 100 μg/ml pada benih padi IR-64 di penyimpanan (7 bulan) mampu secara nyata meningkatkan DB yaitu 100% dibanding kontrol 70%. Asam askorbat berpotensi meminimalkan kerusakan membran benih padi yang dibuktikan dengan lebih tingginya aktivitas enzim

dehidrogenase pada benih yang diberi perlakuan asam askorbat (sekitar 1.50) dibandingkan kontrol (0.08).

Pada periode simpan 6 minggu perlakuan coating menggunakan bakteri untuk benih padi hibrida SL-8 mampu secara nyata meningkatkan vigor benih. Perlakuan bakteri mampu meningkatkan KCT sebesar 22.48% KN per etmal sementara perlakuan tanpa coating 17.33% KN per etmal, begitu pula dengan IV pada perlakuan bakteri lebih tinggi (89.33%) dibandingkan tanpa coating

(54.00%). Peningkatan ini mungkin terkait dengan kemampuan bakteri P.

fluorescens dalam memproduksi IAA yang berfungsi dalam perkembangan tunas,

perpanjangan sel-sel batang serta akar. Kemampuan perlakuan coating

menggunakan bakteri dalam mempengaruhi tolok ukur viabilitas yang berfluktuasi selama periode simpan mungkin disebabkan polimer yang digunakan tidak mengandung cukup nutrisi sehingga populasi bakteri tidak stabil. Kusumowardani (2008) menyatakan pertumbuhan populasi pada media LB sebagai kontrol lebih stabil dibandingkan dengan media alternatif lainnya, karena media ini mengandung banyak nutrisi yang dapat mendukung pertumbuhan P.

fluorescens. Kader et al. (2012) menambahkan coating benih menggunakan

bakteri P. fluorescens 105-106 cfu/ml dengan bahan pembawa serbuk gergaji+cmc mampu mempertahankan viabilitas bakteri hingga 10 bulan (34.40 cfu/gr - 34.00 cfu/gr).

Selain itu, efektifitas bakteri Pseudomonas diduga kurang terlihat pada kondisi lingkungan yang tidak tercekam. Penelitian yang dilakukan oleh Husen (2012) menunjukkan inokulasi Pseudomonas pada tanah non steril memiliki bobot tanaman yang nyata lebih tinggi dibandingkan inokulasi pada tanah steril di pertanaman kedelai. Kemungkinan lainnya adalah auksin dalam dosis tertentu merupakan hormon pertumbuhan, dimana konsentrasi auksin yang berlebihan justru dapat menyebabkan terhambatnya petumbuhan sel-sel batang maupun akar. Populasi bakteri yang berfluktuasi mungkin mempengaruhi konsentrasi auksin yang dihasilkan, sehingga data yang diperoleh terhadap beberapa tolok ukur viabilitas dan vigor benih menjadi tidak stabil. Terhambatnya pertumbuhan kecambah dapat menyebabkan banyaknya kecambah abnormal yang terbentuk sehingga menurunkan nilai DB, IV dan KCT benih.

Dokumen terkait