• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perlakuan Pemberian Fosfor Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Centellosida Pegagan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL

4.2.3. Pengaruh Perlakuan Pemberian Fosfor Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Centellosida Pegagan

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa berbagai perlakuan pemberian fosfor berpengaruh nyata pada parameter panjang tangkai daun 56 HST dan produksi asam asiatik pada daun sedangkan pada parameter pertumbuhan dan produksi lainnya tidak berpengaruh nyata. Pemberian fosfor semakin meningkatkan panjang tangkai daun. Tangkai daun terpanjang terdapat pada perlakuan F3 (54 kg P2O5 /ha). Pada penelitian ini diperoleh bahwa pemupukan fosfor 13,51 P205 kg/ha, produksi asam asiatik daun maksimum yaitu 13,87 (244 g). Pada penelitian Ghulamahdi, dkk., 2007 juga menemukan bahwa pemberian pupuk P meningkatkan panjang tangkai daun. Hasil Penelitian Sutardi (2008) melaporkan bahwa pemupukan fosfor tidak berpengaruh nyata pada semua peubah pertumbuhan tanaman pegagan, kecuali terhadap nilai klorofil meter daun tua. Santoso (2008) juga melaporkan bahwa pemupukan fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sulur primer, jumlah sulur sekunder, bobot segar dan kering biomassa, serta kandungan fosfor jaringan pada pegagan.

Meskipun pemberian fosfor secara umum tidak memberikan pengaruh yang nyata tetapi terdapat kecenderungan adanya tren peningkatan hasil dengan semakin bertambahnya dosis fosfor yang diberikan pada tanaman pegagan. Kecenderungan bahwa tanaman yang diberi pupuk memberikan hasil lebih tinggi daripada tanaman yang tanpa pemupukan. Pada parameter pertumbuhan seperti jumlah daun, luas daun, jumlah sulur primer, jumlah sulur sekunder 84 HST, tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian fosfor pada taraf 36 kg P2O5 /ha akan tetapi pada parameter produksi bobot basah dan bobot kering daun dan petiol ataupun akar dan sulur, hasil terbaik diperoleh pada pemberian fosfor pada taraf

18 kg P2O5 /ha. Ketersediaan unsur hara yang cukup akan menunjang pertumbuhan tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Mengel and Kirkby (1982), Nyakpa dkk. (1988) yang menyatakan bahwa fosfor merupakan salah satu unsur hara makro yang diperlukan oleh tanaman, yang berperan penting pada berbagai proses kehidupan, seperti fotosintesis, metabolime karbohidrat, dan proses aliran energi dalam tanaman. Bila ditinjau dari kandungan bioaktif pegagan, perlakuan fosfor berpengaruh nyata pada kandungan asiatikosida daun dan kandungan asam asiatik daun. Kandungan asiatikosida daun tertinggi terdapat pada pemberian F3 (54 kg P2O5 /ha) sedangkan kandungan asam asiatik daun tertinggi terdapat pada perlakuan F1 (18 kg P2O5 /ha). Demikian pula pada produksi asam asiatik daun dipengaruhi oleh fosfor dimana produksi asam asiatik daun maksimum ± 2400 mg pada pemupukan fosfor 31,01 kg P205/ha.

Hal ini didukung oleh Noverita (2010); Noverita, Siregar dan Napitupulu (2012) pada penelitian sebelumnya bahwa kandungan P tanah mempengaruhi kadar centellosida pegagan. Fosfor berfungsi dalam merangsang pembentukan akar yang lebih baik sehingga penyerapan hara dan air meningkat, peningkatan jumlah klorofil daun (jumlah klorofil daun meningkat dengan meningkatnya pemberian fosfor), tanaman dapat berfotosintesis dengan baik untuk menghasilkan fotosintat, dan diduga dapat meningkatkan kandungan senyawa asiatikosida. Salisbury (1995) menyatakan bahwa fosfor tak pernah direduksi di dalam tumbuhan, tetap sebagai fosfat baik dalam bentuk bebas maupun terikat pada senyawa organik sebagai ester. Ester fosfat terbentuk dengan gula, alkohol, asam, atau fosfat lain (polifosfat). Senyawa kaya energi ini diduga sebagai intermediet lintasan pentosa fosfat dari metabolit primer dan diturunkan dari prekursor ke

metabolit sekunder. Tanaman pegagan paling banyak mengandung senyawa golongan tirterpenoid. Triterpenoid merupakan senyawa turunan dari prekursor metabolit primer yang dibiosintesis oleh lintasan mevanolat, akan menghasilkan geranil-geranil pirofosfat merupakan metabolit primer yang membentuk monoterpenoid dan turunannya, sedangkan farnesil pirofosfat meningkatkan pembentukan sesquiterpenoid dan konversi dari squalen menjadi triterpenoid (Vickery and Vickery 1981) dan Hess (1986).

Noverita (2010), Noverita, Siregar dan Napitupulu (2012), Noverita, Napitupulu, Siregar dan Marline (2013), Noverita, Napitupulu, Marline, Siregar dan Singh (2013) bahwa unsur fosfor tanah mempengaruhi kadar asiatikosida, madekasosida dan asam asiatik pada beberapa aksesi yang diamati. Berikut ini dipaparkan beberapa tahap dalam biosintesis triterpen saponin. Centellosida adalah senyawa triterpenoid yang dibiosintesis melalui yang jalur mevalonat dalam sitoplasma. Prekursor pertama di jalur mevalonat dan mevalonat hidroksimetilglutaril-KoA, yang mengarah pada pembentukan prekursor secara umum dari semua terpenoid yaitu 5-karbon isopentenil difosfat. Pada jalur ini, tidak hanya berpartisipasi enzim tertentu, tetapi kodifikasi gen juga diketahui, 6-karbon mevalonat disintesis dari kondensasi 3 molekul asetil-KoA dalam reaksi yang dikatalisis oleh hidroksimetilglutaril-KoA reduktase (HMGR). Reaksi ini sekarang dianggap sebagai langkah kunci pengaturan dalam sintesis sitosolik isoprenoid. Mevalonat kemudian terfosforilasi oleh dua larutan kinase yang

berbeda, mevalonat dan phosphomevalonate, untuk membentuk 5

pirofosfomevalonat. Senyawa ini didekarboksilasi oleh pirofosfomevalonat dekarboksilase ke IPP, yang mengalami kesetimbangan pada isomernya, yaitu

dimetilalil difosfat (DMAPP) yang dibentuk oleh difosfat isopentenil isomerase. Dua molekul IPP berturut-turut ikatan dengan DMAPP untuk membentuk sesqiterpen pertama, 15-karbon farnesil difosfat (FPP). Jenis ikatan dikatalisis oleh preniltransferase spesifik. Kedua molekul FPP kemudian dikonversi oleh squalen sintase (SQS) menjadi squalen, yang merupakan pendahulu dari sterol dan biosintesis triterpenoid. Reaksi ini, dikatalisis oleh squalene sintase, dianggap sebagai langkah kunci dalam pengaturan sintesis turunan mevalonat terpen, karena kontrol percabangan utama isoprenoid jalan menuju biosintesis triterpen dan fitosterol. Epoksidasi squalen pada posisi kedua dan ketiga hasil karbon hasil dalam pembentukan 2,3-oksidosqualen. Beberapa oksidosqualen siklase mengkatalisasi siklisasi dari 2,3-oksidosqualen, yang terletak di percabangan merupakan langkah untuk biosintesis fitosterol dan triterpen saponin. Sintesis centellosida dilanjutkan dari siklisasi dari 2, 3- oksidosqualen melalui tahap transisi bertingkat, dengan spesifik -amyrin sintase.  oksidosqualene siklase (OSC). Jalur biosintesis centellosida dapat dilihat pada Gambar 4.56. dimana langkah terakhir jalur biosintetik centellosida ini belum diketahui dengan jelas sehingga perlu dilakukan berbagai penelitian untuk dapat mengetahui respon tanaman pegagan dalam kandungan maupun produksi centellosida yang sangat bermanfaat. Centellosida (asiatikosida, madekasosida, asam asiatik dan asam madekasik) adalah tipe ursan saponin.

Keterangan: SQS = squalen sintase, CYS = cycloartenol sintase, βAS = β-amyrin sintase

Gambar 4.56. Biosintesis Centellosida

Pada Gambar 4.57. berikut Hernandez et al. (2010) memaparkan struktur

α-amryn, substrat konversi, dan produk asiatikosida, madekasosida, asam asiatik dan asam madekassik.

Gambar 4.57. Struktur α-Amryn, Substrat Konversi, dan Produk Asiatikosida, Madekasosida, Asam Asiatik dan Asam Madekassik (Hernandez et al., 2010)

Menurut Kim et al. (2005), telah ditemukan beberapa gen yang berkaitan dalam jalur biosintesis triterpen saponin pada Centella seperti β-amryn synthase (CabAS), cycloartenol synthase (CaCYS), squalene synthase (CaSQS) dan farnesyl Centellosida: asiatikosida, madekasosida, asam asiatik dan asam madekasik

difosfat synthase. Kim et al. (2010) menyatakan, Farnesyl difosfat synthase (FPS) memainkan peran penting dalam perkembangan organ pada tumbuhan. Farnesyl difosfat synthase diidentifikasi sebagai kunci regulasi enzim dalam biosintesis triterpen. Biosintesis ini diduga berlangsung di daun dimana kandungan asiatikosida meningkat seiring dengan waktu (Mangas et al., 2009).

Fosfor juga merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat yang berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap fotosintesis, respirasi, dan berbagai proses metabolisme lainnya. Fosfor juga merupakan bagian nukleotida (RNA dan DNA) dan fosfolipida penyusun membran (Lakitan, 2008). Selain itu fosfor berperan sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks, aktivator, kofaktor atau penyusun enzim, serta berperan dalam proses fisiologi (Soepardi, 1983). Menurut Havlin et al. (2005) hara fosfor berperan penting dalam penyimpanan dan transfer energi. Nyakpa et al. (1988) juga menyatakan unsur fosfor dapat meningkatkan produksi tanaman atau bahan kering dan perbaikan kualitas hasil. 4.2.4. Pengaruh Interaksi Perlakuan Umur panen dan Metil Jasmonat Terhadap Kandungan dan Produksi Centellosida Pegagan

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan umur panen dan metil jasmonat berpengaruh nyata terhadap parameter produksi yaitu bobot basah daun dan petiol, bobot basah akar dan sulur serta produksi asiatikosida pada daun. Interaksi dari kedua faktor memberikan hasil tertinggi

baik bobot basah daun dan petiol maupun bobot basah akar dan sulur terdapat pada kombinasi tanpa pemberian metil jasmonat dengan umur panen 84 HST

sedangkan umur panen 70 HST produksi asiatikosida pada daun maksimum ± 66 mg dengan pemberian metil jasmonat 108,5 µM. Asam jasmonat (JA) dan metil ester jasmonat (MJ) berasal dari katabolisme asam linolenat dan bertindak sebagai

metabolit sekunder yang memodulasi proses fisiologis beberapa tanaman, termasuk penuaan tanaman (Yendo. et al., 2010). Tanpa pemberian metil jasmonat, proses penuaan tanaman tidak terjadi dan umur panen 84 HST, menyebabkan akumulasi fotosintat yang lebih banyak dibanding umur panen 8 dan 70 HST sehingga biomas bobot basah daun dan petiol maupun bobot basah akar dan sulur tertinggi tercapai pada kombinasi perlakuan ini.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan umur panen dan metil jasmonat berpengaruh nyata terhadap parameter kandungan bioaktif pegagan yaitu kandungan asiatikosida akar. Interaksi dari kedua faktor memberikan kandungan asiatikosida akar tertinggi terdapat pada kombinasi pemberian metil jasmonat 100 µM dengan umur panen 84 HST Yendo. et al. (2010) menyatakan peningkatan hasil saponin oleh metil jasmonat pada tanaman dan kultur sel di beberapa spesies menunjukkan keterlibatan metabolit sekunder dalam mekanisme pertahanan tanaman. Kebanyakan penelitian sampai saat ini telah berfokus pada partisipasi enzim pada lintasan awal, termasuk oxidosqualene cyclase, squalene sintase dan dammarenediol sintase, serta mengisolasi dan

karakterisasi gen yang mengkode β-Amrin synthase. Hasil panen bioaktif saponin dalam berbagai penelitian telah berhasil meningkatkan metabolit sekunder dengan memperlakukan sel dan jaringan dengan jasmonat atau dengan mengekspos tanaman terhadap stres oksidatif. Elisitasi dan studi molekul mengkonsolidasikan pengetahuan dalam memulai pengembangan pasokan komersial bioaktif saponin.

Asam jasmonat (JA) dan metil ester jasmonat berasal dari katabolisme asam linolenat yang memicu atau meningkatkan biosintesis metabolit sekunder, yang penting dalam adaptasi tanaman terutama pada tantangan lingkungan biotik.

Jasmonat dan turunannya paling sering digunakan sebagai elisitor dalam penelitian-penelitian dalam menginduksi senyawa triterpenoid (Yendo et al., 2010).

Metil jasmonat (MJ) adalah elisitor digunakan secara luas yang banyak memodulasi peristiwa fisiologis pada tumbuhan tingkat tinggi, seperti respon pertahanan, berbunga, dan penuaan, karena itu dianggap sebagai kelas baru fitohormon. MJ dan turunannya telah diusulkan menjadi senyawa sinyal kunci dalam proses elisitasi menuju akumulasi metabolit sekunder (Lambert et al., 2011). Hu and Zhong (2008), elisitor sintetik inkonvensional seperti jasmonat 2-hidroksietil (HEJ) juga ditemukan sangat kuat dalam menggalang metabolit sekunder tanaman dalam kultur sel.

Metil jasmonat adalah elisitor paling baik digunakan untuk menginduksi produksi triterpen saponin (Lambert et al., 2011). Elisitasi dilakukan untuk melihat respon terhadap sintesa triterpen saponin pada C. asiatica. Respon peningkatan saponin pada tanaman C. asiatica setelah elisitasi dapat dilihat pada Tabel 4.35.

Tabel 4.35. Efek Elisitasi terhadap Triterpen Saponin

Keterangan: MJ; Metil jasmonat, HEJ; 2-hidroksietil jasmonat, YE; ekstrak ragi, AR; akar Adventif, CS; Cell suspensi, SA; asam salisilat, IBA; asam indole-3-butirat

Peran metabolit sekunder saponin pada tanaman adalah bagian dari mekanisme pertahanan tanaman digolongkan dalam kelompok molekul pelindung

Species Sistem Kultur Perlakuan Elisitor Peningkatan Referensi Elisitor Konsentrasi Durasi Saponin

C. asiatica Seluruh tanaman MJ 0,01 mM 7 hari 1,5 x Kim, et al. YE 0,1 g/l 7 hari 1,4 x 2004 Daun MJ 0,01 mM 36 hari 3,5 x

C. asiatica Bagian atas tanaman MJ 0,1 mM 35 hari 2-3 x Mangas

yaitu fitoprotektan. Fitoprotektan yang dihasilkan baik dengan stimulus oleh patogen atau diproduksi dengan cara dikontrol perkembangannya, antimikroba, virus atau pun insektisida. Lambert et al. ( 2011) menyatakan bahwa respon pertahanan dapat diaktifkan melalui jalur transduksi sinyal melalui "elisitor" oleh reseptor yang terletak di membran plasma. Pembentukan pesan sekunder, seperti jasmonat, etilen, dan asam salisilat, yang mengaktifkan ekspresi pertahanan gen, termasuk gen pengkode untuk enzim yang mengkatalisis pembentukan metabolit sekunder. Metil jasmonat adalah elisitor yang banyak memodulasi peristiwa fisiologis pada tumbuhan tingkat tinggi. MJ dan turunannya telah diusulkan menjadi senyawa sinyal kunci dalam proses elisitasi menuju akumulasi metabolit sekunder.

Elisitasi tidak hanya berpengaruh terhadap kadar saponin tetapi juga mempengaruhi ekspresi gen biosintesis saponin (Kim et al. 2004; Mangas et al. 2006). Efek meningkat dengan konsentrasi elisitor yang meningkat (Bonfill et al., 2011).

4.2.5. Pengaruh Interaksi Perlakuan Umur Panen dan Fosfor Terhadap

Dokumen terkait