• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan analisis multivariate yang dilakukan dengan menggunakan regressi linier sederhana yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara variable persepsi guru dengan perilaku siswa dengan hasil sebagai berikut:

A. Uji-F Secara Simultan

Uji F secara simultan terhadap pengaruh persepsi guru terhadap perilaku siswa memberi hasil sebagai berikut :

Tabel 16. Hasil Uji-F Secara Simultan

Tabel 16 memperlihatkan bahwa nilai F-hitung = 15.919 dan p-value = 0.000.

Jika dibandingkan dengan nilai F-tabel = 3.11 (yang diperoleh dari nilai kritis uji F

untuk n=84 atau df=83), diketahui bahwa F-hitung (15.919) > F-Tabel (3.29) dan p-value

(0.000) < sig-α(0.05). Hasil analisis ini memenuhi persyaratan penerimaan hipotesis regresi, sehingga dapat disimpulkan bahwa persepsi guru berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku siswa jika analisis dilakukan secara simultan (Uji-F). B. Uji-t (secara Parsial)

Uji-t secara parsial terhadap pengaruh persepsi guru terhadap perilaku siswa memberi hasil sebagai berikut :

Tabel 17. Hasil Uji-F Secara Parsial

ANOVAb 19.316 1 19.316 15.919 .000a 99.494 82 1.213 118.810 83 Regressi Residual Total Model 1 Jumlah

Kuadrat df Kuadrat Rata2 F Sig.

Prediksi: (Konstan), Persepsi Guru a.

Variabel Terikat : Perilaku Siswa b. Koefisien a .401 .633 .634 .528 .914 .229 .403 3.990 .000 (Konstan) Persepsi Guru Model 1 B Std. Error Koefisien Tidak Baku Beta Koefisien Baku t Sig.

Variabel Terikat : Perilaku Siswa a.

Tabel 17 memperlihatkan bahwa nilai p-value (0.000) < sig-α (0.05). Hasil analisis ini memenuhi persyaratan penerimaan hipotesis regresi, sehingga dapat disimpulkan bahwa persepsi guru berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku siswa jika analisis dilakukan secara parsial (uji-t).

C. Uji Determinasi R

Selanjutnya, untuk mengetahui besarnya pengaruhi persepsi guru terhadap perilaku siswa, dapat dilihat dari uji determinasi R berikut :

Tabel 18. Hasil Uji Determinasi R

Dari Tabel 18 terlihat bahwa nilai R-square = 0.563, sehingga besarnya pengaruh persepsi terhadap perilaku =

K = Rsquare x 100% = 0.563 x 100% = 56.3 %

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa besarnya pengaruh persepsi guru terhadap perilaku siswa adalah sebesar 56.3%. Dengan kata lain, 56.3% faktor perilaku dapat dijelaskan oleh faktor persepsi sedangkan selebihnya, 43.6% dipengaruhi oleh faktor faktor lain yang tidak diteliti.

Model Summaryb .403a .563 .152 1.10152 Model 1 R R Kuadrat Adjusted R Square Perkiraan Kesalahan Baku

Prediksi: (Konstan), Persepsi Guru a.

Variabel Terikat: Perilaku Siswa b.

D. Persamaan Regresi

Persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara persepsi guru terhadap perilaku siswa dapat disusun sebagai berikut:

Y = a + bX1 + e

Y = .401 + 0.941X1 + 0.633

Persamaan ini memberi makna bahwa jika faktor lain dianggap tetap, maka setiap peningkatan persepsi guru tentang lingkungan sebesar 1%, akan meningkatkan perilaku siswa sebesar 0.941 bagian.

Mengingat adanya peningkatan kerusakan global pada lingkungan hidup, yang ditandai dengan kemerosotan ekologis seperti : kemerosotan sumber daya alam, pencemaran air, tanah dan udara yang pada akhirnya menyebabkan daya dukung lingkungan terganggu serta kualitas hidup semakin menurun, maka masyarakat perlu mengadakan upaya pelestarian (Chiras, 1985).

Dalam kehidupan manusia terdapat banyak macam tingkah laku yang dilatarbelakangi oleh berbagai macam motif yang melatarbelakangi berbagai macam motif juga Ada penggolongan motif yang mendasarkan pada reaksi seseorang terhadap rangsangan penggerak motifasi yang datang, ada yang mendasarkan pada asal-usul tingkah laku, ada pula yang mendasarkan pada tingkat kesadaran seseorang bertingkah laku, serta masih banyak dasar lain (Handoko, 1992).

Pada tingkat sekolah, sebagai salah satu bentuk kerjasama dalam pendidikan misalnya, terdapat tujuan sekolah. Untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah itu perlukan kerja sama di antara semu personil sekolah (guru, murid, kepala sekolah dan

staf tata usaha) dan orang yang ada di luar sekolah yang ada kaitannya dengan sekolah (orang tua, kepala kantor Dinas Pendidikan, dokter puskesmas, dan lain-lain). Kerja sama dalam menyelenggarakan sekolah harus di bina sehingga semua yang terlibat dalam urusan sekolah memberikan sumbangannya secara maksimal. Kerja sama untuk mencapai tujuan perndidikan dengan berbagai aspeknya ini dapat di pandang sebagai menejemen pendidikan (Tirtarahardja dan Sulo, 2005).

Keberadaan Sekolah Dasar yang mengembangkan wawasan lingkungan dan budaya masih sangat minim. Di tengah arus globalisasi yang melanda dunia, diperlukan filter untuk menyeimbanginya. Salah satunya, memperkuat pengetahuan siswa tentang lingkungan hidup serta manfaat dan cara melestarikannya. Guna menghadapi tantangan ke depan yang semakin keras, tenaga pengajar di SD Negeri Kabupaten Batubara harus lebih peka dalam memotivasi para siswa untuk lebih mengerti dan memahami pentingnya kelestarian lingkungan hidup. Agar pendidikan berbasis lingkungan ini mengena di hati masyarakat, harus dilahirkan sekolah dengan kualitas lulusan yang lebih unggul dibandingkan dengan sekolah-sekolah biasa. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan Sekolah Berbudaya Lingkungan. Dalam penerapannya, untuk menjadikan sebuah sekolah memiliki budaya lingkungan maka diperlukan beberapa unsur penting yaitu ; a) Pengembangan Kebijakan Sekolah, b) Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan, dan c) Pengelolaan Sarana dan Prasarana.

a) Pengembangan Kebijakan Sekolah

Pendidikan lingkungan yang akhir-akhir ini menjadi pembicaran dibanyak media merupakan sebuah cermin dari kegalauan akan permasalahan lingkungan yang sangat mengkhawatirkan. Kegalauan tersebut akan logis ketika masalah lingkungan sudah samapai pada tahap menunggu. Perlu adanya penanganan yang serius dan sesegera mungkin untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah. Penerapan tentang pentingnya menjaga lingkungan harus diterapkan sejak dini, disini perlu adanya peranserta sekolah dan guru dalam memberikan motivasi dan dorongan secara nyata terhadap siswa-siawa sekolah dasar agar pengetahuan dan pengertian tentang lingkungan sudah mendasar pada diri para siswa sejak dini (Setiawan, 2010).

Beberapa SD Negeri di Kabupaten Batu Bara sudah mengembangkan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung konsep sekolah berbudaya lingkungan antara lain : memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar langsung dari lingkungan seperti pentingnya menyiram tanaman serta membuang sampah pada tempatnya, menyediakan sarana dan prasarana sekolah seperti pengadaan tempat sampah pada setiap ruang kelas.

b) Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan

Kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah kepada seluruh anak didiknya, baik dilakukan dalam sekolah maupun di luar sekolah. Pengalaman anak didik sekolah dapat diperoleh melalui berbagai kegiatan pendidikan antara lain ; mengikuti pelajaran dikelas, keterampilan, latihan-latihan olah raga dan kesenian dan kegiatan praktek laboraturium (Suryosubroto, 2004).

Adanya suatu kurikulum berbasis lingkungan akan memberikan suatu pola atau penyusunan bahan pelajaran mengenai pentingnya lingkungan hidup yang akan disampaikan kepada murid-murid. Lingkungan mencakup segala hal di sekeliling kita, yang kita terkait kepadanya secara langsung atau tidak langsung, yang hidup dan kegiatan kita berhubungan dengannya dan bergantung padanya. Dapat juga dikatakan bahwa lingkungan adalah keadaan yang mempengaruhi atau berperan atas hidup dan kehidupan. Boleh juga disebutkan, lingkungan adalah segala gatra ekologi ditinjau dari segi manusia (Ananichev, 1976).

c) Pengelolaan Sarana dan Prasarana

Pencapaian hasil belajar siswa yang rendah kerapkali bukan disebabkan oleh pengetahuan dan penguasaan ilmu pengetahuan guru yang rendah, tetapi masih banyak guru yang menitik beratkan pada praktik pendidikan pada segi pengajaran yang ditandai dengan peran guru yang dominant dan siswa hanya bersikap pasif dalam menghapalkan pelajaran, sehingga kualitas pendidikan pun cendrung memperoleh hasil yang kurang memadai. Masih banyak guru yang belum profesional sehingga cendrung memperoleh hasil belajar siswa yang rendah. Profesional guru perlu adanya perilaku yang kratif (Tangyong, 1969).

Guru tidak hanya dituntut untuk memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan. Namun guru juga dituntut untuk mampu bersikap kreatif untuk meningkatkan minat belajar siswa (Agung, 2010). Guru diharuskan mampu menyampaikan materi dengan sekreatif mungkin salah satunya dengan menggunakan alat peraga. Alat peraga merupakan saran untuk menciptakan metode baru dalam

pembelajaran. Selain itu guru juga dituntut untuk mampu mengembangkan pola pikir para siswa dalam mengembangkan, menjaga serta merawat sarana dan prasarana yang disediakan oleh pihak sekolah. Karena sarana dan prasarana adalah fasilitas umum yang membantu dan mendorong siswa kearah pembelajaran yang lebih baik.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait