PENGARUH PERSEPSI GURU TENTANG LINGKUNGAN
TERHADAP PERILAKU SISWA DALAM PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP (KAJIAN TERHADAP
SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN
BATU BARA)
T E S I S
Oleh
MARNI RAHAYU
087004022/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA
PENGARUH PERSEPSI GURU TENTANG LINGKUNGAN
TERHADAP PERILAKU SISWA DALAM PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP (KAJIAN TERHADAP
SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN
BATU BARA)
T E S I S
Oleh
MARNI RAHAYU
087004022/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA
PENGARUH PERSEPSI GURU TENTANG LINGKUNGAN
TERHADAP PERILAKU SISWA DALAM PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP (KAJIAN TERHADAP
SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN
BATU BARA)
T E S I S
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MARNI RAHAYU
087004022/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH PERSEPSI GURU TENTANG LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU SISWA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (KAJIAN TERHADAP SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN BATU BARA)
Nama Mahasiswa : Marni Rahayu Nomor Pokok : 087004022
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Chalida Fachruddin) Ketua
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal : 19 Maret 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Chalida Fachruddin
Anggota : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS.
2. Prof. Dr. Badaruddin, MSi.
3. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc.
PENGARUH PERSEPSI GURU TENTANG LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU SISWA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
(KAJIAN TERHADAP SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN BATU BARA)
Marni Rahayu, Prof. Dr. Chalida Fachruddin, Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru SD di Kabupaten Batubara tentang lingkungan hidup dan untuk mengetahui pengaruh tingkat persepsi guru SD tentang lingkungan hidup terhadap perilaku siswa SD dalam pengelolaan lingkungan hidup di sekolah di Kabupaten Batubara. Pada penelitian ini dilakukan pengumpulan data dari bulan Nopember 2010 sampai dengan Januari 2011, yang terdiri dari data persepsi guru dan perilaku siswa melalui kuisioner yang diberikan kepada guru kelas IV, V dan VI SD di Kabupaten Batu Bara sebanyak 84 responden dan siswa kelas IV, V dan VI SD di Kabupaten Batu Bara sebanyak 234 responden, metode yang digunakan adalah sampel bertujuan. Data kuisioner diolah dan dilakukan uji F, uji t dan regresi dengan bantuan SPSS. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persepsi guru Sekolah Dasar di Kabupaten Batu Bara tentang lingkungan hidup mayoritas baik, yaitu sebanyak 75.0%, dan persepsi guru SD di Kabupaten Batu Bara tentang lingkungan memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap perilaku siswa dalam pengelolaan lingkungan hidup.
THE EFFECT OF TEACHER PERCEPTION OF THE ENVIRONMENT ON STUDENT BEHAVIOUR IN ENVIRONMENTAL MANAGEMENT
(STUDY OF ELEMENTARY SCHOOLS IN BATU BARA)
Marni Rahayu, Prof. Dr. Chalida Fachruddin, Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
ABSTRACT
This thesis purposed is to investigate the perception of elementary school teachers in the District of Batu Bara on the environment and to determine the influence level of primary school teachers' perception about the environment on the behavior of elementary school students in environmental management in schools in Batu Bara. In this research, collecting data from November 2010 until January 2011, which consists of data teachers' perceptions and student behavior through questionnaires given to teachers grade IV, V and VI Elementary School in Batu Bara of 84 respondents and students in grade IV, V and VI Elementary School in Batu Bara of 234 respondents, the method used was purposive sampling. Questionnaire data is processed and tested f-test, t-test and regression with SPSS. From the results of this study concluded that the perception of elementary school teachers in Batu Bara environmental good majority, which is about 75.0%, and perceptions of elementary school teachers in Batu Bara about the environment have significant and positive impact on student behavior in environmental management .
KATA PENGANTAR
Sebelumnya, saya memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT karena
hanya dengan rahmat dan kurnia-Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tugas Akhir yang berjudul “Pengaruh Persepsi Guru tentang Lingkungan
terhadap Perilaku Siswa dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Kajian terhadap
Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Batu Bara)” ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat guna memperoleh gelar master dari Program Studi Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan tesis ini, telah begitu banyak bantuan, bimbingan, dan
dorongan yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
dengan segala kerendahan hati, saya ingin bermaksud mengucapkan terima kasih
yang setulus-tulusnya kepada:
1. Prof. Dr. Chalida Fachruddin, sebagai ketua pembimbing yang telah
memberikan begitu banyak waktu, arahan, bimbingan dan saran-saran yang
sangat bermanfaat selama penelitian hingga tersusunnya tesis ini.
2. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS., dan Prof. Dr. Badaruddin, MSi. sebagai
pembimbing yang telah memberikan begitu banyak waktu, arahan, bimbingan
dan saran-saran yang sangat bermanfaat selama penelitian hingga tersusunnya
tesis ini.
3. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, dan Ir. O. K. Nazaruddin Hisyam, MS, sebagai
penguji yang telah memberikan waktu, saran dan masukan yang sangat
berharga pada karya tulis ini.
4. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, sebagai Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan USU yang telah memberikan fasilitas
serta perhatian demi kelancaran kegiatan akademik.
5. Segenap staf pengajar (dosen) di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan USU yang telah berperan besar demi kelancaran
6. Suami tercinta, Agoes Ilyas dan anak-anak tersayang, Eva Kusuma Dewi,
Wira Sakti Gunawan dan Arief Tri Wibowo, yang telah memberikan waktu,
mencurahkan kasih sayang, perhatian, semangat, dan doa yang tiada putus
hingga terselesaikannya masa studi pada Program Magister Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan USU.
7. Maya, Putri dan segenap karyawan di Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan USU yang telah banyak berperan dan
membantu demi kelancaran kegiatan akademik selama masa studi.
8. Segenap rekan–rekan S2 PSL Kelas Khusus Batu Bara 2008 yang selalu
memberikan semangat dan dukungan selama masa studi di Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan USU, bahkan hingga
terselesaikannya laporan tugas akhir ini.
9. Semua pihak yang dengan ucapan beribu maaf karena tidak dapat disebutkan
satu persatu, yang telah memberikan perhatian dan semangat hingga
berakhirnya masa studi di perguruan tinggi kebanggaan kita ini.
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang jauh dari sempurna karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, saran dan
kritik dari pembaca sangat diharapkan. Dan akhirnya mohon maaf yang tulus atas
ketidaksempurnaan, segala kekurangan bahkan kata–kata yang kurang berkenan.
Semoga karya tulis ini berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Medan, 19 Maret 2011
Penyusun
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Marni Rahayu
2. Tempat / Tanggal Lahir : Pemalang / 23 Juli 1959
3. Nama Orang Tua
a. Ayah : Soehardjo (Alm. 1981)
b. Ibu : Marniah (Almh. 1964)
4. Anak ke : 6 dari 7 bersaudara
5. Alamat : Jl. Garu II, Villa Harjosari I No. 96, Medan
Amplas, 20147
6. Pekerjaan : Kepala Sekolah SD Negeri No. 016396 Perk.
Sipare-pare
7. Menikah : Tahun 1981 dengan Agoes Ilyas
Anak : 1. Eva Kusuma Dewi, S.Si – alumni USU
2. Wira Sakti Gunawan, SE – alumni USU
3. Arief Tri Wibowo – Mahasiswa FKG USU
8. Pendidikan Formal
a. Tahun 1966 – 1972 : SD Beji 1 Pemalang
b. Tahun 1972 – 1975 : SMP Negeri 2 Pemalang
c. Tahun 1975 – 1979 : SPG Negeri Pemalang
d. Tahun 1995 – 1997 : D-2 UT UPBJJ Medan
e. Tahun 1997 – 2000 : S-1 UMN Medan
f. Tahun 2009 – 2011 : Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan, Sekolah PascaSarjana,
USU
a. Tahun 1979 – 1983 : Guru SD Kedung
Banjar, Pemalang
b. Tahun 1983 – 2000 : Guru SD No. 010227
Perk. Sipare-pare
c. Tahun 2000 – 2004 : Kepala Sekolah SD No. 010226, Perk.
Sipare-pare
d. Tahun 2004 – sekarang : Kepala Sekolah SD No. 016396, Perk.
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN... xi
I PENDAHULUAN ... 1
2.1 Persepsi tentang Lingkungan ... 12
2.1.1 Pengertian Persepsi ... 12
2.1.2 Lingkungan ... 16
2.2 Lingkungan Sebagai Subyek Pendidikan ... 16
2.3 Landasan Pendidikan Lingkungan Hidup... 18
2.4 Hakikat Pendidikan Lingkungan Hidup... 20
2.5 Hakikat Bahan Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup ... 22
2.6 Guru ... 26
2.7 Siswa ... 30
2.8 2.9 Perilaku ... Kehidupan Sekolah yang Berbudaya Lingkungan ... 32 33 III METODOLOGI PENELITIAN ... 34
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 34
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 41
3.6 Analisis Data secara Statistik ... 43
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 44
4.2 Karakteristik Internal Guru ... 4.2.1 Karakteristik Jenis Kelamin ... 46 46 4.2.2 Karakteristik Usia ... 47
4.2.3 Karakteristik Status Pegawai ... 47
4.2.4 Karakteristik Lama Mengajar ... 48
4.2.5 Karakteristik Pendidikan ... 49
4.3 Persepsi Guru tentang Lingkungan di SD di Kabupaten Batu Bara ... 49
4.4 Perilaku Siswa dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup di SD di Kabupaten BatuBara ... 51
4.5 Pengaruh Persepsi Guru tentang Lingkungan terhadap Perilaku Siswa dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup di SD di Kabupaten Batu Bara ... 54
V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
5.1 Kesimpulan ... 62
5.2 Saran ... 62
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1 Data Sekolah Dasar di Kabupaten Batu Bara ... 35
2 Nama dan Alamat SD Lokasi Penelitian ... 36
3 Jumlah Sampel Guru SD Kelas IV, V dan VI ... 37
4 Jumlah Sampel Siswa Kelas IV, V dan VI SD di Kabupaten Batu Bara ... 39
5 Variabel, Definisi Operasional dan Kategori ... 42
6 Data Jumlah Sekolah di Kabupaten Batu Bara ... 45
7 Data Jumlah Siswa di Kabupaten Batu Bara ... 46
8 Data Jumlah Guru di Kabupaten Batu Bara ... 46
9 Karakteristik Jenis Kelamin Sampel ... 47
10 Karakteristik Usia Sampel ... 47
11 Karaktersitik Status Pegawai Sampel ... 48
12 Karakteristik Lama Mengajar Sampel ... 48
13 Karakteristik Pendidikan Sampel ... 49
14 Karakteristik Persepsi Guru ... 49
15 Karakteristik Perilaku Siswa ... 52
16 Hasil Uji-F secara Simultan ... 55
17 Hasil Uji-F secara Parsial ... 55
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1 Kerangka Pemikiran ... 9
2 Bagan Faktor-faktor Pembelajaran yang Dapat Dirubah Guru ... 28
3 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Peta Lokasi Penelitian ... 68
2 Kuesioner Persepsi Guru SD tentang Lingkungan ... 69
3 Kuesioner Perilaku Siswa SD dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 71
4 Data Karakteristik Guru ... 73
5 Data Persepsi Guru ... 76
6 Data Perilaku Siswa ... 79
7 Hasil Pengolahan Data ... 87
8 Dokumentasi Penelitian ... 91
PENGARUH PERSEPSI GURU TENTANG LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU SISWA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
(KAJIAN TERHADAP SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN BATU BARA)
Marni Rahayu, Prof. Dr. Chalida Fachruddin, Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru SD di Kabupaten Batubara tentang lingkungan hidup dan untuk mengetahui pengaruh tingkat persepsi guru SD tentang lingkungan hidup terhadap perilaku siswa SD dalam pengelolaan lingkungan hidup di sekolah di Kabupaten Batubara. Pada penelitian ini dilakukan pengumpulan data dari bulan Nopember 2010 sampai dengan Januari 2011, yang terdiri dari data persepsi guru dan perilaku siswa melalui kuisioner yang diberikan kepada guru kelas IV, V dan VI SD di Kabupaten Batu Bara sebanyak 84 responden dan siswa kelas IV, V dan VI SD di Kabupaten Batu Bara sebanyak 234 responden, metode yang digunakan adalah sampel bertujuan. Data kuisioner diolah dan dilakukan uji F, uji t dan regresi dengan bantuan SPSS. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persepsi guru Sekolah Dasar di Kabupaten Batu Bara tentang lingkungan hidup mayoritas baik, yaitu sebanyak 75.0%, dan persepsi guru SD di Kabupaten Batu Bara tentang lingkungan memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap perilaku siswa dalam pengelolaan lingkungan hidup.
THE EFFECT OF TEACHER PERCEPTION OF THE ENVIRONMENT ON STUDENT BEHAVIOUR IN ENVIRONMENTAL MANAGEMENT
(STUDY OF ELEMENTARY SCHOOLS IN BATU BARA)
Marni Rahayu, Prof. Dr. Chalida Fachruddin, Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
ABSTRACT
This thesis purposed is to investigate the perception of elementary school teachers in the District of Batu Bara on the environment and to determine the influence level of primary school teachers' perception about the environment on the behavior of elementary school students in environmental management in schools in Batu Bara. In this research, collecting data from November 2010 until January 2011, which consists of data teachers' perceptions and student behavior through questionnaires given to teachers grade IV, V and VI Elementary School in Batu Bara of 84 respondents and students in grade IV, V and VI Elementary School in Batu Bara of 234 respondents, the method used was purposive sampling. Questionnaire data is processed and tested f-test, t-test and regression with SPSS. From the results of this study concluded that the perception of elementary school teachers in Batu Bara environmental good majority, which is about 75.0%, and perceptions of elementary school teachers in Batu Bara about the environment have significant and positive impact on student behavior in environmental management .
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan
bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak
konstitusional bagi setiap warga Negara Indonesia. Oleh karena itu, negara,
pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan
penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain (UU No. 32 Tahun
2009).
Menurut Soemarwoto (2001), lingkungan bagi kehidupan makhluk pada
hakikatnya merupakan syarat mutlak bagi kelangsungan hidup secara menyeluruh.
Jika kondisi lingkungannya menunjukkan keadaan yang baik berarti lingkungan
tersebut menunjang terhadap kelangsungan hidup bagi makhluk hidup. Kehidupan
manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik lingkungan alam maupun
lingkungan sosial.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan diartikan sebagai kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
Untuk membangkitkan kesadaran manusia terhadap lingkungan hidup di
sekitarnya, proses yang paling penting dan harus dilakukan adalah dengan menyentuh
hati. Jika proses penyadaran telah terjadi dan perubahan sikap dan pola pikir terhadap
lingkungan telah terjadi, maka dapat dilakukan peningkatan pengetahuan dan
pemahaman mengenai lingkungan hidup, serta peningkatan ketrampilan dalam
mengelola lingkungan hidup.
Akan tetapi perubahan sosial manusia menyebabkan rusaknya lingkungan.
Dari hal yang paling sederhana, masyarakat sekarang kurang perduli terhadap kondisi
lingkungan. Sebagai contoh rusaknya hutan yang berfungsi sebagai penyimpan
sumber air akibat banyak masyarakat yang membuang sampah di bantaran sungai,
dan pembangunan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan yang dapat
mengurangi daerah resapan air. Kepedulian akan lingkungan yang kurang ini harus
ditanggapi dengan serius. Salah satu langkahnya adalah melewati dunia pendidikan
(Karim, 2010). Untuk mengendalikan lingkungan agar tetap terjaga sebagaimana
mestinya maka diperlukan pendidikan kepada setiap individu, selanjutnya setiap
penduduk agar bisa menjaga ekosistem dan kestabilan lingkungannya (Wahidin,
2008).
Institusi pengajaran melalui pendidikan formal merupakan cara yang paling
tepat untuk membangkitkan kesadaran dan kecintaan orang banyak terhadap
lingkungan hidup. Pendidikan pengetahuan lingkungan hidup berperan untuk
memastikan keadaan lingkungan hidup dapat dijaga dan tidak mengalami kerusakan
dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam
proses pembangunan untuk menjamin kemampuan kesejahteraan dan mutu hidup
generasi kini dan masa depan (Yustina, 2006).
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya melibatkan banyak
orang, diantaranya peserta didik, pendidik, administrator, masyarakat dan orang tua
peserta didik. Oleh karena itu agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan
efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat
memahami perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif
(Sudrajat, 2008).
Institusi pendidikan harus menjadi benteng yang tangguh untuk
menginternalisasi dan menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada
anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menuntut ilmu. Nilai-nilai kearifan local
masyarakat setempat perlu terus digali dan dikembangkan secara konstektual untuk
selanjutnya disemaikan ke dalam dunia pendidikan melalui proses pembelajaran yang
aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Pola dan gaya penyajiannya pun
tidak bercorak teoritis dan dogmatis seperti orang berkhotbah, tetapi harus lebih
interaktif dan dialogis engan mengajak siswa didik untuk berdiskusi dan bercurah
pikir melalui topic-topik lingkungan hidup yang menarik dan menantang (Tuhusetya,
2007).
Pendidikan Pengetahuan Lingkungan Hidup (PPLH) berperan untuk
menjamin keadaan lingkungan hidup dapat dijaga kelestariannya dan tidak
upaya sadar dan terencana yang memadukan Lingkungan Hidup termasuk sumber
daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan
mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan (UU No. 23 Tahun 1997).
Menurut Saragih (2002), bahwa pengetahuan lingkungan hidup pada tingkat
SD, SMP, dan SMA masih sangat minim, yang disebabkan oleh pernah tidaknya guru
memperoleh pendidikan lingkungan atau informasi tentang lingkungan. Umumnya
pada tingkat SD tidak ada secara khusus mata pelajaran tentang lingkungan hidup.
Guru merupakan bagian dari masyarakat dan menempati salah satu bagian
dari pelaku pembangunan. Sebagai pelaku dalam proses pembangunan dan sebagai
tenaga pendidik, peran guru sangat strategis untuk mempengaruhi atau dipengaruhi
oleh lingkungan. Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, guru diartikan
sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru SD merupakan bagian dari masyarakat dan menempati salah satu bagian
dari pelaku pembangunan. Sebagai pelaku dalam proses pembangunan, sebagai
tenaga pendidik, peranan mereka sangat strategis untuk mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh lingkungan (Yustina, 2006).
Menurut Winarno et al (2000) dalam Saragih (2002), ada 46,8% guru pada
tahap SD belum memperoleh pelajaran Lingkungan Hidup (LH). Keadaan ini tidak
pendidikan Lingkungan Hidup (LH) telah direalisasikan sejak tahun ajaran
1989/1990 di seluruh jenjang pendidikan di Indonesia.
Sampai saat ini, kepedulian masyarakat khususnya warga sekolah (guru dan
peserta didik) terhadap lingkungan masih rendah, meskipun pendidikan pengetahuan
Lingkungan Hidup (LH) telah diterapkan pada dunia pendidikan melalui mata
pelajaran-mata pelajaran tertentu. Menurut Soemarwoto (2001), walaupun pendidikan
sebagai instrumen suasif telah banyak dilakukan, baik pada tingkat SD sampai
Universitas, namun mengalami kegagalan, karena pelajaran yang diberikan sarat
dengan interpretasi resmi pemerintah, tidak diinternalkan dalam diri, melainkan
tinggal sebagai pengetahuan belaka. Hal ini juga tidak terlepas dari sistem pendidikan
kita pada umumnya yang lebih bersifat memberikan informasi, yaitu menghapal.
Diharapkan pengetahuan lingkungan, persepsi dan sikap peduli dalam
pengelolaan lingkungan hidup akan memotivasi minat yang dapat diimplementasikan
dan ditumbuhkembangkan menjadi budaya kepada anak didik khususnya pada
tahapan pendidikan dasar.
Sampai saat ini pengetahuan lingkungan sudah lebih dari 15 tahun diterapkan
pada dunia pendidikan, dalam waktu ini diharapkan para pendidik telah menguasai
konsep lingkungan, anak didik, dan masyarakat sekolah dapat
mengimplementasikannya dalam kehidupan yang berwawasan dan kepedulian
terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Hal sebaliknya, kepedulian masyarakat
sekolah terhadap lingkungan masih rendah. Apalagi pada tingkat Sekolah Dasar (SD),
(SD) tidak berdiri sendiri tetapi diintegrasikan pada bidang studi Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) juga dipengaruhi sosial ekonomi
masyarakat setempat, terbatasnya sumber belajar, kurangnya pengetahuan guru
tentang pengelolaan lingkungan hidup
Mengingat Kabupaten Batu Bara terletak di wilayah yang tingkat kesadaran
pengelolaan lingkungan hidupnya sangat rendah terutama pada wilayah sepanjang
pesisir, maka dari itu pendidikan menjadi jalur penyadaran secara mutlak, untuk
mencapai perbaikan situasi lingkungan hidup sekolah secara terus menerus untuk
menjadikan sekolah berwawasan lingkungan.
Bertolak dari fenomena dan kerangka berfikir tersebut, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui persepsi guru SD tentang lingkungan, dan bagaimana
pengaruh persepsi guru tentang lingkungan terhadap perilaku siswa dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
1.2. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana persepsi guru Sekolah Dasar di Kabupaten Batubara tentang
lingkungan hidup.
2. Bagaimana pengaruh tingkat persepsi guru Sekolah Dasar tentang lingkungan
hidup terhadap perilaku siswa Sekolah Dasar dalam pengelolaan lingkungan
1.3. Kerangka Berpikir
Persepsi dapat dirumuskan sebagai suatu proses penerimaan, pemilihan,
pengorganisasian serta pemberian arti terhadap rangsangan. Guru merupakan salah
satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam
usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial. Kinerja guru selalu
menjadi pusat perhatian, karena guru merupakan faktor penentu dalam meningkatkan
prestasi belajar dan berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Seorang guru harus memiliki pengetahuan tentang lingkungan karena institusi
pengajaran melalui pendidikan formal merupakan cara yang paling tepat dalam
membangkitkan kesadaran dan kecintaan terhadap lingkungan hidup, oleh sebab itu
seorang guru dituntut untuk memiliki pengetahuan berwawasan lingkungan,
meningkatkan kemampuan kritis, meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan
mengaplikasikan nilai-nilai yang dimilikinya berhubungan dengan masalah
lingkungan.
Seorang guru yang memiliki pengetahuan yang baik tentang lingkungan
diduga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap konservasi lingkungan hidup
serta pembangunan yang berkelanjutan untuk menjaga perusakan sumberdaya alam.
Namun sebaliknya seorang guru yang tidak memiliki pengetahuan tentang
lingkungan atau tidak berwawasan lingkungan tidak akan mampu melakukan
konservasi sumberdaya alam untuk menjaga perusakan lingkungan. Dengan demikian
diduga berhubungan positif dengan persepsi guru tentang lingkungan dalam
Sikap (Attitude) dapat diartikan sebagai suatu cara pandangan, tetapi berbeda
dengan pengetahuan yang dimiliki orang. Seseorang bersikap sesuatu karena ada
masukan pengetahuan tertentu. Pengetahuan mengenai suatu objek baru menjadi
sikap terhadap objek tersebut apabila pengetahuan itu disertai oleh kesiapan untuk
bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek itu. Begitu juga halnya dengan
seorang siswa, seorang siswa yang diberikan pengetahuan tentang lingkungan akan
memiliki dan memahami hal-hal yang berkenaan dengan lingkungan tersebut.
Sebagai contoh memberikan pengertian pentingnya kebersihan kelas bagi kesehatan
para siswa, membuang sampah, menanam bunga pada pot-pot disekolah akan
membuat lingkungan yang nyaman yang akan mendukung keberhasilan belajar.
Persepsi guru tentang lingkungan dapat diartikan sebagai suatu proses yang
ditempuh seorang guru untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indra
mereka tentang lingkungan agar mampu memberikan makna yang nyata bagi
kelestarian lingkungan. Seorang guru yang memiliki pemahaman yang baik tentang
lingkungan serta pengelolaan lingkungan hidup akan mampu menerapkan dan
memberikan pengertian yang baik pula kepada para siswa. Suatu persepsi yang
diberikan seorang guru terhadap siswa akan dicerminkan oleh siswa tersebut dalam
sikap yang diambil, disinilah pentingnya pengetahuan seorang guru tentang
lingkungan karena siswa dapat dengan cepat menangkap dan merealisasikan apa yang
didapat.
Kemampuan seorang siswa dalam mengetahui pentingnya pengelolaan
memberikan pengertian tentang manfaat kebersihan lingkungan dan pengelolaan
lingkungan. Berdasarkan hal-hal tersebut diduga adanya hubungan positif antara
pengaruh persepsi guru tentang lingkungan terhadap perilaku siswa dalam
pengelolaan lingkungan hidup di sekolah dasar di kabupaten Batubara
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
1. ry. 1 adalah koefisien korelasi parsial antara persepsi guru tentang lingkungan
(X1) terhadap pengelolaan lingkungan hidup (Y)
2. ry. 2 adalah koefisien korelasi parsial antara persepsi guru tentang lingkungan
(X1) terhadap perilaku siswa (X2) dalam pengelolaan lingkungan hidup (Y) Persepsi Guru Tentang Lingkungan
(X1)
Perilaku Siswa (X2)
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Y)
ry. 1
1.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui persepsi guru SD di Kabupaten Batubara tentang lingkungan
hidup.
2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat persepsi guru SD tentang lingkungan hidup
terhadap perilaku siswa SD dalam pengelolaan lingkungan hidup di sekolah di
Kabupaten Batubara.
1.5. Hipotesis Penelitian
1. Persepsi guru tentang lingkungan hidup di Sekolah Dasar di Kabupaten Batu
Bara adalah baik.
2. Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara persepsi guru tentang
lingkungan dengan perilaku siswa dalam pengelolaan lingkungan hidup di
Sekolah Dasar di Kabupaten Batu Bara.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1. Memberikan informasi bahwa pengetahuan tentang pengelolaan lingkungan
hidup sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan sikap peduli guru SD sehingga
dapat direalisasikan dalam wujud nyata
2. Memberikan gambaran tentang tingkat pengelolaan lingkungan hidup pada
3. Memberikan informasi bahwa tingkat persepsi guru SD tentang lingkungan
hidup sangat berpengaruh terhadap perilaku siswanya dalam mengelola
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persepsi tentang Lingkungan
2.1.1. Pengertian Persepsi
Robins (2001) mendefenisikan persepsi sebagai suatu proses yang ditempuh
individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar
memberikan makna bagi lingkungan mereka. Menurut Thoha (2002) persepsi
didefenisikan sebagai proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam
memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran,
penghayatan, perasaan dan penciuman.
Walgito (1992) mengemukakan defenisi persepsi sebagai pengorganisasian
penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organism atau individu
sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated
dalam diri individu. Sehingga menurutnya, karena persepsi merupakan aktivitas yang
integrated, maka seluruh pribadi, seluruh apa yang ada dalam diri individu ikut aktif
berperan dalam persepsi itu.
Persepsi dapat dirumuskan sebagai suatu proses penerimaan, pemilihan,
pengorganisasian, serta pemberian arti terhadap rangsang yang diterima (Pareek,
1984; Milton, 1981). Namun demikian pada proses tersebut tidak hanya sampai pada
pemberian arti saja tetapi akan mempengaruhi pada perilaku yang akan dipilihnya
sesuai dengan rangsang yang diterima dari lingkungannya. Proses persepsi melalui
1) Penerimaan rangsang
Pada proses ini, individu menerima rangsangan dari berbagai sumber. Seseorang
lebih senang memperhatikan salah satu sumber dibandingkan dengan sumber
lainnya, apabila sumber tersebut mempunyai kedudukan yang lebih dekat atau
lebih menarik baginya.
2) Proses menyeleksi rangsang
Setelah rangsang diterima kemudian diseleksi disini akan terlibat proses
perhatian. Stimulus itu diseleksi untuk kemudian diproses lebih lanjut.
3) Proses pengorganisasian
Rangsang yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk
4) Proses penafsiran
Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, si penerima kemudian
menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Setelah data tersebut dipersepsikan
maka telah dapat dikatakan sudah terjadi persepsi. Karena persepsi pada pokonya
memberikan arti kepada berbagai informasi yang diterima.
5) Proses pengecekan
Setelah data ditafsir si penerima mengambil beberapa tindakan untuk mengecek
apakah yang dilakukan benar atau salah. Penafsiran ini dapat dilakukan dari
waktu ke waktu untuk menegaskan apakah penafsiran atau persepsi dibenarkan
6) Proses reaksi
Lingkungan persepsi itu belum sempurna menimbulkan tindakan-tindakan itu
biasanya tersembunyi atau terbuka
Dalam kenyataannya, terhadap objek sama, individu dimungkinkan memiliki
persepsi yang berbeda. Oleh karena itu, Milton (1981) mengemukakan adanya
beberapa faktor yang berpengaruh dalam persepsi. Faktor tersebut meliputi objek
yang dipersepsi, situasi, individu yang mempersepsi (perceiver), persepsi diri, dan
pengamatan terhadap orang lain.
Selanjutnya, Pareek (1984) mengemukakan ada empat faktor utama yang
menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi.
1) Perhatian.
Terjadinya persepsi pertama kali diawali oleh adanya perhatian. Tidak semua
stimulus yang ada di sekitar kita dapat kita tangkap semuanya secara bersamaan.
Perhatian kita hanya tertuju pada satu atau dua objek yang menarik bagi kita.
2) Kebutuhan
Setiap orang mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, baik itu kebutuhan
menetap maupun kebutuhan yang sesaat.
3) Kesediaan
Adalah harapan seseorang terhadap suatu stimulus yang muncul, agar
memberikan reaksi terhadap stimulus yang diterima lebih efisien sehingga akan
4) Sistem nilai
Sistem nilai yang berlaku dalam diri seseorang atau masyarakat akan
berpengaruh terhadap persepsi seseorang.
Pada hakekatnya persepsi merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap
orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan,
pendengaran, penghayatan, perasaan maupun lewat penciuman (Sinuhaji, 2008).
Informasi yang diterima individu mengenai objek, peristiwa, kegiatan atau ide
kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga melahirkan pendapat ayau
pandangan. Banyak factor yang mempengaruhi seseorang dalam menginterpretasikan
informasi yang diterimanya tentang objek, peristiwa, idea tau kegiatan tertentu.
Diantaranya pengalaman, motivasi, kecerdasan dn intensitas perhatian yang
diberikan. Sinuhaji (2008) mengemukakan bahwa perbedaan individu dalam persepsi
disebabkan oleh : (1) kesiapan fisik; (2) kepentingan; (3) pengalaman masa lalu; (4)
tingkat perhatian dan (5) kekuatan stimulus. Apa yang dipersepsikan oleh sreseorang
itulah yang merupakan realitas bagi orang tersebut tentang informasi yang
diterimanya mengenai objek, peristiwa atau kegiatan.Hal ini akan mempengaruhi
perilakunya.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah
aktivitas menerima (melalui panca indera), menyeleksi, mengorganisasikan,
menginerpretasikan serta menilai tentang stimulus yang berada dalam lingkungan dan
2.1.2. Lingkungan
Lingkungan mencakup segala hal di sekeliling kita, yang kita terkait
kepadanya secara langsung atau tidak langsung, yang hidup dan kegiatan kita
berhubungan dengannya dan bergantung padanya. Dapat juga dikatakan bahwa
lingkungan adalah keseluruhan faktor, kakas (forces), atau keadaan yang
mempengaruhi atau berperan atas hidup dan kehidupan kita. Boleh juga disebutkan,
lingkungan adalah segala gatra ekologi ditinjau dari segi manusia (Ananichev, 1976).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dikatakan bahwa Lingkungan
Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
2.2 Lingkungan sebagai Subyek Pendidikan
Pendidikan dalam arti luas adalah segala pengalaman belajar di berbagai
lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi
perkembangan individu. Pendidikan dalam arti sempit dalam prakteknya identik
dengan penyekolahan (schooling), yaitu pengajaran formal di bawah kondisi-kondisi
yang terkontrol, jadi pendidikan hanya berlangsung bagi mereka yang menjadi siswa
pada suatu sekolah atau mahasiswa pada suatu perguruan tinggi (Wahidin, 2008).
Pendidikan dan latihan dalam masalah lingkungan menghadapi keadaan yang
telah mengancam, yang dibangkitkan oleh teknologi yang diterapkan secara tidak
berdisiplin dan pertumbuhan penduduk yang meledak, sedang bahaya itu sebetulnya
telah dapat diramalkan beberapa puluh tahun sebelumnya (Dubos, 1968).
Proses belajar mengajar sebaiknya dilakukan dengan Pendekatan Lingkungan
Alam Sekitar (PLAS). Dasar filosofis mengajar dengan mengimplementasikan
pendekatan lingkungan alam sekitar adalah dari Rousseau dan Pestalozzi. Jean
Jacques Rousseau (1712-1788), mengatakan bahwa kesehatan dan aktivitas fisik
adalah factor utama dalam pendidikan anak-anak. Rousseau percaya bahwa “anak
harus belajar langsung dari pengalaman sendiri, dari pada harus mendengarkan dari
penjelasan buku”. Disini lingkungan sangat berperan penting dalam proses
pembelajaran (Wahidin, 2008).
John Heinrich Pestalozzi (1716-1827), seorang pendidik berkebangsaan
Swiss, dengan konsep “Home School”nya, menjadikan lingkungan alam sekitar
sebagai objek nyata untuk memberikan pengalaman pertama bagi anak-anak.
Pestalozzi juga mangajarkan ilmu bumi dan alam sekitar kepada anak didiknya
dengan fasilitas yang ada di lingkungan sekitarnya dan menanamkan rasa tanggung
jawab pada diri anak akan dirinya sendiri juga lingkungan agar tetap seimbang
(Wahidin, 2008). Selanjutnya Dubos (1968) mengatakan bahwa yang disebut
“perbaikan lingkungan“ sebenarnya tidak lain dari pada upaya tambal sulam sekedar
untuk memperlambat pengurasan sumberdaya alam, pemerkosaan alam dan
Sadar lingkungan sejalan dengan perkembangan pengetahuan tentang
pengaruh timbal balik antara manusia dan lingkungan. Menurut Dubos (1968) masih
ada segi-segi penting dari timbal balik ini yang belum diketahui atau belum didalami
secara tuntas. Hampiran apa pun yang dipilih, ilmiah atau praktikal, perbaikan
lingkungan harus memperhatikan kedua-duanya akibat lingkungan, yaitu pelonggaran
(permissive) dan pemolaan (formative) kehidupan, tidak saja untuk masa kini akan
tetapi untuk masa depan.
Oleh karena masalah lingkungan itu mengenai segala gatra kehidupan maka
pembedaan disiplin menjadi dua golongan, yaitu ilmu alam dan ilmu sosial, tidak
bermanfaat dalam menyelesaikan persoalan lingkungan. Diperlukan ‘kecendekiaan
terpadu’ (intregative scholarship) yang mampu mengenali persoalan berat yang
dihadapi manusia dan menggarapnya dengan pemikiran rasional yang paling
tanggung dan canggih tanpa membeda-bedakan apa yang dikenal sebutan dengan
sebutan ‘disiplin ilmu’ (Fenner, 1976).
2.3. Landasan Pendidikan Lingkungan Hidup
Mengingat adanya peningkatan kerusakan global pada lingkungan hidup,
yang ditandai dengan kemerosotan ekologis seperti : kemerosotan sumber daya alam,
pencemaran air, tanah dan udara yang pada akhirnya menyebabkan daya dukung
lingkungan terganggu serta kualitas hidup semakin menurun, maka msyarakat perlu
Menurut (Chiras, 1985) :“ Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini lebih
banyak disebabkan oleh mentalitas frontier ini didasarkan atas sikap manusia, yaitu :
1) melihat dunia sebagai sumber yang tidak terbatas, 2) berpandangan bahwa manusia
terlepas dari alam, 3) berpandangan bahwa alam sebagai suatu yang perlu dikuasai”.
Sikap merupakan faktor berpengaruh dalam kerusakan lingkungan hidup, oleh
karenanya sikap harus diubah kearah positif melalui jalur pendidikan, untuk
mendapatkan manusia yang bersikap dan berwawasan lingkungan hidup. Pendidikan
lingkungan secara rasional didasarkan pada amanah : Garis – Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) tahun 1993, Bab. III, E4 :“ Tercapainya kemampuan nasional dalam
pemanfaatan, pembangunan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban, serta ketangguhan
dan daya saing bangsa yang diperlukan memacu pembangunan yang berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan “.
Pada UUPLH No 23, Tahun 1997, Bab IV. Pasal 9, ayat (2). Tentang
pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan : “Pengelolaan lingkungan hidup,
dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan
tanggung jawab masing – masing serta pelaku pembangunan lain dengan
memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijakan nasional
pengelolaan lingkungan hidup “.
Selanjutnya Memorandum Of Understanding (MOU) antara Men Neg. LH
dengan Mendiknas : No 0142/U/1996 dan No, kep : 89/MenKLH/5/1996 : Dengan
“ (a). Pengembangan materi pendidikan dan pelatihan di bidang lingkungan hidup
(b). Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dibidang lingkungan hidup
(c). Penelitian, pengembangan dan pengabdian kepada masyarakat
dibidang lingkungn hidup
(d). Pembinaan pendidikan dan pelatihan dibidang lingkungan hidup
(e). Program lain yang berkaitan dengan lingkungan hidup “.
Pendidikan harus membuka mata terhadap pentingnya perlindungan
lingkungan hidup sehingga pembangunan dapat berlanjut untuk generasi kini dan
yang akan datang. Menurut Soerjani (1987) :“Kegiatan manusia pada lingkungan
akan menimbulkan dampak, dampak ini akan dikoreksi alam sendiri, dan oleh
lembaga berwawasan lingkungan seperti Bapedal dan lembaga pelatihan mengoreksi
sikap dan koreksi teknologi. Koreksi sikap untuk membentuk manusia berwawasan
likungan, sedangkan koreksi teknologi untuk penerapan teknologi yang efisien dan
efektif. Untuk ketahanan dan kelestarian lingkungan hidup”.
2.4. Hakikat Pendidikan Lingkungan Hidup
Pendidikan lingkungan hidup menurut konvensi UNESCO di Tbilisi 1997
merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat dunia
yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan masalah-masalah yang terkait di
dalamnya serta memiliki pengetahuan, motivasi, komitmen, dan keterampilan untuk
bekerja, baik secara perorangan maupun kolektif dalam mencari alternatif atau
untuk menghindari timbulnya masalah-masalah lingkungan hidup baru (Gyallay,
2004).
Adapun tujuan umum pendidikan lingkungan hidup menurut konferensi
Tbilisi 1997 adalah: (1) untuk membantu menjelaskan masalah kepedulian serta
perhatian tentang saling keterkaitan antara ekonomi, sosial, politik, dan ekologi di
kota maupun di wilayah pedesaan; (2) untuk memberikan kesempatan kepada setiap
orang untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, komitmen, dan kemampuan
yang dibutuhkan untuk melindungi dan memperbaiki lingkungan, dan (3) untuk
menciptakan pola perilaku yang baru pada individu, kelompok, dan masyarakat
sebagai suatu keseluruhan terhadap lingkungan (Gyallay, 2004). Tujuan yang ingin
dicapai tersebut meliputi aspek: (1) pengetahuan, (2) sikap, (3) kepedulian. (4)
keterampilan, dan (5) partisipasi (Gyallay, 2004), sedangkan Internasional Working
Meeting On Environment Education Inschool Curriculum, dalam rekomendasinya
mengenai pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup, menyatakan bahwa proses
pembelajaran yang dilakukan hendaknya merupakan suatu proses mereorganisasi
nilai dan memperjelas konsep-konsep untuk membina keterampilan dan sikap yang
diperlukan untuk memahami dan menghargai antar hubungan manusia, kebudayaan,
dan lingkungan fisiknya. Pendidikan lingkungan hidup harus juga diikuti dengan
praktik pengambilan keputusan dan merumuskan sendiri ciri-ciri perilaku yang
didasarkan pada isu-isu tentang kualitas lingkungan (Schmieder, 1977).
Dengan demikian, proses pembelajaran pendidikan lingkungan hidup yang
keyakinan ilmiah, sikap, nilai, dan perilaku. Tillar (2000) juga menekankan hal yang
senada, yakni hakikat pendidikan adalah proses menumbuh-kembangkan eksistensi
peserta didik yang memasyarakat membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi
lokal, nasional, dan global.
2.5. Hakikat Bahan Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
Belajar pada tingkat pendidikan dasar menurut Tillar (2000), bukan sekedar
transmisi ilmu pengetahuan sebagai fakta, tetapi lebih dari itu, yakni peserta didik
mengolah dengan penalaran sebagai bekal dasar bagi setiap warganegara yang
bertanggung jawab. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa proses pembelajaran pada
pendidikan dasar, menuntut integrasi dengan lingkungan.
Selanjutnya, kata “lokal” dalam konteks pengertian masalah yang dibahas di
sini dimaksudkan sebagai lingkungan tempat peseta didik berdomisili, hidup, dan
dibesarkan pada suatu kelompok masayarakat adat tertentu yang memilki suatu
sistem nilai budaya tertentu pula. Sistem nilai budaya itu sendiri menurut
Koentjaraningrat (1987), terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam
pikiran sebagian warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat
bernilai dalam hidup. Hal ini bermakna bahwa sistem nilai yang ada di masayarakat
tersebut akan termanifestasikan dalam perilaku kehidupan masyarakat tersebut
sehari-hari, baik itu terwujud dalam bentuk kearifan-kearifan lokal maupun tradisi atau
Hal-hal yang diungkap di atas menunjukkan bahwa suatu kelompok adat
memiliki tata nilai yang unik, baik yang berkaitan dengan pengelolaan alam maupun
yang berkaitan dengan perikehidupan lainnya. Tata nilai itu akan menjadi identitas
masyarakat yang bersangkutan dan melahirkan kearifan dan pengetahuan yang
unggul yang kondusif dan lestari, dan yang tak kalah pentingnya bahwa kelompok
masyarakat tersebut berhak untuk mengoperasikan kearifan dan pengetahuannya itu
menurut pertimbangan dan aspirasinya (Koentjaraningrat, 1987).
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa materi bahan ajar
pendidikan lingkungan hidup berbasis lokal adalah materi pelajaran yang bersumber
dari kondisi lingkungan hidup dan kehidupan nyata serta fenomena yang ada di
lingkungan peserta didik yang disusun secara sistematis yang di dalamnya termasuk
lingkungan fisik, sosial (budaya dan ekonomi), pemahaman, keyakinan, dan wawasan
lokal peserta didik itu sendiri (Koentjaraningrat, 1987).
Bahan ajar itu sendiri menurut Dick & Lou (1996) merupakan seperangkat
materi/substansi pelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis,
menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai oleh peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kaitannya dengan bahan ajar pendidikan
lingkungan hidup, Hines (2004), dalam tulisannya “Global Issues and Environment
Education”, mengidentifikasi empat elemen pokok yang harus ada dalam pendidikan
lingkungan hidup, yaitu: (1) pengetahuan tentang isu-isu lingkungan; (2) pengetahuan
kemampuan untuk bertindak terhadap isu-isu lingkungan, dan (4) memiliki kualitas
dalam menyikapi serta sikap personalitas yang baik.
Pada bahan ajar pendidikan lingkungan hidup yang berbasis lokal, tata nilai
dan kearifan yang terpelihara di masyarakat dalam mengelola lingkungan, merupakan
salah satu sumber materi pembelajaran pendidikan lingkungan hidup itu sendiri.
Seperti dikemukakan oleh Tillar (2000), bahwa lingkungan adalah sumber belajar
(learning resources) yang pertama dan utama. Proses belajar mengajar yang tidak
memperhatikan lingkungan, juga tidak akan membuahkan hasil belajar yang
maksimal. Semiawan (1992), berkaitan dengan hal ini menyatakan bahwa anak akan
mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak apabila dalam
pembelajaran disertai dengan contoh-contoh yang kongkret, yaitu contoh yang wajar
sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Teori-teori belajar yang menjelaskan dan mendukung bagi kemungkinan
kesesuaian bahan ajar yang disusun berdasarkan kondisi dan fenomena lokal antara
lain teori perkembangan kognitif Piaget. Dalam hal ini, Ginn (2001) menjelaskan
bahwa perkembangan kognitif itu sendiri merupakan suatu usaha penyesuaian diri
terhadap lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan
suatu tindakan pasif dalam membangun pengetahuan utama yang melibatkan
penafsiran peristiwa dalam hubungannya dengan struktur kognitif yang ada.
Sedangkan, akomodasi merupakan suatu pengetahuan yang baru yang mengacu pada
realita dan fenomena konkret yang ditemui peserta didik tesebut, akan menjadi
referensi baginya dalam mempelajari materi pendidikan lingkungan hidup.
Selanjutnya, teori lainnya adalah teori belajar kognitif. Teori belajar kognitif
menjelaskan tentang fungsi intelektual otak dengan suatu analogi bagaimana
computer beroperasi. Otak manusia menerima informasi, menyimpannya, dan
kemudian mendapatkan kembali informasi tersebut ketika diperlukan. Teori kognitif
ini berasumsi bahwa setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di
dalam dirinya yang tertata dalam bentuk struktur mental atau skema. Skema itu
sendiri merupakan struktur pengetahuan internal yang telah dimiliki seseorang.
Skema tersebut terbentuk dari informasi yang diperolehnya secara empiris terhadap
apa yang ada dan ia temui di lingkungannya (Soekamto & Udin, 1997).
Teori belajar kognitif menyatakan proses belajar akan berjalan dengan baik
apabila materi pembelajaran yang baru beradaptasi secara tepat dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki peserta didik. Sejalan dengan teori belajar kognitif yang
dikemukakan di atas adalah teori belajar konstektualyang menyatakan bahwa belajar
itu terjadi hanya ketika peserta didik memproses pengetahuan dan informasi baru
sedemikian rupa, sehingga dapat dipertimbangkannya dalam kerangka acuan mereka
sendiri (memori mereka sendiri, pengalaman, dan tanggapan), dan fokus belajar
kontekstual itu sendiri adalah pada berbagai aspek yang ada di lingkungan belajar
(Blanchard, 2004).
Sedangkan, teori belajar konstruktif yang dikembangkan atas dasar premis
dan pengalaman individu (Mergel, 2004). Dalam hal ini, struktur pengetahuan yang
dimiliki peserta didik akan memberikan makna dan mengorganisasi
pengalaman-pengalaman serta memberikan jalan kepada individu untuk menyerap informasi baru
yang diberikan. Oleh karena itu, pengetahuan perorangan adalah suatu fungsi dari
pengalaman utama seseorang, struktur mental, dan kepercayaan yang digunakan
untuk menginterpretasikan objek dan peristiwa. Apa yang diketahui seseorang adalah
didasarkan pada persepsi fisik dan pengalaman sosial yang dipahami oleh pikirannya
(Mergel, 2004). Seperti juga dikemukakan oleh Bruner, salah seorang tokoh teori
konstruktif bahwa belajar adalah sebuah proses aktif di mana peserta didik menyusun
dan membangun ide-ide atau konsep berdasarkan struktur pengetahuan yang
dimilikinya (Smith, 2004).
Teori lain yang mendukung adalah teori belajar behavior. Menurut teori
behavior, lingkungan merupakan salah satu unsur yang menyediakan stimulus yang
menyebabkan tanggapan individu berkembang. Atas dasar itu teori behavior
menyatakan bahwa suatu perilaku itu dibentuk oleh lingkungan. Perubahan perilaku
yang terjadi pada peserta didik merupakan hasil belajar. Dengan demikian, perubahan
perilaku juga merupakan hasil belajar seseorang terhadap lingkungannya (Smith,
2004).
2.6 Guru
Guru menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Sedangkan menurut Djati (2000), yang dimaksud guru adalah tenaga
kependidikan yang dinilai telah memiliki kompetensi yang dipersyaratkan serta
memiliki kelayakan professional untuk membimbing kegiatan belajar sebagai guru
kelas.
Peranan guru menurut Penelitian di Amerika (New Centure School, 1998 ) :
“Peran guru memberdayakan pelajarnya disekolah dengan pandangan sebagai berikut
: a) guru sebagai pelatih yang mendorong siswa lebih giat belajar, b) guru sebagai
konselor sebagai sahabat, c) guru menjadi manajer belajar. Artinya peran guru tidak
sebatas kelas tetapi diluar kelas, dipasar, dilapangan, diperpustakaan, tempat rekreasi
dan sebagainya”.
Peningkatan professional guru tidak hanya melalui jalur penataran in dan pre
servis, melainkan juga dengan pemberdayaan diri sendiri, guru harus tampil sebagai
model bagi pelajar dalam peningkatan diri dan bangsanya. Hal itu berat tapi dapat
bila komitmen pada panggilan tugas sebagai guru dan dilandasi keinginan kuat untuk
berhasil demi generasi penerus bangsa (Djati, 2000).
Menurut (Djati, 2000), dalam artikel pendidikan di buletin Universitas
Terbuka. Bahwa prestasi belajar pelajar bagi Negara sedang berkembang adalah oleh
peran kinerja guru 36 %, manajemen sekolah 23 %, waktu belajar 22 % dan sarana
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi hasil pembelajaran, ada faktor
yang dapat diubah oleh guru seperti misalnya : mutu rancangan, cara menyajikan,
cara melakukan evaluasi. Namun ada pula faktor yang diterima apa adanya oleh guru
seperti : latar belakang siswa, gaji guru, lingkungan sekolah dan lain – lain. Hal yang
“biasa” dilakukan oleh guru meningkatkan mutu : adalah dengan meningkatkan mutu
rancangan, pengajaran dan evaluasi kegiatan belajar mengajar (KBM ) terlihat pada
Gambar 2 (Djati, 2000).
Sumber : Djati, 2000
Gambar 2. Bagan Faktor-faktor Pembelajaran yang Dapat Dirubah Guru
Menurut Sriyono (1992), kemampuan yang dituntut dari guru antara lain :
1. Mampu menjabarkan dan menguasai bahan pengajaran
2. Mampu merumuskan tujuan instruksional kognitif, afektif dan psikomotorik
3. Menguasai cara – cara KBM yang efektif seperti : cara belajar mandiri,
kelompok atau membaca dari literature Faktor yang dapat diubah oleh guru :
1. Rancangan pembelajaran 2. Sajian pembelajaran
3. Evaluasi proses dan hasil belajar
Faktor yang tidak dapat diubah oleh guru : 1. Latar belakang siswa (IQ, Sosek,
Jenis kelamin, Orang tua, Suku,dll) 2. Kondisi lingkungan, gaji guru, tujuan
4. Memiliki sikap yang positif terhadap tugas profesinya
5. Trampil dalam membuat alat peraga sederhana sesuai kebutuhan
6. Trampil menggunakan metode mengajar
7. Trampil menggunakan model – model mengajar
8. Trampil dalam menyajikan materi dengan mempertimbangkan tujuan, bahan
pengajaran, kondisi siswa, suasana belajar, jumlah siswa dan waktu
9. Memahami sifat karakteristik siswa terutama kemampuan bekajar, trampil
menggunakan sumber – sumber berlajar yang ada sebagai bahan ataupun media
mengajar siswa
10.Trampil mengelola kelas ataupun memimpin siswa belajar.
Guru dalam KBM adalah dalam rangka memindahkan pengetahuan, sikap dan
keahlian pada siswa. Guru dalam melaksanakan perannya pada KBM supaya
mendapatkan hasil yang optimal harus mempersiapkan diri secara fisik dan mental,
disamping penguasaan materi yang akan disajikannya, materi disusun dalam satuan
pelajaran, harus sesuai dengan silabus kurikulum, rencana pelajaran yang disusun
secara tertulis akan memudahkan penyampaiannya, karena tahap - tahap pelajaran
terlihat dengan jelas dan teratur.Adapun tahap – tahap pelajaran yang diutamakan
menurut (Wunderlin, 1977) adalah : 1) motivasi, 2 ) elaborasi, 3 ) konsolidasi dan 4 )
evaluasi.
Menurut (Boediono, 1980), peranan guru dalam implementasi dipengaruhi
oleh dua faktor karakeristik yaitu faktor karakteristik internal dan eksternal. Faktor
yaitu berupa umur, pengalaman mengajar, lama pendidikan dan latihan, persepsi,
motivasi, jenis kelamin, mata pelajaran sebagainya untuk mengelola pengaruh luar.
Faktor karaktristik eksternal adalah factor – factor yang berada diluar individu
guru yang bersangkutan yang meliputi objek, orang, kelompok dan hasil – hasil
kebudayaan. Faktor karateristik eksternal adalah : manajemen sekolah, media
informasi dan kondisi lingkungan.
a. Manajemen sekolah yang mencakup visi, misi, kebijakan dan komitmen,
peningkatan pengetahuan guru, konsisten pengawasan dan supervise oleh kepala
sekolah.
b. Media informasi lingkungan hidup, kurikulum, buku – buku, fasilitas/alat – alat
kebersihan.
c. Kondisi lingkungan, baik sarana fisik bangunan dan gedung maupun kondisi
sarana lingkungan sekolah yang berdaya lingkungan seperti sarana pengolahan
sampah.
Kompetensi guru pada Lingkungan Hidup, diharapkan akan mampu
menciptakan pembelajaran yang lebih baik dan bermakna, hal ini dapat
diimplementasikan dalam kehidupan dari peserta didiknya (Depdiknas, 2001).
2.7. Siswa
Sebagai objek sekaligus subyek siswa merupakan salah satu faktor yang
bakat, minat, motivasi dan kepribadian siswa berkaitan dengan hasil belajar
(Anastasia, 1965).
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) akan terlaksana dengan baik dengan
adanya guru yang memiliki kompetensi, tujuan yang ingin dicapai, sarana/prasarana
pendukung dan siswa yang berpotensi. Dan KBM akan mempengaruhi hasil belajar.
Kegiatan Belajar Mengajar yang baik akan menghasilkan hasil belajar yang baik pula,
seperti yang terlihat pada Gambar 3.
Sumber : Sriyono, 1992
Gambar 3. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa
Setiap anak didik mempunyai bakat yang berbeda – beda, bakat (atitude) pada
umumnya diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu
dikembangkan dan dilatih agar terwujud kemampuan. Kemampuan merupakan daya
untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan yang
menunjukan bahwa suatu tindakan dapat dilaksanakan dimasa datang (Anastasia,
1965).
Guru Tujuan
Sarana/
Prasarana Siswa
Bakat dan kemampuan menentukan prestasi. Prestasi seseorang juga
ditentukan oleh tingkat kecerdasan (intelgensia). Intelgensia dapat diartikan sebagai
kemampuan berpikir dan menyesuaikan diri (Munandar, 1985). Menurut psikolog
dalam Ganjar (1997), timbulnya perilaku adalah resultan dari tiga daya pada diri
seseorang yakni : 1) daya seseorang yang cenderung untuk mengulangi pengalaman
yang enak/menyenangkan dan cenderung untuk menghindari pengalaman yang tidak
enak/tidak menyenangkan (condition pavlop dan pragmatisme dari james), 2) daya
rangsangan ( stimulus ) terhadap seseorang yang ditanggapi (teori stimulus – respon
Skiner), 3) daya individual yang sudah ada dalam diri seseorang atau kemandirian
(teori Gestalt dari Kohler), didalam proses pendidikan, ketiga daya ini harus
diperhatikan.
Hal – hal yang mendorong seseorang untuk belajar menurut Arden N.
Frandsen dalam (Gunarsah,1987) adalah : 1) adanya sifat ingin tahu, 2) adanya sifat
kreatif, 3) adany keinginan untuk mendapatkan simpati, 4) adanya keinginan untuk
memperbaiki kegagalan, 5) adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman, 6)
adanya ganjaran atau hukuman.
2.8. Perilaku
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh
dan dipengaruhi ole, , ,
.Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat
dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya
merupakan suatu tindakan
disalahartikan sebagai
lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan
kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap
seseorang dan keluarganya dipelajari untuk mengidentifikasi faktor penyebab,
pencetus atau yang memperberat timbulnya masalah kesehatan. Intervensi terhadap
perilaku seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang
(Albarracín et. al., 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia :
1.
2.
3.
4. Kontrol
melakukan suatu perilaku. (Albarracín et. al., 2005)
2.9 Kehidupan Sekolah yang Berbudaya Lingkungan
Kehidupan sekolah yang berdaya lingkungan dapat dikembangkan dalam
semua aspek, antara lain : a) tata tertib yang mengatur perilaku warga sekolah,
b) sarana dan prasarana likungan yang mendukung : penyediaan tempat sampah,
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Kabupaten Batu Bara, peta lokasi dapat dilihat di
Lampiran 1. Penelitian dilaksanakan pada bulan Nopember 2010 – Januari 2011
dimana terdapat 266 Sekolah Dasar (SD) pada 7 Kecamatan di Kabupaten Batu Bara,
secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Data Sekolah Dasar di Kabupaten Batu Bara
Jumlah SD
Sumber : Data diolah, 2011
3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi dinyatakan oleh Arikunto (1985) sebagai keseluruhan subjek. Dalam
penelitian ini, populasi adalah seluruh guru kelas IV, V dan VI; dan siswa kelas IV,
Kecamatan Sei Suka, Kecamatan Medang Deras, Kecamatan Air Putih, Kecamatan
Lima Puluh, Kecamatan Sungai Balai, Kecamatan Tanjung Tiram dan Kecamatan
Talawi, Kabupaten Batu Bara. Dipilihnya Sekolah Dasar Negeri, dengan alasan
keseragaman status sekolah sehingga ingin dikaji untuk Sekolah Dasar Negeri di
Kabupaten Batu Bara.
3.2.2. Sampel
Penentuan sampel dilakukan melalui dua tahapan (two stage cluster
sampling), stage pertama adalah penentuan lokasi (sample area) dan stage kedua
adalah penentuan jumlah responden.
3.2.2.1. Penentuan jumlah dan lokasi penelitian
Penentuan lokasi (sample area) sebagai lokasi penelitian dilakukan dengan
dua stage. Stage pertama penentuan jumlah sampel yaitu dengan menarik sebesar
10% dari populasi SD, maka didapat jumlah SD yang dijadikan sampel : 10% x 266 =
26,6 ~ 27 SD (dibulatkan). Untuk penarikan sampel 4 SD dari tiap Kecamatan
sehingga SD yang diteliti berjumlah 28 SD, dilakukan dengan metode purposive
sampling dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1). Keterwakilan menurut tingkat sosial ekonomi masyarakat di sekitar wilayah SD,
yaitu lingkungan masyarakat nelayan, lingkungan masyarakat karyawan swasta,
lingkungan masyarakat perkebunan dan lingkungan masyarakat petani;
2) Kemampuan sumber daya dan waktu penelitian. Dari pertimbangan di atas,
terpilih 4 SD dari setiap Kecamatan yaitu Kecamatan Sei Suka, Kecamatan
Sungai Balai, Kecamatan Tanjung Tiram dan Kecamatan Talawi, Kabupaten
Batu Bara. Nama dan alamat SD tempat penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
3.2.2.2. Penentuan jumlah sampel objek
Penentuan jumlah sampel guru dan siswa disebut stage kedua dengan
mengambil persentase jumlah secara empiris, yaitu: 10% dari seluruh sub populasi
SD lokasi penelitian terpilih
A. Guru
Jumlah sampel guru diambil dari tiap sub populasi guru yang mengajar di tiap
SD lokasi penelitian, pemilihan responden guru dilakukan secara purposive sampling,
penentuan berdasarkan pertimbangan keterwakilan guru kelas IV, V dan VI, umur
guru. Adapun jumlah responden guru perlokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Sampel Guru SD Kelas IV, V, dan VI
Lanjutan Tabel 3. Jumlah Sampel Guru SD Kelas IV, V, dan VI
Sumber : Data diolah, 2011
Berdasarkan jumlah responden guru dari 7 Kecamatan di Kabupaten
Batubara, maka diperoleh sampel penelitian sebesar 84 orang guru kelas IV, V dan VI
SD dari 7 Kecamatan dan pengambilan sampel ini dilakukan secara acak (random
sampling).
B. Siswa
Jumlah responden siswa yang menjadi sampel dapat dilihat pada Tabel 4.
Jumlah sampel yang menjadi responden siswa diambil secara empiris sebesar 10%
dari sub populasi siswa pada kelas IV, V dan VI dari tiap SD lokasi penelitian
terpilih, dengan pertimbangan : Siswa yang duduk di kelas IV, V dan VI telah
memiliki kemampuan berfikir, berkomunikasi yang baik. Selanjutnya penentuan
pertimbangan 1). Tidak menganggu Kegiatan Belajar Mengajar; 2) Keterwakilan
Jumlah sampel siswa kelas IV, V dan VI SD di Kabupaten Batu Bara dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Sampel Siswa Kelas IV, V dan VI SD di Kabupaten Batu Bara
Lanjutan Tabel 4. Jumlah Sampel Siswa Kelas IV, V dan VI SD di Kabupaten
Sumber : Data diolah, 2011
Berdasarkan jumlah responden siswa dari 7 Kecamatan di Kabupaten
Batubara, maka diperoleh sampel penelitian sebesar 234 orang siswa kelas IV, V dan
VI SD dari 7 Kecamatan dan pengambilan sampel ini dilakukan secara acak (random
sampling).
3.3 Cara Pengumpulan Data
Data primer sebagai data pokok diperoleh dari siswa dan guru serta dari
sivitas sekolah seperti: kepala sekolah dan pegawai administrasi. Sedangkan data
sekunder diperoleh dari kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Batu Bara dan UPTD
(Unit Pelaksana Teknis Dinas) Pendidikan Kecamatan Sei Suka, Kecamatan Medang
Deras, Kecamatan Air Putih, Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Tanjung Tiram,
Kecamatan Talawi dan Kecamatan Sei Balai. Adapun teknik atau instrumen
pengumpulan data adalah:
3.3.1 Kuisioner
Kuisioner bertujuan untuk mengetahui persepsi guru tentang lingkungan
bertanggung jawab terhadap lingkungan. Kuisioner juga mengukur sejauh mana
persepsi guru dalam kehidupan Sekolah yang berbudaya lingkungan.
Kuisioner yang disebar telah terlebih dahulu diuji coba, sehingga data yang
diperoleh akurat, untuk itu dilakukan uji reabilitas, agar kemampuan alat uji dapat
diukur atau valid (Singarimbun dan Effendi, 1989) dengan korelasi product moment,
ternyata uji validitas 95 % (α = 0,05 )
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Langkah -langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 4. Skema Pelaksanaan Penelitian
Perumusan Masalah
Penarikan Kesimpulan Uji Validitas/ Reliabilitas Valid /Reliabel ?
Pengolahan data dan Analysis Penyusunan
Instrumen
Pengumpulan Data
Tidak