• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 PEMBAHASAN

5.3. Pengaruh Persepsi Penderita DM dengan Pola Makan Penderita DM

Persepsi penderita DM dalam penelitian ini adalah tanggap atau respon penderita DM terhadap pola makan seimbang untuk mencegah risiko memperparah penyakit DM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan pola makan sesuai 66,7% terdapat pada responden dengan persepsi yang baik dibandingkan persepsi penderita DM yang kurang (33,3%) (Tabel 4.14).

Fenomena ini menunjukkan bahwa penderita DM yang dirawat jalan di RSUD Kabupaten Deli Serdang sudah mempunyai persepsi yang baik dalam mengkonsumsi

makanan yang sesuai dengan penderita DM dan mencegah risiko yang dapat memperparah terjadinya penyakit DM atau dampak jangka panjang yang ditimbulkan dari penyakit DM.

Persepsi responden tentang pola makan DM didasarkan pada persepsi tentang makanan yang perlu dihindari jumlah dan jenisnya dalam menu makanan, kemudian persepsi tentang jadwal makan, dan dampaknya makanan terhadap peningkatan kadar gula darah. Hasil tersebut diperoleh dari jawaban responden terhadap 10 pertanyaan yang diajukan melalui kuesioner penelitian, dan umumnya responden memberikan jawaban “setuju” pada pertanyaan: jenis makanan yang berserat seperti sayur-sayuran harus ada dalam menu makanan, makanan yang tidak mengandung lemak boleh dikonsumsi, perlu ada pengaturan jadwal makan dalam diet diabetes mellitus, dan memberikan jawaban kurang setuju pada pertanyaan: makan makanan sesuai jadwal tidak akan meningkatkan kadar gula darah, makan dalam selang waktu 3 jam sekali sangat penting untuk diikuti. Hasil penelitian menunjukkan 13,3% responden tidak setuju jika makanan yang sarat kolesterol perlu dihindari seperti daging, jenis fast food.

Persepsi penderita DM ini didasari dari penilaian secara individu tentang pola makan seimbang bagi penderita DM sesuai dengan anjuran dokter maupun program yang diajurkan dalam proses pengobatan penyakit DM. Menurut konsep model kepercayaan kesehatan bahwa persepsi adalah unsur penting yang membentuk seseorang untuk mengambil tindakan yang baik dan sesuai dalam menjaga kesehatannya baik melalui pencarian pengobatan yang sesuai dan berkualitas maupun

melalui penerapan keseluruhan anjuran dalam proses pengobatannya termasuk dalam proses pengobatan DM (Sarwono, 2004).

Proses pembentukan persepsi ini cenderung didasari oleh pengetahuan, dan sikap seseorang terhadap informasi yang diperolehnya, termasuk anjuran konsumsi makanan yang seimbang dan sesuai peruntukkan bagi penderita DM, dan persepsi ini akan melahirkan suatu bentuk aderehensi atau kepatuhan terhadap instruksi maupun anjuran untuk mengkonsumsi makanan yang seimbang.

Menurut Trekas (1984) dalam Ratanasuwan, dkk (2005) bahwa kemampuan penderita DM untuk mengontrol kehidupannya dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan. Seseorang yang berorientasi pada kesehatan cenderung mengadopsi semua kebiasaan yang dapat meningkatkan kesehatan dan menerima regimen yang akan memulihkan kesehatannya. Orang yang melihat penyakit sebagai kelemahan akan menyangkal penyakit atau hadirnya penyakit itu. Pengingkaran ini dapat mempengaruhi terjadinya ketidakpatuhan.

Secara statistik dengan uji Fisher’s Exact Test menunjukkan variabel persepsi tidak mempunyai hubungan signifikan dengan pola makan penderita DM (p=1,000), artinya persepsi penderita DM belum menjadi faktor penentu bagi penderita DM untuk mengkonsumsi makanan sesuai yang direkomendasikan.

Namun variabel tersebut secara statistik tidak memenuhi syarat untuk diikutkan dalam uji regresi logistik, sehingga tidak dapat diuji secara bersama-sama dengan variabel lain, artinya secara parsial (tersendiri) saja variabel persepsi tidak mempunyai pengaruh signifikan, apalagi diuji secara serempak dengan variabel lain,

sehingga variabel persepsi tidak menjadi faktor resiko atau faktor penentu terjadinya pola makan yang sesuai anjuran bagi penderita DM.

Persepsi responden didasarkan pada sejauh mana responden mengetahui tentang pola makan yang sesuai dengan penderita DM, atau hasil dari pemahamannya tentang ajuran program diet penderita DM. Tidak terdapat pengaruh persepsi terhadap pola makan penderita DM disebabkan oleh minimnya pemahaman penderita DM tentang program Diet, sehingga mempunyai penilaian yang negatif tentang jenis dan jadwal makanan maupun jumlah energi yang dibutuhkannya.

5.4 Pengaruh Kepercayaan Diri dengan Pola Makan Penderita DM

Kepercayaan diri penderita DM dalam penelitian ini adalah adanya keyakinan dari dalam diri penderita DM untuk mengkonsumsi makanan seimbang yaitu makanan yang tidak berisiko terhadap peningkatan kadar glukosa darah dan mau beraktivitas sebagaimana mestinya.

Hasil penelitian menunjukkan kepercayaan diri penderita DM rawat jalan di RSUD Deli Serdang 57,3% termasuk kurang dibandingkan kepercayaan diri yang baik (42,7%) (Tabel 4.4). Kepercayaan diri ini didasarkan pada keyakinan penderita DM tentang penyebab terjadinya penyakit DM, upaya-upaya yang harus dilakukan oleh penderita DM dalam mengkonsumsi makanan seimbang sesuai peruntukannya bagi penderita DM. Hasil tersebut diperoleh dari jawaban responden terhadap 8 pertanyaan yang diajukan melalui kuesioner penelitian, dan umumnya responden memberikan jawaban “ya” pada pertanyaan: apakah bapak/ibu yakin penderita DM

dapat mengalami komplikasi penyakit lain, apakah bapak/ibu yakin kadar gula darah yang tinggi dapat diturunkan dengan mengkonsumsi makanan berserat tinggi (sayuran, dan buah), dan memberikan jawaban “tidak” pada pertanyaan: apakah bapak/ yakin DM adalah penyakit keturunan.

Secara proporsi menunjukkan 66,7% penderita DM dengan pola makan sesuai mempunyai kepercayaan diri kategori baik dibandingkan penderita dengan dengan kepercayaan diri yang kurang (33,3%) (Tabel 4.15), dan secara statistik dengan uji Fisher’s Exact Test menunjukkan tidak terdapat hubungan kepercayaan diri penderita DM dengan pola makan penderita DM (p=0,159). Kepercayaan diri responden didasarkan pada kepercayaan terhadap komplikasi dari DM, konsekuensi yang terjadi akibat DM, serta upaya-upaya pencegahan DM seperti mengkonsumsi jenis makanan yang berserat misalnya sayuran, buah-buahan. Kepercayaan yang rendah ini didasarkan pada minimnya motivasi diri dari responden untuk mengkonsumsi jenis makanan yang sesuai dengan anjuran pola makan sesuai untuk penderita DM.

Demikian juga berdasarkan analisis uji regresi logistik, variabel kepercayaan diri secara serempak dengan variabel lain tidak menunjukkan pengaruh terhadap pola makan penderita DM. Hal ini diasumsikan bahwa kepercayaan diri tersebut jika secara bersama-sama dengan faktor lain cenderung tidak menjadi faktor penentu terhadap tindakan penderita DM untuk mengkonsumsi makanan sesuai anjuran diet. 

Fenomena ini memberikan kontribusi pemikiran bahwa meskipun kepercayaan diri penderita DM untuk mengikuti proses pengobatan DM secara aplikatif dan sesuai namun belum menunjukkan suatu tindakan yang nyata dalam perubahan pola makannya, artinya variabel kepercayaan diri bukan merupakan variabel penting yang mendorong penderita DM untuk mengkonsumsi makanan sesuai anjuran pola makan seimbang bagi penderita DM.

Keadaan ini justru berbeda dengan hasil penelitian Basuki (2000), bahwa kepatuhan klien penderita DM didasari oleh rasa percaya diri dan motivasi dalam diri untuk mengikuti seluruh anjuran dalam program Diet bagi penderita DM. Kepercayaan diri adalah aplikasi dari sikap untuk penerimaan atau penolakan, penilaian, suka atau tidak suka, kepositifan atau kenegatifan terhadap suatu objek psikologis. Kepercayaan diri yang sudah terbentuk dan berkembang dalam diri seseorang, dimana hal tersebut sudah menjadi bagian dari dirinya dalam kehidupan sehari-hari akan cenderung dipertahankan dan sulit sekali dirubah.

Menurut Foster (1973) dalam Sarwono (2004) kepercayaaan merupakan suatu keyakinan yang diyakini oleh individu terhadap sesuatu fenomena. Kepercayaan tersebut didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di masyarakat. Kepercayaan tersebut secara tidak langsung berimplikasi terhadap keseluruhan tata cara kehidupan masyarakat, dan erat kaitannya dengan kebudayaan suatu kelompok masyarakat.

Kepercayaan ini merupakan gejala dini secara psikologis untuk menginternalisasikan informasi agar dapat diaplikasikan. Menurut Rosenstok (1982) dalam Sarwono (2004) bahwa perilaku individu ditentukan oleh motif dan kepercayaannya. Tanpa mempedulikan apakah motif dan kepercayaan tersebut sesuai atau tidak dengan realitas atau dengan pandangan orang lain tentang apa yang baik untuk individu tersebut. Menurut Maramis (2006) mematuhi program diet/pola makan adalah hasil dari proses perubahan perilaku, dan perilaku menetap memerlukan motivasi dan keyakinan yang kuat.

5.5 Pengaruh Dukungan Keluarga Penderita DM dengan Pola Makan

Dokumen terkait