• Tidak ada hasil yang ditemukan

dimana :

St = Slip roda traksi (%)

Sb = Jarak tempuh traktor saat diberi pembebanan dalam 5 putaran roda(m)

So = Jarak tempuh traktor tanpa beban dalam 5 putaran roda (m) 2. Konsumsi Bahan Bakar

Pengukuran bahan bakar dilakukan dengan cara mengisi penuh tangki bahan bakar pada traktor sebelum digunakan untuk setiap pengolahan tanah. Kemudian setalah selesai pengolahan tanah tangki bahan bakar diisi kembali sampai penuh seperti awal, yang mana jumlah bahan bakar yang ditambahkan tersebut ditakar dalam gelas ukur, dengan cara tersebut akan diketahui jumlah bahan bakar yang diperlukan pada setiap olahan.

3. Kapasitas Kerja (Kapasitas lapang efektif dan Kapasitas lapang teoritis) Untuk mengetahui perhitungan Kapasitas lapang efektif (KLE) digunakan persamaan :

KLE = L

Keterangan : KLE = Kapasitas lapang efektif (ha/jam) L = Luas lahan hasil pengolahan (ha) WK = Waktu kerja (jam)

Kapasitas lapang teoritis (KLT) dapat dihitung dengan persamaan : KLT = 0.36 (v x lP)

Keterangan : KLT = Kapasitas lapang teoritis (ha/jam) v = Kecepatan rata-rata (m/s)

lP = Lebar pembajakan rata-rata (m)

0.36 = Faktor konversi (1 m2/s = 0.36 ha/jam) 4. EfisiensiTermis

Efisiensi termis adalah panas yang digunakan oleh motor dari hasil pembakaran bahan bakar, dapat ditentukan dengan persamaan :

yo= (Ne / Ptermal) x 100%

dimana :yo= Efisiensi Termis (%) Ne = Daya Efektif (Kw) Pe = Daya Termal (Kw)

Dari hasil penelitian, secara umum dapat dilihat bahwa perbedaan pola pengolahan lahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kapasitas lapang, efisiensi termis, efisiensi mekanis dan konsumsi bahan bakar. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data hasil penelitian secara umum Pola pengolahan Parameter Kapasitas lapang (Ha/Jam) Efisiensi termis (%) Efisiensi mekanis (%) Konsumsi bahan bakar (L/Ha) Spiral 0,088 85,03 15,1 6,66 Tepi 0,075 81,20 12,9 9,33 Tengah 0,072 49,20 12,2 13,3 Alfa 0,041 53,26 6,73 30,3

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kapasitas kerja tertinggi terdapat pada pola spiral yaitu 0,088 Ha/Jam, demikian juga efisiensi termis dan efisiensi mekanis tertinggi yaitu 85,03% dan 15,1%. Sedangkan konsumsi bahan bakar tertinggi terdapat pada pola alfa yaitu 30,3 L/Ha dan terendah pada pola spiral yaitu 6,66 L/Ha.

Hasil analisa statistik pengaruh pola pengolahan terhadap masing-masing parameter yang diamati dapat dilihat pada uraian berikut.

Lebar, Kedalaman dan Slip pengolahan tanah

Lebar pengolahan rata-rata yang diukur setelah pengoperasian traktor tangan dengan bajak rotary adalah 113 cm sedangkan lebar bajak rotary tersebut adalah 117 cm. Perbedaannya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Lebar Pengolahan

Perbedaan lebar pengolahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah keterampilan operator saat mengoperasikan traktor agar tetap berjalan lurus, pengaruh putaran rotasi yang menimbulkan goncangan, bentuk tanah yang tidak rata, pengangkatan implement, traktor menabrak halangan seperti batu dan tanah yang keras sehingga menimbulkan gesekan atau getaran. Hal ini sesuai dengan literatur Dahono (1997) yang menyatakan, pada saat membajak, tanah hasil olahan akan terlempar kesisi tepi (biasanya kekanan), sehingga bajak akan terdorong ke kiri dan traktor berbelok kekanan. Dalam hal ini keterampilan operator sangat dibutuhkan untuk mengontrol agar traktor tetap berjalan lurus dan menghindari batu besar, tanah keras, dan batang atau tanggul pohon yang besar.

Rata-rata kedalaman pengolahan tanah setelah pengolahan menggunakan bajak rotary adalah 10,5 cm sedangkan kedalaman pisau rotary adalah 15 cm. perbedaan kedalaman pisau rotary dengan kedalaman pengolahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

111 112 113 114 115 116 117 118

Lebar bajak rotary lebar pengolahan rata-rata

Lebar Pengolahan (cm)

117

113 cm

Gambar 6. Kedalaman Pengolahan Tanah

Perbedaan kedalaman tersebut disebabkan karena tidak maksimalnya bajak rotary tersebut bekerja, tebalnya lapisan tanah (top soil), vegetasi yang terdapat di lahan tersebut dan juga diakibatkan bentuk permukaan tanah yang tidak rata. Hal ini sesuai dengan literatur Siregar (1981) yang menyatakan bahwa, lapisan bunga tanah (top soil) tidaklah sama untuk semua jenis tanah. Ada yang tebal dan ada juga yang tipis, hal ini sangat mempengaruhi kedalaman pengolahan tanah yang juga akan mempengaruhi hasil pertanaman. Dalam literatur Smith dan Wilkes (1990) juga dijelaskan bahwa kedalaman pengolahan tanah biasanya ditentukan oleh jenis tanaman dan kedalaman lapisan atas tanah.

Dari hasil penelitian diperoleh data slip ban seperti pada Tabel 3 Tabel 3. Persentase Slip ban peralatan pengolahan tanah (%)

Perlakuan Jarak Tempuh (m) Slip Ban (%)

Bajak Singkal 12.76 6.45% Bajak rotary 13.47 1.2% Tanpa Beban 13.64 - 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Kedalaman pisau rotary Kedalaman Pengolahan

kedalaman pengolahan

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai slip tertinggi terdapat pada perlakuan pembajakan dengan bajak singkal yaitu sebesar 6.45% dan terendah pada pembajakan dengan menggunakan bajak rotary yaitu sebesar 1.2%. Hal ini dipengaruhi oleh jenis alat, lebar alat dan kedalaman pengolahan. Semakin besar kedalaman pengolahan, maka slip ban juga semakin besar. Demikian pula dengan lebar alat dan jenis alat yang digunakan akan berpengaruh terhadap slip ban. Hal ini sesuai dengan literatur Sembiring dkk (1990) yang menyatakan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi slip ban adalah, beban pada traksi, jenis, ukuran, kondisi roda traksi dan jenis dan kondisi tanah (landasan traksi).

Nilai slip yang didapat dari penelitian ini termasuk rendah, karena pada saat mengolah tanah tingkat nilai slip tertinggi bisa mencapai 15-25%, sedangkan pada tanah tanah liat basah slip bisa terjadi sekitar 35%. Semakin tinggi nilai slip yang terjadi maka akan semakin banyak tenaga yang hilang menarik traktor tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Sembiring dkk (1990) yang menyatakan bahwa efisiensi tenaga tarik yang tertinggi dalam pengolahan tanah adalah pada tingkat slip 15-25%. Pada tanah liat yang basah slip dapat terjadi hingga 60% dan hanya menghasilkan tanah sekitar 10-20%. Hal ini berarti banyak tenaga yang hilang untuk mengatasi tahanan gelinding dan slip roda serta hasil yang didapat berupa proses pelumpuran oleh roda. Dalam penggunaan traktor pada tanah liat basah atau lumpur, harus diperhatikan luas kotak permukaan roda dengan tanah untuk menaikkan tarikan. Makin luas permukaan, maka tarikan akan semakin baik.

Kapasitas Lapang Efektif Pengolahan Tanah

Dari hasil penelitian maka didapat data rataan kapasitas lapang efektif pengolahan tanah yang berbeda dari masing-masing pola pengolahan tanah, seperti yang tersaji pada Gambar 7.

Gambar 7. Pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang

Dari Gambar 7, dapat dilihat bahwa pola pengolahan memberikan hasil yang berbeda terhadap kapasitas lapang. Kapasitas tertinggi diperoleh pada pola spiral yaitu sebesar 0,088 Ha/Jam dan terendah pada pola alfa yaitu sebesar 0,041 Ha/Jam.

Dari hasil pengujian menggunakan sidik ragam terhadap data kapasitas lapang efektif, dapat dilihat bahwa pola pengolahan berpengaruh nyata terhadap kapasitas lapang efektif. Hasil pengujian dengan duncan multiple range test

(DMRT) menunjukkan pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang efektif untuk tiap-tiap perlakuan, dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,1

Pola Spiral Pola Tepi Pola Tengah Pola Alfa

Kapasitas Lapang Efektif (Ha/Jam) 0.041 0.072 0.075 0.088 Ha/jam

Tabel 4. Uji DMRT pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang (ha/jam)

Jarak DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- Alfa 0,041 a A

2 0,001619 0,002355 Tengah 0,072 A AB

3 0,001687 0,002451 Tepi 0,075 A AB

4 0,001725 0,002509 Spiral 0,088 B B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa perbedaan kapasitas lapang yang sangat nyata terdapat pada pola spiral dan pola alfa, dimana kapasitas lapang tertinggi terdapat pada pola spiral yaitu 0,088 ha/jam dan terendah terdapat pada pola alfa yaitu 0,041 ha/jam. Hal tersebut dipengaruhi oleh waktu yang hilang selama terjadi pembelokan traktor. Pengolahan lahan dengan pola alfa merupakan pola pengolahan yang memiliki jumlah belokan yang paling banyak sehingga menghasilkan kapasitas lapang yang paling rendah. Selain itu dibutuhkan tingkat keterampilan operator untuk berbelok, dimana pembelokan pada pola alfa membutuhkan tingkat keterampilan yang baik. Besarnya derajat pembelokan (besar ruang belok pada head land) juga mempengaruhi stamina operator. Derajat pembelokan yang tinggi pada saat awal pengolahan seperti pola tengah, akan membuat operator lebih cepat lelah sehingga untuk menyelesaikan pekerjaan, konsentrasi dan stamina sudah sangat menurun, terutama lahan dengan olahan yang kecil. Demikian juga dengan pola tepi yang memiliki derajat pembelokan yang cukup tinggi pada saat akhir pengolahan lahan. Pola spiral mempunyai jumlah belokan yang paling sedikit dengan derajat pembelokan yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan ketiga pola yang lain, sehingga tidak terlalu mengguras stamina operator, dan memberikan kapasitas lapang yang lebih besar. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pola pengolahan dengan jumlah

belokan yang sama, dapat memberikan kapasitas lapang yang berbeda. Hal ini sesuai dengan literatur Siregar (2010) yang menyatakan bahwa belok di ujung atau di sudut suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan waktu yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Tidak peduli apakah suatu lapang dikerjakan pulang balik, dari tepi ke tengah ataukah digarap dengan mengelilingi titik pusatnya, jumlah waktu belok persatuan luas untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama pada ketiga cara di atas. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan 1800 perputaran, sedangkan kedua cara lainnya mencakup empat belokan 900 per putaran. Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik juga dipengaruhi oleh ketidakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di head land , kekasaran daerah belok dan lebar alat.

Efisiensi Traktor (Efisiensi Mekanis dan Efisiensi Termis)

Dari hasil penelitian maka didapat pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi mekanis traktor yang berbeda pada setiap pola pengolahan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Pola pengolahan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap efisiensi, seperti yang terdapat pada Gambar 8 efisiensi tertinggi terdapat pada pengolahan dengan pola spiral yaitu 15,1% dan yang terendah terdapat pada pola alfa yaitu 6,73%.

Gambar 8. Pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi

Dari hasil analisa sidik ragam terhadap efisiensi traktor yang terdapat pada Lampiran 4, dapat dilihat bahwa pengaruh pola pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap efisiensi. Hasil pengujian dengan duncan multiple range test

(DMRT) menunjukkan pengaruh pola pengolahan lahan terhadap efisiensi untuk tiap-tiap perlakuan, yang menunjukkan hasil yang berbeda pada masing-masing pola pengolahan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Uji DMRT pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi (%)

Jarak DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- Alfa 6,73 a A

2 47,73561 69,45889 Tengah 12,2 ab AB

3 49,74106 72,29873 Tepi 12,9 ab AB

4 50,86821 74,01141 Spiral 15,1 b B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Pola Spiral Pola Tepi Pola Tengah Pola Alfa

Efisiensi (%) 15,1 12,9 12,2 6,73 (%)

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pola pengolahan lahan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata satu sama lainnya. Efisiensi tertinggi diperoleh pada pola spiral yaitu sebesar 15,1% dan terendah pada pola alfa yaitu sebesar 6,73%.

Menurut Yunus (2004), efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis yang dinyatakan dalam bentuk (%). Pada pengolahan lahan yang menggunakan pola spiral, dihasilkan efisiensi tertinggi yaitu sebesar 15,1%. Hal ini disebabkan oleh perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan pola pengolahan lainnya. Konsentrasi dan ketepatan kerja operator, amat mempengaruhi kerapihan kerja operator tersebut. Konsentrasi kerja yang rendah, dapat menyebabkan hasil olahan yang kurang baik, sehingga daerah yang sudah diolah harus diolah kembali karena hasil yang belum sempurna. Ketepatan operator dalam mengambil alur pengolahan pada saat mengolah di samping alur yang telah diolah juga mempengaruhi efisiensi, sehingga diperlukan operator yang terampil dalam mengolah lahan.

Dari hasil penelitian didapat data pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi termis yang berbeda pada setiap pola pengolahan. Perbedaan yang paling besar terdapat diantara pola spiral dengan pola tengah, dimana efisiensi termis tertinggi terdapat pada pola spiral yaitu 85,03% sedangkan terendah pada pola tengah yaitu 49,2%. Perbedaan ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi termis

Dari hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 5 maka didapat data efisiensi termis yang berbeda sangat nyata dari masing-masing pola pengolahan. Hasil pengujian dengan duncan multiple range test (DMRT) menunjukkan pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi termis untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji DMRT pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi termis (%)

Jarak DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- Alfa 53,26 a A

2 357,3023 519,9017 Tengah 49,2 a A

3 372,3132 541,158 Tepi 81,2 b B

4 380,75 553,9775 Spiral 85,03 b B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa pola pengolahan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata satu sama lainnya. Efisiensi termis tertinggi diperoleh pada pola spiral yaitu 85,03% dan terendah pada pola tengah yaitu sebesar 49.2%

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Pola Spiral Pola Tepi Pola Alfa Pola Tengah

Efisiensi Termis (%) 85,03 81,2 53,26 49,2 (%)

Efisiensi termis suatu traktor tergantung dari daya efektif traktor dan daya termal bahan bakar. Karena efisiensi termis merupakan perbandingan antara daya termal yang dihasilkan bahan bakar dengan daya efektif traktor tersebut yang dinyatakan dalam bentuk (%).

Pada pengolahan lahan dengan menggunakan pola spiral, dihasilkan efisiensi termis tertinggi yaitu sebesar 85,03%, yang artinya perbandingan antara daya efektif traktor dengan daya termal yang dihasilkan bahan bakar tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan pola pengolahan lainnya. Pada pengolahan lahan dengan menggunakan pola tengah dihasilkan efeisiensi termis yang sangat rendah yaitu sebesar 49,2%, yang artinya perbandingan antara daya efektif traktor dengan daya termal yang dihasilkan bahan bakar sangat besar. Efisiensi termis dipengaruhi oleh tingkat kemampuan operator saat mengoperasikan traktor, karena semakin banyak waktu yang digunakan oleh operator untuk mengolah lahan maka akan semakin banyak juga bahan bakar yang dipakai sehingga daya termal bahan bakar akan semakin besar yang mengakibatkan efisiensi termis semakin kecil. Banyaknya belokan pada saat pengolahan juga sangat berpengaruh terhadap efisiensi termis, karena untuk mengolah belokan tersebut membutuhkan lebih banyak waktu dan bahan bakar yang dipakai akan semakin banyak.

Konsumsi Bahan Bakar

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar. Pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar Dari Gambar 10, dapat dilihat bahwa konsumsi bahan bakar terendah yaitu pada pola pengolahan lahan dengan menggunakan pola spiral yaitu sebesar 6,66 L/Ha dan tertinggi pada pola alfa yaitu sebesar 30,333 L/Ha.

Dari hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 6, dapat dilihat bahwa pengaruh pola pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi bahan bakar. Hasil pengujian dengan duncan multiple range test (DMRT) menunjukkan pengaruh pola pengolahan lahan terhadap konsumsi bahan bakar untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Uji DMRT pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar (L/Ha)

Jarak DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- Spiral 6,666 a A

2 29,8925 43,49583 Tepi 9,333 ab AB

3 31,14833 45,27427 Tengah 13,33 b B

4 31,85417 46,34667 Alfa 30,33 c C

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000

Spiral Tepi Tengah Alfa

Konsumsi Bahan Bakar (L/Ha) 6,666 9,333 13,333 30,333 L/Ha

Dari Tabel 7, dapat dilihat bahwa pola pengolahan lahan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap konsumsi bahan bakar. Konsumsi bahan bakar terendah diperoleh pada pola spiral yaitu sebesar 6,666 L/Ha dan tertinggi pada pola alfa yaitu sebesar 30,33 L/Ha. Penghematan bahan bakar dapat terjadi pada mesin berkecepatan lambat, asalkan tidak kelebihan beban. Umumnya pada penurunan 20% kecepatan mesin, dapat menghemat 15%- 30% bahan bakar. Penghematan yang lebih besar dapat diwujudkan apabila putaran mesin dikurangi lagi hingga diatas 20%. Namun pada penelitian ini kecepatan yang digunakan adalah konstan yaitu 1,4 m/s, sehingga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsumsi bahan bakar masing- masing pola.

Konsumsi bahan bakar sangat dipengaruhi oleh lamanya pengerjaan suatu luasan lahan. Semakin lama pengoperasian traktor, maka konsumsi bahan bakar akan semakin tinggi. Lamanya pengoperasian traktor ini tidak terlepas dari kapasitas lapang traktor. Faktor lain yang juga mempengaruhi konsumsi bahan bakar yaitu kedalaman pengolahan dan ketinggian air pengolahan. Semakin dalam peralatan mengolah tanah, maka beban yang ditarik oleh traktor juga akan semakin besar. Ketinggian genangan pengolahan mempengaruhi tingkat kepadatan tanah yang akan diolah. Air yang cukup akan memperlunak tanah, sehingga beban yang ditarik oleh traktor semakin berkurang. Ketiadaan genangan pengolahan akan membuat beban traktor menjadi berat yang dapat memperbesar konsumsi bahan bakar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pola pengolahan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas lapang efektif, efisiensi mekanis, efisiensi termis, dan konsumsi bahan bakar traktor.

2. Pengolahan lahan dengan pola spiral memiliki kapasitas lapang efektif sebesar 0,379 ha/jam, efisiensi mekanis 15,1%, efisiensi termis 85,03%, dan konsumsi bahan bakar sebesar 6,666 liter/ha.

3. Pengolahan lahan dengan pola tepi memiliki kapasitas lapang efektif sebesar 0,075 ha/jam, efisiensi mekanis 12,9%, efisiensi termis 81,2% dan konsumsi bahan bakar sebesar 9,33 liter/ha.

4. Pengolahan lahaan dengan pola tengah memiliki kapasitas lapang efektif sebesar 0,072 ha/jam, efisiensi mekanis 12,2%, efisiensi termis 49,2% dan konsumsi bahan bakar sebesar 13,33 liter/ha.

5. Pengolahan lahan dengan pola alfa memiliki kapasitas lapang efektif sebesar 0,041 ha/jam, efisiensi mekanis 6,73%, efisiensi termis 53,26% dan konsumsi bahan bakar sebesar 30,33 liter/ha.

6. Pada penelitian ini, pola spiral merupakan pola yang paling baik untuk digunakan karena memiliki kapasitas lapang, efisiensi mekanis dan termis yang tinggi serta konsumsi bahan bakar yang rendah.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan merk traktor yang berbeda.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan petakan yang lebih luas agar hasil penelitian yang diperoleh lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2013 .www.google.com.kecamatan pangkalan susu.htm

Ariesman, M. 2012. Mempelajari Pola Pengolahan Tanah Pada Lahan Kering Menggunakan Traktor Tangan Bajak Rotari. Universitas Hasanuddin, Makassar.

. [diakses tanggal 17 april 2014].

Dahono.1997. Pengolahan Tanah Dengan Traktor Tangan, BagianProyek Pendidikan Kejuruan Teknik IV, Jakarta.

Darun, S.,Matondang, Sumono.1983.Pengantar Alat dan Mesin- MesinPerkebunan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Daywin , F.J dan R.G Sitompul dan Imam Hidayat. 1999. Mesin-mesin budidaya

pertanian lahan kering.Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Das. B.M.1993. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis). Penerbit : Erlangga. Jakarta.

Gill, W.R and G.E. VandenBerg .1968.Soil Dynamics in Tillage and Tractor.Agricultural Research Service United Stated Departement of Agricultural.

Hanafiah, K. A., 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Rajawali Press, Jakarta.

Hardjosentono, M., Wijato, E. Rachlan, I. W. Badra, dan R.D. Tarmana. 2000. Mesin-Mesin Pertanian. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Ilham, M., 2003. Perkembangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi konfersi lahan sawah serta dampak ekonominya. IPB Press.

Koga,Y.1988. Farm Machinery Vol. II. Farm Machanization Course, Farm Machinery Design Course, Tsukuba International Agricultural Training Centre. Japan International Cooperation Agency. Tsukuba, Japan.

Lijedahl. J.B., Turnquist, P.K,. Smith, D.W., Holi, M.1989. Tractor and Their Power Units. Fourth Edition.AVI Book, Van Nostrand Rienhold, New York.

Mandang, T dan Nishimura. 1991. Hubungan tanah dan Alat Pertanian.IPB. Bogor.

Mundjono.1989. Pengolahan tanah cara gejlokan sebagai alternatif menanggulangi terbatasnya penyediaan bibit tebu. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering .Pasuruan.

Rizaldi, T. 2006. Mesin Peralatan. Departemen Teknologi Pertanian FP USU. Medan

Sakai,J. R.G. Sitompul., E.N. Sembiring, Radite P.A.S.,I.N. Suastawa dam Tineke Mandang.1998. Traktor 2 Roda. Buku Pegangan Insiyur Teknik Pertanian Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian. Departemen Teknik Pertanian FATETA-IPB. Bogor.

Sembiring, E.N.,I.N. Suastawa, dan Desrial. 1990. Sumber tenaga tarik di Bidang Budidaya Pertanian. JICA-DGHE/IPB Project/ADEAT : JTA-9a (132). Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi .Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suripin. 2002. Pengelolaan Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi Yogyakarta

Smith Harris Pearson A E, Lambert Henry Wilkes M.S. 1990. Farm Machinery andEquipment, McGraw Hill, Inc.I Tri Purwadi, Gembong.

Suastawa, I. N., W. Hermawan, dan E. N. Sembiring. 2000. Konstruksi dan Pengukuran KinerjaTraktor Pertanian. Teknik Pertanian. Fateta.IPB. Bogor.

Tas, P. 2008. Pengolahan dan Dinamika Tanah. [diakses pada 12 januari 2014]

Wanders, A.A. 1978. Pengukuran Energi. Didalam Strategi Mekanisasi Pertanian. Departemen Mekanisasi Pertanian-Fatema-IPB. Bogor.

Yuswar, Yunus. 2004. Perubahan Beberapa Sifat Fisik Tanah dan Kapasitas Kerja Traktor Akibat Lintasan Bajak Singkal pada Berbagai Kadar Air Tanah.Tesis. Program Pascasarjana UNSYIAH. Banda Aceh.

Dokumen terkait