• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Primary Pressure dan Secondary Temperature Terhadap Entrainment Ratio Entrainment Ratio

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Primary Pressure dan Secondary Temperature Terhadap Entrainment Ratio Entrainment Ratio

Pengaruh primary pressure dan secondary temperature pada steam ejector dengan area ratio throat 6,25 ditunjukkan pada Gambar 4.1. Hasil percobaan menunjukkan terjadi kenaikan entrainment ratio pada tekanan 200 kPa untuk semua kondisi secondary temperature, kemudian terjadi penurunan entrainment ratio seiring bertambahnya primary pressure.

Peningkatan primary pressure yang melewati nozzle menyebabkan penurunan entrainment ratio dari steam ejector pada semua kondisi secondary temperature. Hal tersebut disebabkan karena semakin tinggi primary pressure maka sudut ekspansi dari aliran primary fluid yang keluar dari ujung nozzle akan semakin besar. Sudut ekspansi yang semakin besar menyebabkan entrainment region pada suction chamber semakin kecil, sehingga secondary fluid lebih sedikit terhisap (Chandra, et al., 2014). Selain itu kenaikan primary pressure secara langsung menyebabkan mass flow rate dari primary fluid meningkat sehingga nilai entrainment ratio menurun.

Ejektor memiliki nilai optimum entrainment ratio pada primary pressure 200 kPa dan secondary temperature 70 °C dengan nilai ω = 0,62. Fenomena ini terjadi disebabkan karena aliran primary fluid pada tekanan 100 kPa belum memiliki sudut ekspansi yang memadai untuk mengasilkan entrainment region (Chunnanond, K., 2004). Hal tersebut juga menyebabkan entrainment ratio pada tekanan 100 kPa bernilai negatif, karena aliran primary fluid masuk ke dalam evaporator.

Nilai secondary temperature pada percobaan dengan variasi area ratio throat 6,25 tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan entrainment ratio. Hal tersebut disebabkan karena panjang throat terlalu pendek

sehingga perpindahan momentum antara kedua aliran primary dan secondary tidak terjadi secara sempurna (Li, C, et al., 2011).

0 100 200 300 400 -1.2 -0.8 -0.4 0.0 0.4 0.8 Entraintment Ratio

Primary Pressure (kPa)

Secondary temp. (°C) 80 Secondary temp. (°C) 70 Secondary temp. (°C) 60 Secondary temp. (°C) 50

Gambar 4.1 Grafik pengaruh primary pressure dan secondary temperature terhadap entrainmenmet ratio pada variasi area ratio throat 6,25.

Hasil percobaan untuk variasi area ratio throat 12,5 ditunjukkan pada Gambar 4.2. Nilai entrainment ratio steam ejector menurun seiring dengan kenaikan primary pressure. Kenaikan primary pressure secara langsung menyebabkan mass flow rate dari primary fluid meningkat sehingga nilai entrainment ratio menurun. Selain itu fenomena tersebut terjadi karena semakin tinggi primary pressure maka sudut ekspansi dari primary fluid yang keluar dari ujung nozzle semakin besar. Sudut ekspansi yang semakin besar menyebabkan entrainment region pada suction chamber semakin kecil, sehingga secondary fluid lebih sedikit terhisap (Chandra, et al., 2014). Hal tersebut juga terjadi untuk hasil percobaan pada variasi area ratio throat 18,75.

Nilai entrainment ratio maksimum pada variasi area ratio throat 12,5 diperoleh pada primary pressure 100 kPa dan secondary temperature 80 °C

variasi sebelumnya sehingga aliran primary fluid memasuki daerah fully developed flow region. Selain itu aliran primary fluid memiliki sudut ekspansi yang optimum sehingga menghasilkan entrainment region yang cukup besar untuk menghisap secondary fluid.

Secondary temperature memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap nilai entrainment ratio pada percobaan dengan variasi area ratio throat 12,5. Kenaikan secondary temperature menyebabkan nilai critical back pressure semakin meningkat, sehingga back pressure yang terjadi tidak sampai melebihi batas critical back pressure dari ejektor (Chandra, et al., 2014). Namun terjadi fenomena dimana pada secondary temperature 50 °C, nilai entrainment ratio tetap berada diatas nilai 0. Hal tersebut dapat disebabkan oleh back pressure yang terjadi didalam mixing chamber tidak melebihi nilai critical back pressure pada kondisi temperatur 50 °C. 0 100 200 300 400 -0.8 -0.4 0.0 0.4 0.8 1.2 Entrainment Ratio

Primary Pressure (kPa)

Secondary temp. (°C) 80 Secondary temp. (°C) 70 Secondary temp. (°C) 60 Secondary temp. (°C) 50

Gambar 4.2 Grafik pengaruh primary pressure dan secondary temperature terhadap entrainment ratio pada variasi area ratio throat 12,5.

Gambar 4.3 menunjukkan pengaruh primary pressure dan secondary temperature terhadap entrainment ratio pada variasi area ratio throat 18,75. Sama seperti variasi sebelumnya, terjadi penurunan nilai entrainment ratio seiring

dengan kenaikan primary pressure. Secondary temperature memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai entrainment ratio seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3. Hal tersebut disebabkan karena kenaikan secondary temperature juga meningkatkan nilai critical back pressure pada ejektor (Chandra, et al., 2014). Nilai optimum ejektor dengan variasi area ratio throat 18,75 terjadi pada primary pressure 100 kPa dan secondary temperature 80 °C dengan nilai ω = 1.

0 100 200 300 400 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Entrainment Ratio

Primary Pressure (kPa)

Secondary Temp. C) 80 Secondary Temp. C) 70 Secondary Temp. C) 60 Secondary Temp. C) 50

Gambar 4.3 Grafik pengaruh primary pressure dan secondary temperature terhadap entrainment ratio pada variasi area ratio throat 18,75. 4.2 Pengaruh Area Ratio Throat Terhadap Entrainment Ratio

Pengaruh area ratio throat terhadap entrainment ratio ditunjukkan pada Gambar 4.4 untuk kondisi secondary temperature 50 °C. Hasil percobaan menunjukkan peningkatan entrainment ratio yang signifikan untuk variasi area ratio throat 12,5 dan 18,75. Fenomena ini disebabkan karena pada variasi area ratio throat 6,25 panjang throat terlalu pendek sehingga perpindahan momentum antara kedua aliran primary dan secondary tidak terjadi secara sempurna (Li, C., et al., 2011). Sedangkan untuk variasi lain, perpindahan momentum terjadi lebih baik karena memiliki throat yang lebih panjang sehingga menghasilkan nilai entrainment ratio yang lebih tinggi.

Nilai entrainment ratio optimum pada variasi secondary temperature 50 °C terjadi pada primary pressure 100 kPa dan pada variasi area ratio throat

12,5 dengan nilai ω = 0,71. Fenomena ini terjadi karena panjang throat pada

variasi area ratio throat 18,75 menyebabkan penurunan tekanan mixed fluid yang diakibatkan oleh gesekan yang cukup besar pada daerah sebelum terjadinya pseudo shock. Pseudo shock adalah gelombang kejut atau shock wave yang dihasilkan oleh penurunan tekanan secara tiba – tiba yang diakibatkan oleh pengecilan penampang pada ujung nozzle (Li, C., et al., 2011). Sedangkan untuk variasi area ratio throat 12,5 tidak terjadi gesekan yang terlalu besar sehingga transfer momentum terjadi secara sempurna (Dirix, et al., 1990).

0 100 200 300 400 -1.2 -0.8 -0.4 0.0 0.4 0.8 Entrainment Ratio

Primary Pressure (kPa)

Area Ratio Throat 6.25 Area Ratio Throat 12.50 Area Ratio Throat 18.75

Gambar 4.4 Grafik pengaruh area ratio throat terhadap entrainment ratio pada secondary temperature 50 °C.

Hasil percobaan untuk variasi secondary temperature 60 °C ditunjukkan oleh Gambar 4.5. Secara keseluruhan hasil percobaan menunjukkan fenomena yang serupa seperti variasi secondary temperature 50 °C, dengan nilai entrainment ratio optimum pada ω = 0,77 untuk variasi area ratio throat 12,5. Namun terlihat nilai entrainment ratio yang selalu positif untuk variasi area ratio throat 18,75. Hal tersebut terjadi karena aliran mixed fluid yang memasuki throat

mixing chamber merupakan fully developed flow. Aliran fully developed dapat dicapai jika panjang throat memadai sesuai dengan Gambar 2.29 yang menjelaskan teori aliran dalam pipa. Aliran yang berupa fully developed menyebabkan shock wave yang terjadi di dalam mixing chamber lebih kecil, sehingga nilai entrainment ratio lebih tinggi daripada variasi yang lain (Li, C, et al., 2011). 0 100 200 300 400 -0.8 -0.4 0.0 0.4 0.8 1.2 Entrainment Ratio

Primary Pressure (kPa)

Area Ratio Throat 6.25 Area Ratio Throat 12.50 Area Ratio Throat 18.75

Gambar 4.5 Grafik pengaruh area ratio throat terhadap entrainment ratio pada secondary temperature 60 °C.

Hasil percobaan untuk variasi secondary temperature 70 °C dan 80 °C ditunjukkan oleh Gambar 4.6 dan 4.7. Kedua hasil percobaan menunjukkan fenomena yang hampir sama, dimana entrainment ratio untuk semua variasi primary pressure selalu menunjukkan nilai positif untuk area ratio throat 18,75. Pada variasi secondary temperature 70 °C, nilai optimum entrainment ratio terjadi pada variasi area ratio throat 12,5 pada tekanan 100 kPa dengan nilai ω = 0,91. Sedangkan untuk kondisi secondary temperature 80 °C nilai optimum entrainment ratio terjadi pada area ratio throat 18,75 dan tekanan 100 kPa

0 100 200 300 400 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 Entrainment Ratio

Primary Pressure (kPa)

Area Ratio Throat 6.25 Area Ratio Throat 12.50 Area Ratio Throat 18.75

Gambar 4.6 Grafik pengaruh area ratio throat terhadap entrainment ratio pada secondary temperature 70 °C. 0 100 200 300 400 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 Entrainment Ratio

Primary Pressure (kPa)

Area Ratio Throat 6.25 Area Ratio Throat 12.50 Area Ratio Throat 18.75

Gambar 4.7 Grafik pengaruh area ratio throat terhadap entrainment ratio pada secondary temperature 80 °C.

Dokumen terkait