• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Riwayat Konsumsi Obat terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B

Berdasarkan hasil penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan responden penderita hepatitis B dengan sirosis mayoritas memiliki Riwayat Konsumsi Obat sebanyak 54 orang (87,1%) dan pada responden penderita hepatitis tanpa Sirosis mayoritas juga memiliki riwayat konsumsi obat yaitu sebanyak 45 orang (72,6%). Secara statistic dengan uji chi-square diperoleh diperoleh nilai p<0,05, artinya ada pengaruh Riwayat Konsumsi Obat terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B.

Berdasarkan hasil uji statistik secara multivariat dengan uji regresi logistik berganda diperoleh hasil bahwa riwayat konsumsi obat responden yang menderita Hepatitis B berpengaruh terhadap terjadinya sirosis dengan nilai p< 0,05, nilai Exp (B) pada 95 % CI sebesar 4,699 artinya responden yang menderita Sirosis 4,6 kali kecendrungannya terjadi pada responden yang memiliki riwayat konsumsi obat dibandingkan yang tidak menderita Sirosis.

Menurut Dipiro (2005) kerusakan hati disebabkan oleh obat merupakan masalah klinis yang sangat berbahaya. Penggunaan obat yang berpotensi hepatotoksik pada pasien dengan Hepatitis B dapat meningkatkan resiko kerusakan hati berupa Sirosis. Pemberian obat penginduksi kerusakan hati terhadap pasien gangguan fungsi

hati perlu dilakukan khusus seperti penentuan regimen dosis, perpanjangan frekuensi penggunaan obat, penambahan zat lain yang dapat mengurangi efek toksik dan perlu dilakukan pengawasan parameter fungsi hati.

Riwayat Konsumsi Obat terdahulu terutama obat-obatan hepatotoksik (obat tanpa anjuran dokter) pada penderita Hepatitis B, memiliki hubungan yang erat dengan kejadian sirosis. Walaupun diberi dalam takaran/dosis biasa, hati yang sakit (terinfeksi Hepatitis B) tidak dapat mengatasi zat-zat dari obat- obatan yang masuk sekalipun dalam jumlah normal (Sievert, 2010).

Pegunaan obat penginduksi kerusakan hati seharusnya tidak diberikan pada pasien yang mengalami gangguan fungsi hati karena penyakit hati yang dialami atau adanya virus sistemik dapat meningkatkan kerentanan terjadinya kerusakan hati oleh obat (Tajiri and Shimizu, 2008).

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Riwayat Konsumsi Obat terdahulu memiliki pengaruh terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B, dimana sebagian besar pasien dengan Hepatitis B sebelum melakukan pengobatan di RSUP H.Adam Malik, mereka hanya mengandalkan obat-obatan yang dapat mengurangi rasa sakit pada daerah perut, mengurangi rasa mual, dan menurunkan demam. Disamping itu perawatan pada pasien tidak total dan tanpa pemberian obat yang spesifik menghambat berkembangnya virus Hepatitis B (tidak atas anjuran dokter).

75

sebanyak 49 orang, jamu yang dibuat sendiri sebanyak dan jamu siap pakai, sedangkan antibiotik tidak ada dikonsumsi responden. Ranitidin dan paracetamol dikonsumsi dengan frekuensi 1-3 kali dalam sehari, berapa kali responden mengkonsumsinya tergantung kapan ia merasakan adanya rasa sakit di daerah perut dan kapan ia merasa ada demam, dengan lama penggunaan tidak teratur mulai dari 3 sampai 5 hari setiap ia merasakan ada mual, nyeri pada bagian perut dan pada saat panas tubuhnya meningkat.

Ranitidine yang dikonsumsi responden adalah Ranitidine kemasan 150 mg dengan dosis 3x1 hari, sedangkan Paracetamol yang mereka konsumsi adalah Paracetamol 500 mg dengan dosis 3x1 hari. Ranitidin merupakan salah satu obat yang cukup dikenal dikalangan masyarakat umum, yang disebabkan pemanfaatan obat ini yang cukup tinggi. Ranitidin merupakan golongan histamine reseptor (H2) antagonis (RAS) yang tergolong inducer idiosyncratic hepatotoksik. Secara umum ranitidin dapat meningkatkan nilai SGPT. Efek ranitidine terhadap hati akan memperluas kerusakan hati dan telah terjadi kematian dibeberapa individu (Deng , dkk, 2009).

Pada pemberian oral Ranitidine mengalami metabolise lintas pertama di hati, sehingga apabila sesorang mengalami masalah di hati dapat diperparah dengan adanya asupan obat ini (Deng , dkk, 2009).

Paracetamol atau acetaminophen adalah obat analgetik dan antipiretik yang digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal atau sakit ringan dan demam. Metabolisme paracetamol berlangsung dihati dan dapat menyebabkan kerusahan hati yang parah pada sel hati (Kaplowitz, 2007). Paracetamol dimetabolisme pada hati,

apabila digunakan secara berlebihan maka parasetamol dapat menyebabkan gagal hati fulminal, gagal hati akut dan transplatasi hati pada pasien Sirosis (Larson, 2005).

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Nur Rahmah (2015), mengatakan bahwa dari 100 pasien sirosis hati yang dirawat RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar terdapat 26 orang atau 26% memiliki Riwayat Konsumsi Obat sebelumnya dan obat yang paling banyak di gunakan adalah Ranitidine dan Paracetamol. Penelitian Eka Nurul (2013) mengatakan bahwa obat yang berpotensi hepatotoksik yang paling banyak digunakan pada pasien gangguan fungsi hati adalah Ranitidine sebesar 82,86%.

Untuk Riwayat Konsumsi Obat berupa jamu-jamuan. Dalam hal ini 118 orang mengatakan jamu yang mereka konsumsi adalah jamu yang dibuat sendiri berupa jamu kunyit dan temu lawak, dan hanya 6 orang mengkonsumsi jamu siap pakai. Responden mengkonsumsi jamu 1 kali setiap hari dengan jumlah 1 gelas (200 cc), responden mengkonsumsi jamu ini mulai ia di diagnosa dokter menderita Hepatitis B sampai peneliti mengadakan penelitian/dengan lama mengkonsumsi dari 1 sampai 5 tahun.

Jamu yang dibuat sendiri tidak di masukkan sebagai obat penginduksi kerusakan/faktor resiko terjadinya sirosis dalam penelitian ini karena sebagaimana kita ketahui kandungan kurkumin dalam kunyit dan temu lawak berfungsi sebagai sebagai antioksidan yang mampu menangkap ion superoksida dan memutus rantai antar ion superoksida (O2) sehingga mencegah kerusakan sel hati.

77

Sedangkan untuk jamu siap pakai yang dikonsumi responden merupakan salah satu faktor resiko terjadinya Sirosis, karena cemaran mikroba pada obat tradisional (jamu) misalnya golongan jamur penghasil toksin seperti Aspergillus flavus (penghasil zat Aflatoksin) dapat memicu terjadinya Sirosis bahkan kanker hati (Hepatoma).

Obat berupa jamu secara umum tidak dapat memberikan efek penyembuhan, oleh karena itu untuk penyakit-penyakit yang membutuhkan penanganan secara cepat segera hubungi dokter atau ahli medis (BPOM, 2008).

5.4. Pengaruh Riwayat Konsumsi Alkohol terhadap terjadinya Sirosis Pada

Dokumen terkait