• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Resiko yang Memengaruhi Terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor Resiko yang Memengaruhi Terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016 Chapter III VI"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

43 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode analitik dengan desain case control study. Dengan memilih kasus penderita Hepatitis B dengan Sirosis dan kontrolnya penderita Hepatitis B tanpa Sirosis. Dalam penelitian ini peneliti melihat faktor resiko yang memengaruhi terjadinya Sirosois pada penderita Hepatitis B dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner.

Retrosfektif

Retrosfektif

Gambar 3.1 Desain Penelitian Case Control Faktor resiko (+)

Faktor resiko (+)

Populasi

Penderita Hepatitis B

Kontrol Penderita Hepatitis B

tanpa Sirosis Kasus

Penderita Hepatitis B dengan Sirosis Faktor resiko (+)

(2)

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan. 3.2.2.Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari bulan Januari 2016 dan selesai pada bulan Juni 2016.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi kasus dalam penelitian ini adalah seluruh Penderita Hepatitis B dengan Sirosis yang telah didiagnosa dokter di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016, dan populasi kontrolnya adalah seluruh penderita Hepatitis B tanpa Sirosis yang telah didiagnosa oleh dokter di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016.

3.3.2. Sampel a. Besar sampel

Besar sampel untuk studi kasus kontrol yang ditetapkan berdasarkan rumus Sastroasmoro dan Ismael (2011) sebagai berikut :

n =

Dimana: P2= 0,2

(3)

45

Tabel 3.1. Nilai Odds Rasio Beberapa Variabel dari Penelitian Terdahulu

Judul Penelitian Variabel OR

Analisis faktor resiko terjadinya kanker leher rahim di RS.Wahidin Sudirohusodo Makassar

Umur 2,9

Faktor resiko kejadian penyakit kusta di kota Makassar tahun 2013

Jenis Kelamin 2,83 Faktor Risiko Kejadian Sirosis Hepatis Di RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2007

Riwayat Konsumsi Obat-obatan

3,0

(4)

n =

Berdasarkan hasil perhitungan diatas didapatkan jumlah sampel minimal kasus = 62 Penderita Hepatitis B dengan Sirosis dan kontrol 62 orang Penderita Hepatitis B tanpa Sirosis. Dengan demikian jumlah sampel sebanyak 124 orang.

b. Cara pengambilan sampel

1. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive sampling dengan tekhnik Consecutive sampling. Sampel penelitian untuk kelompok kasus diambil dari pasien yang datang berobat (rawat inap) ke bagian Penyakit Dalam (Ruang Rindu A1 dan A2), dan telah didiagnosa dokter sebagai penderita Hepatitis B dengan sirosis di RSUP H. Adam Malik Medan. Sedangkan kelompok kontrol diambil dari pasien yang datang berobat (rawat jalan) ke bagian Penyakit Dalam (Poli Gastrologi), dan telah didiagnosa dokter sebagai penderita Hepatitis B tanpa Sirosis di RSUP H. Adam Malik Medan.

1) Kriteria Inklusi kasus :

a) Pasien Penderita Hepatitis B dengan sirosis yang dalam Rawat inap dan Rawat jalan.

b) Semua Umur

c) Semua Jenis Kelamin

(5)

47

2) Kriteria inklusi kontrol:

a) Pasien Penderita Hepatitis B tanpa sirosis yang dalam Rawat inap dan Rawat jalan.

b) Semua umur

c) Semua Jenis Kelamin

d) Bersedia dijadikan Responden penelitian 3) Kriteria Eksklusi kasus dan kontrol

a) Responden tidak bersedia diwawancarai

b) Data Rekam Medik yang tidak jelas (tidak jelas Identitas berupa Nama, dan Umur, Diagnosa penyakit, dan tulisan pada status tidak terbaca).

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dengan Instrumen berupa kuesioner dan wawancara terstruktur yang telah disiapkan, mencakup variabel yang memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016.

3.4.2. Data Sekunder

(6)

3.4.3. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai berikut :

a. Editing (pemeriksaan data)

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan jawaban atau pertanyaan. Apabila terdapat jawaban yang belum lengkap atau terdapat kesalahan maka data harus dilengkapi dengan wawancara dan observasi kembali kepada responden.

b. Coding (pemberian kode)

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan menggunakan computer.

c. Entry (pemasukan data ke komputer)

Data yang telah terkumpul dan tersusun secara tepat dimasukkan ke program komputer untuk dianalisis.

d. Cleaning data

(7)

49

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel

Variabel terikat (Dependen) dalam penelitian ini adalah Sirosis pada penderita Hepatitis B. Dan Variabel bebas (Independen) dalam penelitian ini adalah: Umur, Jenis Kelamin, Riwayat Konsumsi Obat-obatan, dan Riwayat Konsumsi Alkohol.

3.5.2. Definisi Operasional a. Variabel Terikat (dependen)

1) Sirosis pada penderita Hepatitis B adalah: Hati yang rusak bentuknya pada penderita Hepatitis B, berupa pengecilan hati, mengeras, bahkan timbulnya nodul yang bisa di ketahui dari diagnosa dokter yang tertulis pada rekam medik penderita.

b. Variabel Bebas (independen)

1) Umur adalah: Lama hidup penderita Hepatitis B mulai dilahirkan sampai sekarang menderita Sirosis atau tidak menderita Sirosis yang dinyatakan dalam satuan tahun.

2) Jenis Kelamin adalah: Identitas gender penderita Hepatitis B dengan Sirosis atau tanpa Sirosis yang berupa laki-laki atau perempuan.

(8)

4) Riwayat Konsumsi Alkohol: Kebiasaan minum alkohol (Tuak, Anggur, Wiski, dan Bir), secara rutin pada penderita Hepatitis B sehingga mempercepat kerusakan hati (Sirosis).

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran dalam penelitian ini seperti berikut :

Tabel 3.2 Nama Variabel, Kategori, Jumlah Indikator, Bobot Nilai, dan Skala Ukur

(9)

51

3.8. Metode Analisis Data 3.8.1. Analisis Univariat

Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran pada masing- masing Variabel Independen yang meliputi (Umur, Jenis Kelamin, Riwayat Konsumsi Obat-obatan, dan Riwayat Konsumsi Alkohol). Variabel Dependen yaitu Sirosis pada penderita Hepatitis B.

3.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel yaitu variabel bebas (umur, jenis kelamin, riwayat konsumsi obat-obatan, dan riwayat konsumsi alkohol ) dengan variabel terikat yaitu: Sirosis pada penderita Hepatitis B, menggunakan uji Chi Square. Uji Chi Square dapat digunakan untuk mengetahui apakah diantara variabel penelitian memiliki pengaruh/hubungan atau tidak memiliki pengaruh/hubungan (Uji Independensi) dengan tingkat kemaknaan p<0,05.

Rumus :

X

= Nilai Chi Square (Pearson Chi Square)

o

f = Frekuensi observasi

e

(10)

Kriteria penarikan kesimpulan :

1) Ho diterima/Ha diolak : Jika nilai Pearson Chi Square lebih kecil dari nilai Chi Square tabel pada taraf signifikansi 0,05.

2) Ho ditolak/Ha diterima : Jika nilai Pearson Chi Square lebih besar dari nilai Chi Square tabel pada taraf signifikansi 0,05.

Analisa data hasil studi kasus kontrol menghasilkan nilai Ratio Odds (RO). Ratio Odds (RO) pada kasus kontrol dihitung dengan rumus:

RO = bc ad

Keterangan :

RO = Ratio Odss

a = Kasus yang mengalami Faktor Resiko (+) b = Kontrol yang mengalami Faktor Resiko (+) c = Kasus yang tidak mengalami Faktor Resiko (-) d = Kontrol yang tidak mengalami faktor resiko (-)

Tabel 3.3. Tabel 2x2 Menunjukkan Hasil Pengamatan Studi Kasus Kontrol

Kasus Kontrol

Faktor resiko Resiko + a b

Resiko - c d

Interprestasi dengan tingkat kepercayaan (confidence interval) yaitu : 1) RO > 1 berarti faktor yang diteliti merupakan Faktor resiko

(11)

53

3) RO <1 berarti faktor yang diteliti merupakan Faktor Protektif 3.8.3 Analisis Multivariat

Analis multivariat digunakan untuk mengetahui Variabel Independen mana yang paling mempengaruhi Variabel Dependen. Regresi Logistik dapat digunakan untuk menganalisa set data dengan lebih dari satu Variabel bebas/Independen berskala Nominal/Ordinal terhadap satu Variabel terikat/Dependen berskala nominal Dikotom.

Persamaan Regresi Logistik mempunyai bentuk sebagai berikut :

)

X1 = Variabel Independen/bebas 1

X2 = Variabel Independen/bebas 2

X3 = Variabel Independen/bebas 3

(12)

Untuk melihat seberapa besar Faktor Resiko (Riwayat Konsumsi Obat) bisa dicegah, dapat dilihat pada persamaan berikut:

Rumus untuk menghitung PAR=

Keterangan:

(13)

55 BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP HAM) merupakan sebuah rumah sakit pendidikan kelas A, yang beralamat di Jl. Bunga Lau No.17 Medan Tuntungan Km.12. Didirikan pada tanggal 21 Juli 1993. RSUP H. Adam Malik dikelola oleh pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara, dengan Motto: Mengutamakan Keselamatan Pasien dengan Pelayanan PATEN :Pelayanan Cepat, Akurat, Terjangkau, Efisien, Nyaman.

Di RSUP H. Adam Malik ini tersedia pelayanan untuk Penyakit Dalam (Hepatitis B dan Sirosis), yang di tangani oleh dokter-dokter Spesialis Penyakit Dalam yang telah ahli di bidangnya. Selain itu didukung oleh Fasilitas berupa sarana dan prasarana yang lengkap untuk perawatan dan deteksi dini penderita Hepatitis B dengan Sirosis atau tanpa Sirosis.

(14)

4.2. Analisis Univariat

4.2.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dapat dilihat dengan menggunakan kuesioner melalui wawancara yang meliputi Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan Pekerjaan. Responden dalam penelitian ini berjumlah 124 orang terdiri dari 62 kasus (Penderita Hepatitis B dengan Sirosis) dan 62 kontrol (Penderita Hepatitis B tanpa Sirosis). Jumlah persentase responden berdasarkan karakterisktik dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Suku, Pendidikan dan Pekerjaan pada Penderita Sirosis di

RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016

Karakteristik Kasus Kontrol

(15)

57

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas menjelaskan bahwa kelompok Umur responden pada kelompok kasus mayoritas berumur > 49 tahun sebanyak 45 orang (72,6%) dan pada kelompok kontrol mayoritas berumur ≤ 49 tahun yaitu sebanyak 36 orang (41,9%). Bila dilihat Jenis Kelamin responden pada kelompok kasus mayoritas adalah Laki-laki yaitu sebanyak 53 orang (85,5%) dan pada kelompok kontrol juga mayoritas Laki-laki yaitu sebanyak 43 orang (69,4%). Bila di tinjau dari Suku responden pada kelompok kasus dan kontrol mayoritas bersuku Batak Karo, pada kelompok kasus yaitu sebanyak 29 orang (46,8%), sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 27 orang (43,5%). Untuk Pendidikan responden pada kelompok kasus dan kontrol mayoritas berpendidikan SMA, pada kelompok kasus yaitu sebanyak 23 orang (37,1%), sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 26 (41,9%). Dan untuk Pekerjaan responden pada kelompok kasus dan kontrol mayoritas bekerja sebagai Wiraswasta pada kelompok kasus sebanyak 28 orang (45,2%), sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 26 orang (41,9%).

4.2.2. Faktor Resiko yang Memengaruhi Terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Faktor Resiko yang Memengaruhi terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B Berdasarkan Umur di RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2016

Umur Kasus Kontrol

n % n %

>49 Tahun 45 72,6 26 41,9

≤ 49Tahun 17 27,4 36 58,1

(16)

Berdasarkan Tabel 4.2 diatas diketahui bahwa umur responden pada kelompok kasus mayoritas berumur > 49 tahun yaitu sebanyak 45 orang (72,6%) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas responden berumur ≤ 49 tahun sebanyak 36 orang

(58,1%).

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Faktor Resiko yang Memengaruhi terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B Berdasarkan Jenis Kelamin di

RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016

Jenis kelamin Kasus Kontrol

n % n % kelompok kontrol sebanyak 43 orang (69,4%)

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Faktor Resiko yang Memengaruhi terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B Berdasarkan Riwayat Konsumsi

Obat di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016 Riwayat konsumsi

(17)

59

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Faktor Resiko yang Memengaruhi terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B Berdasarkan Riwayat Konsumsi

Alkohol di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016

Riwayat konsumsi alkohol Kasus Kontrol

n % n %

Ya 9 14,5 7 11,3

Tidak 53 85,5 55 88,7

Jumlah 62 100 62 100

Berdasarkan Tabel 4.5 diatas diketahui bahwa responden pada kelompok kasus dan kontrol mayoritas tidak memiliki Riwayat Konsumsi Alkohol, pada kelompok kasus sebanyak 53 orang (85,5%), dan pada kelompok kontrol sebanyak 55 orang (88,7%).

4.3. Analisis Bivariat

4.3.1 Pengaruh Umur terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B Tabulasi silang antara umur dengan faktor resiko yang memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 4.6 Pengaruh Umur terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016

(18)

Berdasarkan Tabel 4.6 tabulasi silang antara Umur dengan terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B, dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p< 0,05 artinya ada pengaruh Umur terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H.Adam Malik Medan. Nilai OR = 3,665, menunjukkan yang menderita Sirosis 3,6 kali kecendrungannya terjadi pada umur > 49 tahun dibandingkan yang tidak menderita Sirosis.

4.3.2 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B

Tabulasi silang antara Jenis Kelamin dengan faktor resiko yang memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 4.7 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016

Jenis Kelamin

Sirosis

P

OR (95% CI)

Ya Tidak

n % n %

Laki-laki 53 42,7 43 34,7 0,03 2,602

Perempuan 9 7,3 19 15,3 (1,069-6,332)

Jumlah 62 50 62 50

(19)

61

yang menderita Sirosis 2,6 kali kecendrungannya berjenis kelamin Laki-laki dibandingkan yang tidak menderita Sirosis.

4.3.3 Pengaruh Riwayat Konsumsi Obat terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B

Tabulasi silang antara Riwayat Konsumsi Obat dengan faktor resiko yang memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 4.8 Pengaruh Riwayat Konsumsi Obat terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016

Riwayat

Berdasarkan Tabel 4.8 tabulasi silang antara Riwayat Konsumsi Obat dengan terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B, dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p< 0,05 artinya ada pengaruh Riwayat Konsumsi Obat terhadap terjadinya Sirosis

(20)

4.3.4 Pengaruh Riwayat Konsumsi Alkohol terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B

Tabulasi silang antara Riwayat Konsumsi Alkohol dengan faktor resiko yang memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 4.9 Pengaruh Riwayat Konsumsi Alkohol terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016

Riwayat

Berdasarkan Tabel 4.9 Tabel silang antara Riwayat Konsumsi Alkohol dengan terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B, dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p> 0,05 artinya tidak ada pengaruh konsumsi alkohol terhadap terjadinya Sirosis pada

penderita Hepatitis B di RSUP H.Adam Malik Medan. Nilai OR =1,334 menunjukkan yang menderita Sirosis 1,3 kali kecendrungannya memiliki riwayat konsumsi alkohol dibandingkan yang tidak menderita Sirosis.

4.4. Analisis Multivariat

4.4.1 Pemilihan Variabel Multivariat

(21)

63

H. Adam Malik Medan. Dalam penelitian ini terdapat empat Variabel Independen yaitu Umur, Jenis Kelamin, Riwayat Konsumsi Obat, dan Riwayat Konsumsi Alkohol. Untuk menjadikan variabel Multivariate terlebih dahulu dilakukan analisis Bivariat.Variabel yang menjadi kandidat Multivariat adalah Variabel Independen dengan nilai p<0,25 dalam analisis Bivariat. Setelah dilakukan analisis Bivariat, secara bersama-sama dilakukan analisis Multivariat, kemudian Variabel memiliki nilai p>0,05 akan dikeluarkan secara berurutan dimulai dari nilai pvalue terbesar.

Tabel 4.10 menunjukkan Variabel-variabel yang memiliki nilai p<0,25 yaitu: Umur, Jenis Kelamin, dan Riwayat Konsumsi Obat.

Variabel P

Umur 0,001*

Jenis Kelamin 0,03*

Riwayat Konsumsi Obat 0,044*

Riwayat Konsumsi Alkohol 0,592

*:Variabel sebagai kandidat multivariat

4.4.2 Penentuan Variabel Dominan

(22)

Tabel 4.11 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Berganda antara Umur, Jenis Kelamin, dan Riwayat Konsumsi Obat

Variabel B p EXP(B) 95% C.I

Lower Upper

Umur 1.378 .001 3.968 1.789 8.801

Jenis Kelamin 1.024 .038 2.785 1.058 7.328 Riwayat Konsumsi

Obat

1.547 .004 4.699 1.619 13.642

Constant -2.906 .000 .055

Tabel 4.11 diatas adalah merupakan hasil akhir analisis multivariat Regresi Logistik Berganda yang menunjukkan variabel Umur (p=0,001), Jenis Kelamin (p=0,038), dan Riwayat Konsumsi Obat (p=0,004). Dengan demikian ketiga variabel mempunyai pengaruh terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B.

Hasil analisis uji regresi logistik juga menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan adalah Riwayat Konsumsi Obat (p=0,004) dengan nilai odds Ratio (OR) 4,699. Hal ini menunjukkan variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

(23)

65

Variabel kedua yang dominan memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan adalah Umur dengan nilai OR 3,968 dengan 95% CI (1,789-8,801) artinya Umur > 49 tahun mempunyai peluang 3,968 (4 kali) lebih besar untuk menderita Sirosis pada penderita Hepatitis B, dan variabel ketiga yang memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan adalah Jenis Kelamin dengan nilai OR 2,785 dengan 95% CI (1,058-7,328) artinya Jenis Kelamin Laki-laki mempunyai peluang 2,785 (3 kali) lebih besar untuk menderita Sirosis pada penderita Hepatitis B.

(24)

Untuk melihat seberapa besar faktor resiko (riwayat konsumsi obat) bisa dicegah, dapat dilihat pada persamaan berikut:

PAR=

PAR= 0,6 PAR= 60%

(25)

67 BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Umur terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B Hasil penelitian Umur responden pada penderita Hepatitis B dengan Sirosis

mayoritas berumur tahun >49 tahun yaitu sebanyak 45 orang (72,6%), dan Umur responden pada penderita Hepatitis B tanpa Sirosis mayoritas berumur tahun ≤ 49

tahun yaitu sebanyak 36 orang (58,1%) dan rentang waktu seseorang mulai terdiagnosa positif menderita Hepatitis B hingga terjadinya Sirosis sangat bervariasi yaitu: antara 5 sampai 30 tahun. Pada hasil penelitian ini penderita Sirosis hati dengan Hepatitis B sebagian besar didiagnosa pada dekade keempat.

Berdasarkan hasil uji statistic secara Multivariat dengan uji Regresi Logistik berganda diperoleh hasil bahwa umur responden berpengaruh terhadap terjadinya sirosis pada penderita hepatitis B dengan nilai p<0,05, nilai Exp (B) pada 95 % CI sebesar 3,968 artinya responden yang menderita Sirosis 3,9 kali berumur >49 tahun dibandingkan yang tidak menderita Sirosis.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Stanislaus (2007) yang mengatakan bahwa umur memililiki pengaruh terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B, pada uji chi square diperoleh nilai (p< 0,05, OR=3,667).

(26)

penderita Sirosis dengan Hepatitis B adalah kelompok umur 50-59 tahun yang berjumlah 16 pasien (31,4%). Selanjutnya Stiphany, dkk (2012) mengatakan bahwa proporsi tertinggi penderita Sirosis hati dengan Hepatitis B berdasarkan umur yaitu pada kelompok umur 49-55 tahun sebesar (28,2%), dan penelitian Arda (2012) juga menemukan mayoritas pasien Sirosis ada pada kelompok umur 49-55 tahun (30,2%). Para Peneliti Hati (PPHI 2013) memperkirakan 15-20% pasien dengan Hepatitis B kronik akan mengalami Sirosis setelah 20-30 tahun.

Sutadi (2003) mengatakan, dinegara maju Sirosis hati dengan Hepatitis B merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45–46 tahun, bila kita perhatikan di Indonesia rata-rata penderita sirosis berada pada kelompok umur 30-59 tahun, dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun. Karena penyakit Sirosis merupakan penyakit yang menyerang di usia produktif kehidupan, sehingga keadaan ini akan memberikan dampak berupa menurunnya kualitas hidup penderita yang terkena (Nurdjanah (2009)).

(27)

69

Penyakit ini merupakan penyakit hati kronik yang timbul seiring dengan bertambahnya umur. Sirosis hati banyak di jumpai pada usia yang lebih tua, karena sirosis hati merupakan penyakit hati kronik yang akan muncul seiring bertambahnya usia. Gejala dan tanda penyakit ini baru akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah penderita terpapar faktor risiko dalam waktu yang lama ataupun pernah mengalami penyakit hati yaitu Hepatitis B. Penderita yang sudah terkena sirosis hati berat jika tanpa perawatan sekitar 15% pasien Sirosis hati akan meninggal dalam lima tahun (Hadi, 2002)

Faktor penyebaran virus di Indonesia berkembang sangat cepat yang salah satunya dipengaruhi oleh ketidaktahuan masyarakat ada tidaknya virus hepatitis yang diidap dirinya. Padahal, 25% di antara pengidap yang tidak tahu ini berpotensi menderita sirosis setelah rentang waktu 15-20 tahun virus bersarang di tubuh mereka (Budihusodo, 2009)

(28)

5.2. Pengaruh Jenis Kelamin terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B

Berdasarkan hasil penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan Jenis Kelamin responden penderita Hepatitis B dengan Sirosis mayoritas adalah Laki-laki, sebanyak 53 orang (85,5%) dan pada responden penderita Hepatitis B tanpa Sirosis juga di peroleh hasil mayoritas laki-laki yaitu sebanyak 43 orang (69,4%). Secara statistic dengan uji chi-square diperoleh nilai p< 0,05 artinya ada pengaruh Jenis Kelamin terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B.

Berdasarkan hasil uji statistik secara multivariat dengan uji regresi logistik berganda diperoleh hasil bahwa Jenis Kelamin responden yang menderita Hepatitis B berpengaruh terhadap terjadinya Sirosis dengan nilai p< 0,05, nilai Exp (B) pada interval kepercayaan CI 95 % sebesar 2,863 artinya responden yang menderita Sirosis 2,8 kali kecendrungannya terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan.

Hasil penelitian sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya hanya pada rasio perbandingan antara penderita laki-laki dan perempuan saja yang berbeda, dimana hasil penelitian peneliti bila di bandingkan antara laki-laki dan perempuan, maka rasio perbandingannya adalah 3,2:1.

(29)

71

Penelitian Stiphany, dkk (2012), proporsi tertinggi pasien Sirosis hati dengan Hepatitis B, pada Jenis Kelamin adalah Laki-laki sebesar 62,7% sedangkan Proporsi yang terendah adalah Perempuan sebesar 37,3%. Sejalan juga dengan penelitian Karina (2007) yang menemukan bahwa pasien Sirosis hati dengan Hepatitis B lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 2:1,6 .

Penelitian Sibuea (2014) yaitu penderita sirosis hati terbanyak adalah laki-laki (67,6%) dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2,1:1. Penelitian Yunellia (2015) juga menunjukkan bahwa dari 87 penderita sirosis hati didapatkan 61 penderita (70,11%) berjenis kelamin laki-laki dan 26 (29,89%) penderita berjenis kelamin perempuan. Bila dihitung perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2,4:1.

Banyak faktor yang memengaruhi hasil penelitian bahwa Laki-Laki lebih rentan menderita gangguan fungsi hati (Sirosis) dibandingkan wanita diantaranya mengenai waktu istirahat (tidur malam). Berdasarkan wawancara terhadap 20 orang pasien pria, 16 dari pasien mengaku memulai waktu tidur lebih malam yaitu diatas jam 12 malam, dan 7 dari mereka merupakan supir yang bekerja pada waktu malam hari.

(30)

Faktor lain yang memengaruhi banyaknya laki-laki menderita Sirosis hati berdasarkan hasil penelitian, akibat terpapar pestisida secara berulang-ulang dalam waktu yang lama sehingga mengakibatkan keracunan pestisida.

Sejalan dengan hasil penelitian Eka Lestari Mahyuni tahun 2014, bahwa petani yang menggunakan pestisida di daerah Karo mengalami gangguan kesehatan berupa, mual, pusing, dan iritasi yang merupakan gejala dari keracunan pestisida, dengan kata lain ada hubungan yang signifikan antara penggunaan pestisida dengan gangguan kesehatan berupa keracunan (mual, pusing, dan iritasi) dengan nilai p= 0,021 pada uji chi square.

Penelitian Arum Siwiendayanti tahun 2011, dari 86 sampel yang diteliti yang erat melakukan kontak dengan pestisida yang disemprotkan pada tanaman bawang, 20 orang ( 25%) diantaranya mengalami gangguan fungsi hati.

Penggunaan pestisida perlu diperhatikan secara serius mengingat bahaya dari pestisida yang dapat menyebabkan keracunan, penyakit, kanker bahkan kematian akibat keracunan ataupun terpapar pestisida. Efek sistemik muncul bila pestisida masuk ke dalam tubuh manusia yang mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida ke seluruh bagian dari tubuh dan memengaruhi organ tubuh misalnya hati.

(31)

73

biotransformasi dan detoksifikasi. Tidak optimalnya biotransformasi dan detoksifikasi mengakibatkan makin besarnya efek buruk yang diakibatkan oleh bahan toksik seperti pestisida (Budiawan, 2000).

5.3. Pengaruh Riwayat Konsumsi Obat terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B

Berdasarkan hasil penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan responden penderita hepatitis B dengan sirosis mayoritas memiliki Riwayat Konsumsi Obat sebanyak 54 orang (87,1%) dan pada responden penderita hepatitis tanpa Sirosis mayoritas juga memiliki riwayat konsumsi obat yaitu sebanyak 45 orang (72,6%). Secara statistic dengan uji chi-square diperoleh diperoleh nilai p<0,05, artinya ada pengaruh Riwayat Konsumsi Obat terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B.

Berdasarkan hasil uji statistik secara multivariat dengan uji regresi logistik berganda diperoleh hasil bahwa riwayat konsumsi obat responden yang menderita Hepatitis B berpengaruh terhadap terjadinya sirosis dengan nilai p< 0,05, nilai Exp (B) pada 95 % CI sebesar 4,699 artinya responden yang menderita Sirosis 4,6 kali kecendrungannya terjadi pada responden yang memiliki riwayat konsumsi obat dibandingkan yang tidak menderita Sirosis.

(32)

hati perlu dilakukan khusus seperti penentuan regimen dosis, perpanjangan frekuensi penggunaan obat, penambahan zat lain yang dapat mengurangi efek toksik dan perlu dilakukan pengawasan parameter fungsi hati.

Riwayat Konsumsi Obat terdahulu terutama obat-obatan hepatotoksik (obat tanpa anjuran dokter) pada penderita Hepatitis B, memiliki hubungan yang erat dengan kejadian sirosis. Walaupun diberi dalam takaran/dosis biasa, hati yang sakit (terinfeksi Hepatitis B) tidak dapat mengatasi zat-zat dari obat- obatan yang masuk sekalipun dalam jumlah normal (Sievert, 2010).

Pegunaan obat penginduksi kerusakan hati seharusnya tidak diberikan pada pasien yang mengalami gangguan fungsi hati karena penyakit hati yang dialami atau adanya virus sistemik dapat meningkatkan kerentanan terjadinya kerusakan hati oleh obat (Tajiri and Shimizu, 2008).

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Riwayat Konsumsi Obat terdahulu memiliki pengaruh terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B, dimana sebagian besar pasien dengan Hepatitis B sebelum melakukan pengobatan di RSUP H.Adam Malik, mereka hanya mengandalkan obat-obatan yang dapat mengurangi rasa sakit pada daerah perut, mengurangi rasa mual, dan menurunkan demam. Disamping itu perawatan pada pasien tidak total dan tanpa pemberian obat yang spesifik menghambat berkembangnya virus Hepatitis B (tidak atas anjuran dokter).

(33)

75

sebanyak 49 orang, jamu yang dibuat sendiri sebanyak dan jamu siap pakai, sedangkan antibiotik tidak ada dikonsumsi responden. Ranitidin dan paracetamol dikonsumsi dengan frekuensi 1-3 kali dalam sehari, berapa kali responden mengkonsumsinya tergantung kapan ia merasakan adanya rasa sakit di daerah perut dan kapan ia merasa ada demam, dengan lama penggunaan tidak teratur mulai dari 3 sampai 5 hari setiap ia merasakan ada mual, nyeri pada bagian perut dan pada saat panas tubuhnya meningkat.

Ranitidine yang dikonsumsi responden adalah Ranitidine kemasan 150 mg dengan dosis 3x1 hari, sedangkan Paracetamol yang mereka konsumsi adalah Paracetamol 500 mg dengan dosis 3x1 hari. Ranitidin merupakan salah satu obat yang cukup dikenal dikalangan masyarakat umum, yang disebabkan pemanfaatan obat ini yang cukup tinggi. Ranitidin merupakan golongan histamine reseptor (H2) antagonis (RAS) yang tergolong inducer idiosyncratic hepatotoksik. Secara umum ranitidin dapat meningkatkan nilai SGPT. Efek ranitidine terhadap hati akan memperluas kerusakan hati dan telah terjadi kematian dibeberapa individu (Deng , dkk, 2009).

Pada pemberian oral Ranitidine mengalami metabolise lintas pertama di hati, sehingga apabila sesorang mengalami masalah di hati dapat diperparah dengan adanya asupan obat ini (Deng , dkk, 2009).

(34)

apabila digunakan secara berlebihan maka parasetamol dapat menyebabkan gagal hati fulminal, gagal hati akut dan transplatasi hati pada pasien Sirosis (Larson, 2005).

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Nur Rahmah (2015), mengatakan bahwa dari 100 pasien sirosis hati yang dirawat RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar terdapat 26 orang atau 26% memiliki Riwayat Konsumsi Obat sebelumnya dan obat yang paling banyak di gunakan adalah Ranitidine dan Paracetamol. Penelitian Eka Nurul (2013) mengatakan bahwa obat yang berpotensi hepatotoksik yang paling banyak digunakan pada pasien gangguan fungsi hati adalah Ranitidine sebesar 82,86%.

Untuk Riwayat Konsumsi Obat berupa jamu-jamuan. Dalam hal ini 118 orang mengatakan jamu yang mereka konsumsi adalah jamu yang dibuat sendiri berupa jamu kunyit dan temu lawak, dan hanya 6 orang mengkonsumsi jamu siap pakai. Responden mengkonsumsi jamu 1 kali setiap hari dengan jumlah 1 gelas (200 cc), responden mengkonsumsi jamu ini mulai ia di diagnosa dokter menderita Hepatitis B sampai peneliti mengadakan penelitian/dengan lama mengkonsumsi dari 1 sampai 5 tahun.

(35)

77

Sedangkan untuk jamu siap pakai yang dikonsumi responden merupakan salah satu faktor resiko terjadinya Sirosis, karena cemaran mikroba pada obat tradisional (jamu) misalnya golongan jamur penghasil toksin seperti Aspergillus flavus (penghasil zat Aflatoksin) dapat memicu terjadinya Sirosis bahkan kanker hati (Hepatoma).

Obat berupa jamu secara umum tidak dapat memberikan efek penyembuhan, oleh

karena itu untuk penyakit-penyakit yang membutuhkan penanganan secara cepat segera

hubungi dokter atau ahli medis (BPOM, 2008).

5.4. Pengaruh Riwayat Konsumsi Alkohol terhadap terjadinya Sirosis Pada Penderita Hepatitis B

Berdasarkan hasil penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh bahwa responden yang menderita Hepatitis B dengan Sirosis mayoritas tidak memiliki Riwayat Konsumsi Alkohol yaitu sebanyak 53 orang (85,5%), dan pada penderita Hepatitis tanpa Sirosis mayoritas juga tidak memiliki Riwayat Konsumsi Alkohol yaitu sebanyak 55 orang (88,7%), Hasil uji chi-square diperoleh nilai p> 0,05, artinya tidak ada pengaruh Riwayat Konsumsi Alkohol terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B.

Berdasarkan hasil uji statistic secara multivariate dengan uji Regresi Logistik Berganda diperoleh hasil bahwa Riwayat Konsumsi Alkohol responden yang tidak berpengaruh terhadap terjadinya Sirosis dengan nilai p=0,592.

(36)

Alkohol. Konsumsi Alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis melukai sel-sel hati. Tiga puluh persen dari individu-individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8 sampai 16 ounces minuman keras (hard liquor) atau atau yang sama dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan Sirosis (Nurdjanah, 2009)

Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu: dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (Steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (Steatohepatitis atau Alcoholic hepatitis), yang hasil akhirnya adalah Sirosis. Kenyataannya, Alkohol dan organ hati tidak serasi sama sekali. Dampak alkohol terlalu negatif pada organ hati karena sangat berpeluang

untuk menyebabkan kondisi hati yang parah seperti Sirosis dan kanker hati. Untuk

beberapa orang, bahkan minum segelas Wine atau Bir saja dalam sehari dapat

menyebabkan beragam penyakit untuk hati (Sutadi, 2003).

Alkohol adalah bahan utama dalam pembuatan minuman keras, dengan kadarnya masing-masing seperti: Wishky, Bir, Anggur, dan Tuak. Alkohol merupakan suatu cairan bening, yang mudah menguap, mudah bergerak, bersifat memabukan, memiliki bau khas, rasa panas, mudah terbakar yang memberikan nyala api berwarna biru dan tidak berasap.

Walaupun alkohol merupakan salah satu penyebab terjadinya Sirosis hati, tetapi

hasil Penelitian menunjukkan bahwa variabel Riwayat Konsumsi Alkohol tidak

(37)

79

Hepatitis B berdasarkan diagnosa Dokter Penyakit Dalam, mereka telah berhenti

secara total mengkonsumsi Alkohol apapun jenisnya, hanya sebagian kecil yang

masih pernah mengkonsumsi alkohol jenis Tuak yaitu: sebanyak 16 orang dari 124

responden dengan jumlah 30-100 cc yang mereka konsumsi hanya 1-2 hari,

sedangkan 108 orang tidak pernah mengkonsumsi Tuak lagi setelah didiagnosa

menderita Hepatitis B.

Tuak merupakan minuman beralkohol nusantara yang merupakan hasil fermentasi dari nira, beras, atau bahan minuman/buah yang mengandung gula,

sedangkan minuman beralkohol berupa bir, anggur, dan wiski tidak ada mereka

konsumsi sama sekali.

Sejalan dengan penelitian Stanislius (2007) yang mengatakan bahwa Riwayat

Konsumsi Alkohol setelah menderita Hepatitis B tidak memiliki hubungan dengan

terjadinya Sirosis/bukan merupakan faktor resiko terjadinya Sirosis diruang penyakit

dalam RSUD kota Semarang, karena dalam penelitian ini seluruh sampel yaitu 100

sampel yang diteliti tidak ada yang memiliki Riwayat Konsumsi Alkohol terdahulu.

uji chi-square dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa (p>0,05).

Dari hasil penelitian juga diperoleh, bahwa seseorang yang tidak memiliki Riwayat Konsumsi Alkohol bukan berarti tidak bisa terkena Sirosis pada penderita

Hepatitis B, karena kejadian Sirosis dengan Hepatitis B, lebih dominan berhubungan

dengan Umur, Jenis Kelamin dan Riwayat Konsumsi Obat. Selain itu dari hasil

penelitian, yang memperburuk kondisi hati penderita Hepatitis B, diantaranya

(38)

penderita DM yang tidak mengontrol dan menjaga kadar gula dalam darah,

mengakibatkan organ hati harus bekerja lebih keras sehingga sering terjadi kerusakan

yang dapa terjadi secara permanen (Sirosis).

Menurut Eko (2016) penderita Hepatitis B tanpa Konsumsi Alkohol, tidak menutup kemungkinan terkena Sirosis karena supresi jangka panjang dari replikasi virus memungkinkan terjadinya suatu potensi regeneratif hati yang mengakibatkan perubahan derajat fibrosis hati ke arah yang lebih berat (Sirosis).

(39)

81 BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitaian pada bab terdahulu diperoleh kesimpulan, sebagai berikut:

1. Hasil Analisis Univariat, Umur responden penderita Hepatitis B dengan Sirosis mayoritas >49 tahun, Jenis Kelamin responden mayoritas Laki-laki, Riwayat Konsumsi Obat mayoritas mengkonsumsi Obat, Riwayat Konsumsi Alkohol mayoritas tidak mengkonsumsi Alkohol.

2. Hasil Analisis Bivariat dengan menggunakan uji Chi square, variabel Umur, Jenis Kelamin, Riwayat Konsumsi Obat, memiliki pengaruh terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B, sedangkan Riwayat Konsumsi Alkohol tidak memiliki pengaruh terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B.

(40)

6.2 Saran

1. Bagi Pihak Rumah sakit Adam Malik

Agar perawatan bagi penderita Hepatitis B yang selama ini telah baik tetap dipertahankan serta diharapkan adanya penyuluhan mengenai penyakit Sirosis hati dan penggunaan Obat-obatan pada penderita Hepatitis B.

2. Bagi Penderita Hepatitis B

Dalam mengkonsumsi obatan, harus sesuai anjuran dokter dan dan Obat-obatan yang dikonsumsi seharusnya atas resep dokter, sehingga obat yang tidak menghambat virus/bahkan yang memperburuk struktur hati dapat dihindarkan/ diminimalkan penggunaanya.

3. Peneliti Lain

Gambar

Gambar 3.1 Desain Penelitian Case Control
Tabel 3.1. Nilai Odds Rasio Beberapa Variabel dari Penelitian Terdahulu
Tabel 3.2 Nama Variabel, Kategori, Jumlah Indikator, Bobot Nilai,
Tabel 3.3.  Tabel 2x2 Menunjukkan Hasil Pengamatan Studi Kasus Kontrol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Materi dalam buku ini tersusun secara sistematis dan dilengkapi dengan ilustrasi serta latihan soal sehingga memudahkan para peserta didik untuk memahami materi yang disampaikan

Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan keterampilan guru dalam mengimplementasikan model pembelajaran Make A Match pada pembelajaran PKn kelas IV SD 3

Surat Keputusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 di atas ditembus- kan kepada Pimpinan Cabang, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Pusat IPM serta Kepala Sekolah dan atau Pimpinan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat peneliti tarik simpulan bahwa penerapan model pembelajaran STAD berbantuan media komik dapat meningkatkan

Sikap ini pada saat yang sama dibarengi dengan panafian kebenaran sistem lain yang akan diganti dalam gerakan sosial, keyakinan tentang kebenaran program atau filosofi

[r]

KEY WORDS: Biometrics, Iris Structure, Computer Vision, Image Analysis, Optical Flow, Horn-Schunck Method, Lucas-Kanade Method, Accuracy

TREND COMPETITIONS MA PLUS AL-AQSHA TAHUN 2017 ANTAR SMP/MTs SE-KECAMATAN CIKALONG DAN SEKITARNYA SMP N 3 CIKALONG MTs