• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fungsi kognitif (IQ)Anak Epilepsi Idiopatik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fungsi kognitif (IQ)Anak Epilepsi Idiopatik"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FUNGSI KOGNITIF (INTELLIGENT QUOTIENT) ANAK EPILEPSI IDIOPATIK

RIKA HARYANTI 107103013 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FUNGSI KOGNITIF (INTELLIGENT QUOTIENT) ANAK EPILEPSI IDIOPATIK

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang

Ilmu Kesehatan Anak / M.Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

RIKA HARYANTI 107103013 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fungsi kognitif (IQ) Anak Epilepsi Idiopatik

Nama Mahasiswa : Rika Haryanti Nomor Induk Mahasiswa : 107103013

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Yazid Dimyati, M.Ked(Ped),SpA(K) Ketua

Dr. Pertin Sianturi, M.Ked(Ped), SpA(K) Anggota

Program Magister Kedokteran Klinik

Sekretaris Program Studi Dekan

Dr.Murniati Manik, MSc,SpKK, SpGK Prof. Dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH NIP: 19530719 198003 2 001 NIP: 19540220 198011 1 001

Tanggal lulus : 3 Maret 2015

(4)

Tanggal: 3 Maret 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : dr. Yazid Dimyati, M.Ked (Ped),Sp.A(K) ………….

Anggota : dr. Pertin Sianturi, M.Ked (Ped),Sp.A(K) ………….

dr. Rita Evalina, M.Ked(Ped),Sp.A(K) ………….

dr. Supriatmo, M.Ked(Ped),Sp.A(K) ………….

Elvi Andriani Yusuf, M.Si, Psikolog ………….

(5)

PERNYATAAN

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FUNGSI KOGNITIF (INTELLIGENT QUOTIENT)

ANAK EPILEPSI IDIOPATIK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Februari 2015

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan

hidayah-Nya sehingga memberikan kesempatan kepada penulis dapat menyelesaikan

penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir

pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di

masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Dr.Yazid Dimyati, M.Ked(Ped),Sp.A(K) dan Pembimbing II

Dr. Pertin Sianturi, M.Ked(Ped),Sp.A(K), yang telah memberikan bimbingan,

koreksi, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dan dukungan moril

kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Dr. Johannes H Saing, M.Ked (Ped),Sp.A(K) selaku Pengajar dari divisi

Neurologi yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran saran yang

(7)

3. dr. Hj. Melda Deliana, M.Ked (Ped),Sp.A(K) selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK USU, dan dr. Beby Syofiani Hasibuan,

M.Ked(Ped), Sp.A, sebagai Sekretaris Program Studi yang telah banyak

membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H,

M.Sc(CTM), Sp.A(K), serta Rektor Universitas Sumatera Utara sebelumnya

Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis,DTM&H, Sp.A(K) dan Dekan FK-USU Prof. Dr.

Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH, FInaSIM yang telah memberikan kesempatan

untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK-USU.

5. Prof. Dr. H. Munar Lubis, Sp.A (K) selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan

Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode Juli 2007

sampai sekarang yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan

penyelesaian tesis ini.

6. Dr. Rita Evalina, M.Ked(Ped),Sp.A(K), Dr. Supriatmo, M.Ked(Ped) Sp.A(K), dan

Elvi Andriani Yusuf, M.Si, Psikolog yang telah menguji, memberikan koreksi,

saran dan perbaikan pada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H.

Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam

pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

8. Seluruh teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU terutama PPDS

periode Juli 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah

(8)

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Kepada orang tua yang sangat saya cintai dan hormati, H. Bakri Bahar,SH dan

Hj Retty Anggraini. Terima kasih atas doa, pengertian dan dukungan, bantuan

moral, materiil yang diberikan dan memberi dorongan selama menjalani

pendidikan. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah

SWT.

Teristimewa untuk suami tercinta, dr. Khairil Ichram Putra dan putra saya Khairul

Juhdi Assabili, terimakasih atas doa, pengertian, dukungan dan pengorbanan

yang telah diberikan selama saya menempuh pendidikan. Kepada para kerabat

dan saudara yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas doanya

selama ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah

SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat

bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, Februari 2015

(9)

DAFTAR ISI

3.4. Perkiraan Besar Sampel 21

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 21

3.5.1. Kriteria Inklusi 21

(10)

3.6. Persetujuan / Informed Consent 22

3.7. Etika Penelitian 22

3.8. Cara kerja dan alur penelitian

3.8.1. Cara kerja 22

3.8.2. Alur penelitian 24

3.9. Identifikasi variabel 25

3.10. Definisi operasional 25

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data 27

BAB 4. HASIL 28

BAB 5. PEMBAHASAN 32

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 36

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 40

2. Biaya Penelitian 40

3. Jadwal Penelitian 41

4. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua 42 5. Persetujuan Setelah Penjelasan 43 6. Lembar pengesahan Penelitian Oleh Komite Etika

Penelitian Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Penelitian Tabel 4.2 Faktor risiko dan IQ

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian

Gambar 3.1 Alur penelitian

(13)

DAFTAR SINGKATAN

CBZ : Karmabazepin

GTC : generalized tonic – clonic IQ : intelligent Quotient OAE : Obat anti epilepsi PB : fenobarbital PHT : fenitoin

WISC : Wechsler intelligence scale for children

WPPSI : Wechler preschool and primary scale of intelligence, revised K – ABC : The Kaufman assessment battery for children

(14)

DAFTAR LAMBANG

n = besar sampel

P0 = proporsi IQ rendah pada populasi epilepsi idiopatik (P0 = 0.29)

Q0 = proporsi IQ normal pada populasi epilepsi idiopatik

Pa = proporsi IQ rendah pada populasi umum

Qa = proporsi IQ normal pada populasi umum

Zα = deviat baku normal untuk α = 1,96 Tingkat kemaknaan, α = 0.05 

Z = 1.960 → Tingkat kepercayaan 90%

Zß = tingkat kemaknaan = 0.842: Power, β = 0.2  Zβ = 0.842 → Power (kekuatan

penelitian) 80%

(15)

Faktor - faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) pada anak epilepsi

idiopatik

Rika Haryanti, Yazid Dimyati, Pertin Sianturi, Johannes H Saing, Bistok Saing

Bagian Ilmu Kesehatan Anak, fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah

Sakit Haji Adam Malik, Medan, Indonesia

Abstrak

Latar Belakang. Epilepsi merupakan penyebab morbiditas pada anak yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif

Tujuan. Untuk menentukan faktor risiko yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) pada

anak epilepsi idiopatik.

Metode. Sebuah studi sekat lintang bertempat di poli Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU, RS H. Adam Malik Medan pada bulan

Desember 2013 hingga Mei 2014. Dua puluh tujuh subjek memenuhi kriteria inklusi

dilakukan tes IQ. Data dianalisis dengan menggunakan uji Fisher exact

Hasil. Usia rata – rata 10.3 tahun (SD 2,91), jenis kelamin perempuan adalah 16/27.Onset epilepsi pada usia di bawah 5 tahun adalah 14/27, frekuensi kejang kurang

dari satu kali per bulan adalah 16/27. Semua responden memiliki durasi penyakit di

bawah 15 tahun. Pasien yang mendapat obat anti epilepsi tunggal (OAE) selama lebih

dari dua tahun (21/27) dan obat yang paling banyak digunakan adalah asam valproat

(19/27). Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia onset kejang, jenis epilepsi,

Lama mendapat OAE, jenis OAE, dan jumlah OAE dengan IQ (P = 0,209, P = 1.000, P

= 0,215, P = 0.830, P = 0,215, masing-masing).

Kesimpulan. Tidak ditemukan faktor risiko yang signifikan mempengaruhi IQ anak dengan sindroma epilepsi idiopatik.

(16)

Factors affecting cognitive function (IQ) in children with idiopathic epilepsy

Rika Haryanti, Yazid Dimyati, Pertin Sianturi, Johannes H Saing, Bistok Saing

Department of Child Health, University of Sumatera Utara Medical School /

Haji Adam Malik Hospital, Medan, Indonesia

Abstract

Background. Epilepsy is the cause of morbidity in children, which can affect cognitive function

Objective. To determine the risk factors that affect cognitive function (IQ) in children with idiopathic epilepsy.

Methods. A cross sectional study at Neurology Clinic Department of Child Health Medical Faculty USU, H. Adam Malik Hospital Medan on December 2013 to May 2014.

Twenty seven subjects meet the inclusion criteria were conducted IQ tests. Data were

analyzed by using Fisher's exact test.

Results. Mean age was10.3 years (SD 2.91), female gender was 16/27.Onset of epilepsy at age below 5 years was 14/27, seizure frequency less than one times per

month was 16/27. All responders had duration of disease below 15 years. The patients

have been taking single antiepileptic drugs (AED) for more than two years (21/27) and

most drug were used was valproic acid (19/27). There were no significant relationships

between age of onset seizures, type of epileptic seizure, duration of AED treatment,

type of AED, and number of AED with IQ (P=0.209, P=1.000, P=0.215, P=0.830,

P=0.215, respectively).

Conclusion. There were no significant risk factors affecting IQ in children with idiopathic epilepsy syndrome.

(17)

Faktor - faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) pada anak epilepsi

idiopatik

Rika Haryanti, Yazid Dimyati, Pertin Sianturi, Johannes H Saing, Bistok Saing

Bagian Ilmu Kesehatan Anak, fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah

Sakit Haji Adam Malik, Medan, Indonesia

Abstrak

Latar Belakang. Epilepsi merupakan penyebab morbiditas pada anak yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif

Tujuan. Untuk menentukan faktor risiko yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) pada

anak epilepsi idiopatik.

Metode. Sebuah studi sekat lintang bertempat di poli Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU, RS H. Adam Malik Medan pada bulan

Desember 2013 hingga Mei 2014. Dua puluh tujuh subjek memenuhi kriteria inklusi

dilakukan tes IQ. Data dianalisis dengan menggunakan uji Fisher exact

Hasil. Usia rata – rata 10.3 tahun (SD 2,91), jenis kelamin perempuan adalah 16/27.Onset epilepsi pada usia di bawah 5 tahun adalah 14/27, frekuensi kejang kurang

dari satu kali per bulan adalah 16/27. Semua responden memiliki durasi penyakit di

bawah 15 tahun. Pasien yang mendapat obat anti epilepsi tunggal (OAE) selama lebih

dari dua tahun (21/27) dan obat yang paling banyak digunakan adalah asam valproat

(19/27). Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia onset kejang, jenis epilepsi,

Lama mendapat OAE, jenis OAE, dan jumlah OAE dengan IQ (P = 0,209, P = 1.000, P

= 0,215, P = 0.830, P = 0,215, masing-masing).

Kesimpulan. Tidak ditemukan faktor risiko yang signifikan mempengaruhi IQ anak dengan sindroma epilepsi idiopatik.

(18)

Factors affecting cognitive function (IQ) in children with idiopathic epilepsy

Rika Haryanti, Yazid Dimyati, Pertin Sianturi, Johannes H Saing, Bistok Saing

Department of Child Health, University of Sumatera Utara Medical School /

Haji Adam Malik Hospital, Medan, Indonesia

Abstract

Background. Epilepsy is the cause of morbidity in children, which can affect cognitive function

Objective. To determine the risk factors that affect cognitive function (IQ) in children with idiopathic epilepsy.

Methods. A cross sectional study at Neurology Clinic Department of Child Health Medical Faculty USU, H. Adam Malik Hospital Medan on December 2013 to May 2014.

Twenty seven subjects meet the inclusion criteria were conducted IQ tests. Data were

analyzed by using Fisher's exact test.

Results. Mean age was10.3 years (SD 2.91), female gender was 16/27.Onset of epilepsy at age below 5 years was 14/27, seizure frequency less than one times per

month was 16/27. All responders had duration of disease below 15 years. The patients

have been taking single antiepileptic drugs (AED) for more than two years (21/27) and

most drug were used was valproic acid (19/27). There were no significant relationships

between age of onset seizures, type of epileptic seizure, duration of AED treatment,

type of AED, and number of AED with IQ (P=0.209, P=1.000, P=0.215, P=0.830,

P=0.215, respectively).

Conclusion. There were no significant risk factors affecting IQ in children with idiopathic epilepsy syndrome.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Epilepsi merupakan salah satu penyebab morbiditas terbanyak pada anak, yang

menimbulkan berbagai permasalahan antara lain kesulitan belajar, gangguan

tumbuh-kembang dan gangguan fungsi kognitif yang mempengaruhi kualitas hidup.1 Di

Indonesia terdapat 700 000 sampai 1 400 000 kasus epilepsi dengan pertambahan

sebesar 70 000 kasus baru setiap tahun yang diperkirakan 40% sampai 50% terjadi

pada anak.2 Sebagian besar epilepsi bersifat idiopatik, tetapi sering juga disertai

gangguan neurologi seperti retardasi mental, palsi serebral dan sebagainya yang

disebabkan kelainan pada susunan saraf pusat.3

Beberapa studi sebelumnya menyebutkan epilepsi berhubungan dengan fungsi

kognitif.4 Fungsi kognitif adalah semua proses mental yang digunakan oleh organisme

untuk mengatur informasi seperti memperoleh input dari lingkungan berupa persepsi,

memilih dalam hal perhatian, mewakili (pemahaman) dan menyimpan (memori)

informasi dan akhirnya menggunakan pengetahuan ini untuk menuntun perilaku

(penalaran dan koordinasi output motorik).5 Sebuah studi mendapatkan adanya

gangguan pada fungsi intelegensia, fungsi pemahaman bahasa, visuospasial dan

fungsi kognitif pada anak penderita epilepsi.6

Intelegensia menurut Wechsler adalah kemampuan individu untuk bertingkah

laku yang bertujuan, berpikir secara rasional dan berhubungan secara rasional dan

berhubungan secara efektif dengan lingkungan sedangkan Intelligent Quotient (IQ)

(20)

kemampuan seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah,

berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa dan belajar.7

Gangguan kognitif pada epilepsi disebabkan oleh interaksi berbagai faktor yaitu

genetik, kejang berulang, sindroma epilepsi, subclinical epileptiform discharges,

masalah psikososial, pencetus gejala epilepsi dan penggunaan obat anti epilepsi

(OAE).4 OAE yang paling mempengaruhi fungsi kognitif dan memori adalah fenobarbital

(PB) dan fenitoin (PHT).8,9,10

Beberapa studi tentang efek samping OAE terhadap fungsi kognitif dimana PB

adalah OAE yang paling signifikan mempengaruhi IQ. Sebagian besar studi

menyatakan bahwa semakin dini usia awitan kejang berkorelasi dengan semakin buruk

fungsi kognitif dan merupakan prediktor penting terhadap outcome pasien epilepsi.8,9

Sebuah studi menemukan adanya gangguan atau defisit yang signifikan pada

kemampuan pengulangan aksi motorik sederhana, perhatian dan konsentrasi, memori,

serta kemampuan memecahkan masalah yang kompleks pada anak yang kejang tonik

klonik dengan usia awitan kejang lebih dini (sebelum usia lima tahun) dibandingkan

anak dengan usia awitan kejang lebih tua,9 hasil studi serupa mendapatkan adanya

reduksi substansial dari volume jaringan otak yaitu white matter pada usia onset awitan

kejang dini yang secara signifikan berkaitan dengan buruknya status kognitif pasien.11

Dari data tersebut dapat disimpulkan epilepsi dapat menyebabkan gangguan pada

fungsi kognitif anak jangka panjang.

Pengenalan dan pengendalian dini terhadap faktor risiko berupa usia awitan

kejang, tipe kejang, frekuensi kejang, jenis sindroma epilepsi, jenis OAE, lama

(21)

meningkatkan fungsi kognitif mereka di masa depan. Namun hingga saat ini, masih

sedikit di Indonesia penelitian mengenai faktor-faktor risiko pada anak epilepsi idiopatik

yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ).

1.2. Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut :

Apakah faktor usia awitan kejang, tipe kejang, frekuensi kejang, jenis sindroma epilepsi,

jenis OAE, lama mendapat OAE berpengaruh terhadap fungsi kognitif (IQ) anak

penderita epilepsi idiopatik?

1.3. Hipotesis

Ada pengaruh usia awitan kejang, tipe kejang, jenis sindroma epilepsi, frekuensi kejang,

OAE terhadap fungsi kognitif (IQ) anak penderita epilepsi idiopatik

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor - faktor risiko

terhadap fungsi kognitif (IQ) anak epilepsi idiopatik.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh faktor penyakit epilepsi seperti tipe

kejang, jenis sindroma epilepsi, frekuensi kejang, usia awitan kejang kurang dan

lebih dari usia lima tahun sebagai faktor risiko terhadap fungsi kognitif (IQ) pada

(22)

2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh pengobatan seperti jenis OAE dan

lama mendapat OAE yaitu kurang dan lebih dari dua tahun sebagai faktor risiko

terhadap fungsi kognitif (IQ) pada anak epilepsi idiopatik.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang

neurologi anak, khususnya faktor-faktor risiko tersebut yang mempengaruhi

fungsi kognitif (IQ) anak epilepsi idiopatik.

2. Di bidang pelayanan masyarakat : dengan mengetahui berapa besar

faktor-faktor risiko tersebut mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) pada anak epilepsi

idiopatik, peneliti dapat memberikan prediksi prognosis dan sebagai pencegahan

terhadap risiko tersebut di masa mendatang.

3. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan data kepada bidang neurologi anak mengenai faktor-faktor risiko yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) anak

(23)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batasan dan Klasifikasi

2.1.1. Definisi

Epilepsi didefinisikan sebagai serangan paroksismal berulang dua kali atau lebih tanpa

penyebab, akibat lepasnya muatan listrik di neuron otak serangan dapat berupa

gangguan kesadaran, perilaku, emosi, motorik atau sensoris yang sembuh secara

spontan, sebagian besar berhenti sendiri berulang lebih dari 24 jam dan setelah

serangan kondisi kembali normal seperti biasa.12

Kognitif adalah tingkah laku adaptif dari individu yang umumnya didasari oleh

beberapa elemen pemecahan masalah dan diarahkan oleh proses kognitif dan

pengoperasiannya dimana proses perkembangan fungsi kognitif dimulai sejak lahir

namun peranan sel-sel otak dimulai setelah bayi usia lima bulan saat kemampuan

sensorisnya benar-benar nampak.13

2.1.2. Etiologi dan patofisiologi:

Bangkitan kejang atau serangan epilepsi dapat dicetuskan oleh tidak aktifnya sinaps

inhibisi, stimulasi berlebihan pada sinaps eksitasi, atau perubahan pada keseimbangan

neurotransmiter palsu yang memblokade aksi neurotransmiter alamiah.14

Sampai saat ini belum diketahui dengan baik mekanisme yang mencetuskan sel

neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan sehingga mekanisme

terjadinya bangkitan epilepsi belum sepenuhnya diketahui namun dari studi

(24)

a) Gangguan pada membran sel neuron

Potensial membran sel neuron bergantung pada permeabilitas sel tersebut

terhadap ion natrium dan kalium dimana membran neuron bersifat sangat

permeabel terhadap ion kalium dan sebaliknya kurang permeabel terhadap ion

natrium sehingga didapatkan konsentrasi ion kalium yang tinggi dan konsentrasi

ion natrium yang rendah didalam sel pada keadaan normal.4,5 Pontensial

membran ini dapat terganggu dan berubah oleh berbagai hal misalnya

perubahan konsentrasi ion ekstraselular, stimulasi mekanis atau kimiawi,

perubahan pada membran oleh penyakit atau jejas atau pengaruh genetik. Bila

keseimbangan terganggu sifat semipermiabel berubah sehingga terjadi difusi ion

natrium dan kalium melalui membran dan mengakibatkan perubahan kadar ion

dan perubahan potensial yang menyertainya dimana potensial aksi terbentuk di

permukaan sel dan menjadi stimulus yang efektif pada bagian membran sel

lainnya dan menyebar sepanjang akson.4

b) Gangguan pada mekanisme inhibisi prasinaps dan paskasinaps

Sel neuron saling berhubungan sesamanya melalui sinaps. Potensial aksi yang

terjadi di satu neuron dihantar melalui neuroakson yang kemudian

membebaskan zat transmiter pada sinaps yang mengeksitasi atau menginhibisi

membran paskasinaps. Transmiter eksitasi (asetilkolin, glutamic acid)

mengakibatkan depolarisasi sedangkan zat transmiter inhibisi (GABA atau Gama

amino butyric acid, glisin) menyebabkan hiperpolarisasi neuron penerimanya jadi

(25)

Pada keadaan normal didapatkan keseimbangan antara eksitasi dan

inhibisi bila terjadi gangguan terhadap keseimbangan ini dapat mengakibatkan

bangkitan kejang. Kegagalan mekanisme inhibisi menyebabkan lepasnya

muatan listrik yang berlebihan begitu juga bila terjadi gangguan sintesis GABA

mengakibatkan perubahan keseimbangan eksitasi-inhibisi yang menimbulkan

bangkitan epilepsi.4,6 Defisiensi piridoksin metabolik atau nutrisi dapat

mengakibatkan konvulsi pada bayi karena fosfat - piridoksin penting untuk

sintesis GABA.4 Jaringan saraf dapat menjadi hipereksitabel oleh perubahan

homeostasis tubuh yang diakibatkan demam, hipoksia, hipokalsemia,

hipoglikemia, hidrasi berlebih dan keseimbangan asam basa selain itu

penghentian mendadak obat antikonvulsan terutama barbiturat, dosis lebih

bermacam obat dan berbagai toksin dapat meningkatkan hipereksitabilitas.4

c) Sel glia

Sel glia diduga berfungsi untuk mengatur ion kalium ekstraselular di sekitar

neuron dan terminal presinaps dimana pada keadaan cedera fungsi glia dalam

mengatur konsentrasi ion kalium terganggu dan meningkatkan eksitabilitas sel

neuron disekitarnya.4,5 Telah banyak bukti bahwa astroglia berfungsi membuang

ion kalium yang berlebihan sewaktu aktifnya sel neuron dimana pada penelitian

eksperimental didapatkan bila kation dimasukan kedalam sel astrosit melalui

pipet mikro timbul letupan kejang pada sel neuron disekitarnya.4

Para peneliti umumnya sependapat bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi

(26)

berlepas muatan listrik secara berlebihan dan hipersinkron dimana lepasnya

muatan listrik ini dapat menyebar melalui jalur fisiologis anatomis dan melibatkan

daerah sekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya dari otak. Jadi ada tiga

kemungkinan bila sekelompok sel neuron tercetus aktivitas listrik berlebihan yaitu

:

a) Aktifitas ini tidak menjalar kesekitarnya melainkan terlokalisasi pada

kelompok neuron tersebut kemudian berhenti

b) Aktifitas menjalar sampai jarak tertentu namun tidak melibatkan seluruh

otak kemudian menjumpai tahanan dan berhenti

c) Aktifitas menjalar keseluruh otak dan kemudian berhenti

Pada keadaan a dan b didapatkan bangkitan epilepsi fokal (parsial) sedangkan

pada keadaan c didapatkan kejang umum.4

2.1.3. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang berupa EEG dan atau CT scan dan atau MRI.

2.1.4. Klasifikasi

Berdasarkan faktor etiologi maka sindroma epilepsi dibagi menjadi dua kelompok yaitu :

A. Epilepsi idiopatik

adalah sebuah sindrom yang hanya epilepsi, tanpa underlying lesion pada struktur otak

atau tanda-tanda dan gejala neurologis lain. Ini diduga genetik dan biasanya tergantung

usia. Penyebab epilepsi tidak diketahui dan biasanya pasien tidak menunjukan

manifestasi kelainan organik di otak dan juga tidak mengalami penurunan kecerdasan

(27)

genetik,14 seperti yang telah dilaporkan beberapa studi sebelumnya yang mendapatkan

hasil bahwa sindroma epilepsi idiopatik berhubungan dengan mutasi gen tunggal,15

dengan prevalensinya sebesar 28% dimana satu studi mendapatkan sekitar 29%

anak epilepsi idiopatik mengalami gangguan pada kemampuan akademiknya dengan

rata – rata IQ berkisar 94 sampai 96.16

B. Epilepsi simtomatik

Penyebab diketahui dan dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan

intrakranial misalnya anomali kongenital, trauma otak, neoplasma otak, lesi iskemia,

enselopati, abses otak dan jaringan parut atau kelainan ekstrakranial dimana penyebab

bermula ekstrakranial kemudian mengganggu fungsi otak juga misalnya gagal jantung,

gangguan pernafasan, gangguan metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia),

gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat dan gangguan keseimbangan

cairan.14

2.2. Kognitif

2.2.1. Definisi

Kognitif merupakan cara mempersepsikan dan menyusun informasi yang berasal dari

lingkungan sekitar yang dilakukan secara aktif oleh seorang pembelajar. Cara aktif yang

dilakukan dapat berupa mencari pengalaman baru, memecahkan suatu masalah,

mencari informasi, mencermati lingkungan, mempratekkan, mengabaikan

respon-respon guna mencapai tujuan, dimana untuk mengukur kemampuan kognitif dengan

(28)

Intellegent Quotient (IQ) adalah tes psikometrik mencoba mengukur kecerdasan

dengan membandingkan performa yang diuji dengan nilai terstandarisasi,17 dimana IQ

prediktor terbaik menilai kemampuan akademik dan sensitif menggambarkan defisit

neuropsikologikal.18

2.2.2. Pengukuran intellegent Quotient (IQ)

a. Wechler preschool and primary scale of intelligence, revised (WPPSI-R), adalah

sebuah tes individual yang memakan waktu satu jam dan digunakan untuk anak

usia 4 sampai 6.5 tahun, menghasilkan nilai verbal dan kinerja yang terpisah dan

juga nilai gabungan keduanya. Skala terpisahnya mirip dengan skala yang ada

dalam Wechsler intelligence scale.

b. Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC), yang dikembangkan oleh David

Wechsler, adalah tes kecerdasan dilakukan secara individual untuk anak-anak

antara usia 6 dan 16 tahun inklusif yang dapat diselesaikan tanpa membaca atau

menulis. The WISC membutuhkan 65 - 80 menit untuk mengelola dan

menggambarkan skor IQ yang merupakan kemampuan kognitif umum anak yang

meliputi beberapa subtes yaitu skala verbal : informasi, pemahaman, digit span,

persamaan kata, perbendaharaan kata dan aritmatika.

Klasifikasi skor IQ menurut WISC

(29)

c. Standford – Binnet Intelligence scale

Adalah tes yang mengukur general factor of Intelligence Pemeriksaannya

memakan waktu sekitar 30 sampai 40 menit.

Anak diminta untuk mendefinisikan kata, merangkai manik – manik, menyusun

balok, mengidentifikasikan bagian gambar yang hilang, melacak maze dan

menunjukkan pemahaman terhadap angka. Nilai seorang anak digunakan untuk

mengukur memori, orientasi spasial dan penilaian praktis dalam situasi nyata.

d. The Kaufman Assesment Battery for children ( K – ABC)

adalah alat klinis (uji diagnostik psikologi) untuk menilai perkembangan kognitif.

Konstruksi menggabungkan beberapa perkembangan terakhir dalam teori

psikologis dan metodologi statistik. Tes ini dikembangkan oleh Alan S. Kaufman

dan Nadeen L. Kaufman pada tahun 1983 dan direvisi pada tahun 2004. KABC

juga memberikan perhatian khusus pada kebutuhan pengujian tertentu, seperti

pada kelompok cacat, aplikasi untuk masalah ketidakmampuan belajar, dan

kesesuaian untuk budaya dan bahasa minoritas.17

2.3. Faktor - faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif anak epilepsi

Beberapa studi sebelumnya menyebutkan epilepsi dan kognitif memiliki hubungan

yang kompleks dimana perubahan kemampuan kognitif dan perilaku dapat dipengaruhi

oleh kejang persisten dari epilepsi selain itu genetik, usia awitan, tipe kejang, frekuensi

kejang, tipe sindroma epilepsi, kondisi patologis pada otak serta efek negatif

penggunaan OAE merupakan beberapa faktor yang berinteraksi mempengaruh fungsi

(30)

1. Usia awitan kejang

Sebagian besar studi menyatakan bahwa semakin dini usia awitan kejang

berkorelasi dengan semakin buruk fungsi kognitif dan merupakan prediktor

penting terhadap outcome pasien epilepsi.8,9 Sebuah studi menemukan adanya

gangguan atau defisit yang signifikan pada kemampuan pengulangan aksi

motorik sederhana, perhatian dan konsentrasi, memori, serta kemampuan

memecahkan masalah yang kompleks pada anak dengan kejang tonik klonik

dengan usia awitan kejang lebih dini (sebelum usia lima tahun) dibandingkan

anak dengan usia awitan kejang lebih tua.9

2. Tipe kejang

Kejang absans dulu dianggap tidak berbahaya tetapi saat ini sebuah studi

menunjukan adanya masalah kognitif dan perilaku jangka panjang pada pasien

ini walaupun penyebab pastinya masih belum jelas.18 Sebuah penelitian yang

mempelajari defisit kognitif pada pasien dengan kejang absans dimana enam

belas anak dengan kejang absans mendapat skor tes neuropsikologi yang lebih

rendah pada fungsi kognitif umum, visuo-spatial skill dibanding anak normal

selain itu terdapat gangguan memori nonverbal dan keterlambatan dalam

mengingat sedangkan memori verbal dan kemampuan bahasa masih relatif

stabil.8,19

3. Frekuensi kejang

Batas ambang kejang yang dapat menyebabkan gejala sisa belum sepenuhnya

diketahui tetapi beberapa studi telah menemukan korelasi negatif antara

(31)

kejang singkat yang berulang pada spatial memory dan hipokampus telah diteliti

pada tikus, dengan hasil dimana kejang pendek yang berulang menginduksi

progresif, fungsi permanen dan struktur yang abnormal dari hipokampus

termasuk defisit spatial memory diiringi kehilangan pola perkembangan syaraf

secara bertahap menyerupai sklerosis hipokampus pada manusia.8

Suatu studi menyatakan anak-anak dengan kontrol kejang yang baik secara

umum memiliki kecerdasan dan kemampuan verbal yang lebih tinggi

dibandingkan dengan anak epilepsi refrakter.20

4. Lama menderita epilepsi

Lamanya menderita epilepsi berhubungan dengan kemunduran kognitif seperti

hasil sebuah studi secara statistik menunjukan pasien yang menderita epilepsi

lebih dari 30 tahun secara signifikan memiliki skala IQ lebih rendah dibandingkan

pasien yang menderita epilepsi 15 sampai 30 tahun atau kurang dari 15

tahun.8,21

5. Etiologi kejang

Etiologi dari epilepsi merupakan faktor yang menentukan fungsi kognitif dan

perubahan intelektual dari waktu ke waktu dimana pasien epilepsi simtomatik

lebih sering dikaitkan dengan kemunduran yang lebih berat dibandingkan pasien

epilepsi idiopatik.3,20,22 Polymicrogyria merupakan malformasi perkembangan

kortikal yang paling sering dijumpai, disertai dengan sindroma lainnya yaitu

Bilateral frontoparietal polymicrogyria (BFPP) dengan manifestasi klinis retardasi

(32)

6. Efek terapi OAE

Beberapa studi menyebutkan bahwa diantara OAE yang tersedia khususnya

yang klasik misalnya fenobarbital dapat berefek negatif terhadap fungsi kognitif

termasuk memori meskipun efeknya sering ringan tetapi dapat secara signifikan

mempengaruhi kemampuan belajar anak atau kemampuan berkendara pada

dewasa atau fungsi pertahanan diri.8 Hasil Studi di RSUD Moewardi Surakarta

bahwa gangguan daya ingat dialami 46% pasien epilepsi anak dengan lama

pengobatan lebih dari 2 tahun dengan risiko 17 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan lama pengobatan kurang dari 2 tahun.23

Semakin lama pengobatan epilepsi semakin besar kemungkinan terjadi

gangguan memori dimana OAE mempunyai efek negatif maupun positif terhadap

kemampuan kognitif penderita. Obat anti epilepsi meningkatkan kemampuan

kognitif dan tingkah laku pasien epilepsi dengan cara mengurangi bangkitan

kejang, efek modulasi terhadap neurotransmiter dan efek psikotropika

mengurangi iritabilitas neuron dan meningkatkan inhibisi pasca-sinaps atau

mempengaruhi sinkronisasi jaringan neuron untuk menurunkan eksitasi neuron

yang berlebihan sehingga dapat menurunkan bangkitan kejang dan dapat

menurunkan aktivitas epilepsi di sekeliling jaringan otak yang normal. Aktivitas

OAE tersebut apabila dirangsang secara terus menerus dapat mengakibatkan

penurunan aktivitas motorik dan psikomotor, penurunan perhatian, dan

gangguan memori. Penurunan daya ingat dapat bersifat reversibel dan kumulatif,

sehingga semakin lama pasien mendapatkan terapi anti epilepsi maka gangguan

(33)

OAE yang paling mempengaruhi fungsi kognitif dan memori adalah

fenobarbital (PB) dan fenitoin (PHT).8,10,23 Beberapa studi tentang efek samping

OAE terhadap fungsi kognitif dimana PB adalah OAE yang paling signifikan

mempengaruhi IQ.25 PB merupakan obat anti epilepsi klasik yang efektif untuk

epilepsi fokal.26 Dampak obat antiepileptik terjadi dengan cara meningkatkan

inhibisi dimana PB berikatan dengan reseptor GABA memperpanjang waktu

membukanya kanal klorida sehingga terjadi hiperpolarisasi. Pemakaian PB

menimbulkan efek samping sedasi dan hipnosis yang mengakibatkan gangguan

perhatian dan konsentrasi.10,27 Suatu studi pada anak-anak penderita idiopathic

generalized tonic-clonic (GTC) seizure dimana OAE memodifikasi secara

signifikan fungsi kognitif dan perilaku pada anak-anak epilepsi. Monoterapi PHT

dan PB memiliki efek merusak dimana PHT lebih merusak pada kognisi,

sementara PB lebih merusak pada perilaku sementara CBZ dan VPA memiliki

efek positif pada kognisi dan perilaku.10,25

VPA dengan struktur 2-propylpentanoic acid merupakan obat antiepilepsi

dengan spektrum luas. VPA bersifat larut dalam air, dan sangat higroskopis. VPA

diindikasikan pada hampir semua tipe epilepsi, seperti absence, kejang tonik

klonik, kejang mioklonik, spasme infantile, serta kejang parsial.26 Pada sebuah

studi didapatkan bahwa VPA merupakan pilihan utama pada penderita epilepsi

usia sekolah karena penggunaan VPA jarang menyebabkan terjadinya gangguan

fungsi kognitif.25 Selain itu, kelebihan VPA juga memiliki potensi rendah dalam

menimbulkan eksaserbasi kejang.27 Pada penggunaan VPA dapat timbul efek

(34)

sebuah studi dikatakan kadar serum VPA secara signifikan berhubungan dengan

edema, rambut rontok, trombositopenia, nyeri abdomen.28

2.4. Kerangka Konseptual

= Yang diteliti

Gambar 2.8 Kerangka konseptual

(35)

BAB 4 HASIL

4.1. Data demografik dan karakteristik subjek

Sampel adalah anak penderita epilepsi idiopatik yang berobat jalan di Poli Neurologi

Anak RSUP Adam Malik Medan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2013

sampai Mei 2014.

Diperoleh sampel 30 anak dimana 3 anak dieksklusikan dari penelitian ini karena

1 anak berusia di bawah 6 tahun, 2 anak belum bisa memahami instuksi jadi sebanyak

27 anak yang memenuhi kriteria inklusi (Gambar 4.1)

Gambar 4.1. Profil penelitian

30 anak penderita epilepsi idiopatik

3 anak dieksklusikan : 1 anak berusia < 6 tahun 2 anak belum bisa memahami instruksi

Tes IQ dengan Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC)

SKALA VERBAL SKALA PERFORMANCE

(36)

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Penelitian

Pada tabel 4.1 menunjukkan karakteristik sampel penelitian yang diikuti oleh 27

(37)

responden perempuan. Usia awitan kejang dari 14 anak responden adalah pada usia

dibawah 5 tahun. Frekuensi kejang umumnya kurang dari 1 kali per bulan pada 16

orang anak. 21 anak telah meminum obat anti epilepsi (OAE) selama < 2 tahun dengan

1 jenis OAE. Obat yang terbanyak dipakai adalah asam valproat yaitu sebanyak 19

anak.

4.2 Faktor risiko dan IQ

Tabel 4.2 Hubungan faktor risiko dan IQ

Risk factors IQ < 80 IQ ≥ 80 OR 95% IK P

(38)

Tabel 4.3 Skor tes IQ

NO Inisial sampel Skor tes Verbal Skor tes performance Skor IQ total

1

Tabel 4.3 merupakan hasil tes IQ dari 27 sampel dimana didapati 8 anak dengan IQ <

(39)

BAB 5. PEMBAHASAN

Epilepsi pada anak merupakan masalah yang perlu mendapatkan perhatian besar

karena Insiden epilepsi pada anak di negara maju secara umum diperkirakan sebesar

40 per 100 000 perduduk pertahun, dan di negara berkembang sebesar 50 per 100 000

penduduk pertahun.32 Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, jumlah pasien epilepsi yang

berobat di poliklinik neurologi anak dalam kurun waktu 6 bulan (Januari – Juni 2008)

sebanyak 86 penderita epilepsi anak, 39 penderita berjenis kelamin laki-laki dan 47

penderita perempuan dengan rentang usia antara 7 bulan sampai dengan 14 tahun.33

Hasil serupa pada studi lain didapati jenis kelamin, laki–laki sedikit lebih beresiko

terkena epilepsi dibandingkan perempuan.34 Pada penelitian kami didapati 16 penderita

berjenis kelamin perempuan dan 11 penderita laki–laki dengan usia rerata 10.33 tahun.

Banyak faktor yang mempengaruhi intelegensi penderita. Sebuah studi

prospektif menguji stabilitas IQ pada anak-anak dengan gangguan kejang didapatkan

sekitar 11.1% mengalami penurunan skor IQ dengan insidens lebih tinggi pada pasien

dengan kejang tidak terkontrol, usia onset lebih dini dan pasien dengan kadar toksisitas

obat dalam darah.35

Studi lain menyebutkan semakin muda usia awitan semakin buruk fungsi kognitif.

Usia kurang dari 5 tahun merupakan golden period yang berhubungan dengan

perkembangan anatomi-fisiologi otak sehingga bila terdapat masalah atau gangguan

fungsi otak pada periode ini akan menurunkan kualitas fungsi kognitif. Semakin jarang

pasien mengalami serangan kejang dalam 6 bulan terakhir semakin baik fungsi kognitif,

karena semakin sering pasien kejang akan mengakibatkan semakin banyak terjadi

(40)

dari 27 anak penderita epilepsi idiopatik terdapat 14 anak dengan usia awitan kejang <

5 tahun dimana 6 anak dengan IQ dibawah 80 dan 8 anak IQ ≥ 80.

Bangkitan epilepsi mengganggu fungsi daya ingat, karena aktivitas listrik

abnormal tersebut akan mengganggu sinaps-sinaps yang telah terbentuk.37 Aktivitas

listrik abnormal tersebut juga akan mengganggu proses pengenalan dan penyimpanan

memori. Bangkitan yang terlalu sering akan mengakibatkan kelelahan yang akan

mengganggu konsentrasi sehingga proses pengenalan terganggu. Timbulnya

kebingungan pasca bangkitan juga akan mengganggu daya Ingat bekerja optimal.38

Frekuensi bangkitan kejang dikatakan sering apabila penderita mengalami

bangkitan satu kali atau lebih setiap bulan.39 Suatu studi menyatakan faktor paling

konsisten mempengaruhi outcome jangka panjang epilepsi adalah terkontrolnya

kejang.40 Pada penelitian kami dari 11 anak yang mengalami bangkitan kejang satu kali

atau lebih setiap bulan hanya satu anak dengan IQ < 80.

Gangguan Neurokognitif sering terjadi pada pasien epilepsi yang dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk sindroma epilepsi dimana sindroma epilepsi

yang paling merusak seperti ensefalopati epilepsi pada masa bayi dan kanak-kanak

dan epilepsi fokal mungkin memiliki evolusi yang menguntungkan dengan kejang cepat

terkontrol dan tidak ada defisit kognitif.38 Pada penelitian kami dari 9 anak dengan

sindroma epilepsi idiopatik fokal terdapat 3 anak dengan IQ < 80 dan 6 anak memiliki IQ

≥ 80.

Efek samping merugikan OAE terhadap kognitif dapat dihindari dengan

penurunan dosis bertahap sampai dosis terendah yang efektif dan dengan menghindari

(41)

suasana mood dan fungsi kognitif pasien dengan skrining tes neuropsikologi dan skor

depresi pada epilepsi refrakter yang melaporkan hipotesis bahwa politerapi antiepilepsi

bukan satu–satunya faktor risiko yang menyebabkan defisit kognitif atau depresi pada

pasien dengan epilepsi refrakter tetapi ada kemungkinan pengaruh akumulatif obat dan

beberapa faktor risiko yang lain.42 Pada penelitian ini dari 6 anak yang mendapat

politerapi anti epilepsi, 3 anak dengan IQ < 80. Pada sebuah studi didapatkan bahwa

VPA merupakan pilihan utama pada penderita epilepsi usia sekolah karena

penggunaan VPA jarang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi kognitif.25 Pada

penelitian ini sebagian besar anak mendapat VPA sebagai anti epilepsinya dimana 5

anak dengan IQ < 80 dan 16 anak dengan IQ ≥ 80.

Secara statistika dengan menggunakan uji Fisher exact diperoleh hasil tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara faktor–faktor risiko seperti usia awitan,

frekuensi kejang, sindroma epilepsi, lama mendapat OAE, jumlah OAE, jenis OAE

terhadap fungsi kognitif (IQ) anak epilepsi idiopatik.

Penelitian ini masih dijumpai beberapa keterbatasan antara lain desain sekat

lintang yang mengabaikan temporabilitas sehingga tidak dapat diketahui perjalanan

terjadinya gangguan fungsi kognitif anak secara berkala sampel yang sedikit,

pemeriksaan IQ yang dilakukan satu kali. Pada penelitian ini terdapat enam faktor risiko

yang ingin dicari hubungannya dengan fungsi kognitif (IQ). Karena subyek yang ikut

serta harus epilepsi idiopatik dengan rentang usia 6 sampai 16 tahun maka peneliti

mengalami kesulitan untuk mendapatkan jumlah sampel lebih banyak. Hal ini

menyebabkan kesulitan untuk membuktikan adanya pengaruh antara keenam faktor

(42)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan usia awitan kejang, frekuensi kejang, jenis sindroma

epilepsi, jumlah dan jenis OAE, lama mendapat OAE untuk mengetahui pengaruhnya

terhadap IQ anak epilepsi idiopatik. Pada penelitian ini dapat disimpulkan tidak ada

hubungan signifikan antara faktor risiko terhadap fungsi kognitif (IQ) (p > 0,05).

.

6.2. Saran

 Dibutuhkan penelitian lebih lanjut terutama mengenai faktor – faktor yang

mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) serta pemeriksaan IQ berkala untuk jangka

waktu tertentu sebagai skrining deteksi dini.

 Meneliti lebih lanjut profil kecerdasan yang khas pada anak epilepsi idiopatik

 Meneliti faktor kognisi dari berbagai jenis epilepsi

 Meneliti prestasi belajar anak sebelum dan setelah menderita epilepsi

(43)

RINGKASAN

Epilepsi merupakan salah satu penyebab morbiditas terbanyak pada anak, yang

menimbulkan berbagai permasalahan antara lain kesulitan belajar, gangguan

tumbuh-kembang dan gangguan fungsi kognitif yang mempengaruhi kualitas hidup.

Pad dekade terakhir beberapa studi telah menilai faktor usia awitan kejang, tipe

kejang, frekuensi kejang, jenis sindroma epilepsi, jenis OAE, lama mendapat OAE

berpengaruh terhadap fungsi kognitif (IQ) anak penderita epilepsi idiopatik.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor usia awitan kejang, tipe kejang,

frekuensi kejang, jenis sindroma epilepsi, jenis OAE, lama mendapat OAE yang

mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) anak epilepsi idiopatik. Penelitian ini dilakukan di poli

neurologi anak RS H. adam Malik Medan yang dilakukan pada bulan Desember 2013

sampai Mei 2014.

Populasi penelitian adalah anak usia 6 sampai 16 tahun yang didiagnosis

epilepsi idiopatik berdasarkan ILAE dan memenuhi kriteria inklusi. Sampel penelitian

diambil secara konsekutif. Dilakukan anamnesis kepada orangtua penderita tentang

keenam faktor risiko tersebut kemudian dilakukan pemeriksaan IQ oleh psikolog.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan

(44)

SUMMARY

Epilepsy is one of the common cause of morbidity in children, which is cause

various problems such as learning difficulty, growth and development disorders and

cognitive function impaired that affects the quality of life. In the last decade, there are

several studies had been examined the age of onset of seizures, seizure types, seizure

frequencies, types of epilepsy syndrome, type of AED, duration of AED using affect the

IQ of children with idiopathic epilepsy. The aim of this study is to assessed the factors

age of onset of seizures, seizure types, seizure frequencies, types of epilepsy

syndrome, type of AED, duration of AED using that affects the IQ of children with

idiopathic epilepsy. This research was conducted in pediatric outpatient of neurology

division in H. Adam Malik Hospital from December 2013 to May 2014. The study

population was children aged 6 to 16 years who diagnosed with idiopathic epilepsy

based on ILAE and fulfill inclusion criterias, collected consecutively. We anamnesed the

parents about the sixth of risk factors that influenced the children’s cognitive function

(IQ) then examination of IQ done by psychologist. The result of this study showed there

was no significant association between the sixth of risk factors with cognitive function

(45)

DAFTAR PUSTAKA

1. Mayor P.Thiele EA. Seizure in children : laboratory, diagnosis and management. Pediatr Rev. 2007; 28:405-14.

2. Harsono, Endang K, Suryani G. Pedoman tatalaksana epilepsi. Edisi keempat. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. h. 1-49.

3. Johnston MV. Seizure in childhood. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke – 19. Philadelphia: Elsevier Inc. 2011. h. 1993-2005.

4. You SJ. Cognitive function of idiopathic childhood epilepsy. Korean J pediatr. 2012: 159-63.

5. Dalbey S. Cognitive development considerations in preschool fire safety education.the National Fire Academy as part of the Executive Fire Officer Program.1994:2-12.

6. Parrini E, Ferrari AR, Dorn T, Walsh CA, Guerrini R. Bilateral frontoparietal polymicrogyria, Lennox-Gastaut syndrome, and GPR56 gene mutations. Epilepsia. 2008: 1-10.

7. Wechsler Intelligence Scale for Children. Diunduh dari

http://en.wikipedia.org/wiki/Wechsler_Intelligence_Scale_for_Children. Diakses

tanggal 2 april 2013

8. Desai JD. Epilepsy and cognition. J Pediatr Neurosci. 2008; 3:16-29.

9. O’leary DS, Seidenberg M, Berent S, Boll TJ. Effects of age of onset of tonic-clonic seizures on neuropsychological performance in children. Epilepsia. 1981; 22:197-204.

10. Hermann B, seidenberg M, Bell B, Rutecki P, Sheth R. Neurodevelopmental impact of childhood-onset temporal lobe epilepsy on brain structure and function. Epilepsia; 43(9):1062-71.

11. Ravat SH, Gupta R. Antiepileptic drug in pediatric epilepsy. J Pediatr Neurosci. 2008; 3:7-13.

12. Camfield PR, Camfield CR. Pediatric epilepsy: an overview. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric neurology principles & practice. Edisi keempat. Philadelphia: Elsevier Inc, 2006. h. 983-9.

13. Rahman U. Karakteristik perkembangan anak usia dini. Lentera pendidikan. 2009:46-57..

14. Lumbantobing S.M. Etiologi dan faal sakitan epilepsi. Dalam: Soetomenggolo T.S, Ismael S.penyunting. Buku ajar Neurologi anak. IDAI; Jakarta. 1999. h. 197-203. 15. Mechanisms of disease epilepsy (editorial). N Engl J Med. 2003; 349:1257-66 16. Guzeva VI, Belash VO, Guzeva VV, Guzeva OV, Anastazi OI. Characteristics of

cognitive functions in children with epilepsy. Neuroscience and Behavioral Physiology. 2009; 39:885-9.

(46)

18. Marnat GG. Wechsler intelligence scale. Dalam: Marnat GG. Handbook of psychological assesment. Edisi keempat. John Wiley & son, Inc. Hoboken, New Jersey. 2003:129 – 89.

19. Hurley A. Cognitive Development: Overview. Diunduh dari:

http://www.saylor.org/site/wp content/uploads/2011/07/psych406-5.3.pdf. Diakses

tanggal 2 april 2013

20. Pavone P, Bianchini R, Trifiletti RR, Incorpora G, Pavone A, Parano E. Neuropsychological assessment in children with absence epilepsy. Neurology. 2001; 56:1047-51.

21. Oliveira CS, Rosset SE, Funayama SS, Terra VC, Machado HR, Sakamoto AC. Intellectual functioning in pediatric patients with epilepsy: a comparison of medically controlled children. J Pediatr. 2010; 86(5):377-83.

22. Jokeit H, Ebner A. Long term effects of refractory temporal lobe epilepsy on cognitive abilities: a cross sectional study. J Neuro Neurosurg Psychiatry. 1999; 67:44-50.

23. Mustarsid, Nur FT, Setiawati SR, Salimo H. Pengaruh obat anti epilepsi terhadap gangguan daya ingat pada epilepsi anak. Sari Pediatri. 2011; 12(5):302-6.

24. Shehata GA, Bateh AEM, Hamed SA. Neuropsychological effects of antiepileptic drugs (carbamazepine versus valproate) in adult males with epilepsy. Neuropsychiatric disease and treatment 2009; 5:527-33.

25. Loring DW, Meador KJ. Cognitive side effects of antiepileptic drugs in children. Clinical and pharmacological effects. Annals of Neurology. 1978; 3:20-5.

28. Hubungan antara obat anti epilepsi dengan kognitif dan behavior. Diunduh dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37320/4/Chapter%20II.pdf.

Diakses juli 2014.

29. Kantoush MM, El-Shahawy AK, Hussein MA, El-Dodd AS, M.Kamel AW. The impact of antiepileptic drugs on cognitive and behavioral functions in children with idiopathic generalized epilepsy. Alex. J. Pediatr. 1998; 12(1):159-66.

30. Michelucci R, Tassinari CA. Phenobarbital, primidone and other barbiturates. Dalam: Shorvon S, Perucca E, Fish D, Dodson E, penyunting. The treatment of epilepsy. Edisi kedua. Blackwell Publishing. 2004:461-9.

31. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung seto, 2008.h.302-31.

32. Menachem, Covanis. Epilepsy and comorbidity: a global approach to patient management. 2003. Acta Neurologica Scandinavica; 108:3-4.

33. Pengaruh epilepsi terhadap terjadinya gangguan daya ingat pada penderita epilepsi anak di rsud dr moewardi surakarta. Diunduh dari

http://eprints.uns.ac.id/6995/1/103021709200909071.pdf. Diakses juli 2014.

(47)

35. Blaise, Bourgeois, Arthur L. Prensky, Palkes HS, Talent BK dkk. Intelligence in epilepsy: A prospective study in children. Annals of Neurology. 2004; 14:438-44. 36. Wishwadewa WN, Mangunatmadja I, Said M, Firmansyah A, Soedjatmiko, Tridjaja

B. Kualitas Hidup Anak Epilepsi dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhi di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta. Sari Pediatri 2008;10(4):272-9.

37. Cole AJ. Is Epilepsy a Progressive Disease? The Neurobiological Consequences of Epilepsy. Epilepsia. 2000; 4l(2):13-22.

38. Zeman A, Butler C. Transient epileptic amnesia. Current Opinion in Neurology. 2010; 23:610–16.

39. Van R. Cognitive problems related to epilepsy syndromes, especially malignant epilepsies. Seizure. 2006; 15(4):227-34.

40. Oyegbile TO, Dow C, Jones J, Bell B, Rutecki P, Sheth R, et al. The nature and course of neuropsychological morbidity in chronic temporal lobe epilepsy. Neurology 2004;62:1736 - 42.

41. Elson L So. Predictors of outcome in newly diagnosed epilepsy: Clinical, EEG and MRI. Neurology Asia. 2011; 16 (Supplement 1):27 – 29.

42. Rösche J, Kundt G, Weber R, Fröscher W, Uhlmann C. The impact of antiepileptic

polytherapy on mood and cognitive function. ActaNeurol Belg. 2011; 111(1):29 – 32.

43. Rösche J, Kundt G, WebeR R, FRöscheR W, Uhlmann C. The impact of

(48)

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian

1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Rika Haryanti

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak

FK-USU/RSHAM

2. Anggota Penelitian

1. dr.Yazid Dimyati, M.Ked(Ped), SpA(K)

2. dr. Pertin Sianturi, M.Ked(Ped), SpA(K)

3. Prof. dr. Bistok Saing, SpA(K)

4. dr. Johannes H. Saing, M.Ked(Ped), SpA(K)

5. dr. Dewi Angreany

6. dr. Dwi Novita

7. dr. Poppy Indriasari

Biaya Penelitian

1. Biaya Pemeriksaan : Rp. 2.500.000

2. Transportasi / Akomodasi : Rp. 2.000.000

3. Penyusunan / Penggandaan : Rp. 2.000.000

4. Seminar hasil penelitian : Rp 5.000.000

(49)

2. Jadwal Penelitian

Kegiatan/ Waktu 15 Nov s/d 15 Des 2013

15 Des 2013 s/d 5 Mei 2014

6 Mei 2014 s/d 31 Mei 2014

Persiapan

Pelaksanaan

Penyusunan

Laporan

Pengiriman

(50)

3. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua

Kepada Yth Bapak / Ibu ...

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri, nama saya dr. Rika Haryanti bertugas di

Divisi Neurologi Departemen Ilmu kesehatan Anak FK USU / RSUP Haji Adam Malik

Medan.

Bersama ini, kami ingin menyampaikan kepada Bapak / Ibu bahwa Divisi

Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUSU - RSHAM Medan, bermaksud mengadakan penelitian mengenai “Faktor – Faktor yang mempengaruhi IQ Anak Epilepsi Idiopatik”.

Epilepsi didefinisikan sebagai serangan paroksismal berulang dua kali atau lebih

tanpa penyebab, akibat lepasnya muatan listrik di neuron otak serangan dapat berupa

gangguan kesadaran, perilaku, emosi, motorik atau sensoris yang sembuh secara

spontan, sebagian besar berhenti sendiri berulang lebih dari 24 jam dan setelah

serangan kondisi kembali normal seperti biasa.

Gangguan kognitif pada epilepsi disebabkan oleh interaksi berbagai faktor yaitu

kejang persisten dari epilepsi selain itu genetik, usia onset, tipe kejang, frekuensi

kejang, tipe sindroma epilepsi, kondisi patologis pada otak serta efek negatif

penggunaan OAE merupakan beberapa faktor yang berinteraksi mempengaruh fungsi

kognitif dengan pengenalan dan pendeteksian dini diharapkan dapat memperbaiki

prognosis kedepannya.

Penilaian fungsi kognitif menggunakan WISR-R untuk mengukur intellengence

questiont anak epilepsi yang dilakukan oleh seorang psikolog

Jika Bapak / Ibu bersedia, maka kami mengharapkan Bapak / Ibu

menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Demikianlah yang

dapat kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2014 Peneliti

(51)

4. PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P

Pekerjaan : ...

Alamat : ...

Orang tua dari : ...

Telah menerima dan mengerti penjelasan yang sudah diberikan oleh dokter mengenai penelitan “Faktor – Faktor yang mempengaruhi IQ Anak Epilepsi Idiopatik “. Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta penelitian ini.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Medan, 2014

(52)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap :dr. Rika Haryanti

Tempat dan tanggal lahir :Padang, 1 Maret 1981

Alamat :Komplek perumahan Meher Palace Garu

III blok D3 Marendal Amplas, Kota

Medan, Sumatera Utara

Suami :dr. Khairil Ichram Putra

PENDIDIKAN :

Sekolah Dasar : SDN 02 Pasa Usang Kayutanam, tamat tahun 1991

Sekolah Menengah Pertama: SMPN1 Kayutanam, tamat tahun1995

Sekolah Menengah Umum : SMUN 1 Pariaman, tamat tahun 1998

Dokter Umum : FK UISU Medan, tamat 2005

PEKERJAAN :

- Dokter PTT di Puskesmas Anduring, Kabupaten Padang Pariaman sejak tahun

2006 sampai dengan tahun 2008

- Dokter PNS di Puskesmas Marunggi, Kotamadya Pariaman, sejak tahun 2008

Gambar

Tabel 4.1  Karakteristik Responden Penelitian
Tabel 4.2  Hubungan faktor risiko dan IQ
Tabel 4.3 Skor tes IQ

Referensi

Dokumen terkait

Karena hijrah adalah suatu fakta sejarah masa lalu yang tidak dapat dipungkiri dan dapat dijadikan khazanah pemikiran Islam masa kini, serta merupakan tonggak sejarah

Tindakan kekerasan dalam keluarga yang muncul ke permukaan dan menjadi suatu realitas yang tampak setelah korban merasa lelah, jenuh, dan tidak kuat lagi untuk menahan dan menerima

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji manajemen penangkaran, ukuran keberhasilan penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan burung kakatua sumba (Cacatua

$angguan sensasi pada wajah ,subjektif maupun objektif sering ditemukan. itemukannya trigeminal neuralgia pada dewasa muda mungkin merupakan gejala awal dari

Kung ibig nating malaman kung magkaibang ponema ang [b] at [v] sa Pilipino, hindi nating maaaring kuning pares minimalang tulad ng ‘bisa’ [bi:sa?] ‘effect’ at visa

Pengembangan yang dilakukan menghasilkan produk yaitu lembar kegiatan peserta didik berbasis pendekatan konstruktif yang mempunyai karakteristik yaitu berbasis

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber... SIMULASI DYNAMIC ROUTING MENGGUNAKAN ANT ROUTING DI GEDUNG GIRI SANTIKA