• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekonomi Pangan dan Gizi (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ekonomi Pangan dan Gizi (1)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk menjamin ketahanan pangan bagi penduduknya. Indikator ketahanan pangan juga menggambarkan kondisi yang cukup baik. Akan tetapi masih banyak penduduk Indonesia yang belum mendapatkan kebutuhan pangan yang mencukupi. Sekitar tiga puluh persen rumah tangga mengatakan bahwa konsumsi mereka masih berada dibawah kebutuhan konsumsi yang semestinya. Lebih dari seperempat anak usia dibawah 5 tahun memiliki berat badan dibawah standar, dimana 8 % berada dalam kondisi sangat buruk. Bahkan sebelum krisis, sekitar 42% anak dibawah umur 5 tahun mengalami gejala terhambatnya pertumbuhan (kerdil); suatu indikator jangka panjang yang cukup baik untuk mengukur kekurangan gizi. Gizi yang buruk dapat menghambat pertumbuhan anak secara normal, membahayakan kesehatan ibu dan mengurangi produktivitas angkatan kerja. Ini juga mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit pada penduduk yang berada pada kondisi kesehatan yang buruk dan dalam kemiskinan.

Upaya untuk terus menangani permasalahan pangan dan gizi telah banyak dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Rencana aksi nasional pangan dan gizi (RANPG) juga menjelaskan betapa pentingnya bagi negara untuk terus berupaya menjaga kondisi pangan nasional untuk menjamin ketahanan pangan nasional. Tidak hanya sampai pada tatanan nasional saja, namun negara dalam hal ini pemerintah harus bisa menjamin ketahanan pangan hingga sampai pada ukuran individu/perseorangan sebagaimana diamanatkan pada UU No 18 tahun 2012 yang berkenaan dengan pangan.

(2)

dampak berupa out put yang berbekas. Relevansi kebijakan pangan pun tidak sepenuhnya dirasakan untuk dapat mendukung program yang dicanangkan, sehingga ketahanan pangan negeri ini masih cukup sulit untuk diwujudkan.

Untuk menjamin ketahanan pangan nasional perlu adanya kerjasama dan hubungan yang solid lintas sektoral, sebab ketahanan pangan berbicara mengenai urusan multisektoral bukan sektoral yang hanya dibebankan ke satu instansi seperti kementerian pertanian saja. Ketika berbicara mengenai kebijakan ketahanan pangan ada 3 komponen yang harus diperhatikan dalam rangka mendukung upaya mewujudkan ketahanan pangan itu sendiri.

Pertama, ketersediaan pangan. Indonesia secara umum tidak memiliki masalah terhadap ketersediaan pangan. Indonesia memproduksi sekitar 31 juta ton beras setiap tahunnya dan mengkonsumsi sedikit diatas tingkat produksi tersebut dimana impor umumnya kurang dari 7% konsumsi. Lebih jauh jaringan distribusi swasta yang berjalan secara efisien turut memperkuat ketahanan pangan di seluruh Indonesia. Beberapa kebijakan kunci yang memiliki pengaruh terhadap ketersediaan pangan meliputi: larangan impor beras, upaya Kementerian Pertanian untuk mendorong produksi pangan, pengaturan BULOG mengenai ketersediaan stok beras.

Kedua, keterjangkauan pangan.Elemen terpenting dari kebijakan ketahanan pangan ialah adanya jaminan bagi kaum miskin untuk menjangkau sumber makanan yang mencukupi. Cara terbaik yang harus diambil untuk mencapai tujuan ini ialah dengan memperluas strategi pertumbuhan ekonomi, khususnya pertumbuhan yang memberikan manfaat bagi kaum miskin. Kebijakan ini dapat didukung melalui program bantuan langsung kepada masyarakat miskin (BLSM), yang diberikan secara seksama dengan target yang sesuai.

(3)

mencukupi untuk dapat hidup sehat. Konsumsi pangan pada setiap kelompok pengeluaran rumah tangga telah meningkat pada jenis-jenis pangan yang berkualitas lebih baik. Namun, seperti catatan di atas, keadaan gizi pangan belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan sejak akhir krisis. Sejumlah kebijakan penting yang berpengaruh terhadap kualitas pangan dan gizi meliputi upaya untuk melindungi sejumlah komoditas pangan penting, memperkenalkan program pangan tambahan dalam percepatan penganekaragaman pangan, penyebarluasan dan pemasaran informasi mengenai pangan dan gizi.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A.

Kajian Teoritis

1.

Pengertian Kebijakan

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.

Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.

2.

Pengertian Strategi

Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.

B.

Pembahasan

1.

Kebijakan Pembangunan Pertanian

(5)

Merumuskan suatu kebijakan untuk pembangunan pertanian berarti menentukan strategi untuk mengkondisikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan pertanian agar dapat mencapai keadaan yang diinginkan.

Pada dasarnya kebijaksanaan pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan masyarakat pada umumnya dengan meningkatkan produksi dan kualitas hasil pertanian, serta meraih peluang dan meningkatkan pangsa pasar, meningkatkan efisiensi sistem distribusi hasil pertanian, meningkatkan penyediaan bahan baku untuk pengembangan industri, mengurangi kesenjangan, memelihara lingkungan hidup, dan meningkatkan peranan usaha pertanian rakyat. Kebijaksanaan selanjutnya adalah meningkatkan produktivitas tenaga kerja, mutu dan kesempatan kerja di perdesaan, memantapkan kelembagaan pertanian, serta mengentaskan penduduk dari kemiskinan.

Kebijakan pembangunan pertanian sesuai dengan yang tertuang dalam RPJMN Kementerian Pertanian 2015-2019 diarahkan untuk dapat menjamin ketahanan pangan dan energi untuk mendukung ketahanan nasional.

Secara rinci arah kebijakan pembangunan pertanian dalam RPJMN 2015 -2019 adalah :

 Meningkatkan kapasitas produksi melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal pertanian

 Meningkatkan daya saing dan nilai tambah komoditi pertanian  Meningkatkan produksi dan diversifikasi sumber daya pertanian  Pengelolaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati, dan  Memperkuat kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim

Kebijakan Pembangunan Pertanian 2015-2019 adalah sebagai berikut:

(6)

2. Kebijakan pengembangan komoditas ekspor dan substitusi impor serta komoditas penyedia bahan baku bio‐energi.

3. Kebijakan peningkatan daya saing produk pertanian melalui standarisasi produk dan proses, peningkatan rantai pasok, mutu dan keamanan pangan

4. Kebijakan pengembangan infrastruktur (lahan, air, sarana dan prasarana) dan agro‐industri di perdesaan, sebagai dasar / landasan pengembangan bio‐industri berkelanjutan.

5. Kebijakan re‐orientasi memproduksi dari satu jenis produk menjadi multi produk (produk utama, bioenergi, produk sampingan, produk dari limbah, zero waste dan lainnya).

6. Kebijakan pengembangan klaster/kawasan, yaitu pada kawasan tertentu yang mengungkit pencapaian target nasional.

7. Kebijakan sistem perbenihan/pembibitan, perlindungan petani, kelembagaan petani, inovasi dan diseminasi teknologi, penyuluhan, dan kebijakan sistem perkarantinaan pertanian.

8. Kebijakan mendukung program tematik: MP3EI, MP3KI, PUG, KSS, ketenagakerjaan, percepatan daerah tertinggal, kawasan khusus dan wilayah perbatasan.

9. Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta penanganan pasca bencana alam

10. Kebijakan subsidi: (1) subsidi pupuk tetap diperlukan dengan cara mengurangi pupuk tunggal, menaikan subsidi pupuk majemuk, (2) pupuk organik tetap dikembangkan bukan dengan dukungan subsidi, tetapi dialihkan menjadi kegiatan pengembangan pupuk organik, (3) subsidi benih ditiadakan dan dialihkan menjadi kegiatan penguatan penangkar benih/bibit.

(7)

guna mendukung ketahanan pangan, (2) untuk lebih menjamin teralokasinya kredit untuk pangan, maka plafon kredit dialokasikan menurut subsektor, (3) untuk memecahkan kelangkaan tenaga kerja & menjamin pengelolaan pangan skala luas, maka Kredit Mekanisasi pertaniaan sangat diperlukan, (4) kegiatan sertifikasi tanah diperlukan. sehingga layak kredit

2.

Kebijakan dan Strategi Menuju Indonesia Tahan Pangan dan Gizi Proses dan perjalanan menuju indonesia tahan pangan dan gizi tentu tidak sederhana, terutama karena karakter multidimensi dari pembangunan ketahanan pangan dan gizi itu sendiri. Disamping itu, pembangunan ketahanan pangan harus dipandang sebagai bagian tidak terlepaskan dari wawasan ketahanan nasional, sehingga pembangunan ketahanan pangan memiliki fungsi strategis untuk memajukan kesejahteraan umum (dan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia). a) Kebijakan

1) Pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian Arah kebijakan: (a) menjamin ketersediaan pangan dari keragaman untuk mendukung konsumsi pangan sesuai kaidah kesehatan dan gizi seimbang; (b) mengembangkan dan memperkuat kemampuan dalam pemupukan dan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat hingga di tingkat desa dan atau komunitas; (c) meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional melalui penetapan lahan abadi untuk produksi pangan dalam rencana tata ruang wilayah dan meningkatkan kualitas lingkungan serta sumberdaya lahan dan air .

2) Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan

(8)

pengembangan sarana dan prasarana distribusi dan menghilangkan hambatan distribusi pangan antar daerah; (b) mengembangkan teknologi dan kelembagaan pengolahan dan pemasaran pangan untuk menjaga kualitas produk pangan dan mendorong peningkatan nilai tambah; (d) meningkatkan dan memperbaiki infrastruktur dan kelembagaan ekonomi perdesaan dalam rangka mengembangkan skema distribusi pangan kepada kelompok masyarakat tertentu yang mengalami kerawanan pangan.

3) Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang

Arah kebijakan: (a) meningkatkan kemampuan rumahtangga dalam mengakses pangan untuk kebutuhan setiap anggota rumah tangga dalam jumlah dan mutu yang memadai, aman dan halal dikonsumsi dan bergizi seimbang; (b) mendorong, mengembangkan dan membangun, serta memfasilitasi peran serta masyarakat dalam pemenuhan pangan sebagai implementasi pemenuhan hak atas pangan; (c) mengembangkan program perbaikan gizi yang cost effective, diantaranya melalui peningkatan dan penguatan program fortifikasi pangan dan program suplementasi zat gizi mikro khususnya zat besi dan vitamin A; (e) mengembangkan jaringan antar lembaga masyarakat untuk pemenuhan hak atas pangan dan gizi; dan (f) meningkatkan efisiensi dan efektivitas intervensi bantuan pangan/pangan bersubsidi kepada masyarakat golongan miskin terutama anak-anak dan ibu hamil yang bergizi kurang.

4) Peningkatan status gizi masyarakat

(9)

memprioritaskan pada kelompok penentu masa depan anak, yaitu, ibu hamil dan calon ibu hamil/remaja putri, ibu nifas dan menyusui, bayi sampai usia dua tahun tanpa mengabaikan kelompok usia lainnya; (c) meningkatkan efektivitas fungsi koordinasi lembaga-lembaga pemerintah dan swasta di pusat dan daerah, dibidang pangan dan gizi sehingga terjamin adanya keterpaduan kebijakan, program dan kegiatan antar sektor di pusat dan daeah, khususnya dengan sektor kesehatan, pertanian, industri, perdagangan, pendidikan, agama, serta peme rintahan daerah.

5) Peningkatan mutu dan keamanan pangan

Arah kebijakan: (a) meningkatkan pengawasan keamanan pangan; (b) melengkapi perangkat peraturan perundangundangan di bidang mutu dan keamanan pangan; (c) meningkatkan kesadaran produsen, importir, distributor dan ritel terhadap keamanan pangan; (d) meningkatkan kesadaran konsumen terhadap keamanan pangan, dan (e) mengembangkan teknologi pengawet dan pewarna makanan yang aman dan tidak memenuhi syarat kesehatan serta terjangkau oleh usaha kecil dan menengah produsen makanan dan jajanan.

b) Strategi

1) Strategi Memantapkan Ketersediaan Pangan berbasis Kemandirian

(10)

Pelestarian sumber daya lahan dan air, melalui : (1) pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian untuk mewujudkan lahan abadi, (2) sertifikasi lahan petani, (3) konservasi dan rehabilitasi sumberdaya lahan dan air pada daerah aliran sungai (DAS), (4) pengembangan sistem pertanian ramah lingkungan (agroforestry dan pertanian organik), (5) Pemantapan kelompok pemakai air untuk peningkatan pemeliharaan saluran irigasi, (6) penataan penggunaan air untuk pertanian, pemukiman dan industri, (7) pengembangan sistem informasi bencana alam dalam rangka Early Warning System (EWS), (8) rehabilitasi dan konservasi sumberdaya alam, (9) perbaikan dan peningkatan jaringan pengairan

Penguatan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat/komunitas, melalui: (1) pengembangan sistem cadangan pangan daerah untuk mengantisipasi kondisi darurat bencana alam minimal 3 (tiga) bulan , (2) pengembangan cadangan pangan hidup (pekarangan, lahan desa, lahan tidur, tanaman bawah tegakan perkebunan), (3) menguatkan kelembagaan lumbung pangan masyarakat dan lembaga cadangan pangan komunitas lainnya, (4) pengembangan sistem cadangan pangan melalui Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan ataupun lembaga usaha lainnya.

2) Strategi Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan

(11)

(5) Penguatan Lembaga pemasaran daerah, (6) pengurangan hambatan distribusi karena pungutan resmi dan tidak resmi, (7) pencegahan kasus penimbunan komoditas pangan oleh spekulan, (8) pemberian bantuan pangan pada kelompok masyarakat miskin dan yang terkena bencana secara tepat sasaran, tepat waktu dan tepat produk, penjaminan stabilitas harga pangan, melalui : (1) pemberlakuan harga pembelian pemerintah pada komoditas pangan strategis , (2) perlindungan harga domestik dari pengaruh harga dunia melalui kebijakan tarif, kuota impor, dan/ pajak ekspor, kuota ekspor pada komoditas pangan strategis, (3) pengembangan Buffer stock Management (pembelian oleh pemerintah pada waktu panen dan operasi pasar pada waktu paceklik) pada komoditas pangan strategis, (4) pencegahan impor dan/ ekspor illegal komoditas pangan, (5) peningkatan dana talangan pemerintah (propinsi dan kabupaten/kota) dalam menstabilkan harga komoditas pangan strategis, (6) peningkatan peranan Lembaga pembeli gabah dan Lembaga usaha ekonomi pedesaan, (7) pengembangan sistem tunda jual , (8) pengembangan sistem informasi dan monitoring produksi, konsumsi, harga dan stok minimal bulanan, peningkatan efisiensi dan efektivitas intervensi bantuan pangan/pangan bersubsidi kepada masyarakat golongan miskin (misalnya Raskin) dan mengembangkan pangan bersubsidi bagi kelompok khusus yang membutuhkan terutama anak-anak dan ibu hamil yang bergizi kurang.

3) Strategi Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang berbasis pada pangan lokal

(12)

Pengembangan bisnis pangan untuk peningkatan nilai tamba h ekonomi, gizi dan mutu ketersediaan pangan yang beragam dan bergizi seimbang melalui penguatan kerjasama pemerintah-masyarakat-dan swasta.

Pengembangan materi dan cara ajar diversifikasi konsumsi pangan dan gizi sejak usia dini melalui jalur pendidikan formal dan non formal.

Penguatan pola konsumsi pangan lokal yang didaerah dan kelompok masyarakat tertentu telah beragam;

pengembangan aspek kuliner dan daya terima konsumen, melalui berbagai pendidikan gizi, penyuluhan, dan kampanye gizi untuk peningkatan citra pangan lokal, serta peningkatan pendapatan dan pendidikan umum.

Pengembangan program perbaikan gizi yang cost effective, diantaranya melalui peningkatan dan penguatan program fortifikasi pangan dan program suplementasi zat gizi mikro khususnya zat besi dan vitamin A.

4) Strategi Peningkatan status gizi masyarakat

Peningkatan pelayanan gizi dan kesehatan kepada masyarakat miskin yang terintegrasi dengan program penanggulangan kemiskinan dan keluarga berencana, dalam rangka mengurangi jumlah penderita gizi kurang, termasuk kurang gizi mikro (kurang vitamin dan mineral) yang diprioritas pada kelompok penentu masa depan anak, yaitu, ibu hamil dan calon ibu hamil/remaja putri, ibu nifas dan menyusui, bayi sampai usia dua tahun tanpa mengabaikan kelompok usia lainnya.

(13)

Penguatan kelembagaan pedesaan seperti Posyandu, PKK, dan Dasa Wisma dalam promosi dan pemantauan tumbuh kembang anak dan penapisan serta tindak lanjut (rujukan) masalah gizi buruk.

Peningkatan efektivitas fungsi koordinasi lembaga-lembaga pemerintah dan swasta di pusat dan daerah, dibidang pangan dan gizi sehingga terjamin adanya keterpaduan kebijakan, program dan kegiatan antar sektor di pusat dan daeah, khususnya dengan sektor kesehatan, pertanian, industri, perdagangan, pendidikan, agama, serta pemerintahan daerah untuk promosi keluarga sadar gizi, pencegahan dan penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk secara dini dan terpadu.

5) Strategi Peningkatan mutu dan keamanan pangan

Peningkatan pengetahuan dan kesadaran tentang keamanan pangan di tingkat rumah tangga, industri rumahtangga dan UKM serta importir, distributor dan ritel serta pemahaman tentang implikasi hukum pelanggaran peraturan keamanan pangan yang berlaku.

Penguatan pengawasan dan pembinaan keamanan pangan dengan melengkapi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang mutu dan keamanan pangan, law enforcement bagi produsen, importir, distributor dan ritel yang melakukan pelanggaran terhadap keamanan pangan.

Peningkatan kesadaran dan perlindungan konsumen terhadap keamanan pangan.

3. Strategi Desa Mandiri Pangan

(14)

Adapun tujuan dari desa lumbung pangan adalah meningkatkan ketahanan pangan dan gizi (mengurangi kerawanan pangan dan gizi) masyarakat melalui pendayagunaan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal di perdesaan.

Sasaran desa lumbung pangan yaitu dengan terwujudnya ketahanan pangan dan gizi tingkat desa yang ditandai dengan berkurangnya tingkat kerawanan pangan dan gizi. Desa rawan pangan yang merupakan titik-titik potensi penyebab rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia (daerah dan nasional).

Melalui desa mandiri pangan diharapkan masyarakat desa rawan pangan akan kembali mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi, sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah serta mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara efisien dan berkelanjutan, dan akhirnya tercapai kemandirian masyarakat.

4. Strategi Desa Lumbung Pangan

Lumbung desa merupakan program ketahanan pangan dalam bentuk gerakan pembentukan usaha produktif yang berbasis kepada potensi lokal pedesaan, seperti: sawah, kebun, ternak maupun home industry. Upaya ini diwujudkan melalui proses peningkatan produksi. Inti Lumbung Desa adalah mengembalikan desa kepada khitahnya: desa sebagai sumber pangan Indonesia. Mengangkat harkat dan martabat desa, khususnya para petani. Dampak luasnya, menciptakan kedaulatan pangan di negeri tercinta.

(15)

meningkatnya produktifitas lahan dan semakin menguatkanya kapasitas masyarakat desa dalam berbagai hal.

Meningkatkan peran kelembagaan lumbung pangan selain berperan sebagai fungsi sosial dalam penyediaan cadangan pangan masyarakat diharapkan juga berperan sebagai fungsi ekonomi bagi kesejahteraan anggota dan masyarakat di sekitar desa sasaran, dengan cara sebagai berikut:

 Menumbuhkembangkan rasa bangga terhadap budaya lumbung desa.

 Menumbuhkembangkan rasa peduli terhadap sesama yang tidak dapat mengakses pangan.

 Mengimplementasikan rasa kesalehan sosial. Terhadap masyarakat miskin di lingkungannya.

 Menjaga dan meningkatkan ketersediaan dan tersalurnya

cadangan pangan daerah untuk penanganan pangan (kelebihan pangan, kekurangan pangan, ketidak mampuan mengakses pangan)

 Meningkatkan pemanfaatan pangan lokal dalam rangka penciptaan permintaan untuk produk pangan lokal.

5. Analisa

a) Kebijakan Pembangunan Pertanian

Arah kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia saat ini tentang pentingnya pembangunan pertanian khususnya di pedesaan seringkali di dengung-dengungkan, namun dalam kenyataannya tetap saja pemberdayaan petani masih kurang diperhatikan. Melihat kondisi pertanian saat ini dapat diuraikan sebagai berikut:

(16)

 Usaha pertanian yang ada didominasi oleh ciri-ciri skala kecil, modal terbatas, teknologi sederhana, sangat dipengaruhi musim, wilayah pasarnya lokal, umumnya berusaha dengan tenaga kerja keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran tersembunyi) akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah, Pasar komoditi pertanian sifatnya mono/oligopsoni sehingga terjadi eksploitasi harga pada petani.  Pendekatan parsial yang yang bertumpu pada peningkatan

produktifitas usaha tani yang tidak terkait dengan agroindustri. Hal ini menunjukkan fondasi dasar agribisnis belum terbentuk dengan kokoh sehingga sistem dan usaha agribisnis belum berkembang seperti yang diharapkan, yang terjadi kegiatan agribisnis masih bertumpu pada kegiatan usahatani.

 Pembangunan pertanian yang ada kurang terkait dengan

pembangunan pedesaan.

 Kurang memperhatikan aspek keunggulan komparatif yang dimiliki wilayah. Pembangunan agribisnis yang ada masih belum didasarkan kepada kawasan unggulan.

 Kurang mampu bersaing di pasaran, sehingga membanjirnya

impor khususnya komoditas hortikultura.

 Terdapat senjang produktivitas dan mutu yang cukup besar sehingga daya saing produk pertanian Indonesia masih mempunyai peluang yang sangat besar untuk ditingkatkan.  Pangsa pasar ekspor produk pertanian Indonesia masih kecil dan

sementara kapasitas dan potensi yang dimilikinya lebih besar. Kegiatan agroindustri masih belum berkembang. Produk–produk perkebunan semenjak zaman Belanda masih berorentasi pada ekspor komoditas primer (mentah)

 Terjadinya degradasi kualitas sumberdaya pertanian akibat pemanfaatan yang tidak mengikuti pola-pola pemanfaatan yang berkelanjutan.

(17)

membutuhkan , saling memperkuat dan saling menguntungkan. Yang terjadi adalah penguasaan pasar oleh kelompok usaha yang kuat sehingga terjadi distribusi margin keuntungan yang timpang (skewed) yang merugikan petani.

 Lemahnya peran lembaga penelitian, sehingga temuan atau inovasi benih/ bibit unggul sangat terbatas

 Lemahnya peran lembaga penyuluhan sebagai lembaga transfer

teknologi kepada petani, setelah era otonomi daerah.

 Kurangnya pemerintah memberdayakan stakeholder seperti perguruan tinggi, LSM, dalam pembangunan pertanian.

 Lemahnya dukungan kebijakan makro ekonomi baik fiskal maupun moneter seperti kemudahan kredit bagi petani, pembangunan irigasi maupun pasar, dll.

b) Kebijakan dan Strategi Menuju Indonesia Tahan Pangan dan Gizi Guna mengoptimalkan pencapaian Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015, diharapkan setiap Propinsi dan Kabupaten/Kota dapat menyusun target dan rencana aksi aga r kebijakan umum tersebut dapat dioperasionalkan di lapang, seperti investasi dan pembiayaan, manajemen pengelolaan lahan dan tata ruang, infrastruktur pedesaan, pengembangan SDM, penguatan kelembagaan ketahanan pangan daerah, dan aspek lain yang diperlukan.

Mengingat masalah pangan dan gizi dan pembangunan ketahanan pangan dan gizi bersifat lintas sektor, maka dalam menyusun rencana aksi maupun rencana implementasinya, semangat koordinasi dan integrasi serta sinergitas antar kegiatan harus diutamakan. Kemitraan antar pemerintah dengan masyarakat dan swasta merupakan salah satu faktor kunci dalam pembangunan ketahanan pangan di daerah menuju tercapainya Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015.

c) Strategi Desa Mandiri Pangan

(18)

kegiatan yang akan dilaksanakan seperti pemberdayaan masyarakat (pendampingan, pelatihan, fasilitasi dan penguatan kelembagaan), harmonisasi system ketahanan pangan dan pengembangan keamanan pangan serta antisipasi maupun penanggulangan kerawanan pangan.

Melalui berbagai kegiatan tersebut, diharapkan masyarakat desa mempunyai kemampuan dalam mengelola aspek ketersediaan dan distribusi pangan dengan gizi seimbang dan aman, dan mampu mengatasi masalah pangan serta mampu membentuk aliansi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam melawan kelaparan dan kemiskinan, sehingga diharapkan dapat menurunkan kerawanan pangan dan gizi

d) Strategi Desa Lumbung Pangan

Indonesia kini berada dalam kondisi “gawat darurat”. Cirinya terlihat dari impor pangan yang mencapai angka 80%. Beras, yang menjadi makanan pokok masyarakat, masih harus diimpor. Bahkan tempe, makanan tradisional khas negeri ini yang sangat dikenal, masih terus-menerus terhantam oleh krisi kedelei. Dimanakah negeri agraris yang mampu menghasilkan sendiri produk pertaniannya?

Kita harus berbesar hati untuk mengakui bahwa bangsa ini sesungguhnya telah krisis pangan. Hanya untuk sementara, krisisnya terselamatkan dengan adanya kebijakan impor. Namun kita harus waspada. Kelak, ketika terjadi krisis di negeri pengekspor, negeri kita yang tergantung pada produk negara lain akan terhantam badai krisis.

Dengan membangun desa, jelas kemakmuran desa akan mengalir dan mendorong kota-kota tumbuh lebih sehat. Karena pembangunan terkonsentrasi di kota, desa pun terabaikan yang artinya tak ada kemajuan di desa. Maka desa pun ditinggalkan warga terbaik. Akibatnya, 71.000 dari 78.000 desa jadi desa tertinggal Pengolahan sawah dan kebun sayur mayur yang tak banyak menjanjikan, akhirnya beralih kepemilikan.

(19)

80% penghasilan petani untuk kebutuhan sehari-hari, ternyata memang bukan dari pertanian. Dengan demikian, masih layakkah petani dianggap petani? Dan ironisnya, kondisi sulit ini pun mendorong para petani sekarang untuk tidak menganjurkan anak-anaknya jadi petani. Indikator Keberhasilan:

 Tersedianya fisik lumbung pangan.

 Berkembangnya organisasi, administrasi dan jaringan usaha lumbung pangan.

 Tersedianya cadangan pangan di masyarakat

 Berkembangnya usaha produktif

Strategi Kegiatan:

Agar mencapai sasaran yang optimal, beberapa tahapan yang dapat dilakukan untuk pengembangan lumbung pangan pedesaan seperti:

 Tahap Persiapan

 Tahap Penumbuhan Kelompok

 Tahap Pengembangan Kelompok

 Tahao Pemantapan Lumbung Pangan

(20)

BAB III PENUTUP

A.

Simpulan

Kebijakan pembangunan pertanian pada dasarnya merupakan suatu usaha terencana yang berkaitan dengan pemberian penjelasan dan preskripsi atau rekomendasi terhadap konsekuensi-konsekuensi kebijakan pembangunan pertanian yang telah diterapkan.

Desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan akan dapat mewujudkan desa yang dinamakan desa mandiri pangan.

Analisa dari semua program kebijakan dan strategi ketahanan pangan pada umumnya telah mengarah kepada pencapaian ketahanan pangan yang diharapkan Indonesia namun belum dapat terealisasi secara penuh dikarenakan beberapa faktor penyebab.

Lumbung desa diartikan sebagai suatu program ketahanan pangan dalam bentuk gerakan pembentukan usaha produktif yang berbasis kepada potensi lokal pedesaan. Upaya ini diwujudkan melalui proses peningkatan produksi. Inti Lumbung Desa adalah mengembalikan desa kepada khitahnya: desa sebagai sumber pangan Indonesia.

B.

Saran

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Pengendalian disini sudah merupakan koordinasi dari pengendalain waktu berdasarkan pada rnasing­ masing lokasi proyek yang terdiri dari koordinasi pengendalian

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa SMA dalam pemecahan masalah dan komunikasi matematik melalui pendekatan problem posing dalam

terdapat perselisihan antara masyarakat, perorangan, dan badan hukum (Perusahaan, KUD, dll). 13) Permasalahan lahan murni masyarakat (Genuine Masyarakat) adalah lahan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian pengembangan ini adalah: (1) modul fisika berbasis masalah pada materi listrik dinamis yang dikembangkan layak digunakan untuk

Menen- tukan kemaslahatan dari suatu tindakan yang nantinya akan dijadikan dasar per- timbangan dalam dalil maslahah mursalah , menurut asy-Syâtibî, dapat menggunakan akal

Pihak showroom “M” juga belum mengukuhkan diri sebagai pengusaha kena pajak (PKP) sesuai dengan pasal 15 PER-20/PJ/2013 tentang tata cara pendaftaran dan

Dengan demikian kemampuan representasi free body diagrams siswa kelas X Darel Hikmah berada pada kategori sangat rendah.Sehubungan dengan kesimpulan hasil

AED) pada pasien tumor otak dengan epilepsi, penggunaan obat antiepilepsi seperti Carbamazepine, Phenytoin, dan Fenobarbital memberikan efektitivitas yang