• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 PEMBAHASAN

5.2. Pengaruh Sosial Ekonomi terhadap Keputusan Memilih Pertolongan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pendidikan, diketahui hasil

uji chi square tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan pemilihan penolong

persalinan, namun secara proporsi menunjukkan bahwa 22,1% ibu yang memilih dukun bayi mempunyai pendidikan termasuk menengah yaitu pendidikan setingkat SLTP sederajat dibandingkan dengan pendidikan kategori rendah 20,0%. Hal ini menunjukkan bahwa peran pendidikan bukan merupakan variabel mutlak mempengaruhi ibu untuk memilih penolong persalinan pada tenaga kesehatan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Permata (2002) bahwa mereka yang mempunyai pendidikan yang tinggi yaitu setingkat SLTA ke atas dan pengetahuan kategori baik cenderung memanfaatkan pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional, karena faktor pendidikan dan pengetahuan sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan terhadap pemilihan pertolongan persalinan.

Demikian juga dengan penelitian Bangsu (2001), bahwa ibu yang memanfaatkan dukun bayi 86,21% mempunyai pendidikan rendah, dibandingkan pemanfaatan tenaga medis (13,79%). Sejalan juga dengan penelitian Amiruddin (2006), bahwa 85,1% responden dengan pendidikan cukup memilih tenaga kesehatan sebagai tenaga penolong persalinan sementara responden dengan pendidikan kurang hanya sebesar 23,9 % yang memilih dukun bayi sebagai tenaga penolong persalinan.

Selain itu berdasarkan status pekerjaan, bahwa ibu yang memilih pertolongan persalinan oleh dukun bayi, 24,20% berstatus tidak bekerja dibandingkan ibu yang bekerja, yaitu hanya 16,0%. Hal ini mengindikasikan bahwa ibu yang mempunyai kesibukan untuk dapat membantu suami dalam mencari nafkah untuk keluarganya justru mengambil keputusan untuk memilih bidan dibandingkan ibu yang tidak bekerja.

Namun hasil uji statistik dengan uji chi square menunjukkan tidak menunjukkan hubungan signifikan antara pekerjaan ibu dengan pemilihan penolong persalinan (p>0,05).Hal ini menunjukkan bahwa ibu bersalin yang bekerja atau tidak bekerja tidak berpengaruh terhadap keputusan untuk memilih penolong persalinan oleh bidan atau dukun bayi, sehingga dapat dikatakan bahwa variabel pekerjaan bukan merupakan salah satu variabel yang menentukan keputusan pemilihan penolong persalinan.

Besarnya proporsi karena ibu bersalin yang berstatus tidak bekerja untuk memilih dukun bayi, diduga berhubungan dengan pendapatan keluarganya, di mana biasanya ibu bersalin yang tidak bekerja cenderung tidak mempunyai jumlah

pendapatan keluarga yang memadai, khususnya untuk memenuhi tarif pelayanan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga medis lain, sehingga mengambil alternatif untuk memilih dukun bayi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Amiruddin (2006), bahwa tidak ada hubungan pekerjaan ibu dengan pemilihan penolong persalinan, dan secara proporsi juga menunjukkan bahwa ibu yang memilih penolong persalinan 97,2% merupakan ibu yang bekerja dibanding ibu tidak bekerja (2,1%).

Berdasarkan pendapatan keluarga, diketahui ibu yang memilih penolong persalinan oleh dukun bayi 32,7% juga berpendapatan rendah yaitu di bawah rata-rata upah minimum regional, sedangkan ibu yang memilih penolong persalinan oleh bidan tidak jauh beda dengan pendapatan yang tinggi yaitu sebesar 15,0%.

Hal ini mengindikasikan bahwa keluarga dengan pendapatan yang rendah akan beralih untuk memanfaatkan dukun bayi dalam pertolongan persalinan, hal ini dikarenakan biaya atau tarif yang dikenakan oleh dukun bayi cenderung jauh lebih murah dibandingkan dengan tarif oleh bidan atau tenaga medis lain.

Hal ini didukung oleh hasil uji statistik dengan uji chi square bahwa ada hubungan signifikan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan penolong persalinan dengan nilai sig.0,009 (p<0,05), dengan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 3,966, artinya ibu bersalin dengan pendapatan keluarga rendah kemungkinan memilih dukun bayi 3,966 kali atau 4 kali dibandingkan ibu dengan pendapatan keluarga kategori tinggi.

Keadaan ini mencerminkan bahwa ibu dari keluarga dengan pendapatan yang tinggi cenderung lebih dominan memilih bidan dibandingkan dukun bayi. Hal ini sejalan dengan penelitian Abbas dan Kristiani (2006), bahwa pemanfaatan bidan cenderung pada ibu dengan pendapatan yang tinggi, sedangkan masyarakat dengan pendapatan rendah justru lebih memilih dukun bayi, karena mereka mempunyai persepsi bahwa pertolongan persalinan pada bidan mahal dan beberapa masyarakat yang menyatakan kurang percaya terhadap pelayanan kesehatan bidan di desa, karena bidan masih terlalu muda dan belum menikah sehingga belum mempunyai pengalaman terutama persalinan ibu melahirkan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Amiruddin (2006), bahwa 75 responden yang masuk dalam kategori gakin, 52% memilih tenaga kesehatan sebagai tenaga penolong persalinan dan 48% memilih tenaga non kesehatan sebagai penolong persalinan, demikian juga dengan penelitian Bangsu (2001), bahwa 96,67% ibu yang memilih dukun bayi mempunyai pendapatan keluarga kategori rendah dibandingkan

ibu yang memilih bidan atau tenaga medis (3,33%), dan hasil uji chi square juga

menunjukkan ada hubungan signifikan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan penolong persalinan.

5.3. Pengaruh Pengetahuan terhadap Keputusan Memilih Pertolongan Persalinan di Kecamatan Babul RahmahKabupaten Aceh Tenggara

Pengetahuan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang diketahui oleh ibu tentang pemeriksaan kehamilan, persalinan yang sehat, dan pertolongan persalinan yang normal.

Hasil penelitian menunjukkan ibu yang memilih penolong persalinan oleh dukun bayi 63,6% terdapat pada ibu yang berpengetahuan kurang, dibandingkan ibu dengan pengetahuan baik (14,8%). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin baik pengetahuan ibu, maka semakin kecil kemungkinan memilih penolong persalinan oleh dukun bayi.

Secara statistik dengan uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan ibu dengan pemilihan penolong persalinan dengan nilai p=0,020. dengan nilai OR 0,304, artinya ibu bersalin dengan pengetahuan baik untuk memilih dukun bayi hanya 0,3 kali dibandingkan ibu dengan pengetahuan kurang. Namun berdasarkan hasil uji regresi logistik secara bersamaan dengan variabel lain tidak menunjukkan pengaruhnya terhadap pemilihan penolong persalinan.

Keadaan ini mencerminkan bahwa pengetahuan secara parsial mempunyai keeratan hubungan dengan pemilihan penolong persalinan, artinya semakin tinggi pengetahuan ibu maka kecenderungan ibu memilih penolong persalinan pada bidan atau tenaga medis lain semakin tinggi, namun jika dihadapkan pada permasalahan lain seperti faktor ekonomi atau kebutuhan yang sangat mendesak akibat kurangnya

akses ke pelayanan kesehatan, maka ibu akan memilih untuk memutuskan memanfaatkan dukun bayi untuk menolong persalinan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Bangsu (2001), bahwa ibu dengan pengetahuan kurang 94,81% akan memilih dukun bayi untuk menolong persalinannya, dibandingkan ibu dengan pengetahuan tinggi (5,19%).

Menurut Kamil (2006), pemanfaatan pertolongan persalinan oleh tenaga profesional (bidan) di masyarakat masih sangat rendah dibandingkan dengan indikator yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh faktor ibu seperti pengetahuan, sikap terhadap keputusan untuk memanfaatkan tenaga ahli dalam pertolongan persalinan, serta jangkauan ke pelayanan kesehatan.

5.4. Pengaruh Sikap terhadap Keputusan Memilih Pertolongan Persalinan di Kecamatan Babul RahmahKabupaten Aceh Tenggara

Sikap dalam penelitian ini adalah pandangan atau respon ibu terhadap upaya pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan yang sehat dan normal. Pada prinsipnya sikap merupakan manifestasi dari pengetahuan, artinya jika pengetahuan ibu baik maka cenderung mempunyai sikap yang lebih baik, meskipun dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Hasil penelitian menunjukkan ibu yang memilih dukun bayi, 40,0% menyatakan kurang setuju dibandingkan ibu yang menyatakan setuju (11,5%). Hal ini menunjukkan bahwa adanya respon yang kurang setuju dari ibu terhadap pemeriksaan kehamilan, penolong persalinan yang sehat dan normal, maka

kemungkinan besar ia akan memilih dukun bayi untuk penolong persalinannya, dibandingkan ibu dengan sikap yang setuju.

Secara statistik dengan uji chi square menunjukkan ada hubungan signifikan antara sikap ibu dengan pengambilan keputusan penolong persalinan ( <0,05), dengan nilai OR sebesar 5,111, artinya ibu bersalin yang memilih dukun bayi 5 kali mempunyai sikap sikap kurang setuju dibandingkan ibu bersalin dengan sikap setuju. Namun hasil regresi logistic tidak menunjukkan pengaruh signifikan dengan pemilihan pertolongan persalinan.

Keadaan ini menunjukkan bahwa ibu dengan sikap yang setuju belum tentu akan memilih bidan untuk menangani persalinannya, hal ini mungkin saja dipengaruhi oleh faktor lain misalnya faktor akses ke bidan atau pelayanan kesehatan, atau faktor budaya dan faktor kemampuan membayar atau persepsi lain terhadap bidan yang akan menangani pertolongan persalinan.

Hal ini dapat ditegaskan oleh Abbas dan Kristiani (2006) bahwa sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa tenaga medis (paramedis) cenderung belum berpengalaman, karena rata-rata usia mereka sangat muda, sehingga masyarakat kurang percaya terhadap tindakan persalinan yang dilakukan oleh bidan.

Hasil penelitian Bangsu (2001) di Bengkulu, juga mengemukakan bahwa keputusan masyarakat memilih pertolongan oleh dukun bayi cenderung dipengaruhi oleh kemudahan mendapatkan pelayanan dukun bayi, selain itu pelayanan yang diberikan oleh dukun bayi bersifat “all in”, yaitu menolong persalinan, membantu pekerjaan ibu hamil pada hari persalinannya, memandikan bayi, dan bahkan bersedia

merawat bayi hingga lepas tali pusat dan kondisi ibu mulai pulih. Keadaan tersebut juga diduga memberikan kontribusi terhadap pemilihan penolong persalinan oleh ibu bersalin di Kabupaten Aceh Tenggara.

5.5. Pengaruh Faktor Budaya terhadap Keputusan Memilih Pertolongan Persalinan di Kecamatan Babul RahmahKabupaten Aceh Tenggara

Budaya dalam penelitian ini adalah pandangan responden tentang kepercayaan, dan adat istiadat yang ada di masyarakat tentang pemilihan penolong persalinan. Secara kultural, masyarakat di Kabupaten Aceh Tenggara didiami oleh beberapa suku bangsa, yaitu Suku Aceh (45,2%), suku Batak (29,7%), suku Alas (15,1%), dan lain-lain (13,0%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya yang mereka miliki 75,9% merupakan budaya yang mendukung, yaitu budaya yang membenarkan bahwa pertolongan persalinan harus dilakukan secara medis, dan ditolong oleh tenaga yang profesional.

Secara proporsi ibu yang memilih dukun bayi mayoritas mempunyai budaya tidak mendukung (47,6%) dibandingkan ibu yang mempunyai budaya mendukung (15,2%). Keadaan ini menunjukkan bahwa jika ibu mempunyai budaya tidak mendukung yaitu budaya yang masih menyalahkan atau tidak membenarkan penolong persalinan oleh tenaga medis, maka semakin besar keputusan ibu memilih dukung bayi.

Secara statistik dengan uji chi square menunjukkan ada hubungan signifikan antara budaya dengan pengambilan keputusan penolong persalinan ( <0,05), dengan nilai OR sebesar 24,00, artinya ibu bersalin yang memilih dukun bayi 24 kali adalah ibu dengan budaya tidak mendukung dibandingkan ibu dengan budaya yang mendukung.

Demikian juga hasil uji secara bersamaan dengan uji regresi logistik juga menunjukkan ada pengaruh signifikan antara faktor budaya dengan pengambilan keputusan memilih penolong persalinan, dengan nilai p=0,000 pada nilai =3,195, dan berdasarkan persamaan model regresi logistik ganda menunjukkan bahwa probabilitas ibu dengan faktor budaya mendukung diketahui 96,47% akan memilih dukun bayi, sedangkan probabilitas ibu dengan faktor budaya tidak mendukung hanya 39,98% akan memilih dukun bayi.

Selain itu juga mencerminkan bahwa faktor budaya mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pemilihan penolong persalinan di Kabupaten Aceh Tenggara, mengingat masih ada beberapa daerah yang terisolir dan relatif sulit dijangkau oleh fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, maka akan semakin membuka peluang dukun bayi untuk melakukan tindakan medis khususnya pertolongan persalinan, serta akan semakin menumbuhkan pemikiran yang permanen dan membudaya bagi masyarakat untuk memanfaatkan dukun bayi sebagai penolong persalinan.

Di Kecamatan Babul Rahmah Kabupaten Aceh Tenggara diduga masih ada sebagian masyarakat yang sangat fanatik dengan budaya dan adat istiadatnya

sehingga penerimaan bidan desa akan sangat sulit, untuk itu perlu dilakukan penelitian mendalam tentang pengaruh budaya masyarakat terhadap penolong persalinan, karena keadaan ini akan berimplikasi terhadap derajat kesehatan masyarakat khususnya kematian ibu dan anak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan peneltian Bangsu (2001) bahwa lingkungan sosial dan adat istiadat merupakan variabel paling berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan, secara proporsi menunjukkan 83,91% ibu yang mempunyai lingkungan sosial yang kurang mendukung memilih dukun bayi untuk pertolongan persalinan dibandingkan penolong persalinan oleh bidan (16,09%).

Menurut Sumaryoto (2003) faktor non medis terbukti merupakan faktor dominan yang memberikan konstribusi terhadap kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas. Apalagi saat ini belum semua masyarakat siap melaksanakan perubahan perilaku, pengaruh sosial budaya yang bias gender dan masih kurangnya informasi serta kemampuan menerima dan menyerap informasi.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait