• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pertolongan Persalinan

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari ibu. Pertolongan persalinan merupakan salah satu bagian dari pelayanan antenatal care. Manuaba (2001) peningkatan pelayanan antenatal, penerimaan gerakan keluarga berencana, melaksanakan persalinan bersih dan aman dan meningkatkan pelayanan obstetri essensial dan darurat yang merupakan pelayanan kesehatan primer.

Darwizar (2002), tidak jarang ibu hamil yang kritis meninggal sesampai di rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan lainnya, dan tidak jarang juga sering terjadi kematian akibat pertolongan persalinan yang tidak ditangani oleh tenaga yang ahli dan berlatar belakang kesehatan seperti dukun bayi.

Beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan pertolongan persalinan oleh ibu hamil, antara lain:

(1) Sosial Ekonomi

Aspek sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan kondisi sosial dan perekonomian keluarga. Beberapa indikator sosial ekonomi antara lain pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah tanggungan dalam keluarga, dukungan keluarga, dan masyarakat. Faktor sosial ekonomi cenderung berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk memilih pelayanan kesehatan dalam hal ini keputusan memilih pertolongan persalinan, faktor tersebut antara lain rendahnya pendapatan keluarga, di mana masyarakat yang tidak mempunyai uang yang cukup untuk mendapatkan pelayanan yang aman dan berkualitas.

Menurut Sumaryo (2003) kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan menyebabkan perempuan tidak tahu hak-hak reproduksinya serta tidak mempunyai posisi tawar dalam pengambilan keputusan. Meskipun hal itu menyangkut keselamatan dan kesejahteraan dirinya sendiri. Jadi kendala yang dihadapi kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-hak reproduksinya adalah tingkat pendidikan perempuan dan taraf ekonomi keluarga.

(2) Faktor Budaya

Menurut Kontjaraningrat (2004) yang mengutip pendapat E.B.Tylor (1871) kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Beberapa indikator dari aspek budaya antara lain:

a. Norma

Norma adalah suatu aturan khusus atau seperangkat peraturan tentang apa yang harus dan apa yang tidak harus dilakukan oleh manusia. Norma mengungkapkan bagaimana manusia seharusnya berperilaku atau bertindak. Norma yang berkembang di masyarakat mempunyai beberapa hal yang terkait dengan kehamilan maupun dengan pemilihan tenaga penolong persalinan. Adanya hubungan aspek norma dengan tindakan dalam memilih tenaga penolong persalinan akan dilihat dalam penelitian ini.

Konsep norma tentang dukun bayi pada beberapa penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan bidan atau tenaga kesehatan lainnya. Sehingga dalam pelaksanaan pelayanan pertolongan persalinan di tengah masyarakat menunjukkan adanya keseimbangan antara bidan dan dukun bayi.

Menurut pendapat Yosefina, dkk (2003) norma mengacu pada kepercayaan simbolis penting untuk masyarakat terutama yang tinggal di daerah pedesaan atau daerah terpencil. Hal ini disebabkan karena:

1. Simbol dasar dari kehamilan bersumber dari adat dan norma asli. 2. Konsep norma dan nilai mempengaruhi perlakuan.

3. Masyarakat dapat mengetahui sistem kedokteran modern dalam konteks kepercayaan simbolis.

4. Mungkin masyarakat tidak memakai sistem pengobatan modern karena tidak cocok dengan norma masyarakat asli.

Kondisi daerah sangat berpengaruh terhadap keteguhan untuk memelihara norma dan nilai, suatu daerah yang tidak banyak mendapatkan sentuhan pola hidup modern yang dapat merubah pola dan pandangan hidup masyarakat senantiasa terpelihara dengan baik. Sebaliknya daerah yang banyak menerima perubahan yang dibawa oleh pendatang dapat menyebabkan perubahan norma dalam masyarakat.

Perubahan pandangan tentang norma dapat mencakup berbagai aspek kehidupan. Termasuk perubahan pandangan tentang tenaga penolong persalinan, yang selama ini sebagian besar masih ditolong oleh dukun bayi, akan mengalami perubahan dengan ditempatkannya bidan sebagai tenaga kesehatan di daerah pedesaan.

Menurut Sumaryoto (2003) faktor non medis terbukti merupakan faktor dominan yang memberikan konstribusi terhadap kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas. Apalagi saat ini belum semua masyarakat siap melaksanakan perubahan perilaku, pengaruh sosial budaya yang bias gender dan masih kurangnya informasi serta kemampuan menerima dan menyerap informasi.

b. Keyakinan

Keyakinan atau gagasan deskriptif yang memiliki seseorang terhadap sesuatu yang menggambarkan evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang yang merasa efektif konsisten terhadap suatu objek dan gagasan. Sebagai makhluk sosial manusia secara umum dan ibu hamil khususnya akan menanggapi dan memberikan pandangan tentang tenaga penolong persalinan berdasarkan keyakinan yang dimilikinya. Secara psikologis faktor keyakinan berperan besar dalam menentukan persepsi seseorang

terhadap orang lain, demikian juga dengan ibu hamil. Persepsi atau keyakinan tentang kehamilan dan persalinan yang dimiliki oleh masyarakat sangat menentukan perilaku masyarakat terhadap kehamilan dan persalinan tersebut (Natoatmodjo, 2003).

Persepsi ini terbentuk berdasarkan kepercayaan-kepercayaan dan simbol-simbol yang dimiliki oleh masyarakat. Proses kehamilan dan persalinan serta bagaimana pengelolaan kehamilan lebih ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan dari dalam (perlakuan terhadap adat) dari pada lingkungan perawatan dari luar.

Oleh karena itu sebagian masyarakat memandang bahwa hal yang lebih penting dilakukan adalah memenuhi tuntutan kepercayaan/adat dari pada perawatan dari luar. Apabila kepercayaan-kepercayaan tersebut telah dilakukan sebagaimana mestinya, maka kehamilan ibu akan sehat dan lahir dengan baik. Hal tersebut erat kaitannya denga struktur nilai yang ada dalam masyarakat.

(3) Perilaku Individu

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Menurut Sarwono (1997), perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan) maupun aktif (disertai tindakan).

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek. Respon ini berbentuk dua macam, yaitu: (Notoatmodjo, 2003)

1. Bentuk pasif

Adalah respon internal, yaitu yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu. Contoh lain seseorang yang menganjurkan orang lain untuk mengikuti keluarga berencana (KB) meskipun ia tidak ikut KB. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa si ibu telah mempunyai sikap yang pasif untuk mendukung KB, meskipun dia sendiri belum melakukan secara kongkrit terhadap kedua hal tersebut. Oleh karena itu perilaku mereka ini masih terselubung (cover behavior).

2. Bentuk aktif

Yaitu apabila perilaku tersebut jelas dapat diobservasi secara langsung, misalnya pada contoh kedua tersebut di atas si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena itu perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata (overt behavior).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang bersifat terselubung dan disebut covert behavior. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus (practice) adalah overt behavior.

1. Pengetahuan (Knowledge)

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, yakni dengan indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Ada enam tingkatan pengetahuan, yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat dan sebagainya.

Pentingnya aspek pengetahuan dalam pertolongan persalinan dapat dilihat dari pendapat Cholil (2004) yang menyatakan bahwwa kematian ibu melahirkan lebih

banyak terjadi karena pendarahan, maka perlu dilakukan upaya peningkatan pengetahuan dengan pengadaan pelatihan pada para bidan dan ibu-ibu yang akan melahirkan.

2. Sikap (Attitude)

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2003). Menurut Natoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Allport (1954), bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan

emosi memegang peranan penting.

Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:

1. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir, tetapi harus dipelajari selama perkembangan hidupnya.

2. Sikap itu tidak semata berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan suatu objek. Pada umumnya sikap tidak berkenaan dengan satu objek saja, melainkan juga dapat berkenaan dengan deretan-deretan objek yang serupa. 3. Sikap pada umumnya mempunyai segi-segi motivasi dan emosi sedangkan

kecakapan dan pengetahuan hal ini tidak ada (Ahmadi, 2002).

3. Tindakan (Practice)

Notoatmodjo (2003), mengatakan bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Adapun tingkat-tingkat tindakan atau praktek adalah:

1. Persepsi (Perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. 2. Respon terpimpin (Guided respons), yaitu dapat dilakukan sesuatu sesuai dengan

urutan yang benar sesuai pula dengan contoh adalah indikator praktek tingkat dua. 3. Mekanisme (Mecanism), yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (Adaptation), yaitu adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Dokumen terkait