• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN

Kesejahteraan merupakan suatu kondisi yang ingin dicapai oleh rumah tangga petani di Desa Ligarmukti melalui penerapan berbagai strategi nafkah. Kesejahteraan tersebut merupakan tujuan akhir suatu rumah tangga untuk menjamin keberlangsungan dan keberlanjutan fungsi utama keluarga. Penerapan berbagai strategi nafkah oleh rumah tangga petani telah membawa rumah tangga tersebut pada tingkatan kesejahteraan tertentu sebagai hasil atau pencapaian atas usaha yang mereka yang lakukan. Berhasil atau tidaknya suatu penerapan strategi nafkah dapat dilihat berdasarkan tingkatan kesejahteraan, semakin tinggi tingkat kesejahteraan rumah tangga petani maka semakin berhasil strategi nafkah tersebut. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kesejahteraan rumah tangga petani maka strategi nafkah tersebut dapat dikatakan gagal. Berhasil atau gagalnya suatu strategi nafkah mengindikasikan sesuai atau tidaknya strategi nafkah tersebut diterapkan di suatu komunitas atau lokasi tertentu. Kesesuaian strategi nafkah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti karakteristik rumah tangga, penguasaan modal nafkah, dan faktor lainnya yang berada di luar kendali rumah tangga petani.

Pada kasus Desa Ligarmukti, penguasaan modal nafkah menjadi faktor yang sangat penting karena strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani dibangun oleh kombinasi pemanfaatan modal nafkah. Faktor penguasaan modal nafkah yang memengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga petani di Desa Ligarmukti diuji menggunakan analisis regresi. Pada uji regresi ini, alpha yang digunakan sebesar 20% atau 0.2. Artinya, selang kepercayaannya adalah 80%. Uji regresi dilakukan dengan menguji penguasaan modal nafkah terhadap tingkat pendapatan dan tingkat pengeluaran yang menjadi indikator kesejahteraan rumah tangga petani. Hal ini dilakukan untuk melihat perbandingan pengaruh penguasaan modal nafkah dengan menggunakan indikator tingkat kesejahteraan yang berbeda. Berdasarkan hasil uji statistik, faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengeluaran pada rumah tangga petani di Desa Ligarmukti adalah tingkat pendapatan non pertanian pada modal finansial dan tingkat alokasi tenaga kerja dan jumlah keterampilan pada modal manusia. Hasil uji regresi penguasaan modal nafkah terhadap tingkat pengeluaran rumah tangga petani dengan alpha 20% dapat dilihat pada Tabel 19.

Alokasi tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap tingkat pengeluaran rumah tangga petani yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan. Semakin tinggi alokasi tenaga kerja maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan rumah tangga petani. Sebaliknya, semakin rendah alokasi tenaga kerja dalam suatu rumah tangga petani makan semakin rendah pula tingkat kesejahteraannya. Rumah tangga petani memiliki pandangan bahwa semakin banyak anggota keluarga yang bekerja, maka akan semakin besar peluang rumah tangga tersebut untuk mencapai kesejahteraan sehingga orang tua dalam rumah tangga petani cenderung mendorong anaknya yang dirasa sudah mampu bekerja untuk mencari pekerjaan. Pekerjaan yang diterapkan biasanya pekerjaan di luar sektor pertanian sehingga mayoritas rumah tangga petani di Desa Ligarmukti menerapkan strategi pola

nafkah ganda. Jumlah keterampilan yang dimiliki oleh rumah tangga petani juga memiliki pengaruh nyata terhadap tingkat kesejahteraan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin banyak keterampilan yang dimiliki maka semakin banyak peluang rumah tangga petani untuk melakukan berbagai jenis pekerjaan yang kemudian akan menghantarkan mereka kepada kesejahteraan. Tingkat pendapatan non pertanian memiliki pengaruh nyata terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani. Hal ini disebabkan rumah tangga petani tidak lagi hanya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, melainkan juga dari sektor non pertanian. Pendapatan yang berasal dari sektor pertanian yang tidak menentu dan dirasa tidak lagi mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mendorong rumah tangga petani untuk memperoleh pendapatan lain. Pendapatan tersebut diperoleh dari luar sektor pertanian yang berarti juga memanfaatkan sumber daya yang ada di luar Desa Ligarmukti. Kenyataannya sektor non pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menopang kehidupan rumah tangga petani yang dapat dilihat pada Gambar 2 (lihat hlm 35).

Tabel 19 Hasil uji regresi variabel modal nafkah terhadap tingkat pengeluaran rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

(Constant) 14362432.77 33449174.98 .429 .671

Luas kepemilikan lahan 787.582 832.381 .102 .946 .352

Tingkat kepemilikan

barang berharga -1020099.967 1606832.868 -.095 -.635 .531

Tingkat kepemilikan aset

pertanian 2923396.891 5170211.325 .059 .565 .576

Tingkat pendapatan

pertanian .055 .235 .026 .234 .817

Tingkat pendapatan non

pertanian .596 .113 .665 5.263 .000*

Jumlah tabungan .187 .473 .041 .428 .672

Tingkat pendidikan -613874.070 1028271.573 -.076 -.597 .555

Tingkat alokasi tenaga

kerja -10320346.3 4785224.763 -.217 -2.157 .040*

Jumlah keterampilan 11921497.26 4549377.450 .367 2.620 .014*

Jumlah jaringan 187340.251 221469.748 .084 .846 .405

Jumlah keanggotaan

dalam organisasi formal 3497410.681 3945726.188 .096 .886 .383

Jumlah keanggotaan dalam organisasi non formal

1214211.582 4238413.199 .036 .286 .777

a. Dependent Variable: Tingkat pengeluaran

Setelah melihat pengaruh modal nafkah terhadap tingkat pengeluaran rumah tangga petani, modal nafkah juga diuji pengaruhnya terhadap tingkat pendapatan rumah tangga petani di Desa Ligarmukti. Tingkat pengeluaran dan tingkat pendapatan yang diuji merupakan data pendapatan dan pengeluaran rata- rata per tahun rumah tangga petani. Berdasarkan hasil uji statistik, faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pendapatan pada rumah tangga petani di Desa Ligarmukti adalah tingkat pendapatan pertanian dan non pertanian pada modal finansial, jumlah keterampilan pada modal manusia, dan jumlah jaringan pada

modal sosial. Hasil uji regresi penguasaan modal nafkah terhadap tingkat pengeluaran rumah tangga petani dengan alpha 20% dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Hasil uji regresi variabel modal nafkah terhadap tingkat pendapatan

rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

(Constant) -57984731.6 55880908.75 -1.038 .308

Luas kepemilikan lahan 347.673 1307.418 .038 .266 .792

Tingkat kepemilikan

barang berharga 2583355.903 2593857.679 .199 .996 .327

Tingkat kepemilikan aset

pertanian 7852926.458 8753315.876 .132 .897 .377

Tingkat pendapatan

pertanian .951 .388 .369 2.450 .019*

Tingkat pendapatan non

pertanian .991 .068 .922 14.629 .000*

Jumlah tabungan -.965 .877 -.176 -1.101 .278

Tingkat pendidikan -1912534.124 1614594.959 -.197 -1.185 .246

Tingkat alokasi tenaga

kerja 1888392.201 8191877.204 .033 .231 .819

Jumlah keterampilan 26702453.65 6033801.700 .684 4.425 .000*

Jumlah jaringan -662717.981 364478.742 -.248 -1.818 .079*

Jumlah keanggotaan

dalam organisasi formal 4966871.198 6884268.167 .114 .721 .476

Jumlah keanggotaan dalam organisasi non formal

-1179271.640 5822011.497 -.029 -.203 .841

a. Dependent Variable: Tingkat pendapatan

Tingkat pendapatan pertanian dan non pertanian memiliki pengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan rumah tangga petani yang juga merupakan salah satu indikator kesejahteraan. Hal ini disebabkan pendapatan rumah tangga petani yang diperoleh untuk mencapai kesejahteraan dengan memenuhi kebutuhan hidupnya berasal dari sektor pertanian maupun non pertanian. Meskipun pada Tabel 20 pendapatan pertanian tidak memiliki pengaruh yang nyata, namun pada kenyataannya pendapatan rumah tangga petani baik yang berasal dari sektor pertanian maupun non pertanian sama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesejahteraan. Pada kasus Desa Ligarmukti pendapatan pertanian maupun non pertanian berkontribusi terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani. Ketika pendapatan yang diperoleh dari sektor pertanian sedang tidak banyak, rumah tangga petani mengandalkan pendapatan yang berasal dari sektor non pertanian dan begitu pun sebaliknya. Namun, pertanian masih menjadi sektor mata pencaharian dengan kontribusi pendapatan utama rumah tangga petani. Jumlah keterampilan secara konsisten menjadi faktor modal nafkah yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani. Semakin banyak keterampilan yang dimiliki oleh rumah tangga petani, maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan. Hal ini disebabkan rumah tangga petani dengan jumlah keterampilan yang banyak memiliki peluang yang lebih banyak pula

dalam menerapkan usaha ataupun pekerjaan lain di luar sektor pertanian yang juga akan menopang kehidupan rumah tangga mereka.

Jumlah jaringan pada modal sosial juga memiliki pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani di Desa Ligarmukti. Rumah tangga petani di desa ini memiliki ikatan kekerabatan yang sangat kuat, hampir seluruh penduduk memiliki hubungan darah sehingga desa ini sering kali disebut sebagai desa keluarga. Jumlah jaringan kemudian menjadi faktor yang memiliki pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan karena keluarga adalah pihak yang paling dapat diandalkan. Keterbatasan ekonomi menyebabkan rumah tangga petani perlu mengandalkan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Rasa saling percaya dan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan diantara rumah tangga petani di Desa Ligarmukti berdampak pada efektifnya pengelolaan sumber daya yang dimanfaatkan bersama dan mengurangi masalah yang meresahkan penduduk. Selain itu, dengan meningkatkan efisiensi hubungan ekonomi diantara rumah tangga petani mampu membantu meningkatkan pendapatan rumah tangga. Pertukaran informasi dan berbagi pengetahuan mengenai beragam hal baru serta perkembangan yang berhubungan dengan mata pencaharian juga mampu meningkatkan produktivitas rumah tangga karena sehingga berdampak pula pada peningkatan pendapatan. Oleh sebab itu, jumlah jaringan juga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga petani di Desa Ligarmukti.

Setelah melihat pengaruh modal nafkah, yang membangun strategi nafkah rumah tangga petani, terhadap tingkat kesejahteraan melalui uji regresi, selanjutnya dilakukan analisis pengaruh strategi nafkah secara langsung terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani. Analisis dilakukan melalui crosstab atau tabulasi silang untuk melihat jenis strategi nafkah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani. Penerapan strategi intensifikasi pertanian, ekstensifikasi pertanian, pola nafkah ganda maupun rekayasa spasial pada rumah tangga petani di Desa Ligarmukti sendiri memengaruhi tingkat kesejahteraan. Strategi nafkah yang diterapkan pada kasus Desa Ligarmukti dianalisis untuk kemudian dibandingkan pengaruhnya dengan menggunakan ukuran kesejahteraan menurut data pengeluaran dan data pendapatan yang diperoleh secara emik. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa lebih mudah memahami kondisi desa yang lebih jelas dan nyata melalui ukuran dan data yang diperoleh di lapang. Pengaruh strategi nafkah terhadap tingkat kesejahteraan yang diukur berdasarkan data pengeluaran secara emik dapat dilihat pada Tabel 21.

Strategi intensifikasi pertanian merupakan strategi yang memiliki pengaruh paling kecil dalam meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani apabila diterapkan sebagai satu-satunya strategi nafkah. Pada Tabel 21 terlihat bahwa sebanyak 3 dari 4 rumah tangga petani yang hanya menerapkan strategi intensifikasi tersebut berada pada tingkat kesejahteraan yang rendah dan sisanya berada pada tingkat kesejahteraan sedang. Meskipun strategi intensifikasi pertanian merupakan strategi dasar yang diterapkan oleh seluruh rumah tangga petani responden, apabila tidak didukung oleh penerapan strategi lainnya maka strategi ini belum mampu meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani. Rumah tangga petani di Desa Ligarmukti adalah rumah tangga yang menjadikan pertanian sebagai sektor mata pencaharian utama dan menggantungkan hidupnya

pada pertanian padi sawah. Hal ini terlihat dari jumlah penduduk yang sebagian besar bekerja sebagai petani dan buruh tani di Desa Ligarmukti sesuai dengan Tabel 9 yang sudah dijelaskan sebelumnya (lihat hlm 25). Ketergantungan tersebut menyebabkan rumah tangga petani membutuhkan sesuatu yang dapat mengangkat pertanian padi sawah mereka sebagai mata pencaharian utama yang mampu memenuhi kebutuhan hidup serta menjamin kelangsungan dan keberlanjutan hidup mereka. Untuk itu rumah tangga petani membutuhkan suntikan teknologi dan tenaga kerja pertanian yang dapat meningkatkan produktivitas pertaniannya dan membawa mereka keluar dari kemiskinan. Berbagai upaya pun mereka lakukan, salah satunya yaitu melalui intensifikasi pertanian. Rumah tangga petani berupaya menerapkan sistem pengolahan tanah, pengairan yang baik, penggunaan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan pemanfaatan tenaga kerja pertanian secara maksimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak OJ (55 tahun) berikut:

“Pertanian sudah dari sananya neng, sudah dari zaman nenek moyang di sini bertani, sudah kebiasaan. Kalau bukan dari bertani terus makan dari mana? Ada saja sih yang kerja di pabrik, buka warung, tapi cuma sedikit. Di sini hampir semua orang punya sawah, kalau gak punya ya sewa, pokoknya ada. Walaupun tanahnya kurang bagus, hasilnya juga kadang gak cukup tapi bertani ini gak bisa ditinggalin, neng. Makanya paling kita-kita usahanya ya gitu, pake pupuk, airnya diperiksain terus, pake mesin (traktor), dikasihin obat (pestisida). Kalau gak begitu ya

hasil.”

Berdasarkan pernyataan Bapak OJ (55 tahun) tersebut dapat dilihat bahwa intensifikasi pertanian merupakan strategi dasar yang wajib dilakukan oleh setiap rumah tangga petani untuk menjamin kelangsungan hidup mereka, meskipun pada kenyataannya penerapan intensifikasi pertanian ini masih dirasa kurang mampu untuk membawa rumah tangga petani mencapai kesejahteraan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada kasus Desa Ligarmukti hal ini disebabkan karena tidak menentunya faktor alam, keterbatasan ekonomi, dan adanya faktor lain yang berada di luar kendali mereka, yang biasa mereka sebut nasib. Faktor alam seperti cuaca, curah hujan, kekeringan dan musim yang semakin tidak menentu menyebabkan rumah tangga tidak dapat mengandalkan penerapan strategi ini sebagai satu-satunya jalan keluar untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dan mencapai kesejahteraan. Hal ini terlihat dari pernyataan Bapak AM (60 tahun) berikut:

“Sekarang langitnya gak tentu, kadang harusnya hujan malah kering,

harusnya kering malah hujan. Gitu-gitu aja neng. Dulu mah kan enak ya, jelas kapan hujan kapan kering, jadinya tahu kapan harus nanam. Begini biasanya sih kita ngira-ngira saja kapan mulai nyawah, panen. Kalau lagi pas mah bagus, tapi kalau lagi gak pas yaudah gak jadi padinya, malah pada mati. Kalau sudah begini gak bisa cuma ngandelin dari nanam padi saja kan, gak cukup buat makan juga, neng. Sudah mah kadang malah rugi. Makanya saya ini buka warung, jadinya kalau sawahnya gak hasil kan buat makan sehari-hari bisa dari warung.”

Keterbatasan ekonomi yang dialami oleh rumah tangga petani juga menjadi faktor yang menyebabkan tidak selalu dapat terpenuhinya kebutuhan untuk menerapkan strategi intensifikasi pertanian (lihat hlm 45). Mahalnya harga pupuk dan pestisida mengakibatkan rumah tangga hanya mampu membeli persediaan seadanya sehingga pemakaian teknologi ini kadang tidak sesuai dengan dosis yang dibutuhkan dan menyebabkan gagal panen. Selain itu, meskipun kondisi alam sedang mendukung dan rumah tangga petani telah menerapkan penggunaan teknologi yang baik dan sesuai dengan kebutuhan tetap saja ada faktor di luar kendali rumah tangga petani yang menyebabkan gagal panen, yaitu nasib. Hal ini juga telah dijelaskan pada bab strategi nafkah sebelumnya (lihat hlm 42). Oleh sebab itu, strategi intensifikasi pertanian bukan merupakan strategi nafkah yang paling tepat digunakan sebagai satu-satunya strategi nafkah untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga, meskipun strategi ini merupakan strategi dasar yang diterapkan oleh seluruh rumah tangga petani responden.

Tabel 21 Jumlah dan persentase rumah tangga petani di Desa Ligarmukti menurut strategi nafkah yang diterapkan dan tingkat kesejahteraan berdasarkan data pengeluaran per tahun tahun 2015

Strategi Nafkah

Tingkat Pengeluaran

Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % n % Intensifikasi pertanian 3 21.4 1 5.6 0 0.0 4 10.0 Ekstensifikasi pertanian 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Pola nafkah ganda 11 78.6 17 94.4 8 100.0 36 90.0 Rekayasa spasial 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Total 14 100.0 18 100.0 8 100.0 40 100.0

Strategi ekstensifikasi pertanian dapat dikatakan sebagai strategi lanjutan yang diterapkan oleh rumah tangga petani di Desa Ligarmukti. Strategi ini dilakukan dengan menambah luas lahan garapan. Rumah tangga petani percaya bahwa semakin luas lahan yang digarap maka semakin besar nilai ekonomi yang diperoleh. Hasil penelitian di Desa Ligarmukti menunjukkan bahwa tidak terdapat rumah tangga petani yang hanya menerapkan strategi ekstensifikasi pertanian selain dari penerapan strategi intensifikasi. Hal ini menyebabkan tidak dapat dianalisisnya pengaruh strategi ekstensifikasi pertanian yang diterapkan rumah tangga petani terhadap tingkat kesejahteraan. Rumah tangga petani responden yang menerapkan strategi ekstensifikasi pertanian di desa ini juga menerapkan pekerjaan lain di luar sektor pertanian sehingga pengaruhnya hanya dapat dianalisis pada strategi pola nafkah ganda. Untuk memperjelas sebaran strategi nafkah yang dilakukan rumah tangga petani responden di Desa Ligarmukti, dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Sebaran strategi nafkah rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015

Pada Gambar 9, terlihat bahwa rumah tangga petani yang menerapkan strategi ekstensifikasi pertanian juga menerapkan strategi intensifikasi pertanian, pola nafkah ganda, dan rekayasa spasial secara sirkuler sehingga pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani tidak dapat dianalisis secara mandiri, melainkan dilihat pengaruhnya dalam strategi pola nafkah ganda. Sedikitnya rumah tangga petani yang menerapkan ekstensifikasi pertanian disebabkan oleh semakin berkurangnya lahan pertanian yang dapat dimanfaatkan. Kepadatan penduduk yang semakin meningkat dan perubahan status kepemilikan lahan menjadi alasan kuat sedikitnya rumah tangga petani yang menerapkan strategi ini. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Bapak UH (32 tahun):

“Susah sekarang mau nambah lahan garapan mah, neng. Orangnya

makin banyak, yang ada malah sawahnya dibagi-bagi kan kalau punya anak, jadinya makin sedikit. Rebutan itu juga. Paling kalau mau sewa, tapi kan gak semua orang bisa sewa gitu. Biayanya mahal, belum buat nambah pupuknya, obatnya (pestisida). Kalau kurang uangnya malah yang ada gak keurus sawahnya, ya sama saja. Mending kerjain yang ada

saja dulu.”

Lahan pertanian yang ada di desa ini sudah banyak yang menjadi milik pihak lain, yang biasanya berasal dari luar kota. Meskipun awalnya lahan tersebut adalah milik penduduk, namun keterbatasan ekonomi dan kebutuhan hidup yang selalu bertambah membuat rumah tangga petani harus menjual lahan mereka. Mereka kemudian akan menyewa lahan yang sudah mereka jual tersebut untuk dimanfaatkan kembali sebagai lahan pertanian yang menopang kehidupan mereka. Kepemilikan lahan yang sudah tidak lagi berada di tangan rumah tangga petani menyebabkan tidak dimilikinya kuasa untuk menentukan akan dimanfaatkan dengan cara seperti apa lahan tersebut. Keberlanjutan pemanfaatan lahan sebagai lahan pertanian yang mereka lakukan dipengaruhi oleh keputusan pemilik lahan, yaitu pihak luar yang membeli lahan tersebut. Apabila pemilik ingin menjadikan lahan tersebut sebagai lokasi untuk membangun pemukiman ataupun pabrik

Keterangan: : intensifikasi

pertanian

: pola nafkah ganda : rekayasa spasial

secara sirkuler : ekstensifikasi

industri, maka rumah tangga petani tersebut otomatis akan kehilangan modal utama mereka sebagai petani. Selain itu, mahalnya biaya sewa yang harus dibayarkan mengakibatkan tidak semua rumah tangga petani dapat melakukan ekstensifikasi pertanian. Oleh sebab itu, strategi ekstensifikasi pertanian menjadi strategi yang paling sedikit diterapkan oleh rumah tangga petani di Desa Ligarmukti.

Rumah tangga petani responden di Desa Ligarmukti tidak ada yang hanya menerapkan pekerjaan di luar sektor pertanian. Hal ini disebabkan hampir seluruh rumah tangga di desa ini menjadikan pertanian sebagai sektor mata pencahariaan utama, seperti yang terlihat pada Tabel 9 dalam bab yang telah dijelaskan sebelumnya (lihat hlm 25). Meskipun rumah tangga petani di Desa Ligarmukti menjadikan pertanian sebagai sektor mata pencaharian utama, namun tidak terdapat rumah tangga petani yang hanya menerapkan strategi nafkah pertanian, yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi. Banyak rumah tangga petani yang justru juga menerapkan pekerjaan di luar sektor pertanian untuk mendukung pekerjaan utama mereka di sektor pertanian demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Rumah tangga petani menerapkan pekerjaan lain di luar sektor pertanian yang memanfaatkan sumber daya dari luar desa, seperti lapangan pekerjaan, pasokan produk dan komoditas yang diusahakan, dan lain sebagainya. Hal ini membuktikan bahwa lahan pertanian sebagai carrying capacity internal desa tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga petani dan membawa mereka untuk mencapai kesejahteraan.

Strategi pola nafkah ganda yang diterapkan oleh rumah tangga petani di Desa Ligarmukti terdiri dari berbagai kombinasi pekerjaan yang dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Pada Lampiran 5 dan Lampiran 6 strategi nafkah dibagi menjadi tiga kategori sebagai modifikasi dari Scoones (1998), yaitu strategi intensifikasi pertanian, strategi ekstensifikasi pertanian, dan strategi non pertanian yang terdiri dari rumah tangga yang menerapkan pekerjaan lain di luar sektor pertanian dan rekayasa spasial. Hal ini dilakukan untuk melihat kontribusi dari masing-masing sektor terhadap kesejahteraan rumah tangga petani dan kaitannya dengan carrying capacity desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pola nafkah ganda dengan dengan kombinasi strategi intensifikasi pertanian dan non pertanian merupakan strategi yang memiliki pengaruh paling besar dalam meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani. Hal ini dilihat berdasarkan besarnya jumlah rumah tangga petani yang memiliki tingkat kesejahteraan tinggi, yaitu sebanyak enam rumah tangga dari 28 rumah tangga yang menerapkan strategi ini. Apabila hanya dilihat berdasarkan angka statistiknya, enam merupakan jumlah yang kecil dibandingkan dengan total 28 rumah tangga petani yang menerapkan strategi nafkah ini, namun dilihat secara keseluruhan strategi pola nafkah ganda dengan kombinasi ini memiliki jumlah rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan tinggi paling besar dari semua jenis strategi nafkah yang diterapkan di Desa Ligarmukti. Banyaknya jumlah rumah tangga petani yang menerapkan strategi ini juga membuktikan bahwa strategi ini merupakan strategi yang dapat diterapkan oleh penduduk desa yang juga disesuaikan dengan sumber daya dan pemanfaatan modal nafkah oleh rumah tangga petani. Strategi ini terbukti menjadi strategi yang paling berhasil membawa rumah tangga petani mencapai kesejahteraan. Berhasil pada konteks ini diartikan bahwa strategi ini merupakan yang paling sesuai diterapkan oleh rumah tangga petani untuk

menjamin kelangsungan hidupnya. Sebanyak 13 rumah tangga petani yang menerapkan strategi pola nafkah ganda dengan kombinasi strategi intensifikasi pertanian dan non pertanian memiliki tingkat kesejahteraan sedang. Hal ini berarti bahwa rumah tangga petani yang menerapkan strategi nafkah ini tidak mengalami kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan sembilan rumah tangga lainnya yang berada pada tingkat kesejahteraan rendah merupakan bukti bahwa terdapat beberapa faktor yang juga dapat menyebabkan kurang berhasilnya

Dokumen terkait