• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Padi Sawah Terhadap Tingkat Kesejahteraan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Padi Sawah Terhadap Tingkat Kesejahteraan"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA

PETANI PADI SAWAH TERHADAP TINGKAT

KESEJAHTERAAN

(Kasus Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten

Bogor)

NATASHA REBECCA AZALIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Padi Sawah terhadap Tingkat Kesejahteraan (Kasus Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

NATASHA REBECCA AZALIA. Pengaruh Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Padi Sawah terhadap Tingkat Kesejahteraan. Di bawah bimbingan

EKAWATI SRI WAHYUNI

Rumah tangga petani, sebagai golongan miskin terbanyak dari penduduk Indonesia, berusaha untuk keluar dari kemiskinannya dengan melakukan strategi nafkah. Strategi nafkah yang dilakukan memanfaatkan lima modal yaitu modal alam, modal sosial, modal finansial, modal fisik dan modal manusia. Penelitian ini bertujuan menganalisis penguasaan livelihood assets, mengidentifikasi berbagai bentuk strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga petani dan pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, dengan menggunakan kuesioner, wawancara mendalam dan observasi lapang, sebagai alat pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan pemanfaatan modal nafkah cenderung berada pada tingkatan sedang dan rendah. Strategi nafkah yang paling sesuai diterapkan adalah pola nafkah ganda yang dibuktikan dengan tingginya jumlah rumah tangga petani yang menerapkan strategi pola nafkah ganda dan memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi, sedangkan intensifikasi pertanian sebagai strategi dasar yang diterapkan oleh setiap rumah tangga petani justru memiliki pengaruh paling rendah dalam meningkat kesejahteraan apabila tidak didukung oleh strategi nafkah lainnya. Kata Kunci: kesejahteraan, livelihood assets, rumah tangga petani, strategi nafkah

ABSTRACT

NATASHA REBECCA AZALIA. The Role of Livelihood Strategies on Paddy Farmer Household Welfare. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI

Farmer households are the majority of poor population in Indonesia, and they employe various livelihood strategies to get out of poverty. They use five capitals, namely natural, social, financial, physical, and human capitals. The purpose of this research is to analyze the possession of livelihood assets, to identify various forms of livelihood strategy employed by farmer households and its impact to household welfare level. This research conducted by using quantitative approach, and utilized questionnaire, in-depth interview and observation as data collection methods. The results show that the utilization of livelihood assets was at the low and middle levels, while the most common livelihood strategy applied by higher welfare status of farmer households was multiple-jobs strategy and the poorest farmer households were those who only implemented agriculture intensification strategy.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

PENGARUH STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA

PETANI PADI SAWAH TERHADAP TINGKAT

KESEJAHTERAAN

(Kasus Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten

Bogor)

NATASHA REBECCA AZALIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang tiada tara bagi penulis sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Padi Sawah terhadap Tingkat Kesejahteraan (Kasus Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor)” dapat diselesaikan dengan baik tanpa hambatan dan rintangan yang berarti. Tulisan ini memaparkan pengaruh strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani padi sawah terhadap tingkat kesejahteraannya dengan juga melihat kontribusi pendapatan dari sektor pertanian dan non pertanian dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga petani tersebut.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik karena dukungan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS selaku dosen pembimbing yang bijak, senantiasa memberikan saran, arahan serta masukan yang sangat berarti selama penulisan skripsi ini

2. Orang tua tercinta Ayahanda Herman Daniel Masduki, SH dan Ibunda Dorice Helen Martini S, SH yang telah membesarkan dan merawat penulis dengan penuh kasih sayang serta menjadi sumber motivasi paling besar untuk penyelesaian skripsi ini

3. Kakak Dillon Davin Zebadiah yang selalu memberikan dukungan kepada penulis

4. Pemerintah dan penduduk Desa Ligarmukti yang telah berkenan menerima dan membantu penulis dalam penelitian

5. Luthviana Riannisa, Athina Rianda, Erlita Ulfa sebagai orang-orang yang lebih dari sahabat bagi penulis, yang selalu ada memberikan keceriaan, semangat dan dukungan selama penulisan skripsi ini

6. Ahmad Syukran, Fitri Hilmi, Apriyani Selvianti, Intan Lydia, Siti Balqis, Rika Ratna sebagai sahabat-sahabat yang selalu memberikan semangat dan kebersamaan layaknya keluarga

7. Wenny, Pingkan, Sophia, Dhira sahabat seperjuangan yang selalu memberikan masukan dan semangat

8. Rekan-rekan Himasiera, khususnya divisi Public Relations yang mendukung dan memberikan perhatian kepada penulis

9. Seluruh keluarga SKPM 48 yang telah memberikan semangat dan kebersamaannya selama ini.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 3

Tujuan Penelitian 4

Kegunaan penelitian 4

PENDEKATAN TEORETIS 7

Tinjauan Pustaka 7

Kerangka Pemikiran 13

Hipotesis Penelitian 14

Definisi Operasional 15

METODE PENELITIAN 23

Pendekatan Lapang 23

Lokasi dan Waktu Penelitian 23

Teknik Pengambilan Responden dan Informan 23

Teknik Pengumpulan Data 24

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 25

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27

Kondisi Geografis dan Keadaan Lingkungan 27

Kondisi Demografi dan Sosial Budaya 29

Kondisi Sarana dan Prasarana 32

Kondisi Ekonomi 33

PEMANFAATAN LIVELIHOOD ASSETS RUMAH TANGGA PETANI

35

Modal Alam 35

Modal Fisik 37

Modal Finansial 39

Modal Manusia 42

Modal Sosial 44

STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 49

Strategi Intensifikasi Pertanian 49

Strategi Ekstensifikasi Pertanian 54

Strategi Pola Nafkah Ganda 58

Strategi Rekayasa Spasial 64

KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI 67

Tingkat Kesejahteraan 67

Tingkat Kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 67

Tingkat Kesejahteraan menurut World Bank 68

(12)

PENGARUH STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN 75

SIMPULAN DAN SARAN 89

Simpulan 89

Saran 90

DAFTAR PUSTAKA 91

LAMPIRAN 95

(13)

DAFTAR TABEL

1 Indikator kesejahteraan Badan Pusat Statistika tahun 2005 11

2 Definisi operasional livelihood assets 15

3 Definisi operasional tingkat kesejahteraan 18

4 Definisi operasional strategi nafkah 19

5 Teknik pengumpulan data 24

6 Jumlah dan persentase lahan menurut jenis pemanfaatan di Desa Ligarmukti tahun 2015

27 7 Sebaran usia penduduk Desa Ligarmukti tahun 2015 29 8 Jumlah dan persentase mata pencaharian penduduk Desa

Ligarmukti tahun 2015

30 9 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan penduduk Desa

Ligarmukti tahun 2015

31 10 Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal alam rumah

tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015

35 11 Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal fisik rumah

tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015

38 12 Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal finansial

rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015

40 13 Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal manusia

rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015

43 14 Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal sosial rumah

tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015

45 15 Jumlah dan persentase tingkat kesejahteraan rumah tangga

petani di Desa Ligarmukti menurut BPS tahun 2015

68 16 Jumlah dan persentase tingkat kesejahteraan rumah tangga

petani di Desa Ligarmukti menurut World Bank tahun 2015

68 17 Jumlah dan persentase tingkat kesejahteraan rumah tangga

petani di Desa Ligarmukti menurut data pengeluaran secara emik tahun 2015

70

18 Jumlah dan persentase tingkat kesejahteraan rumah tangga petani di Desa Ligarmukti menurut data pendapatan secara emik tahun 2015

71

19 Hasil uji regresi variabel modal nafkah terhadap tingkat pengeluaran rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015

76

20 Hasil uji regresi variabel modal nafkah terhadap tingkat pendapatan rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015

77

21 Jumlah dan persentase rumah tangga petani di Desa Ligarmukti menurut strategi nafkah yang diterapkan dan tingkat kesejahteraan berdasarkan data pengeluaran per tahun tahun 2015

80

22 Jumlah dan persentase rumah tangga petani di Desa Ligarmukti menurut strategi nafkah yang diterapkan dan tingkat

(14)

kesejahteraan berdasarkan data pendapatan per tahun tahun 2015

23 Jumlah rata-rata pendapatan rumah tangga petani di Desa Ligarmukti menurut strategi nafkah yang diterapkan tahun 2015

(15)

DAFTAR GAMBAR

4 Pemanfaatan modal nafkah dalam strategi intensifikasi pertanian

rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015

53 5 Pemanfaatan modal nafkah dalam strategi ekstensifikasi pertanian

rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015

56 6 Pemanfaatan modal nafkah dalam strategi pola nafkah ganda

rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015

62 10 Kontribusi pendapatan rumah tangga petani menurut strategi

nafkah yang diterapkan di Desa Ligarmukti tahun 2015

87

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Desa Ligarmukti, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat

98

2 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2015 97

3 Kerangka sampling 98

4 Hasil reduksi data kualitatif berdasarkan topik terkait di Desa Ligarmukti tahun 2015

101 5 Jumlah dan persentase rumah tangga petani di Desa Ligarmukti

menurut strategi nafkah yang diterapkan sebagai hasil modifikasi Scoones (1998) dan tingkat kesejahteraan berdasarkan data pengeluaran tahun 2015

103

6 Jumlah dan persentase rumah tangga petani di Desa Ligarmukti menurut strategi nafkah yang diterapkan sebagai hasil modifikasi Scoones (1998) dan tingkat kesejahteraan berdasarkan data pengeluaran tahun 2015

104

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini berisi latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian. Latar belakang berisi alasan mengenai pemilihan topik penelitian. Masalah penelitian berisi permasalahan yang ingin diteliti, tujuan penelitian merupakan jawaban dari masalah penelitian dan kegunaan penelitian berisi kegunaan untuk berbagai pihak yang menjadi sasaran dari hasil penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara agraris tropis terbesar di dunia yang memiliki keragaman hayati yang melimpah. Kondisi alam yang mendukung membuat Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil pertanian. Kondisi tersebut juga memberikan peluang bagi masyarakat Indonesia untuk memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia untuk menunjang kebutuhan hidupnya. Menurut data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah, sebagian besar penduduk Indonesia bermatapencaharian sebagai petani atau berkaitan dengan pertanian, yaitu sebanyak 40.83 juta jiwa atau 34.55 persen (BPS 2014). Realita alam seperti ini sewajarnya membuat Indonesia menjadi negara yang makmur dan mampu mengentaskan kemiskinan.

Kemiskinan merupakan permasalahan sosial ekonomi utama di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Hal tersebut bisa dilihat dari tingginya proporsi penduduk miskin, baik secara agregat di seluruh dunia maupun spesifik di Indonesia. Data resmi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia menyatakan bahwa penduduk miskin di Indonesia sekitar 28.28 juta jiwa atau 11.25 persen (BPS 2014) dan sebanyak 17.77 juta jiwa penduduk miskin atau sebesar 14.17 persen dari total seluruh penduduk Indonesia tinggal di wilayah pedesaan (BPS 2014) dan bermatapencaharian sebagai petani. Berbagai upaya untuk mengatasi kemiskinan tersebut telah dilakukan, salah satunya melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Menurut Perpres Nomor 15 Tahun 2010 ini dijelaskan bahwa program penanggulangan kemiskinan merupakan kegiatan yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, melainkan oleh masyarakat itu sendiri. Pada kasus kemiskinan rumah tangga petani, upaya yang yang dilakukan oleh rumah tangga petani untuk menanggulangi kemiskinan adalah dengan melakukan strategi nafkah.

(18)

pokok bisa terpenuhi, serta keberfungsian dan ketahanan fisik keluarga tetap bisa terjaga.

Masalah kemiskinan di pedesaan banyak dijumpai pada rumah tangga petani. Pertanian dalam arti luas mencakup pertanian sawah, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Namun, pada penelitian ini lebih menekankan pada pertanian padi sawah. Jenis pertanian padi sawah, yang menghasilkan beras, merupakan salah satu unggulan sektor pertanian di Indonesia yang juga menuntut produktivitas pertanian padi sawah secara berkelanjutan. Hal ini menuntut rumah tangga petani padi sawah, yang selanjutnya disebut sebagai rumah tangga petani, untuk melakukan strategi nafkah yang mampu memenuhi kebutuhannya. Strategi nafkah yang dilakukan oleh setiap rumah tangga petani berbeda sesuai dengan karakteristik rumah tangganya sendiri. Hal ini dilakukan dalam upaya mempertahankan hidupnya. Dharmawan (2007) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan strategi nafkah tidak terbatas pada mata pencaharian, tetapi lebih ke strategi penghidupan. Selain itu, sumber nafkah rumah tangga sangat beragam (multiple source of livelihood) karena rumah tangga tidak tergantung hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat memenuhi semua kebutuhan rumah tangga.

Berkaitan dengan strategi rumah tangga miskin, Carner (1984) mengemukakan tiga strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga miskin pedesaan, yaitu melakukan beraneka ragam pekerjaan meski upah rendah, memanfaatkan ikatan kekerabatan serta pertukaran untuk rasa aman dan perlindungan, dan migrasi ke daerah lain sebagai pilihan terakhir. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik gambaran bahwa petani yang melakukan strategi nafkah untuk keluar dari kemiskinannya seharusnya telah mampu mengatasi kemiskinan tersebut atau dengan kata lain mencapai kesejahteraan.

Desa Ligarmukti merupakan desa yang terbentuk pada tahun 2000 sebagai hasil pemekaran dari Desa Bojong. Lokasi desa ini terletak di ujung wilayah Kecamatan Klapanunggal dan agak jauh dari jalan utama Cileungsi-Jonggol yang menjadikan lokasi desa ini relatif terpencil dari pusat-pusat keramaian. Lokasi desa yang terpencil dan jauh dari pusat keramaian menyebabkan terbatasnya akses warga untuk keluar masuk desa karena tidak tersedianya kendaraan umum. Selain itu, rusaknya jalan utama yang harus dilalui untuk keluar masuk desa juga menyebabkan terbatasnya akses. Sulitnya akses untuk keluar menyebabkan warga hanya menggantungkan kehidupannya pada sumber daya yang ada di dalam desa tersebut, atau yang biasa disebut carrying capacity internal desa. Kondisi tanah di Desa Ligarmukti relatif subur, terbukti dengan luasan lahan sawah yang mencapai separuh dari total luas wilayah desa ini. Sementara itu, tanah di perbukitan didominasi oleh tanah merah atau liat yang kering kerontang di musim kemarau dan becek pada musim hujan. Meski tampak kering di musim kemarau, beberapa jenis tanaman keras mampu tumbuh baik di kawasan Desa Ligarmukti, seperti kayu jati dan sengon. Walaupun sayur-sayuran sulit tumbuh di daerah panas seperti Ligarmukti ini, beberapa tanaman tahunan seperti rambutan, jambu biji, lengkeng, durian, serta beberapa jenis pisang dapat tumbuh dengan baik.

(19)

meningkat dan tidak diimbangi dengan kondisi alam yang memadai dapat menyebabkan menurunnya kemampuan desa untuk menghidupi penduduknya. Untuk itu penduduk desa perlu memiliki kemampuan dalam mengakses sumber daya yang ada di luar desa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keterbatasan akses penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidupannya dari sumber daya yang berasal dari luar desa menyebabkan ketergantungan yang tinggi pada sumber daya di dalam desa tersebut. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya kesejahteraan penduduk di masa yang akan datang karena keterbatasan carrying capacity yang dimiliki oleh Desa Ligarmukti. Penduduk desa, yang mayoritas bermatapencaharian sebagai petani, kemudian terdorong untuk melakukan strategi nafkah dan tidak hanya bergantung pada pertanian padi sawahnya. Berbagai jenis strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani merupakan kombinasi pemanfaatan livelihood assets yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan. Namun, pada kenyataannya petani masih menjadi golongan miskin dengan jumlah terbanyak. Berdasarkan pemaparan tersebut, menjadi penting bagi penulis untuk menganalisis lebih jauh mengenai penguasaan livelihood assets rumah tangga petani padi sawah di Desa Ligarmukti, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor.

Masalah Penelitian

Masalah kemiskinan di pedesaan yang banyak dijumpai menuntut rumah tangga petani untuk melakukan strategi nafkah yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Strategi nafkah yang dilakukan oleh setiap rumah tangga petani berbeda sesuai dengan karakteristik rumah tangganya sendiri. Strategi nafkah yang dapat dilakukan oleh rumah tangga petani sebagai upaya untuk keluar dari kemiskinan, yaitu rekayasa sumber nafkah pertanian, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi, pola nafkah ganda atau diversifikasi, dan rekayasa spasial (Scoones 1998).

Faktor yang mendorong rumah tangga petani dalam melakukan strategi nafkah adalah keinginan untuk keluar dari kemiskinan atau sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai kesejahteraan. Sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama rumah tangga petani dirasa tidak lagi mampu mencukupi kebutuhan hidup mereka sehingga mendesak rumah tangga petani untuk tidak hanya bertumpu pada sektor pertanian. Selain itu, adanya high season dan low season sebagai bagian dari kegiatan pertanian juga menuntut rumah tangga petani untuk tidak hanya menunggu dan berdiam diri pada masa low season, melainkan untuk melakukan berbagai upaya sebagai strategi bertahan hidup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan ini mendorong rumah tangga petani untuk melakukan strategi nafkah dengan memanfaatkan sumber daya atau modal yang mereka miliki secara maksimal. Modal tersebut adalah modal alam, modal fisik, modal finansial, modal manusia, dan modal sosial yang juga akan dimanfaatkan dalam struktur nafkah.

(20)

80 persen perekonomiannya ditopang oleh sektor pertanian dengan lokasi yang terpencil dan jauh dari pusat keramaian. Hal ini menyebabkan terbatasnya akses warga untuk keluar masuk desa, baik untuk melakukan distribusi maupun konsumsi, karena tidak tersedianya kendaraan umum. Selain itu, rusaknya jalan utama yang harus dilalui untuk keluar masuk desa juga menyebabkan terbatasnya akses. Sulitnya akses untuk keluar menyebabkan warga hanya menggantungkan kehidupannya pada sumber daya yang ada di dalam desa tersebut, atau yang biasa disebut carrying capacity internal desa. Keterbatasan akses penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidupannya dari sumber daya yang berasal dari luar desa menyebabkan ketergantungan yang tinggi pada sumber daya di dalam desa tersebut yang juga dapat berakibat pada menurunnya kesejahteraan penduduk di masa yang akan datang karena keterbatasan carrying capacity yang dimiliki oleh Desa Ligarmukti. Penduduk desa kemudian melakukan strategi nafkah dengan memanfaatkan modal nafkah yang mereka miliki demi tercapainya kesejahteraan. Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut untuk meneliti:

1. Bagaimana pemanfaatan livelihood assets rumah tangga petani padi sawah di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana bentuk strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani padi sawah di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor? 3. Bagaimana pengaruh strategi nafkah yang dilakukan rumah tangga petani

padi sawah di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor terhadap tingkat kesejahteraan?

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pemanfaatan livelihood assets rumah tangga petani padi sawah di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis bentuk strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani padi sawah di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis pengaruh strategi nafkah yang dilakukan rumah tangga petani

padi sawah di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor terhadap tingkat kesejahteraan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran dalam memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan literatur mengenai topik yang terkait.

2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan memberikan gambaran mengenai kondisi desa, serta memaparkan berbagai usaha yang dilakukan oleh masing-masing rumah tangga lainnya untuk membangun strategi penghidupannya dengan potensi dan livelihood assets yang dimiliki masing-masing rumah tangga.

(21)
(22)
(23)

PENDEKATAN TEORETIS

Tinjauan Pustaka

Rumah Tangga Petani

Pengertian rumah tangga petani menurut Nakajima (1986) dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah farm household mempunyai pengertian dan karakteristik yaitu satu unit kelembagaan yang setiap saat mengambil keputusan produksi pertanian, konsumsi, curahan kerja, dan reproduksi. Rumah tangga petani dapat dipandang sebagai satu kesatuan unit ekonomi, mempunyai tujuan yang ingin dipenuhi dari sejumlah sumber daya yang dimiliki, kemudian sebagai unit ekonomi rumah tangga petani akan memaksimumkan tujuannya dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Merujuk pada Ellis (1988), pola perilaku rumah tangga petani dalam aktivitas pertanian maupun penentuan jenis-jenis komoditas yang diusahakan dapat bersifat subsisten, semi komersial, dan atau sampai berorientasi ke pasar.

Nakajima (1986) memberikan definisi rumah tangga petani (farm household) sebagai satu kesatuan unit yang kompleks dari perusahaan pertanian (farm firm), rumah tangga pekerja dan rumah tangga konsumen (the laborer’s household and consumers’s household) dengan prinsip perilaku yang memaksimalkan utilitas. Produktivitas pertanian sangat ditentukan oleh keberadaan rumah tangga petani dan lingkungan sekitarnya. Secara spesifik, rumah tangga petani merupakan satu unit kelembagaan yang setiap saat memutuskan produksi pertanian, konsumsi, dan reproduksi. Pola perilaku rumah tangga petani mempunyai karakteristik semi komersial, sebagian hasil produksi dijual ke pasar dan sebagian dikonsumsi rumah tangga sendiri, membayar atau membeli sebagian input seperti pupuk, obat-obatan dan sewa tenaga kerja, tetapi juga dapat menjual atau mempergunakan input pertanian milik keluarga sendiri.

Adapun menurut Sensus Pertanian (1993) rumah tangga petani adalah rumah tangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumah tangganya melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, beternak ikan di kolam, karamba maupun tambak, menjadi nelayan, melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak/unggas, atau berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual guna memperoleh pendapatan/keuntungan atas risiko sendiri.

Strategi Nafkah

(24)

Dharmawan (2007) menjelaskan dalam sosiologi nafkah bahwa livelihood memiliki pengertian yang lebih halus daripada sekedar means of living yang bermakna sempit mata pencaharian. Dalam sosiologi nafkah, pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi kehidupan) dari pada means of living strategy (strategi cara hidup). Pengertian livelihood strategy yang disamakan pengertiannya menjadi strategi nafkah (dalam bahasa Indonesia), sesungguhnya dimaknai lebih besar dari pada sekedar “aktivitas mencari nafkah” belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan eksisitensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku.

Pilihan strategi nafkah sangat ditentukan oleh kesediaan akan sumber daya dan kemampuan mengakses sumber-sumber nafkah rumah tangga yang sangat beragam (multiple source of livelihood), karena rumah tangga tidak tergantung hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat memenuhi semua kebutuhan rumah tangga. Secara konseptual menurut Chambers dan Conway (1991) seperti yang dikutip oleh Ellis (2000), terdapat lima tipe modal yang dapat dimiliki atau dikuasai rumah tangga untuk pencapaian nafkahnya yaitu:

1. Modal manusia yang meliputi jumlah (populasi manusia), tingkat pendidikan, dan keahlian yang dimiliki dan kesehatannya.

2. Modal alam yang meliputi segala sumber daya yang dapat dimanfaatkan manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Wujudnya adalah air, tanah, hewan, udara, pepohonan, dan sumber lainnya.

3. Modal sosial yaitu, modal yang berupa jaringan sosial dan lembaga yang mana diketahui bahwa seseorang berpartisipasi dan memperoleh dukungan untuk kelangsungan hidupnya.

4. Modal finansial yang berupa kredit dan persediaan uang tunai yang bisa diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi.

5. Modal fisik yaitu, berbagai benda yang dibutuhkan saat proses produksi, meliputi mesin, alat-alat, instrumen dan berbagai benda fisik.

Merujuk pada Scoones (1998), penerapan strategi nafkah pada rumah tangga petani dengan cara memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki dalam upaya untuk dapat bertahan hidup. Scoones membagi tiga klasifikasi strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga petani, yaitu:

1. Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi)

2. Pola nafkah ganda, yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu, dan anak) untuk ikut bekerja pertanian dan memperoleh pendapatan (diversifikasi nafkah)

(25)

(migrasi) dalam rangka mencari sumber nafkah (livelihood sources) di tempat lain.

Kemiskinan

Kemiskinan secara umum dapat dibedakan dalam beberapa pengertian. Menurut Hermanto et al. (1995), kemiskinan dapat diartikan suatu keadaan yang mana diketahui bahwa seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu kebutuhan akan pangan. Mangkuprawira (1993) menjelaskan bahwa kemiskinan sering disebut pula sebagai ketidakberdayaan dalam pemenuhan kebutuhan pokok baik materi maupun bukan materi. Materi dapat berupa pangan, pakaian, kesehatan dan papan, sedangkan bukan materi berbentuk kemerdekaan, kebebasan hak asasi, kasih sayang, solidaritas, sikap hidup pesimistik, rasa syukur dan sebagainya.

Menurut Setiadi (2006), kemiskinan merupakan masalah struktural dan multidimensional, yang mencakup politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain. Dimensi-dimensi kemiskinan pun muncul dalam berbagai bentuk, seperti (a) tidak dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri mereka. Akibatnya, masyarakat miskin tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumber daya kunci yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan hidup mereka secara layak, termasuk akses informasi. (b) tidak terintegrasinya warga miskin ke dalam institusi sosial yang ada, sehingga mereka teralinasi dari dinamika masyarakat; (c) rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak dan (d) rendahnya kepemilikan masyarakat miskin ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset kualitas sumber daya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana, perumahan, pemukiman dan sebagainya.

(26)

kurangnya akses kekuasaan yang dapat menentukan alokasi sumber daya untuk kepentingan sekelompok orang atau sistem sosial.

Lewis (1966), memahami kemiskinan dan ciri-cirinya sebagai suatu kebudayaan, atau lebih tepat sebagai suatu sub kebudayaan dengan struktur dan hakikatnya yang tersendiri, yaitu sebagai suatu cara hidup yang diwarisi dari generasi ke generasi melalui garis keluarga. Kebudayaan kemiskinan merupakan suatu adaptasi atau penyesuaian, dan juga sekaligus merupakan reaksi kaum miskin terhadap kedudukan marginal mereka di dalam masyarakat yang berstrata kelas, sangat individualistis dan berciri kapitalisme. Kebudayaan tersebut mencerminkan suatu upaya mengatasi rasa putus asa dan tanpa harapan, yang merupakan perwujudan dari kesadaran bahwa mustahil dapat meraih sukses di dalam kehidupan sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan masyarakat yang lebih luas. Kurang efektifnya partisipasi dan integrasi kaum miskin ke dalam lembaga-lembaga utama masyarakat, merupakan salah satu ciri terpenting kebudayaan kemiskinan. Ini merupakan masalah yang rumit dan merupakan akibat dari berbagai faktor termasuk langkanya sumber daya ekonomi, segregasi dan diskriminasi, ketakutan, kecurigaan atau apati, serta berkembangnya pemecahan-pemecahan masalah secara setempat.

Indikator kemiskinan yang resmi dan berlaku di Indonesia dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik. BPS telah menetapkan 14 kriteria rumah tangga miskin, seperti yang telah disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika pada tahun 2005, yaitu:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan

3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah

8. Hanya mengonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun

10.Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari

11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik 12.Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan

500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp600.000 per bulan 13.Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat

SD/hanya SD

14.Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp500.000 seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal, motor, atau barang modal lainnya.

(27)

Kesejahteraan

Menurut Badan Pusat Statistik (2005) seperti yang dikutip oleh Sugiharto (2007), indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada delapan yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anda ke jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi (Tabel 1).

Tabel 1 Indikator kesejahteraan Badan Pusat Statistika tahun 2005

Sumber: Sugiharto 2007

Kriteria untuk masing-masing klasifikasi sebagai berikut: tingkat kesejahteraan tinggi: nilai skor 20-24

tingkat kesejahteraan sedang: nilai skor 14-19 tingkat kesejahteraan rendah: nilai skor 8-13.

Berdasarkan indikator menurut Badan Pusat Statistik tahun 2005 seperti yang dikutip Sugiharto (2007) untuk mengetahui tingkat kesejahteraan digunakan delapan pendekatan yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran rumah tangga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga,

(28)

kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. Penentuan kriteria setiap indikator adalah sebagai berikut:

1. Kriteria tempat tinggal yang dinilai ada 5 variabel yaitu jenis atap rumah,dinding, status kepemilikan rumah, lantai dan luas lantai.

2. Fasilitas tempat tinggal yang dinilai terdiri dari 12 variabel, yaitu pekarangan, alat elektronik, pendingin, penerangan, kendaraan yang dimiliki, bahan bakar untuk memasak, sumber air bersih, fasilitas air minum, cara memperoleh air minum, sumber air minum, WC dan jarak WC dari rumah.

3. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan terdiri dari 6 variabel yaitu jarak rumah sakit terdekat, jarak toko obat, penanganan obat-obatan, harga obat-obatan, dan alat kontrasepsi.

4. Kriteria kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan terdiri dari 3 variabel yaitu biaya sekolah, jarak ke sekolah dan proses penerimaan. 5. Kemudahan mendapatkan transportasi terdiri 3 variabel, yaitu ongkos

kendaraan, fasilitas kendaraan dan status kepemilikan kendaraan.

Sunarti (2006) menerangkan bahwa kesejahteraan dibagi ke dalam dua dimensi yaitu kesejahteraan material dan spiritual. Beliau juga memaparkan bahwa kesejahteraan dapat dibagi ke dalam kesejahteraan ekonomi yang diukur dari pemenuhan dari pemenuhan input keluarga seperti diukur dari pendapatan, upah, aset, dan penguatan keluarga dan kesejahteraan material yang diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang diakses oleh keluarga.

(29)

Kerangka Pemikiran

Livelihood assets dipandang sebagai potensi yang dimiliki masing-masing rumah tangga petani dalam memengaruhi strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga tersebut. Perbedaan kombinasi pemanfaatan livelihood assets setiap rumah tangga menyebabkan berbeda pula strategi nafkah yang diterapkan oleh setiap rumah tangga tersebut.

1. Kerangka Penelitian

Gambar 1 Kerangka pemikiran Livelihood Assets (Ellis 2000)

Modal Alam (X )

1. Luas kepemilikan lahan (X . )

Modal Fisik (X )

1. Tingkat kepemilikan barang berharga (X . ) 2. Tingkat kepemilikan aset pertanian (X . )

Modal Finansial (X )

1. Tingkat pendapatan pertanian (X . ) 2. Tingkat pendapatan non pertanian (X . ) 3. Jumlah tabungan (X . )

Modal Manusia (X )

1. Tingkat pendidikan (X . )

2. Tingkat alokasi tenaga kerja (X . ) 3. Jumlah keterampilan (X . )

Modal Sosial (X )

1. Jumlah jaringan (X . )

2. Jumlah keanggotaan dalam organisasi formal (X . )

3. Jumlah keanggotaan dalam organisasi non formal (X . )

Strategi Nafkah (Scoones 1998)

1. Rekayasa sumber nafkah pertanian 2. Pola nafkah

ganda 3. Rekayasa

spasial

Tingkat Kesejahteraan (Y)

- Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga - Pendapatan rumah tangga

Keterangan:

(30)

Rumah tangga petani sebagai unit kelembagaan yang setiap saat melakukan aktivitas produksi, konsumsi dan reproduksi perlu mempertimbangkan dengan baik strategi nafkah yang tepat dan sesuai dengan karakteristik rumah tangganya. Ketidaksesuaian strategi nafkah yang diterapkan dapat berakibat pada jatuhnya rumah tangga petani tersebut ke dalam jurang kemiskinan yang lebih parah, bukan mencapai kesejahteraan. Kegiatan strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga petani memengaruhi tingkat kesejahteraan. Sesuai atau tidaknya strategi nafkah yang diterapkan akan berdampak pada pendapatan rumah tangga tersebut. Apabila strategi nafkah yang diterapkan sesuai dengan karakteristik rumah tangga petani, maka akan memberikan kontribusi positif dalam pemasukan rumah tangga tersebut yang juga berkontribusi dalam upaya mencapai kesejahteraan, sedangkan apabila strategi nafkah yang diterapkan tidak sesuai maka akan berkontribusi negatif dalam pemasukan rumah tangga petani yang justru akan membawa rumah tangga tersebut ke dalam kemiskinan. Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani dilihat dari pendapatan dan konsumsi atau pengeluaran rumah tangga. Jumlah pendapatan rumah tangga petani diperoleh dari hasil sumbangan seluruh anggota rumah tangga dan bersumber dari sektor pertanian maupun non pertanian.

Kenyataan bahwa pertanian tidak lagi menjadi mata pencaharian tunggal bagi rumah tangga petani menunjukkan secara tidak langsung bahwa sektor ini tidak lagi menjadi sektor yang menjanjikan. Namun, kontribusi pendapatan yang diperoleh dari pertanian juga tidak dapat diabaikan karena tanpa pertanian tersebut, rumah tangga petani akan mati. Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut mengenai strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga petani melalui pemanfaatan livelihood assets dan pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal alam terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani

2. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal fisik terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani

3. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal finansial terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani

4. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal manusia terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani

(31)

Definisi Operasional

Definisi operasional digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep sosial yang sudah diterjemahkan menjadi satuan yang lebih operasional atau sebagian unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun dan Effendi 2008). Berikut dijelaskan definisi operasional dari variabel yang akan digunakan dalam penelitian:

1. Livelihood assets adalah lima modal sumber daya yang dimanfaatkan dalam melakukan aktivitas nafkah. Kelima modal tersebut adalah modal alam, modal fisik, modal finansial, modal manusia, dan modal sosial.

Tabel 2 Definisi operasional livelihood assets

No Variabel Definisi

Operasional

Indikator Jenis

Data Modal Alam (X ): meliputi segala sumber daya yang dapat dimanfaatkan manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Wujudnya adalah air, tanah, hewan, udara, pepohonan, dan sumber lainnya.

Modal Fisik (X ): berbagai benda yang dibutuhkan saat proses produksi, meliputi mesin, alat-alat, instrumen dan berbagai benda fisik.

(32)

Modal Finansial (X ): berupa kredit dan persediaan uang tunai yang bisa diakses

(33)
(34)

c. Tinggi, apabila

2. Tingkat kesejahteraan adalah kondisi relatif yang dibentuk masyarakat melalui interaksi sosial (Sumarti 1999). Beberapa konsep kesejahteraan di desa dibagi menjadi kesejahteraan menurut BPS, World Bank, data emik desa, dan indikator desa yang diukur dari pendapatan dan pengeluaran rumah tangga.

Tabel 3 Definisi operasional tingkat kesejahteraan

(35)

2 Konsumsi atau kelompok dalam rangka mempertahankan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku (Dharmawan 2007). Strategi nafkah di Desa Ligarmukti didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kualitas hidup.

Tabel 4 Definisi operasional strategi nafkah

(36)
(37)

serabutan, juga

termasuk di

dalamnya strategi rekayasa spasial. c. Ekstensifikasi

pertanian dan non pertanian,

merupakan variasi pola nafkah ganda yang dilakukan dengan memperluas lahan dan melakukan pekerjaan lain di luar sektor pertanian seperti membuka usaha, bekerja sebagai pegawai pabrik, dan bekerja sebagai buruh serabutan, juga

termasuk di

dalamnya strategi rekayasa spasial. d. Intensifikasi

pertanian, ekstensifikasi

pertanian, dan non pertanian,

merupakan variasi pola nafkah ganda yang dilakukan dengan menerapkan panca usaha tani, memperluas lahan, dan melakukan pekerjaan lain di luar sektor pertanian seperti membuka usaha, bekerja sebagai pegawai pabrik, dan bekerja sebagai buruh serabutan, juga

termasuk di

(38)
(39)

METODE PENELITIAN

Pendekatan Lapang

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui survei yaitu mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data (Singarimbun dan Efendi 2008). Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap responden dan informan yang dituangkan dalam bentuk catatan harian dengan bentuk uraian langsung dan kutipan. Teknik lain yang digunakan adalah melalui observasi lapang di lokasi penelitian guna melihat fenomena aktual yang terjadi dan juga mengkaji dokumen yang ada seperti monografi desa.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Ligarmukti, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Lampiran 1). Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi pertanian masih cukup berkembang di daerah tersebut. Selain itu, perekonomian penduduk Desa Ligarmukti 80% ditopang dari sektor pertanian, baik pertanian sawah, ladang, peternakan, perikanan maupun perkebunan. Namun demikian, lokasi desa yang terletak di ujung wilayah Kecamatan Klapanunggal dan agak jauh dari jalan utama menjadikan lokasi desa ini relatif terpencil dari pusat-pusat keramaian, ditambah dengan karakteristik Desa Ligarmukti yang berada di wilayah lereng perbukitan dengan akses jalan yang belum baik, sarana kesehatan dan pendidikan yang relatif belum memadai menunjukkan karakteristik Desa Ligarmukti sebagai desa miskin dan tertinggal.

Sebelum menentukan lokasi penelitian, peneliti melakukan observasi melalui penjajakan ke lokasi penelitian dan penelusuran literatur maupun narasumber yang terkait dengan lokasi penelitian. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data di lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi dan perbaikan laporan skripsi (Lampiran 2). Lama pelaksanaan penelitian sekitar lima bulan.

Teknik Pengambilan Responden dan Informan

(40)

Jumlah sampel yang dijadikan responden berjumlah 40 rumah tangga petani (Lampiran 3) yang diperoleh dengan menggunakan rumus Slovin (� = )

dengan α=15%. Sementara itu, pemilihan terhadap informan dilakukan secara sengaja (purposive). Informan adalah orang yang menceritakan tentang lingkungannya atau pihak-pihak lain. Adapun orang-orang yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat, aparat pemerintah desa, dan pengurus organisasi formal maupun non formal desa. Informan juga dikatakan sebagai pihak yang dapat mendukung keberlangsungan informasi penelitian secara lancar.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui penelitian langsung dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam kepada responden dan informan secara langsung di lokasi penelitian. Observasi juga dilakukan dengan pengamatan langsung pada kehidupan penduduk desa dalam kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan sehari-hari. Data sekunder diperoleh dari literatur, data monografi desa, studi berbagai pustaka, dan tulisan-tulisan berbagai penelitian yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan hasil penelitian terdahulu. Lebih lanjut tentang teknik pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Teknik pengumpulan data

Teknik Pengumpulan Data Data yang Dikumpulkan

Kuesioner  Karakteristik responden

 Pemanfaatan livelihood assets

 Strategi nafkah yang diterapkan dalam rumah tangga

 Data pendapatan rumah tangga dalam periode waktu sebulan terakhir

 Data konsumsi atau pengeluaran rumah tangga dalam periode waktu sebulan terakhir

Wawancara Mendalam  Bagaimana petani menggunakan livelihood assets dalam kehidupannya  Bentuk strategi nafkah yang diterapkan

rumah tangga petani

Observasi Lapang  Aktivitas yang dilakukan petani padi sawah

Analisis Dokumen  Gambaran umum desa melalui data monografi

(41)

Validitas data juga dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi melalui beragam responden dan informan, teknik wawancara, dan pengamatan. Setelah turun ke lapangan mengambil data, kuesioner diuji reliabilitasnya lalu hasilnya adalah cronbach’s alpha sebesar 0.677 atau sebesar 67,7% yang berarti alat ukur data dapat diandalkan.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(42)
(43)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis dan Keadaan Lingkungan

Desa Ligarmukti merupakan desa yang terbentuk pada tahun 2000 sebagai hasil pemekaran dari Desa Bojong. Pembentukan Desa Ligarmukti ini bersamaan dengan terbentuknya Kecamatan Klapanunggal sebagai kecamatan baru hasil pemekaran Kecamatan Cileungsi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bogor.

Desa Ligarmukti memiliki batas-batas wilayah administratif sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bojong - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Leuwikaret - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Klapanunggal

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Singasari, Kecamatan Jonggol Desa Ligarmukti terdiri dari tiga dusun, enam Rukun Warga (RW), dan 13 Rukun Tetangga (RT). Dusun I terdiri atas Kampung Cibulakan, Sodong dan Pangkalan I. Dusun II terdiri atas Kampung Ciherang, Pasir Pogor, Cisalada, dan Pangkalan II. Dusun III terdiri atas Kampung Cipancur, Cinyukruk, Cihanjuang dan Cibunut. Luas wilayah Desa Ligarmukti secara keseluruhan mencapai 892 Ha dengan rincian pemanfaatan lahan yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah dan persentase lahan menurut jenis pemanfaatan di Desa Ligarmukti tahun 2015

No Jenis

Penggunaan

Luas Lahan

Hektar (Ha) Persentase (%)

1 Pemukiman 70.00 7.85

2 Perkuburan 2.50 0.28

3 Sawah 252.00 28.25

4 Perkebunan 460.58 51.63

5 Prasarana umum 4.17 0.47

6 Perkantoran 0.25 0.03

7 Pekarangan 102.50 11.49

Total 892.00 100.00

Sumber: Dokumen Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Desa Ligarmukti Tahun 2015

(44)

sebenarnya cukup menguntungkan bagi petani karena tanah berkapur dapat menurunkan penggunaan pupuk atau mineral buatan serta mengurangi serangan hama. Walaupun sayur-sayuran susah tumbuh di daerah panas seperti Ligarmukti ini, beberapa tanaman tahunan seperti rambutan, jambu biji, lengkeng, durian, serta beberapa jenis pisang dapat tumbuh dengan baik.

Desa Ligarmukti memiliki tiga mata air dengan debit air yang cukup besar, yaitu mata air Sodong, Cibulan-bulan, dan Cihanjuang. Mata air Sodong yang terletak di kampung Sodong digunakan untuk berbagai kepentingan oleh warga, seperti untuk konsumsi sehari-hari (warga lokal dan PDAM), pengairan lahan sawah, dan potensi pariwisata pemandian. Sementara mata air Cibulan-bulan terletak di kampung Ciherang, dimanfaatkan untuk pengairan sawah seluas 200 Ha, perikanan dan aktivitas mandi, cuci, kakus (MCK). Sementara mata air Cihanjuang debitnya relatif paling kecil dibandingkan dua mata air lainnya sehingga hanya dimanfaatkan warga sekitar untuk mandi dan mencuci.

Berbagai sumber daya yang ada di desa dimanfaatkan oleh warga untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ketersediaan lahan, mata air dan kondisi alam merupakan sumber daya yang mendukung mata pencaharian utama mereka sebagai petani. Sejak dahulu, sumber daya yang ada di desa merupakan satu-satunya penopang hidup yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh warga untuk menjaga kelangsungan hidup mereka. Keterbatasan akses terhadap sumber daya di luar desa menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi pada carrying capacity internal desa. Sampai saat ini carrying capacity desa berhasil menopang kehidupan perekonomian rumah tangga dari sektor pertanian, yaitu sebesar 80 persen. Desa Ligarmukti telah mampu mendukung kehidupan warga desa melalui penyediaan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun seiring dengan pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan kemampuan desa untuk menyediakan sumber daya mengakibatkan carrying capacity internal desa semakin melemah. Hal ini dapat menurunkan kesejahteraan warga di masa mendatang karena desa tidak mampu menyediakan sumber daya sebanyak yang dibutuhkan oleh warga yang semakin meningkat jumlahnya. Saat ini pun, kondisi desa dan sumber daya yang tersedia mampu mempengaruhi kesejahteraan warga melalui timbulnya berbagai kondisi yang tidak menguntungkan, seperti gagal panen, kekeringan, keterbatasan lahan, dan diserangnya tanaman padi dengan berbagai jenis hama. Apabila hal ini terus terjadi tanpa didukung kemampuan warga untuk mengakses sumber daya di luar desa yang dapat dimanfaatkan, besar kemungkinan warga Desa Ligarmukti akan hidup dalam keterbatasan atau kekurangan. Untuk itu, warga tidak dapat hanya mengandalkan carrying capacity internal desa. warga perlu kemampuan untuk mengakses sumber daya di luar desa yang masih kurang dimanfaatkan karena terbatasnya akses.

(45)

dan pendidikan yang relatif belum memadai Desa Ligarmukti menunjukkan karakteristik Desa Ligarmukti sebagai desa miskin dan tertinggal.

Kondisi Demografi dan Sosial Budaya

Bentuk permukaan kawasan Desa Ligarmukti yang sebagian datar dan berbukit menyebabkan pola permukiman yang ada di Desa Ligarmukti pun cenderung berpencar dan terpusat di wilayah-wilayah tertentu (wilayah datar). Bentuk permukaan tanah yang tidak rata dan berbukit menyebabkan ancaman bencana alamiah, seperti banjir dan longsor.

Kependudukan

Berdasarkan data terakhir hasil Sensus Penduduk Tahun 2013, penduduk Desa Ligarmukti berjumlah sebanyak 2.857 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.473 jiwa dengan persentase sebesar 51.6 persen dan perempuan sebanyak 1.384 jiwa dengan persentase sebesar 48.4 persen. Data mengenai jumlah rumah tangga yang ada di Desa Ligarmukti tidak tercatat pada dokumen desa. Hal ini disebabkan banyaknya pernikahan yang dilakukan di bawah tangan dan belum disahkan secara hukum. Pernikahan tersebut dipandang belum sah secara hukum karena pernikahan tersebut dilakukan oleh penduduk yang masih di bawah umur dan belum memiliki kartu identitas diri.

Sebaran usia penduduk di Desa Ligarmukti berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2013 terlihat berpusat pada usia 17-55 tahun yang merupakan usia produktif, yaitu sebanyak 1.699 jiwa dengan persentase sebesar 59.47 persen. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa lebih dari separuh penduduk desa berusia produktif. Meskipun demikian, usia 0-5 tahun menjadi usia dengan sebaran paling sedikit di desa, yaitu sebanyak 103 jiwa dengan persentase sebesar 3.6 persen. Sebaran usia penduduk Desa Ligarmukti dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran usia penduduk Desa Ligarmukti tahun 2015

No Usia Frekuensi

Jumlah (n) Persentase (%)

1 0 - 5 tahun 103 3.60

2 6 - 16 tahun 637 22.30

3 17 - 55 tahun 1 699 59.47

4 ≥ 56 tahun 418 14.63

Total 2 857 100.00

Sumber: Dokumen Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Desa Ligarmukti Tahun 2015

(46)

Ketenagakerjaan

Desa Ligarmukti merupakan desa yang menjadikan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama. Ketersediaan tenaga kerja di Desa Ligarmukti juga sangat melimpah, terlihat dari sebaran usia penduduk yang sebagian besar berada pada usia produktif. Meskipun demikian, melimpahnya tenaga kerja di desa ini tidak didukung oleh ketersediaan lapangan pekerjaan yang memadai. Pertumbuhan penduduk yang tidak didukung dengan ketersediaan lahan untuk melakukan aktivitas pertanian yang telah dilakukan secara turun-temurun di desa ini mengakibatkan sebagian penduduk Desa Ligarmukti tidak lagi dapat menjadikan pertanian sebagai mata pencaharian utama. Lokasi desa yang terpencil dan berada di daerah perbukitan juga hanya memungkinkan penduduk untuk bekerja sebagai petani ataupun buruh batu di dalam desa. Hal ini mengakibatkan kesenjangan karena desa dirasa tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduknya, yaitu menyediakan lapangan pekerjaan.

Tabel 8 Jumlah dan persentase mata pencaharian penduduk Desa Ligarmukti tahun 2015

No Mata Pencaharian Frekuensi

Jumlah (n) Persentase (%)

1 PNS 1 0.07

2 Guru 3 0.22

3 TKI/TKW 1 0.07

4 Karyawan swasta/ buruh 139 10.13

5 Kuli buruh 147 10.71

6 Wiraswasta/pengrajin 151 11.01

7 Tukang ojeg 6 0.44

8 Pedagang 90 6.56

9 Petani 341 24.85

10 Buruh tani 125 9.11

11 Politikus 3 0.22

12 Dukun beranak/paraji 5 0.36

13 Ustadz 15 1.09

14 Perawat 1 0.07

15 Bidan 1 0.07

16 Pensiunan 1 0.07

17 Lainnya 342 24.93

Total 1 372 100.00

Sumber: Dokumen Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Desa Ligarmukti Tahun 2015

(47)

ojeg, pedagang, dan pengrajin. Namun demikian, rumah tangga yang menjadikan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama juga masih banyak ditemui.

Data mengenai mata pencaharian berdasarkan jenis kelamin tidak ditemukan pada dokumen desa. Alasan kuat tidak ditemukannya data tersebut adalah hampir seluruh penduduk perempuan yang sudah menikah di Desa Ligarmukti juga bekerja di sawah untuk membantu suaminya, sedangkan yang lainnya masih bersekolah atau membuka usaha warung sehingga tidak ditemukannya keberagaman yang berarti pada mata pencaharian penduduk perempuan. Desa Ligarmukti juga termasuk desa yang masuk dalam program pengembangan ekonomi masyarakat LIPI melalui kerajinan payet. Setiap satu sampai dua bulan sekali pihak LIPI akan berkunjung ke desa untuk memantau kegiatan payet tersebut dan mengambil hasil kerajinan yang telah dibuat untuk selanjutnya dibantu dalam penjualannya. Program ini dimaksudkan untuk membantu para ibu rumah tangga memiliki kegiatan yang produktif dan mampu membantu ekonomi keluarga. Mata pencaharian penduduk Desa Ligarmukti dapat dilihat pada Tabel 8.

Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu modal dasar pembangunan yang mampu membawa kehidupan ke tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan dapat dijadikan sebagai modal awal untuk meningkatkan kesejahteraan seseorang atau keluarga melalui pekerjaan yang lebih baik. Di Desa Ligarmukti, pendidikan tidak menjadi perhatian utama bagi sebagian besar penduduknya. Pendidikan dipandang tidak memiliki kontribusi yang penting dalam kehidupan mereka. Hal ini terlihat pada lebih dari sebagian penduduk desa yang tidak tamat SD. Tingkat pendidikan penduduk Desa Ligarmukti dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan penduduk Desa Ligarmukti tahun 2015

No Tingkat Pendidikan Frekuensi

Jumlah (n) Persentase (%)

1 Tidak tamat SD 1 553 54.36

2 Tamat SD 702 24.57

3 Tamat SLTP 85 2.98

4 Tamat SLTA 46 1.61

5 D1 5 0.18

6 Lain-lain 466 16.31

Total 2 857 100.00

Sumber: Dokumen Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Desa Ligarmukti Tahun 2015

(48)

tidak dapat menghasilkan uang secara langsung. Apabila seseorang sudah dapat bekerja dan menghasilkan uang, lebih baik bekerja daripada melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Sosial dan Budaya

Sebagian besar masyarakat Desa Ligarmukti merupakan penduduk asli. Walaupun terdapat pendatang, hanya sebagian kecil dan berasal dari desa tetangga yang menjadi penduduk karena menikah dengan orang Desa Ligarmukti. Mayoritas penduduk desa bersuku Sunda dan bahasa yang digunakan sehari-hari adalah Bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia. Desa Ligarmukti dapat disebut sebagai desa keluarga karena hampir seluruh penduduk desa memiliki hubungan kekerabatan, baik hubungan kekerabatan dekat maupun jauh. Meskipun letak pemukiman cenderung berpencar dan memusat pada titik tertentu, nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan sangat kental terasa di desa ini.

Kelembagaan informal merupakan salah satu alat untuk lebih mendekatkan penduduk Ligarmukti satu sama lain, salah satunya adalah pengajian. Di Desa Ligarmukti diadakan pengajian ibu-ibu dan pengajian bapak-bapak yang dilakukan secara rutin setiap bulan dan bertempat di kantor desa. Pengajian ini diadakan untuk mempererat tali kekeluargaan diantara penduduk desa, selain memiliki tujuan keagamaan. Desa Ligarmukti juga memiliki kelompok Qasidah yang tersebar di seluruh Mushola. Biasanya perlombaan Qasidah sering diadakan pada perayaan-perayaan tertentu sebagai bentuk dari bagian kesenian dan budaya yang dimiliki oleh Desa Ligarmukti. Desa ini juga memiliki objek wisata yang sudah terkenal di berbagai daerah, yaitu mata air Sodong. Setiap hari banyak pengunjung yang datang ke objek wisata ini. Mata air Sodong dipercaya dapat memberikan kesembuhan dan rezeki bagi siapa saja yang berenang di mata air tersebut. Tentu saja hal ini sedikit banyak juga berkontribusi pada perekonomian desa karena pada hari libur pengunjung yang datang akan dikenakan biaya masuk dengan membeli karcis untuk ke lokasi mata air Sodong.

Kondisi Sarana dan Prasarana

Keberadaan Desa Ligarmukti yang jauh dari jalan utama dan pusat-pusat keramaian menjadikan desa ini relatif terpencil dan sulit diakses. Kondisi jalan menuju Desa Ligarmukti juga tergolong cukup parah. Jalannya masih tanah dan berbatu sehingga sangat sulit untuk dilalui, baik oleh kendaraan bermotor sekalipun. Kendaraan yang melalui jalan ini harus sangat berhati-hati. Transportasi ojeg menjadi transportasi utama menuju desa yang hanya ada di pintu masuk desa, biayanya pun sangat mahal. Sebaliknya, untuk keluar desa tidak ada transportasi umum yang dapat digunakan. Biasanya penduduk akan menumpang mobil-mobil bak terbuka atau menggunakan kendaraan pribadinya yang juga merupakan transportasi utama di Desa Ligarmukti, yaitu motor.

(49)

Sekolah Dasar yang berstatus negeri di desa ini merupakan satu-satunya sekolah yang ada di Desa Ligarmukti. Sekolah tersebut sudah berdiri sejak tahun 1980-an dan belum ada perbaikan sejak sekolah tersebut berdiri. Sekolah Dasar ini juga memiliki ruang kelas yang terbatas dan tenaga guru yang kurang memadai.

Dalam bidang keagamaan, Desa Ligarmukti memiliki sarana dan prasarana yang cukup baik, yaitu tersedianya tujuh Masjid dan delapan Mushola yang letaknya menyebar di setiap dusun. Selain itu juga terdapat pondok pesantren. Tidak adanya rumah ibadah yang lain dikarenakan seluruh penduduk Desa Ligarmukti beragama Islam. Dalam bidang olahraga, Desa Ligarmukti memiliki tiga lapangan sepak bola yang letaknya juga menyebar di desa. Lapangan ini sering digunakan untuk berolahraga dan kegiatan-kegiatan lainnya, seperti hajatan, upacara, dan lomba-lomba pada perayaan hari-hari tertentu.

Kondisi Ekonomi

(50)
(51)

PEMANFAATAN

LIVELIHOOD ASSETS

RUMAH TANGGA

PETANI

Bab ini menjelaskan mengenai pemanfaatan modal nafkah rumah tangga petani di Desa Ligarmukti. Modal nafkah yaitu modal alam, modal fisik, modal finansial, modal manusia, dan modal sosial.

Modal Alam

Alam merupakan faktor penting bagi masyarakat yang mengandalkan seluruh atau sebagian besar kehidupannya dari sumber daya yang berbasis pertanian. Modal alam yang dikuasai dan kondisi alam lingkungan sekitar kemudian menjadi hal yang sangat memengaruhi strategi nafkah yang diterapkan. Pemanfaatan modal alam penduduk Desa Ligarmukti, dalam hal ini luas lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk bertani padi sawah, menjadi modal yang paling penting untuk menopang kehidupannya. Tingkat pemanfaatan modal alam rumah tangga petani di Desa Ligarmukti dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal alam rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015

Pemanfaatan Modal Alam

Frekuensi

Jumlah (n) Persentase (%)

Luas Kepemilikan Lahan

- Rendah 13 32.5

- Sedang 18 45.0

- Tinggi 9 22.5

Total 40 100.0

Luas kepemilikan lahan bernilai rendah ketika lahan yang dimiliki oleh rumah tangga petani kurang dari atau sama dengan 3.272,706 m², bernilai sedang ketika lahan yang dimiliki oleh rumah tangga petani berkisar 3.272,707 sampai 7.642,292 m², dan bernilai tinggi ketika lahan yang dimiliki oleh rumah tangga petani lebih dari atau sama dengan 7.642,293 m².

(52)

Status kepemilikan lahan yang ada di Desa Ligarmukti pun beragam, yaitu milik sendiri, sewa, gadai, bagi hasil, dan lain sebagainya. Status kepemilikan lahan sewa lebih banyak dibandingkan dengan status milik sendiri dan status lainnya. Sebanyak 26 rumah tangga petani responden dengan persentase sebesar 65 persen memiliki status kepemilikan sewa dan hanya sebanyak 10 rumah tangga petani responden dengan persentase sebesar 25 persen yang memiliki status kepemilikan sendiri, sedangkan sisanya memiliki status kepemilikan lahan lainnya. Awalnya, lahan yang ada di desa seluruhnya adalah milik penduduk. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan semakin meningkatnya kebutuhan hidup menuntut penduduk desa merelakan lahannya untuk dijual. Hasil penjualan biasanya digunakan untuk acara hajatan, naik haji, ataupun membeli kendaraan seperti motor atau mobil. Kebanyakan pihak yang membeli lahan berasal dari luar desa, seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan kota-kota besar lainnya. Petani yang sudah menjual lahan akhirnya bekerja sebagai buruh tani dengan menyewa lahan dari pihak yang membeli lahannya dengan biaya sewa yang ditentukan oleh masing-masing pemilik. Biaya sewa yang diberlakukan tidak dibayar dengan uang melainkan dengan hasil panen, biasanya berkisar antara 2-2.5 kuintal dalam sekali masa panen.

Tanah di Desa Ligarmukti sebenarnya bukanlah tanah yang bagus untuk dijadikan sebagai lahan pertanian, tetapi karena penduduk tidak memiliki pilihan sumber nafkah yang lain sehingga penduduk menjadikan pertanian sebagai sumber nafkah utama. Lokasi desa yang terpencil dan jauh dari pusat-pusat keramaian mengakibatkan penduduk sulit untuk mengakses pusat perbelanjaan, seperti pasar ataupun toko-toko yang menjual sembilan bahan pokok (sembako) sebagai kebutuhan hidupnya. Hal ini mendorong penduduk untuk memenuhi kebutuhan pangannya melalui usaha sendiri, diantaranya dengan bertani dan menanam berbagai jenis tanaman sayur dan buah di kebun miliknya yang dapat dijual ataupun dikonsumsi sebagai lauk. Tanah di desa ini memiliki karakteristik yang cenderung asam, dan berkapur di beberapa titik yang menjadikan tanahnya memiliki tekstur yang keras dan kering. Jenis tanah ini merupakan jenis yang kurang baik untuk dijadikan lahan pertanian, untuk itu penggunaan pupuk dan pengairan menjadi rumah tangga petani membutuhkan pupuk sebagai hal yang sangat penting dalam pertanian padi sawah untuk membantu kondisi alam di Desa Ligarmukti. Penggunaan pupuk dalam pertanian ini menjadi penting mengingat kondisi alam di Desa Ligarmukti, apabila tidak dibantu oleh pupuk maka hasil panen menjadi sangat tidak memuaskan. Tanaman padi menjadi tidak subur, pertumbuhannya terhambat, hasilnya sedikit dan tanaman padi menjadi berwarna merah apabila dalam proses bertani tidak menggunakan pupuk. Terkadang sudah menggunakan pupuk pun hasilnya tidak memuaskan. Perbedaan hasil panen yang diperoleh oleh rumah tangga yang menggunakan dan tidak menggunakan pupuk juga sangat jauh. Oleh sebab itu, seluruh rumah tangga petani di Desa Ligarmukti menggunakan pupuk sebagai dasar selama proses bertani.

Gambar

Tabel 1  Indikator kesejahteraan Badan Pusat Statistika tahun 2005
Gambar 1  Kerangka pemikiran
Tabel 3  Definisi operasional tingkat kesejahteraan
Tabel 4  Definisi operasional strategi nafkah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini mencoba mengkaji seberapa besar tingkat pendapatan, distribusi pendapatan, tingkat kesejahteraan rumah tangga, dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

Skripsi dengan judul “ Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Kopi Di Kabupaten Lampung Barat ” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Oleh karena itu, peneliti tertarik tidak hanya untuk melihat bagaimana strategi nafkah yang dilakukan rumah tangga petani padi sawah dan buruh tani RW 03 tetapi

Berapa besar pengeluaran rumah tangga petani kopi di kabupaten Dairi. Bagaimana tingkat kesejahteraan bagi rumah tangga petani kopi

“Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung.. Selatan”, JIIA, Volume 2

mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga pemilik industri secara signifikan di antaranya adalah pendapatan, jumlah hasil produksi, jumlah bahan baku, dan jumlah pohon

PERANAN ISTRI PETANI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA..

Pendapatan usahatani sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani kelapa sawit di Kecamatan Budong – Budong Kabupaten Mamuju Tengah dan petani