• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. PEMBAHASAN

5.3. Pengaruh Subsidi Pupuk terhadap Produksi Padi

Kebijakan subsidi pupuk merupakan salah satu dari kebijakan fiskal yang bertujuan untuk membantu terpenuhinya kebutuhan pupuk pada petani. Ruang lingkup pada penelitian ini adalah ingin melihat pengaruh adanya subsidi pupuk terhadap produksi padi petani di Kabupaten Bogor. Selain itu, juga dilihat hubungan antara harga pupuk yang diterima petani terhadap permintaan pupuk petani sehingga pada akhirnya akan diketahui seberapa penting pemenuhan kebutuhan pupuk pada petani.

Pengaruh pertama dapat dilihat dari hubungan antara harga dengan jumlah atau permintaan pupuk. Seperti diketahui bahwa harga pupuk bersubsidi di tingkat petani telah ditentukan oleh pemerintah berupa harga eceran tertinggi (HET) untuk beberapa jenis pupuk, seperti urea, TSP/SP-36, ZA, NPK, dan organik. Dalam penelitian ini pupuk yang digunakan oleh responden adalah jenis pupuk urea, TSP/SP-36, NPK, dan KCL. Namun, dalam melihat pengaruh permintaan

kebutuhan pupuk di tingkat petani menggunakan harga pupuk urea dan TSP sebagai variabel yang mewakili harga pupuk. Pemerintah telah menetapkan HET pada masing-masing jenis pupuk meskipun demikian seringkali terjadi perbedaan harga yang diterima petani karena adanya beberapa faktor, seperti biaya transportasi, biaya pengemasan, dan rendahnya pengetahuan petani tentang kios resmi dari pemerintah yang menjual pupuk bersubsidi. Dari variasi harga yang diterima oleh petani akan dilihat respon petani terhadap permintaan pupuk. Variabel independen yang digunakan dalam pengujian ini adalah variabel harga urea, harga TSP, harga padi, dan luas lahan. Dalam model ini hanya memilih dua jenis pupuk yaitu urea dan TSP dikarenakan kedua jenis pupuk tersebut yang sering digunakan oleh responden. Pengujian ini menggunakan model regresi linear berganda dengan menggunakan Eviews 6 untuk membantu dalam pengolahan datanya. Hasil dari regresi ini akan ditunjukan sebagai berikut.

Tabel 5.9. Hasil Regresi Jumlah Permintaan Pupuk Urea

Variabel Koefisien Probabilitas

C -46,88433 0,0095 LnHargaurea -0,985849 0,0907 LnHargaTSP 2,104178 0,0765 LnHargapadi 5,039370 0,0004 LnLuaslahan 0,394968 0,0003 R-squared 0,694425 Adjusted R-squared 0,666000 F-statistic 24,42960 0,0000

Keterangan: taraf nyata 10% Sumber: Lampiran 2

Uji statistika berdasakan Tabel 5.9 diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,694425 yang berarti bahwa 69,44 persen keragaman variabel dependen atau jumlah pupuk dapat dijelaskan oleh variasi-variasi

variabel independennya yaitu harga pupuk. Selain itu, sisanya sebesar 30,56 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model. Berdasarkan nilai probabilitas F-statistik yaitu sebesar 0,0000 yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0,10 (10 persen) yang berarti bahwa variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen sehingga model penduga tersebut layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi.

Dari Tabel 5.9 dapat dilihat juga hasil uji t berdasarkan nilai probabilitas dari variabel independennya yaitu lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0,10 (10 persen). Artinya, variabel independen berpengaruh nyata dan signifikan terhadap permintaan pupuk. Dilihat dari nilai elastisitasnya, permintaan pupuk urea mempunyai pengaruh tidak responsif terhadap perubahan harga urea yang dilihat dari nilai koefisien dari harga pupuk yang bernilai -0,985849. Artinya, harga pupuk urea mempunyai kecenderungan inelastis sehingga ketika terjadi perubahan dari tingkat harga pupuk urea tidak berpengaruh besar terhadap perubahan permintaan jumlah pupuk urea oleh petani. Petani mempunyai pertimbangan untuk menggunakan jenis pupuk dengan jumlah sesuai dengan dosis atau takaran pada setiap luas lahannya walaupun harga pupuk berubah karena perubahan jumlah pupuk yang digunakan pada setiap luas lahannya akan berpengaruh terhadap jumlah produksi padi mereka.

Selain dilakukan uji stastistik, dalam penelitian juga dilakukan pengujian ekonometrika dari model. Pengujian ini dilakukan untuk melihat bahwa model terbebas dari gejala autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas

dimana model harus sesuai dengan asumsi klasik. Pengujian dari masing-masing asumsi klasik tersebut akan dijelaskan pada tabel berikut ini.

Tabel 5.10. Uji Asumsi Klasik

Asumsi Kriteria Kesimpulan

Normalitas Prob (0,352179)>α Model terdistribusi normal Heteroskedastisitas Prob (0,7518)>α Homoskedastisitas

Autokorelasi Prob (0,1048)>α Tidak ada autokorelasi Multikolinearitas

nilai antar variabel independen <

0,8 Tidak ada multikolinearitas

Sumber: Lampiran 3, 4, 5, 6

Berdasarkan Tabel 5.10 ditunjukkan hasil uji asumsi klasik untuk regresi jumlah permintaan pupuk. Pengujian pertama adalah pengujian terhadap asumsi normalitas. Nilai probabilitas yang didapatkan yaitu 0,352179 yang lebih besar dari nilai taraf nyata yang digunakan yaitu 0,10 (10 persen). Dari nilai ini maka dapat ditunjukkan bahwa model terdistribusi normal.

Pada Tabel 5.10 juga dapat ditunjukkan hasil pengujian terhadap asumsi heteroskedastisitas. Uji asumsi heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui ragam sisaan sama atau berbeda. Hipotesisnya adalah homoskedastisitas untuk H0,

sedangkan heteroskedastisitas untuk H1. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa

nilai probabilitas yang didapatkan sebesar 0,7518. Nilai probabilitas ini lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0,10 (10 persen) sehingga terima H0

yang artinya asumsi homoskedastisitas terpenuhi dalam model ini.

Pengujian asumsi klasik selanjutnya adalah uji asumsi autokorelasi. Pengujian ini dilakukan untuk melihat sebaran dari sisaan yaitu sisaan menyebar bebas atau tidak. Uji asumsi autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan Breusch-Goldfrey Serial Correlation LM Test. Hipotesis yang digunakan adalah

H0 untuk tidak adanya autokorelasi, sedangkan H1 untuk adanya autokorelasi.

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa nilai probabilitas adalah 0,1048 yang lebih besar dari taraf nyata 0,10 (10 persen) sehingga terima H0. Dari hasil ini maka

dapat dikategorikan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model tersebut sehingga tidak ada pelanggaran autokorelasi.

Pengujian asumsi klasik terakhir yaitu pengujian multikolinearitas. Pengujian tersebut dilakukan dengan melihat nilai antar variabel independennya. Nilai antar variabel independennya lebih kecil dari 0,8. Dari hasil nilai ini dapat dikategorikan bahwa model tidak terdapat gejala adanya korelasi parsial antar peubah bebas. Berdasarkan ketiga pengujian asumsi klasik di atas dimana tidak ada pelanggaran asumsi klasik sehingga model regresi dapat dikategorikan baik. Oleh karena itu, didapatkan model jumlah pupuk yang dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut.

LnPermintaanurea= -46,88433 – 0,985849LnHargaurea + 2,104178LnHargaTSP + 5,039370LnHargapadi + 0,394968LnLuasLahan ... (5.1) Berdasarkan hasil dari regresi diperoleh model hubungan antara jumlah pupuk urea dengan harga urea, harga TSP, harga padi, dan luas lahan. Dalam persamaan di atas dapat dilihat bahwa harga padi dan luas lahan mempunyai hubungan yang positif terhadap jumlah pupuk. Hal ini berarti bahwa apabila terjadi peningkatan harga padi dan luas lahan sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan jumlah permintaan pupuk yang masing-masing sebesar 5,039370 dan 0,394968 persen (ceteris paribus). Selain itu, juga dapat dilihat hubungan antara harga TSP terhadap permintaan urea. Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa harga TSP mempunyai pengaruh yang positif terhadap permintaan urea

sebesar 2,104178. Hal ini berarti bahwa apabila terjadi peningkatan harga TSP sebesar 1 persen maka akan terjadi peningkatan juga pada permintaan urea sebesar 2,104178 persen (ceteris paribus). Dari hasil ini dapat dilihat bahwa pupuk TSP dan urea mempunyai hubungan subtitusi dimana jika harga TSP naik maka permintaan urea akan semakin meningkat.

Berdasarkan persamaan 5.1 juga dapat dilihat bahwa harga pupuk urea mempunyai sifat inelastis. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila terdapat perubahan harga pupuk urea tidak akan berpengaruh besar terhadap perubahan permintaan pupuk atau jumlah pupuk yang diperlukan oleh petani. Namun, walaupun perubahan harga pupuk tidak akan berpengaruh besar terhadap petani dalam menggunakan pupuk, kebijakan subsidi pupuk akan berpengaruh terhadap petani dalam hal pengeluaran biaya produksinya. Dari hasil persamaan ini maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas kebijakan subsidi pupuk mempunyai peran yang penting dalam pemenuhan kebutuhan pupuk di tingkat petani karena setiap terjadi perubahan harga di tingkat petani akan mempengaruhi pengeluaran biaya pupuk oleh petani.

Pengaruh kedua adalah pengaruh subsidi pupuk terhadap produksi padi. Faktor-faktor yang digunakan dalam mempengaruhi produksi padi selain jumlah pupuk adalah luas lahan, benih, dan jumlah tenaga kerja (Sugiarto, 2008). Selain itu, juga dimasukkan dua variabel dummy, yaitu dummy benih, dan dummy efektivitas harga. Pengujian ini dilakukan untuk melihat seberapa besar dari masing-masing faktor terutama jumlah pupuk mempengaruhi produksi padi.

Pengujian ini dilakukan dengan model regresi berganda dengan menggunakan Eviews 6. Hasil dari penelitian ini akan ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 5.11. Hasil Estimasi Produksi Padi

Variabel Koefisien Probabilitas

C 2,500931 0,0000 LnLahan 0,361690 0,0000 LnBenih 0,226735 0,0027 LnBuruh 0,133148 0,0935 LnPupuk 0,080678 0,0676 Dummy1 0,264189 0,0001 Dummy2 0,240219 0,0077 R-squared 0,852096 Adjusted R-squared 0,844243 F-statistic 108,5018 0,0000

Keterangan: taraf nyata 10% Sumber: Lampiran 7

Berdasarkan Tabel 5.11 yang merupakan uji statistika, diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,852096 yang artinya 85,20 persen keragaman produksi padi sebagai variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya yaitu luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk, dummy benih, dan dummy efektivitas harga. Sisanya yaitu sebesar 14,80 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model. Berdasarkan nilai probabilitas F-statistik sebesar 0,0000 yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0,10 (10 persen). Hal ini berarti bahwa variabel independen dalam model secara bersama- sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Hasil lain adalah hasil dari uji t yang dapat dilihat melalui nilai probabilitas dari masing-masing variabel independennya. Variabel luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk, dummy benih, dan dummy efektivitas harga mempunyai nilai probabilitas lebih kecil dari taraf

nyata yang digunakan yaitu 0,10 (10 persen) yang berarti variabel-variabel independen tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi padi.

Selain dilakukan uji statistika juga dilakukan uji ekonometrika untuk melihat model harus sesuai dengan asumsi klasik yang terbebas dari gejala multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Hasil dari pengujian asumsi klasik tersebut akan ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 5.12. Uji Asumsi Klasik

Asumsi Kriteria Kesimpulan

Normalitas Prob (0,00098)<α

Model tidak terdistribusi normal

Heteroskedastisitas Prob (0,2916)>α Homoskedastisitas Autokorelasi Prob (0,1241)>α Tidak ada autokorelasi Multikolinearitas

nilai antar variabel independen <

0,8 Tidak ada multikolinearitas

Sumber: Lampiran 8, 9, 10, 11

Berdasarkan Tabel 5.12 dapat dilihat hasil dari pengujian asumsi klasik. Pengujian normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term terdistribusi normal atau tidak terdistribusi normal. Hipotesis yang digunakan adalah galat atau error term menyebar normal untuk H0, sedangkan H1 adalah galat tidak menyebar

normal. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa nilai probabilitas sebesar 0,0009 yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0,10 (10 persen) sehingga tolak H0. Dari nilai probabilitas ini dapat dikategorikan bahwa model

tidak terdistribusi normal. Namun, hal ini dapat diabaikan karena tidak berpengaruh terhadap pendugaan koefisien, dimana koefisien tetap tidak bias dan konsisten.

Pengujian kedua dalam uji asumsi klasik adalah uji asumsi heteroskedastisitas. Model yang baik adalah jika memenuhi asumsi

homoskedastisitas dimana ragam sisaan sama atau homogen. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan Uji Harvey. Hipotesis yang digunakan adalah homoskedastisitas untuk H0, sedangkan H1 untuk

heteroskedastisitas. Hasil dari Uji Harvey tersebut adalah nilai probabilitas adalah sebesar 0,2916 yang lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0,10 (10 persen) sehingga terima H0. Dari nilai probabilitas ini maka dapat berarti bahwa

terpenuhinya asumsi homoskedastisitas.

Pengujian asumsi klasik selanjutnya adalah pengujian autokorelasi. Pengujian autokorelasi ini menggunakan Breusch-Godlfrey Serial Correlation LM Test untuk melihat sisaan menyebar bebas atau tidak menyebar bebas. Model yang baik adalah ketika model tidak ada autokorelasi dimana sisaan menyebar bebas. Hipotesis yang digunakan adalah tidak ada autokorelasi untuk H0, sedangkan ada

autokorelasi untuk H1. Berdasarkan tabel tersebut didapatkan nilai probabilitas

sebesar 0,1241 yang lebih besar dari nilai taraf nyata yang digunakan yaitu 0,10 (10 persen) sehingga terima H0. Hal ini berarti bahwa tidak ada autokorelasi

dalam model ini.

Pengujian terakhir dalam uji asumsi klasik adalah pengujian adanya korelasi parsial antar peubah bebas atau multikolinearitas. Model regresi yang baik adalah tidak adanya hubungan linear antar peubah bebas dalam model. Apabila ada hubungan linear antar peubah bebasnya maka dapat dikatakan bahwa terdapat multikolinearitas dalam model. Pengujian tersebut dilakukan dengan melihat nilai antar variabel independennya. Nilai antar variabel independennya lebih kecil dari 0,8 atau lebih kecil dari nilai koefisien determinasinya yaitu

0,852096. Dari hasil nilai ini dapat dikategorikan bahwa model tidak terdapat gejala adanya korelasi parsial antar peubah bebas. Berdasarkan keempat pengujian yang telah dilakukan maka model ini dapat dikategorikan sebagai model yang baik sehingga produksi padi dapat dirumuskan ke dalam persamaan regresi sebagai berikut.

LnProduksi= 2,500931 + 0,361690LnLuaslahan + 0,080678LnPupuk +0,133148LnBuruh + 0,226735LnBenih + 0,264189Dummy1 +0,240219Dummy2 ... (5.2) Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa luas lahan mempunyai pengaruh positif sebesar 0,361690 terhadap produksi padi. Setiap terjadi peningkatan luas lahan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,361690 persen, dimana variabel lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hubungan luas lahan dengan produksi padi sesuai dengan hipotesis awal bahwa peningkatan luas lahan akan meningkatkan produksi padi.

Variabel jumlah pupuk mempunyai hubungan yang positif sebesar 0,080678 terhadap produksi padi. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan 1 persen pada jumlah pupuk maka akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,080678 persen dimana variabel lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hubungan antara jumlah pupuk dengan produksi padi sesuai dengan hipotesis awal bahwa ketika terjadi peningkatan jumlah pupuk akan meningkatkan produksi padi. Oleh karena itu, kebijakan subsidi pupuk penting untuk membantu terpenuhinya jumlah pupuk di tingkat petani. Seperti diketahui bahwa tingkat efektivitas kebijakan subsidi pupuk dalam penelitian ini masih dikategorikan belum memenuhi kriteria efektif sehingga juga mempengaruhi jumlah pupuk yang dipergunakan oleh

responden. Tingkat efektivitas kebijakan subsidi pupuk yang masih dikategorikan tidak efektif juga membuat pengaruh pupuk terhadap produksi padi lebih rendah daripada variabel-variabel lain. Selain itu, subsidi pupuk juga mempengaruhi tingkat kesejahteraan responden karena apabila harga pupuk semakin meningkat maka biaya untuk produksi padi juga semakin meningkat. Apabila hal ini tidak diikuti dengan peningkatan harga pembelian gabah maka tingkat pendapatan petani akan berkurang.

Variabel lain yang mempengaruhi produksi padi adalah variabel buruh atau tenaga kerja. Variabel tenaga kerja mempunyai pengaruh positif sebesar 0,133148 terhadap produksi padi. Hal ini berarti setiap terjadi peningkatan 1 persen pada tenaga kerja akan meningkatkan 0,133148 persen produksi padi dimana variabel lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa setiap terjadi peningkatan tenaga kerja akan meningkatkan produksi padi.

Variabel lain yang mempengaruhi produksi padi adalah variabel jumlah benih. Hipotesis awalnya adalah semakin banyak jumlah benih yang digunakan maka akan semakin besar produksi padi dimana variabel lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hasil dari regresi ini adalah variabel benih mempunyai pengaruh positif sebesar 0,226735 terhadap produksi padi. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan jumlah benih sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,226735 persen yang sesuai dengan hipotesis awalnya.

Variabel dummy yang dimasukkan dalam persamaan produksi padi adalah variabel dummy dari benih. Variabel dummy benih dimasukkan untuk mengetahui

jenis benih yang mempunyai kualitas yang bagus untuk mempengaruhi produksi padi dan sering digunakan oleh responden. Dummy bernilai 1 untuk jenis benih ciherang, sedangkan dummy bernilai 0 untuk jenis benih selain ciherang. Pada hasil tersebut diperoleh nilai dummy benih sebesar 0,264189. Hasil nilai dummy ini berarti bahwa benih padi ciherang mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap peningkatan produksi padi dibandingkan dengan penggunaan benih padi dengan jenis selain ciherang. Jadi, apabila terdapat peningkatan penggunaan padi jenis ciherang sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,264189 persen.

Variabel terakhir yang dimasukkan dalam persamaan produksi padi adalah variabel dummy efektivitas harga. Dummy efektivitas harga pupuk dimasukkan dalam persamaan ini untuk melihat pengaruh efektivitas subsidi pupuk terutama efektivitas harga dalam kaitannya dengan produksi padi. Efektivitas harga dipilih sebagai variabel yang mewakili efektivitas subsidi pupuk karena kebijakan subsidi pupuk erat kaitannya dengan ketepatan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi yang diterima responden. Hipotesis awalnya adalah ketika responden memperoleh harga yang tepat atau sama dengan HET maka responden dapat menggunakan pupuk sesuai dengan dosis yang digunakan tanpa mengganti atau mengurangi jumlah pupuk yang digunakan untuk setiap luas lahannya. Dengan adanya hal ini maka penggunaan pupuk dapat terserap optimal sehingga juga dapat meningkatkan produksi padi. Hasil dari persamaan regresi tersebut dapat terlihat bahwa dummy efektivitas harga mempunyai hubungan yang positif sebesar 0,240219 produksi padi. Hal ini berarti bahwa ketika terjadi peningkatan

responden yang mendapatkan pupuk dengan tepat harga sebesar 1 persen maka dapat meningkatkan produksi padi sebesar 0,240219 persen. Dengan adanya hal ini terlihat bahwa efektivitas kebijakan subsidi pupuk penting terhadap peningkatan produksi padi.

Faktor-faktor yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap peningkatan produksi padi. Apabila petani kesulitan dalam memperoleh faktor-faktor produksi tersebut maka akan langsung berpengaruh terhadap produksi padi. Oleh karena itu, pemerintah harus membantu terpenuhinya kebutuhan faktor-faktor produksi pada petani. Program kebijakan yang telah dilakukan pemerintah dalam mendukung produksi padi adalah kebijakan subsidi benih dan subsidi pupuk. Pada penelitian yang membahas tentang efektivitas kebijakan subsidi pupuk dimana kebijakan subsidi pupuk masih dikategorikan tidak efektif sehingga juga berpengaruh terhadap penggunaan pupuk dan produksi padi. Adanya hal ini maka diharapkan pemerintah melakukan evaluasi terhadap penyaluran subsidi pupuk di tingkat petani agar kebutuhan pupuk di tingkat petani terpenuhi sehingga produksi padi meningkat dan kesejahteraan petani juga meningkat.

Dokumen terkait