• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengamatan terhadap pertumbuhan Bacillus thuringiensis subsp. israelensis ditunjukkan oleh peningkatan bobot kering biomasa selnya. Pengukuran bobot kering biomassa digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan maksimum Bacillus thuringiensis subsp. israelensis. Pengukuran bobot kering biomassa tidak hanya mengukur sel hidup saja, tetapi juga sel mati, spora dan bahan-bahan lain yang tidak dapat larut. Menurut Gumbira Sa’id

(1987), faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan produk adalah suhu dan pH awal medium.

Hasil dari perhitungan bobot kering biomassa digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan maksimum, biomassa maksimum dan waktu terbentuknya biomassa maksimum. Nilai hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai laju pertumbuhan maksimum dan biomassa maksimum Suhu (x1) PH (x2) Kode (x1) Kode (x2) µ maks (jam-1) Biomassa maks. (mg/ml) 25 5.5 -1 -1 0.246±0.000 5.025±0.318 25 8 -1 1 0.150±0.053 3.625±0.955 30 6.75 0 0 0.328±0.012 5.195±0.73 30 6.75 0 0 0.386±0.101 6.800±1.146 35 5.5 1 -1 0.219±0.081 2.500±0.57 35 8 1 1 0.310±0.028 6.350±1.34

1. Pengaruh Suhu dan pH terhadap Laju Pertumbuhan

Fermentasi Bacillus thuringiensis subsp. israelensis untuk memproduksi bioinsektisida dilakukan dengan cara sistem fermentasi tertutup (batch process). Pada sistem fermentasi tertutup ini tidak dilakukan lagi penambahan komponen substrat setelah inokulasi kedalam medium steril. Setelah fase adaptasi (lag phase) selesai, mikroba memasuki fase pertumbuhan eksponensial (log phase) dimana pertumbuhan berlangsung konstan dengan laju pertumbuhan maksimum. Laju pertumbuhan maksimum berbeda-beda tergantung pada spesies mikroba dan kondisi kultur.

Hasil analisa statistik (Lampiran 11), menunjukkan bahwa laju pertumbuhan maksimum (µ maks.) dipengaruhi oleh suhu (X1) dan pH (X2). Koefisien parameter dan nilai signifikansi laju pertumbuhan maksimum (µ maks.) disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Koefisien parameter dan nilai signifikansi laju pertumbuhan maksimum (µ maks.)

Parameter Koefisien Signifikansi

Intersep -2.8481 85.19

Suhu (X1) 0.2580 89.52

pH (X2) -0.2254 86.74

Interaksi X1 dan X2 0.0075 86.84

R2 95.32

Pada Tabel 10 dapat dilihat, bahwa suhu fermentasi (X1) berpengaruh terhadap laju pertumbuhan pada tingkat signifikansi 89.52 persen. Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan interval suhu antara 25–35 oC. Menurut Heimpel (1967) dan Deacon (1993), B.t. dapat tumbuh pada medium buatan pada suhu pertumbuhan berkisar antara 15–40 oC. Pada interval suhu 25-35 oC, faktor suhu (X1) memberikan pengaruh positif terhadap laju pertumbuhan, semakin tinggi suhu menyebabkan semakin cepat laju pertumbuhan B.t. Judoamidjojo et al., (1992) menyatakan bahwa laju pertumbuhan dipengaruhi oleh suhu. Kecenderungan ini mungkin disebabkan oleh aktivasi enzim amilase dalam proses katabolisme yaitu menguraikan karbohidrat dalam onggok tapioka menjadi gula-gula sederhana. Menurut Pelczar dan Chan (1986), mulai pada suhu rendah, aktivitas enzim bertambah dengan naiknya suhu sampai aktivitas optimumnya dicapai, kenaikan suhu lebih lanjut berakibat dengan berkurangnya aktivitas enzim dan pada akhirnya akan rusak.

Faktor derajat keasaman (pH) memberikan pengaruh pada tingkat signifikansi 86.74 persen terhadap laju pertumbuhan maksimum. Dalam penelitian ini dilakukan perlakuan pH antara 5,5 – 8. Pada Lampiran 6 dapat dilihat bahwa nilai pH cairan kultur selama fermentasi berlangsung berkisar antara 5,6 – 7,9, kisaran tersebut masih berada pada kisaran pertumbuhan B.t. karena menurut Bernhard dan Utz (1993) bahwa B.t. dapat tumbuh pada kisaran pertumbuhan 5,5 - 7,5. Menurut Judoamidjojo (1992), derajat keasaman (pH) merupakan parameter yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk karena protein mempunyai gugusan yang dapat terionisasi, sehingga perubahan pH akan berpengaruh terhadap katalitik dan konformasi enzim. Enzim amilase yang berperan

dalam proses katabolik karhohidrat menjadi gula-gula sederhana dapat aktif pada selang pH yang optimum untuk pertumbuhan B.t.i. Aktivitas maksimum dicapai pada pH tertentu dan penyimpangan dari nilai derajat keasaman (pH) akan menyebabkan berkurangnya aktivitas enzim (Pelczar dan Chan, 1986). X2-X2+ X2+ 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 (j a m -1 ) X1- X1+

Gambar 3. Interaksi suhu (X1) dan pH (X2) terhadap laju pertumbuhan maksimum (µ-maks.)

Dari Gambar 3 dapat dilihat, bahwa suhu berpengaruh positif terhadap laju pertumbuhan maksimum (µ maks.) pada interval 25-35 oC. Suhu dan pH berpengaruh terhadap aktivitas enzim amilase yang berperan dalam proses metabolisme sel yaitu perombakan karbohidrat menjadi gula sederhana.

2. Pengaruh Suhu dan pH terhadap Biomassa Maksimum

Metode yang paling umum untuk mengukur massa sel total adalah dengan cara menghitung bobot kering biomassa. Pertumbuhan mikroba dapat diamati dengan cara mengukur jumlah sel atau konsentrasi biomassnya. Peningkatan massa sel hanya terjadi, jika kondisi-kondisi kimiawi dan fisika tertentu dipenuhi, misalnya terdapat suhu dan pH yang optimum dan tersedianya nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.

Hasil analisa statistik (Lampiran 12) menunjukkan bahwa nilai bobot kering biomassa maksimum dipengaruhi oleh suhu (X1) dan pH (X2). Suhu berpengaruh positif terhadap bobot kering biomassa maksimum. Pada interval suhu 25-35 oC, semakin tinggi suhu

menyebabkan semakin tinggi nilai bobot kering biomassa. Hal ini sesuai dengan pengaruh suhu terhadap laju pertumbuhan maksimum, tetapi tidak berarti bahwa semakin tinggi nilai bobot kering biomassa akan dihasilkan laju pertumbuhan yang semakin cepat, karena selain faktor biomassa juga

dapat dipengaruhi oleh waktu terbentuknya biomassa maksimum (t-maks.). Koefisien parameter dan nilai signifikansi bobot kering

biomassa maksimum disajikan pada Tabel 11

Tabel 11. Koefisien parameter dan nilai signifikansi biomassa Maksimum

Parameter Koefisien Signifikansi

Intersep -13.495 60.47

Suhu (X1) 2.487 75.30

pH (X2) -5.810 85.88

Interaksi X1 dan X2 0.210 87.01

R2 90.24

Dari Tabel 11, dapat dilihat bahwa suhu (X1) berpengaruh positif pada selang interval suhu 25-35 oC terhadap nilai bobot kering biomassa maksimum. Semakin tinggi suhu yang digunakan selama fermentasi akan menyebabkan semakin tinggi nilai bobot kering biomassa. Nilai biomassa berhubungan dengan konversi maksimal dari substrat ke massa sel. Suhu yang terlalu rendah untuk pertumbuhan sel akan menyebabkan nilai bobot kering biomassa rendah. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan energi, menurut Moo-Young (1985), suhu pada umumnya penting dalam mempengaruhi efisiensi konversi substrat menjadi massa sel dimana substrat tersebut adalah sumber karbon atau energi. Dalam penelitian ini, diluar suhu pertumbuhan optimum, energi ekstra dibutuhkan untuk tujuan pemeliharaan karena turnover protein dan asam nukleat menjadi lebih cepat sehingga energi untuk pertumbuhan menjadi lebih kecil. Hal ini akan mengakibatkan bobot kering biomassa yang dihasilkan oleh mikroorganisme menjadi lebih rendah.

Derajat keasaman (pH) (X2) memberikan pengaruh negatif pada tingkat signifikansi 85.88 persen terhadap bobot kering biomassa

maksimum. Hal ini berhubungan dengan konversi media (sumber karbon dan nitrogen) menjadi biomassa dan produk. Perlakuan terhadap pH akan berpengaruh terhadap metabolisme sel, hal ini disebabkan karena sel akan mengkonsumsi substrat sederhana kemudian baru mengkonsumsi substrat yang komplek. Selama B.t.i. mengkonsumsi sumber karbon, menyebabkan terjadi penurunan nilai pH selama fermentasi. Hal ini disebabkan karena terbentuknya asam-asam organik akibat proses katabolik terhadap glukosa yang terdapat pada sumber karbon. Menurut Benoit et al. (1990), proses katabolik terhadap glukosa tersebut oleh Bacillus thuringiensis melalui Embden Meyerhoff Pathway (EMP) dan lintasan pentosa fosfat. Proses perombakan ini menghasilkan ATP dan asam-asam organik, seperti asam piruvat, asam sitrat, asam laktat dan asetoin. Bacillus thuringiensis bersifat kemoheterotrof, pada umumnya mengoksidasi karbohidrat secara aerobik untuk membentuk asam organik yang dioksidasi lebih lanjut menjadi CO2. Norris (1971) menyatakan bahwa pada fase eksponensial, Bacillus thuringiensis menggunakan gula dalam medium dan menghasilkan asam asetat serta asam piruvat yang menyebabkan pH medium mengalami penurunan pada waktu inkubasi tertentu.

3. Pengaruh Suhu dan pH terhadap Penggunaan Substrat.

Selama fermentasi berlangsung, sel akan mengkonversi substrat sumber karbon menjadi biomassa dan produk. Hal ini ditandai dengan berkurangnya konsentrasi substrat yaitu nilai kadar gula sisa. Tinggi rendahnya kadar gula sisa dalam medium fermentasi dipengaruhi oleh kemampuan sel dalam mengkonversi sumber karbon dari pati menjadi biomassa dan produk. Selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, misalnya suhu dan pH. Menurut Dulmage dan Rhodes (1971), faktor yang sangat mempengaruhi fermentasi Bacillus thuringiensis, diantaranya adalah komposisi medium dan kondisi untuk pertumbuhan mikroba seperti pH, oksigen dan suhu.

0 20 40 60 80 100 H-1 H-2 H-3 w ak tu (hari) P e rs e n ta s e p e n g g u n a a n s u b s tr a t (% ) 25-5.5 25-8 30-6.75 30-6.75 35-5.5 35-8

Gambar 4. Efisiensi Penggunaan Substrat

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa, sumber karbon yang terdapat didalam onggok tapioka dikonversi oleh B.t.i. Pati yang terdapat pada onggok tapioka dikonsumsi oleh bakteri sebagai sumber energi untuk proses metabolisme pertumbuhannya. Dalam perombakan ini dihasilkan energi dan asam-asam seperti asam piruvat dan asam asetat. Pada Tabel 12, disajikan koefisien parameter dan nilai signifikansi dari efisiensi penggunaan substrat total.

Tabel 12. Koefisien parameter dan nilai signifikansi efisiensi penggunaan substrat

Parameter Koefisien Signifikansi

Intersep 1353.1345 86.22

Suhu (X1) -84.2162 86.33

pH (X2) -9.514 56.83

Interaksi X1 dan X2 0.4164 58.99

R2 83.87

Hasil analisa statistik (Lampiran 13) menunjukkan bahwa faktor suhu selama fermentasi berpengaruh negatif pada interval suhu 25-35 oC terhadap efisiensi penggunaan substrat pada tingkat signifikansi 86.33 persen. Pada interval suhu 25-35 oC, semakin rendah suhu menyebabkan semakin besar penggunaan substrat. Hal ini mungkin disebabkan oleh penggunaan energi untuk pemeliharaan sel. Pemeliharaan sel ini bertujuan

agar sel dapat bertahan hidup pada kondisi pertumbuhan yang kurang optimum.

Derajat keasaman (pH) berpengaruh dalam penggunaan substrat selama fermentasi. Hal ini berhubungan dengan proses metabolisme sel yaitu mengkonversi substrat menjadi sel dan produk. Pengkonversian ini melibatkan enzim amilase yang berperan dalam pemecahan pati dalam onggok tapioka menjadi gula-gula sederhana.

Dokumen terkait