• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Temperatur Reduksi terhadap Morfologi Briket hasil proses Aglomerasi dan Reduksi

Dalam dokumen TUGAS AKHIR TL (Halaman 109-119)

METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian

4. Proximate Analysis

4.6. Pengaruh Temperatur Reduksi terhadap Morfologi Briket hasil proses Aglomerasi dan Reduksi

Untuk dapat mengetahui bentuk morfologi briket hasil proses reduksi serta perilaku pembentukan logam di dalamnya, dilakukan pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) pada briket hasil reduksi untuk masing-masing variabel temperatur. Pada penelitian ini, pengujian SEM dilakukan dengan perbesaran 250x untuk mengetahui bentuk aglomerat dan melakukan pengujian EDX pada spot-spot tertentu untuk mengetahui perilaku terbentuknya metal di dalam briket. Adapun gambar morfologi briket hasil proses reduksi untuk masing-masing variabel temperatur ditampilkan pada Gambar 4.9. di bawah.

Gambar 4.9. Gambar Morfologi Briket Hasil Proses Reduksi;

(a) 1200 oC, (b) 1300 oC, (c) 1400 oC

Bedasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa morfologi briket hasil reduksi pada masing-masing variabel temperatur memiliki bentuk yang berbeda-beda dengan ciri-ciri dan karakteristik yang berbeda-beda. Hal tersebut menunjukkan bahwa temperatur reduksi memengaruhi bentuk morfologi briket hasil proses reduksi. Gambar 4.9. (a) menunjukkan bentuk morfologi briket yang tereduksi pada temperatur 1200 oC. Dari gambar tersebut, dapat terlihat bahwa briket tersebut belum mengalami proses reduksi dengan sempurna. Hal tersebut dibuktikan dengan bentuk morfologi dengan jumlah positas yang sangat banyak. selain itu, dari gambar terlihat bahwa partikel di dalam briket belum menyatu dengan sempurna, sehingga belum ada logam/metal yang terbentuk di dalam briket secara makro/masih berukuran sangat kecil. Sementara itu, pengujian EDX yang ditembakkan pada spot 1, 2, dan 3 secara umum menunjukkan kadar unsur Fe dan Ni yang relatif sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa unsur Fe dan Ni di dalam briket masih tersebar secara halus di dalam kristal atom senyawa-senyawa yang menyusun briket tersebut (Jiang, 2013).

Gambar 4.9. (b) merupakan bentuk morfologi briket yang tereduksi pada temperatur 1300 oC. Gambar tersebut menunjukkan bahwa di dalam briket mulai terbentuk logam/metal dalam ukuran mikro. Hal ini dibuktikan dengan adanya bulatan-bulatan aglomerat yang tersebar merata di permukaan briket hasil proses reduksi tersebut yang memiliki ukuran diameter sekitar 5-10 mikrometer. Dugaan ini juga didukung oleh hasil pengujian EDX yang ditembakkan pada salah satu bulatan aglomerat yang ada pada briket. Hasil tembakan EDX menunjukkan bahwa bulatan tersebut mengandung kadar unsur Fe yang cukup tinggi, dapat dilihat pada hasil penembakan EDX di spot 5 yang memiliki kadar unsur Fe cukup tinggi, yaitu sebesar 91,64 %. Partikel unsur Fe dan Ni yang telah mulai tereduksi di dalam briket akan melepaskan unsur pengotornya dan saling bergerak untuk saling berikatan membentuk gumpalan-gumpalan aglomerat logam dalam skala mikro (Diaz, 1988). Namun secara makro, briket yang tereduksi pada temperatur ini belum menunjukkan adanya bongkahan logam yang terbentuk di akhir proses reduksi. Hal ini juga bersesuaian dengan perolehan produk akhir briket hasil reduksi, dimana pada variabel temperatur ini, tidak ditemukan adanya bongkahan logam berukuran besar setelah proses reduksi. Produk akhir briket hasil proses reduksi hanya ditemukan dalam bentuk serbuk dengan kadar unsur Nikel sebesar 2,99 % dan kadar unsur Fe sebesar 78,04 %. Seiring dengan meningkatnya temperatur reduksi, partikel unsur Fe dan Ni akan semakin banyak tereduksi, sehingga juga akan semakin banyak terbentuk aglomerat metal untuk kemudian mulai bermigrasi dan saling bergabung membentuk suatu aglomerat baru yang lebih besar (Zulfiadi, 2016).

Bentuk aglomerat briket hasil pengujian SEM yang tereduksi pada temperatur 1400 oC ditunjukkan pada Gambar 4.9. (c). Dari gambar tersebut, terlihat bahwa bentuk permukaan

morfologi briket lebih rata dan halus dengan porositas yang lebih sedikit dibandingkan dengan permukaan morfologi briket yang tereduksi pada temperatur 1200 oC dan 1300 oC. Dari gambar, dapat diketahui pula bahwa masih terdapat sejumlah bulatan aglomerat metal berukuran kecil yang menempel pada permukaan aglomerat solid yang berukuran lebih besar. Hal ini mengindikasikan bahwa bulatan-bulatan aglomerat kecil tersebut telah bergerak dan saling bergabung membentuk suatu aglomerat yang lebih besar, hingga pada akhirnya terbentuk bongkahan logam/metal dengan ukuran makro. Diameter bongkahan yang terbentuk di dalam briket yang tereduksi pada temperatur ini rata-rata berukuran lebih dari 100 mikrometer. Hal ini juga bersesuaian dengan perolehan produk akhir briket hasil reduksi, dimana pada variabel temperatur ini, terdapat 4,87 gram bongkahan logam berukuran besar dengan kadar unsur Nikel sebesar 4,69 % dan kadar unsur Fe sebesar 67,68 % di akhir proses reduksi. Namun demikian, secara umum bedasarkan hasil penembakan EDX di beberapa spot, rata-rata kadar unsur Fe di dalam briket yang tereduksi pada temperatur 1400 oC mengalami penurunan dibandingkan kadar unsur Fe di variabel temperatur sebelumnya. Hal ini terjadi karena sebagian unsur Fe berikatan dengan Sulfur hasil proses dekomposisi Na2SO4 membentuk senyawa Triolite (FeS). Senyawa ini merupakan pengotor, sehingga senyawa ini tidak ikut bermigrasi dan bergabung dengan bulatan aglomerat lainnya, dan pada akhirnya akan terbuang menjadi slag di akhir proses reduksi (Nagata, 1986).

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan analisis data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Temperatur reduksi memengaruhi kadar Nikel (Ni) dan kadar Besi (Fe) di dalam briket hasil proses aglomerasi dan reduksi. Kadar unsur Ni tertinggi didapatkan saat briket direduksi pada temperatur 1400 oC, dengan nilai recovery sebesar 86,75 %. Sedangkan kadar unsur Fe tertinggi didapatkan saat briket direduksi pada temperatur 1300 oC, dengan nilai recovery sebesar 74,75 %.

2. Temperatur reduksi juga memengaruhi bentuk morfologi briket hasil proses aglomerasi dan reduksi. Semakin tinggi temperatur reduksi, maka akan semakin banyak nikel metal yang terbentuk di dalam briket. Sehingga feronikel yang terbentuk juga akan semakin besar.

3. Dilihat dari nilai peningkatan kadar Nikel yang paling tinggi serta ukuran dan jumlah feronikel yang terbentuk, maka temperatur reduksi yang paling optimal adalah 1400 oC.

5.2. Saran

1. Melakukan penelitian mendalam terkait pengaruh temperatur reduksi dengan variasi temperatur reduksi yang berbeda. 2. Melakukan penelitian dengan menggunakan waktu tahan

reduksi (holding time) yang berbeda.

3. Melakukan penelitian tentang pembentukan pori pada produk aglomerat.

A. Warner, C. Díaz, A. Dalvi, P. Mackey and A. Tarasov, 2006. "JOM World Nonferrous Smelter Survey,Part III: Nickel: Laterite".

JOM. vol. 58, no. 4, pp. 11-20.

Bergman, R. A., 2003. “Nickel production from low-iron laterite ores: process descriptions”. CIM Bulletin. Vol. 96, (1072): pp. 127– 138.

Bogdandy, L Von, and H.J Engell. 1971. The Reduction of Iron Ore. Federal Republic of Germany: Springer-Verlag.

Chatterjee, Amit. 1988. Sponge Iron Production by Direct Reduction

of Iron Oxide. India: PHI Learning Pvt. Ltd.

C. M. Diaz, C. A. Landolt, A. E. M. Varner and J. C. Taylor, 1988. A

Review of Nickel Pyrometallurgical Operations in A. Vahed. Extractive Metallurgy of Nickel and Cobalt. Chicago: The

Metallurgical Society.

Crundwell, Frank K. 2011. Extractive Metallurgy of Nickel, Cobalt

and Platinum-Group Metals. Amsterdam: Elsevier Ltd.

C. T. Harris, J. G. Peacey and C. A. Pickles. 2009. Thermal Upgrading

of Nickeliferous Laterites-A Review. Sudbury, Ontario,

Canada.

Dalvi, Ashok D, W Gordon Bacon, and Robert C Osborne., 2004 "The Past and The Future of Nickel Laterites". International

Convention. PDAC 2004: 1-7.

D. A.D., B. W.G. and O. R.C., 2004. "The Past and the Future of Nickel Laterites". PDAC 2004 International Convention, Trade

Show & Investors Exchange. March 7-10: 44-419.

D. G. E. Kerfoot. 2005. Ullmann's Encyclopedia of Industrial

Chemistry. London: Wiley-VCH.

Diessel.C.F.K., 1992. “Coal – Bearing Depositional Systems”, Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Germany.

El-Hussiny, N.A, I.A Nafeaa, M.G Khalifa, S.S Abdel-Rahim, and M.E.H Shalabi., 2016. "Sintering and Reduction of Pellets of El-Baharia

Geerdes, Maarten, Hisko Toxopeus, and Cor van der Vliet. 2009. Modern

Blast Furnace Ironmaking an Introduction. Amsterdam: IOS

Press BV.

G. M. Mudd, 2010. "Global trends and environmental issues in nickel mining: Sulfides versus laterites". Ore Geology Reviews. vol. 38, p. 9–26.

Gupta, R.C. 2010. Theory And Laboratory Experiments In Ferrous

Metallurgy. New Delhi: PHI Learning Private Ltd.

J. H. Canterford, 1975. “The treatment of nickeliferous laterites”.

Minerals Sci. Eng. vol. 7, no. 1: pp. 3-17.

Jiang, M., Sun, T., Liu , Z., Kou, J., Liu, N., & Zhang, S., 2013. “Mechanism of Sodium Sulfate in Promoting Selective Reduction of Nickel Laterit Ore during Reduction Roasting Process”. International Journal of Mineral Processing: 32-33. Li, Shoubao. 1999. Study of Nickeliferrous Laterite Reduction. page:

1-8.

M. G. King, July 2005. "Nickel Laterite Technology - Finally a New Dawn?", JOM. pp. 35-39.

Noviyanti, Jasruddin, and Eko Hadi Sujiono, 2015. "Karakterisasi Kalsium Karbonat dari Batu Kapur Kelurahan Tellu Limpoe Kecamatan Suppa", Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika: 169-172.

Oates, J. A. H. 1998. Lime and Limestone Chemistry and Technology,

Production and Uses. Weinheim, Federal Republic of

Germany: WILEY-VCH Verlag HmbH.

Rhamdhani, M.A., Hayes, P.C., Jak, E, 2009. Nickel laterite Part 1 –

microstructure and phase characterizations during reduction roasting and leaching in Miner. Process. Extr. Metall. Rev. 3., Vol. (118), pp. 129–145.

Rodrigues, Filipe Manuel. 2013. "Investigation Into The Thermal Upgrading of Nickeliferous Laterite Ore". Material Science. page: 1-10.

Warrendale: The Iron and Steel Society of AIME

R. R. Moskalyk and A. M. Alfantezi, 2002. "Nickel laterite processing and electrowinning practice", Minerals Engineering. vol. 15: pp. 593-605.

Rudi, S.,Prasetyo, A. B., M. S. Wahyu., 2016. “ Peningkatan Kadar Nikel dalam Laterit jenis Limonit dengan cara Peletasi, Pemanggangan Reduksi dan Pemisahan Magnet Campuran Bijih, Batu Bara, dan Na2SO4”. Pusat Penelitian Metalurgi

dan Material – LIPI : 1-7.

S. Agatzini-Leonardou, I. G. Zafiratos and D. Spathis, 2004. "Beneficiation of a Greek serpentinic nickeliferous ore Part I. Mineral processing". Hydrometallurgy. vol. 74: pp. 259-265. Takuda, M, H Yoshikoshi, and M Ohtano., 1973. "Trans." ISIJ : 350. T. Norgate and S. Jahanshahi, 2010. "Low grade ores – Smelt, leach or

concentrate?". Minerals Engineering. vol. 23: pp. 65-73. Tyroler, G.P, and C.A Landolt. 1998. Extractive Metallurgy of Nickel

LAMPIRAN

A. Perhitungan Stoikiometri Briket Bijih Nikel Laterit

Dalam dokumen TUGAS AKHIR TL (Halaman 109-119)

Dokumen terkait