• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh “Uang Transportasi terhadap Independensi Wartawan

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

C. Data Hasil Penelitian

2. Pengaruh “Uang Transportasi terhadap Independensi Wartawan

Banyak wartawan yang menilai bahwa pemberian uang transportasi tidak akan mempengaruhi integritas wartawan. Wartawan yang kerap menerima uang transportasi selalu menjawab bahwa itu tidak akan mempengaruhi independensi mereka dalam menulis berita.

Peneliti mencoba menggali data dari para informan apakah dengan adanya pemberian uang transportasi akan menjadi pengaruh dalam beberapa hal yaitu terkait pengaruh pemberian itu pada peliputan, ada atau tidaknya beban moral ketika menerima, bagaimana wartawan menyikapi ketika narasumber mengklarifikasi tentang pemuatan berita, dan apakah ada kesenjangan dikalangan wartawan terkait dengan sikap menerima atau menolak pemberian tersebut.

a. Pengaruh uang transportasi pada peliputan dan penulisan berita Khusus untuk informan 1, karena sebagai pihak yang memberikan uang transportasi penulis menanyakan dampak dari pemberian itu apakah wartawan berita yang diliput oleh wartawan yang diberi uang transportasi selalu dimuat di koran tempat wartawan bekerja, dan berikut jawabannya :

Sejauh yang saya amati memang wartawan-wartawan yang sudah dekat dengan kita selalu nulis berita kita ya, ya memang tidak semua media, yang sering ngliput acara kita lah, kita kan udah hafal mas ini dari koran ini, mbak itu dari koran itu. Udah dekat kita jadi kita gak apa ya istilahnya gak sungkan lah tanya kalau berita kita belum di muat kan ada kemungkinan wartawan lupa

atau gimana, kita maklumi gitu”(Wawancara, 27 Agustus 2010)

Bagi wartawan yang secara terang-terangan menerima uang transportasi merasa pemberian tersebut sama sekali tidak mempengaruhi

independensi mereka. Mereka tetap melihat nilai penting berita untuk ditulis dan dinaikkan ke meja redaktur. Berikut penjelasan mereka :

Informan 3

“Untuk memprioritaskan berita semacam itu, jelas tidak. Tetap saja naik dan tidaknya tergantung redaksi dan saya tidak pernah 'memprovokasi' redaksi untuk itu. Untuk beban moral, saya berusaha tidak memikirkan. Untuk diketahui, saya pernah mengembalikan 'amplop' ketika narasumber menuntut beritanya harus keluar. Beberapa pengalaman, narasumber tetap saja 'memaksa' memberi kok mbak. Entah maksutnya apa asalkan tidak ada embel-embel saat memberinya ya saya terima saja. Malah kadang kalau saya pergi sebelum acara selesai besoknya atau beberapa hari gitu tetap dikasih, ya mungkin karena hubungan saya dengan narasumber sudah cukup baik dan dekat mbak tapi kalau yang gak dekat ya nggak gitu” (Wawancara, 10 Agustus 2010)

Ekspresi wajah informan 5 saat itu sangat serius, dan menjawab pertanyaan itu dengan nada yang relatif cepat.

Informan 5

“Tidak, sama sekali, Ya kalau beban moral pasti ada dek,

makanya itu aku kan tadi bilang kita harus bener-bener melihat juga bahwa berita ini layak muat nggak. kalau memang layak muat ya gak papa sih aku terima. makanya aku bilang kita harus

lebih bijak, dalam menyikapi ini harus lebih bijak” (Wawancara, 25 Agustus 2010)

Sebelum menjawab pertanyaan, informan 5 menggelengkan kepala dengan mantap dan meyakinkan. penulis menemui informan 5 di kantornya pukul 11 siang saat informan 5 menulis berita.

Informan 7 dengan tegas menjawab bahwa pemberian narasumber tidak akan mempengaruhi peliputan :

“Gak, sama sekali. jadi profesionalisme. pernah ada saudara jauh

yang tersangkut kasus narkoba, karena saya bertugas di kantor polisi pada waktu itu ya saya beritakan. itu bukti profesionalisme

saya. tapi kalau beban, biasanya saya minta tolong temen lain untuk meliput kan bisa. Kalau saya tidak mengembalikan itu saya jadi beban moral, walaupun tidak saya kembalikan berupa uang saya bentukkan yang lain tapi secara psikologis kan saya sudah

tenang gitu”(Wawancara, 21 Sept 2010)

Selama wawancara dengan informan 7 kurang lebih dua setengah jam, beliau tampak seriu dan tatapan matanya sangat tajam.

Informan 10 menjawab dengan ekspresi datar-datar saja sebagai berikut :

“Saya selalu berusaha menolak terlebih dahulu. Jika tidak bisa

ditolak saya akan jelaskan mengenai system kerja di redaksi

sehingga narasumber memahami apabila beritanya tidak siar”

(Wawancara, 26 Sept 2010)

Tapi bagi wartawan yang menolak uang transportasi dan hanya menerima jika sangat terpaksa berpendapat bahwa pemberian itu hampir dipastikan memang bisa mempengaruhi, tidak hanya untuk pemberitaan tapi juga pada sisi psikologis mereka.

Sebagaimana yang mereka ungkapkan sebagai berikut : Informan 4

“Sangat berpengaruh karena kita merasa tidak enak jika berita tidak dinaikan. Dan itu menjadi sebuah beban moral bagi saya. Maka dari itu, sebelum diberi amplop, saya bilang dulu, kalau beritanya tidak bisa dipastikan tayang atau nggaknya”

(Wawancara, 20 Agustus 2010)

Informan 8 yang dari perusahaannya tegas melarang pemberian tersebut mengatakan :

“Ya jelas pengaruh paling gak pekewuh-pekewuh itu pasti ada. Ya jadi beban moral, ya karena kan gini misalnya kamu menerima ya, besoknya kan pasti narasumber ngecek mbak kok belum keluar ya gini-gini, kan juga beban mental juga kan. Mending kita liputan biasa kita tulis, terserah kan bagi redaksi mau dikeluarkan atau

tidak. hasilnya kan memang ditataran redaktur” (Wawancara, 24 Septs 2010)

Dan yang sangat menarik informan 9 mengaku pernah tergoda dan menerima pemberian tersebut :

“Sangat, sangat mempengaruhi. Sebenarnya aku pernah nyoba ya, kalau tergoda iya jelas. apalagi akhir bulan.hehehe..akhir bulan itu kita salalu merasa kok koyone kurang terus. Cuman kalau ngomongke menerima, itu aku pernah mencoba sih, jadi uang itu aku bawa, aku coba untuk membelanjakannnya seperti apa sih rasanya, ternyata waktu menerima sampai akhirnya membelanjakan itu rasanya opo yo lebih gak enak daripada aku menolak. ya, lebih beban. ya kalo ngomong itu anu sih aku holiwood banget ya, Kok koyone ki ono satu kamera dari CIA seng neng nduwurku gitu. Itu secara psikologis memang jelas”

(Wawancara, 26 Agustus 2010)

Dari semua jawaban informan pada dasarnya memang semua paham bahwa ketika memberi uang trnasportasi tersebut sebenarnya mengandung maksud bahwa narasumber berharap beritanya akan dimuat banyak media.

Tabel VIII

Pendapat Informan tentang pengaruh pemberian uang transportasi terhadap peliputan No Nama Pendapat Informan tentang pengaruh pemberian uang transportasi terhadap peliputan

1 Informan I Sejauh yang saya amati memang wartawan-wartawan yang sudah dekat dengan kita selalu nulis berita kita ya, ya memang tidak semua media, yang sering ngliput acara kita lah, kita kan udah hafal mas ini dari koran ini, mbak itu dari koran itu. Udah dekat kita jadi kita gak apa ya istilahnya gak sungkan lah tanya kalau berita kita belum di muat kan ada kemungkinan wartawan lupa atau gimana, kita maklumi gitu

2 Informan II kalo diri saya pribadi saya berusaha untuk menolaknya. karena bagi saya jadi beban. Menjadi beban dari itu misal beritanya gak naik bagi saya rasanya ya gimana gitu. kalo beritanya naik sih kita gak papa. Kalau diri saya pribadi sebisa mungkin saya menolak lah

3 Informan III tidak jadi masalah. Karena yang berhak memutuskan dimuat atau tidaknya berita kan bukan wartawan ya mbak, tapi wewenang redaktur. Jadi ya ketika saya meliput, saya tulis, saya kirim keredaksi, maslah dimuat atau tidak bukan tanggung jawab saya lagi.Jadi sebagai

koresponden saya mencari berita sebanyak-banyaknya supaya banyak juga yang dimuat jadi gaji saya juga banyak. Untuk

memprioritaskan berita semacam itu, jelas tidak. Tetap saja naik dan tidaknya tergantung redaksi dan saya tidak pernah 'memprovokasi' redaksi untuk itu.

Untuk beban moral, saya berusaha tidak memikirkan. Untuk diketahui, saya pernah mengembalikan 'amplop' ketika narasumber menuntut beritanya harus keluar. Karna bagaimanapun itu bukan wewenang saya jadi saya tidak mau karena uang itu saya harus bertanggung jawab

memuat beritanya. Saya tetap menerima, tapi selalu sebelumnya saya pun berterus terang kalau sudah ada transport dari perusahaan.

Beberapa pengalaman, narasumber tetap saja 'memaksa' memberi kok mbak. Entah maksutnya apa asalkan tidak ada embel-embel saat memberinya ya saya terima saja. Malah kadang kalau saya pergi sebelum acara selesai besoknya atau beberapa hari gitu tetap dikasih, ya mungkin karena hubungan saya dengan narasumber sudah cukup baik dan dekat mbak tapi kalau yang gak dekat ya nggak gitu.

4 Informan IV Sangat berpengaruh karena kita merasa tidak enak jika berita tidak dinaikan. Dan itu menjadi sebuah beban moral bagi saya. Maka dari itu, sebelum diberi amplop, saya bilang dulu, kalau beritanya tidak bisa dipastikan tayang atau nggaknya.

5 Informan V tidak, sama sekali, Ya kalau beban moral pasti ada dek, makanya itu aku kan tadi bilang kita harus bener-bener melihat juga bahwa berita ini layak muat nggak. kalau memang layak muat ya gak papa sih aku terima. makanya aku bilang kita harus lebih bijak, dalam menyikapi ini harus lebih bijak.

6 Informan VI tidak, tapi pasti ada saja yang menawari. prinsip saya rejeki itu sudah ada yang mengatur jadi saya gak begitu senang dengan seperti itu. Ada ya ditrima gak ada ya gak minta. Dan yang penting gak ada ikatan apa-apa. kalau saya enggak, karena dari awal sudah saya tegaskan maksutnya apa dulu gitu. Saya belajar dari rekan saya di solopos ya. dia sampai bilang buk kalau ada uang gini dan harus dimuat saya tidak mau meliput lagi. karena di rong2 ya jadi risih.

waktu itu ya saya beritakan. itu bukti profesionalisme saya. tapi kalau beban, biasanya saya minta tolong temen lain untuk meliput kan bisa. kalau saya tidak mengembalikan itu saya jadi beban moral, walaupun tidak saya kembalikan berupa uang saya bentukkan yang lain tapi secara psikologis kan saya sudah tenang gitu

8 Informan VIII Ya jelas pengaruh paling gak pekewuh-pekewuh itu pasti ada. Ya jadi beban moral, ya karena kan gini misalnya kamu menerima ya, besoknya kan pasti narasumber ngecek mbak kok belum keluar ya gini-gini, kan juga beban mental juga kan. Mending kita liputan biasa kita tulis, terserah kan bagi redaksi mau dikeluarkan atau tidak. hasilnya kan memang ditataran redaktur.

9 Informan IX sangat, sangat mempengaruhi. tapi kalo didinas acaranya memang bagus untuk melakukan pembinaan atau kegiatan untuk masyarakat ya gak masalah. Cuma yang jadi masalah ada gak hal yang perlu dipertanyakan dibalik itu? Mengapa, ini contoh ya, mengapa sih orang mengadakan acara hanya ceremony kenapa tidak pernah mereka mengadakan acara yang sifatnya pembinaan kemudian dipentaskan dan itu menjadi acara tahunan yang bisa oh ini hasilnya ini gitu. orang gak pernah berfikiran sampai segitu. kalau cuma pemberitaan pada saat itu gak akan berpengaruh apapun karena memang beritanya bagus. sesudah acara itu nah yang menarik dibahas, kelanjutannya gitu. misalnya dinas menggelar acara kayak kemaren festival reog dan jatilan. itu selalu masuk dalam berita kita dan di obyektivitas kita juga tidak pernah mengurangi itu, karena tidak ada kontroversi. kecuali jika orang yang bersangkutan katakanlah kepala dinas itu ada dana yang akhirnya diselipkan kesana, diambil terus dibagikan wartawan. itu akan menjadi kontroversi karena ada obyektivitas, setelah memberi tolong diekspos atau gimana gitu.

Sebenarnya aku pernah nyoba ya, kalau tergoda iya jelas. apalagi akhir bulan.hehehe..akhir bulan itu kita salalu merasa kok koyone kurang terus. cuman ada beberapa yang diterapkan kalau aku sudah aku bagi-bagi dan itu harus cukup dan misal biasanya aku rokok sehari sebungkus ya kalo tanggal tua di irit-irit gitu. cuman kalau ngomongke menerima, itu aku pernah mencoba sih, jadi uang itu aku bawa, aku coba untuk membelanjakannnya seperti apa sih rasanya, ternyata waktu menerima sampai akhirnya membelanjakan itu rasanya opo yo lebih gak enak daripada aku menolak ya, lebih beban. ya kalo ngomong itu anu sih aku holiwood banget ya, Kok koyone ki ono satu kamera dari CIA seng neng nduwurku gitu. Itu secara psikologis memang jelas. karena kalau ngomongke menerima mungkin pernah aku sekali cuman tak balekne ke kantor karena ada yang ngasih amplop diselipin ke tas cuma tidak ada tulisannya dari instansi mana padahal satu hari itu ada 3 acara. aku serahin kantor tapi kalau pada akhirnya aku dituduh menerima yo sah karna aku juga gak ngerti siapa yang memberikan amplop itu, mau tak kembalikan kesiapa ya bingung. aku pernah dua kali kejadian itu pas launching albumnya nineball sama satunya apa gitu. dan yang memungkinkan memberi ya mereka dan sampai sekarang dua artis itu tidak ada yang bisa dihubungi.

10 Informan X Saya selalu berusaha menolak terlebih dahulu. Jika tidak bisa ditolak saya akan jelaskan mengenai system kerja di redaksi sehingga narasumber memahami apabila beritanya tidak siar.

b. Menyikapi jika narasumber mengklarifikasi tentang pemuatan berita Penulis mengajukan pertanyaan ini karena pada temuan saat observasi PRO sebagai narasumber melakukan hal tersebut.

Informan 1, ketika peneliti mencoba mengklarifikasi ulang apakah pernah menanykan pada wartawan tentang pemuatan berita menjawab :

“Ya pernah, mungkin kamu juga tahu ya waktu magang kemaren. Kita hanya sebatas memastikan berita kita akan dimuat atau tidak. Kan kita punya tanggung jawab pada atasan untuk setiap event ata acara yang kita buat itu kita mengirim semacam laporan dalam bentuk kliping koran-koran yang memuat acara kita itu. Ya kita coba bekerja sebaik mungkin donk. Kalau banyak yang memberitakan acara kita kan berati kita berhasil ya, bisa dikatakan sukses lah acaranya. Kita maklum kok kan wartawan itu sibuk ya siapa tahu lupa atau gimana. Kalau hubungan kita sudah

baik gak masalah”(Wawancara, 27 Agustus 2010)

Salah satu alasan informan 2 menolak pemberian tersebut adalah ketakutan kalau narasumber merong-rong. Oleh karena itu dia memilih menolaknya :

“Ya itu yang saya takutkan mbak, ketika nrima pasti gitu. Jadi mending saya sebisa mungkin menolak mbak. Kan pernah juga mbak di hotel mana gitu kan dapet souvenir, ya saya terima. Sampai seminggu baru saya buka ternyata di dalemnya ada uangnya 250ribu. Wah langsung saya laporan ke kantor. Sebisa mungkin saya kembalikan. tapi kalau yang ngadain EO saya juga masih bingung ini uang dari mana kalau saya kembalikan ke EOnya nanti akan seperti apa itu ya saya pertimbangkan dulu. dirumah masih ada beberapa amplop yang saya bingung mau saya

gimanakan”(Wawancara, 12 Agustus 2010)

Informan 3 dan 4 sepakat menjawab bahwa masalah pemuatan adalah wewenang redaksi seperti yang dikemukakan informan 3 berikut :

“Akan saya jawab sebisa dan sebaik dan sebijak mungkin. Saya pun seringkali menerima pertanyaan semacam itu. Tapi kalau memang keterlaluan dan 'memaksa', saya siap mengembalikan segala sesuatu dari narasumber seperti itu” (Wawancara, 10

Informan 5 mengungkapkan bahwa bukan hanya narasumber yang memberi uang saja yang merong-rong, yang tidak memberi pun juga banyak yang merong-rong menanyakan kapan beritanya dimuat :

“Ya gimana ya dek, kalau aku jarang sih dek tidak keluar, beritaku

pasti keluar sih dek..Kalaupun tidak keluar, tidak semua narasumber yang memberi itu yang merong-rong ya, kadang yang tidak memberipun juga merong-rong kita untuk keluar, jadi bebannya sama aja. Jadi kadang aku malah jadi ilfil, Loh aku tidak ada keterikatan apa-apa kok malah justru merong-rong dan sampai segitunya. itu yang kadang bikin kita jadi Aduuuuh gitu. Dari awal menerima kita sudah bilang kita hanya sebatas menulis berita. Katakanlah masalah pemuatan itu redaksi yang menentukan. Kita sudah memberi warning seperti itu kepada mereka. Jadi ketika pemuatan nanti belum keluar ya kita bilang nanti kita koordinasikan lebih lanjut dengan redaksi”

(Wawancara, 25 Agustus 2010)

Informan 7 membedakan dampaknya dari sisi kedekatan dengan narasumber, justru ketika dekat malah ada beban moral dan ketika tidak kenal dekat tidak ada kesungkanan untuk menolak.

“Itu giniya, kalau tidak kenal dekat itu pasti ada ya beban moral. karena begini bisa dibedakan kalau orang yang tidak kenal memberi itu pasti mikirnya besok beritanya keluar, dan pasti menanyakan. mas kok gak keluar, dia pasti berfikir karena dia sudah memberi. itu kan berat. ketika liputan itu pasti kita lihat, ini nanti besok pasti akan tanya, kalau udah gitu kita

tolak’(Wawancara, 21 Sept 2010)

Lebih lanjut informan 7 menceritakan kejadian yang bersangkutan ketika menghadiri sebuah jumpa pers :

“Kemaren saya juga menjadi mediasi temen-temen ya, waktu ada jumpa pers di PLN. PLN mengundang, kan ada temen-temen banyak. terus pengundangnya tanya " mas ini kelurnya kapan?". Ketika saya mendengar seperti itu saya segera tahu bahwa ini pasti orangnya belum tahu mekanisme pers. makanya kewajiban kita sebagai wartawan menjelaskan regulasinya seperti apa. maka saya bilang silahkan duduk dulu mbak saya akan memberi pengertian tentang mekanisme pers. Wartawan itu tugasnya

mencari berita, menulis berita, mengirim berita. lain itu tidak. Nah terkait dengan pemuatan itu adalah haknya rapat redaksi. diatas wartawan ada redaktur, diatas redaktur ada rapat redaksi nah rapat redaksi itulah yang menentukan berita itu dimuat”

(Wawancara, 21 Sept 2010)

Dan menurut informan 7 ada beberapa pertimbangan yang diambil ketika menentukan sebuah berita patut untuk dimuat atau tidak, yaitu :

1. skala proritas, prioritas itu didasarkan pada satu isu, juga nilai kebutuhan masyarakat pada satu isu. misalnya ada berita bahwa besok listrik didaerah ini mati, itu kan prioritas, kalau tidak kita muat sekarang kan jadinya warga tida tahu, padahal besok udah mati. itu yang namanya skala prioritas, menyangkut kebutuhan masyarakat. kalau feature kan bisa ditunda.

2. halaman, berita itu kan juga terkait dengan halaman misalnya ini ada 7 berita dan 1 iklan, padahal beritanya banyak, maka kita pilih yang prioritas tadi. jadi orang kan tahu mekanismenya seperti ini. itu yang bisa dijelaskan, bukan kalau pingin dimuat harus ngasih duit, enggak” (Wawancara, 27 Sept 2010)

Informan 8 mengungkapkan bahwa terkadang ada narasumber yang marah juga ketika beritanya tidak termuat :

“Pernah, sering, sering baget malah. mereka tanya mbak keluarnya kapan? kok gak keluar gitu. Ya cuma bilang pak ini sudah saya tulis. keluar tidaknya kan tergantung redaksi. karena ada kriteria dan batasan berita menurut koran kami yang patut dimuat gimana. pertimbangannya dari tataran redaksi. kita gak tahu gitu. Ya, kadang kan narasumber tahunya kita liputan, kita yang nulis oh ini pasti dimuat. jadi ya kita harus ekstra sabar menghadapi narasumber gitu. kadang juga ada yang marah,

sabar..sabaaar gitu ”(Wawancara, 24 Sept 2010)

Hampir semua informan menyikapi narasumber yang menanyakan kapan beritanya dimuat adalah dengan menjelaskan mekanisme media bahwa yang berhak memutuskan berita layak muat atau tidak adalah wewenang rapat redaksi dan tugas wartawan hanyalah mencari dan

Tabel IX

Pendapat Informantentang bagaimana menyikapi Narasumber yang sering konfirmasi “kapan beritanya dimuat?”

No Nama Pendapat Informan tentang bagaimana menyikapi Narasumber yang sering konfirmasi “kapan beritanya dimuat?” 1 Informan I Ya pernah, mungkin kamu juga tahu ya waktu magang kemaren. Kita hanya sebatas memastikan berita kita akan dimuat atau tidak. Kan

kita punya tanggung jawab pada atasan untuk setiap event ata acara yang kita buat itu kita mengirim semacam laporan dalam bentuk kliping koran-koran yang memuat acara kita itu. Ya kita coba bekerja sebaik mungkin donk. Kalau banyak yang memberitakan acara kita kan berati kita berhasil ya, bisa dikatakan sukses lah acaranya. kita maklum kok kan wartawan itu sibuk ya siapa tahu lupa atau gimana. Kalau hubungan kita sudah baik gak masalah. Makanya kamu saya wanti-wanti kalau mau hubungi wartawan, mereka sibuk, jangan apa ya istilahnya memaksa lah. Kalau tidak bisa ya jangan memaksa.

2 Informan II Ya itu yang saya takutkan mbak, ketika nrima pasti gitu. Jadi mending saya sebisa mungkin menolak mbak. Kan pernah juga mbak di hotel mana gitu kan dapet souvenir, ya saya terima. Sampai seminggu baru saya buka ternyata di dalemnya ada uangnya 250ribu. Wah langsung saya laporan ke kantor. sebisa mungkin saya kembalikan. tapi kalau yang ngadain EO saya juga masih bingung ini uang dari mana kalau saya kembalikan ke EOnya nanti akan seperti apa itu ya saya pertimbangkan dulu. dirumah masih ada beberapa amplop yang saya bingung mau saya gimanakan.

3 Informan III Akan saya jawab sebisa dan sebaik dan sebijak mungkin. Saya pun seringkali menerima pertanyaan semacam itu. Tapi kalau memang keterlaluan dan 'memaksa', saya siap mengembalikan segala sesuatu dari narasumber seperti itu

4 Informan IV Ya saya jelaskan kalau itu wewenang rapat redaksi