BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
B. Pembahasan
1. Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat
a. Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama menyatakan bahwa jumlah uang beredar
(JUB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap laju inflasi di
menggunakan teknik analisis regresi linier berganda diperoleh nilai t
hitung sebesar 0.606 dengan signifikansi sebesar 0.571. Hal ini berarti
tidak ada pengaruh positif antara jumlah uang beredar (JUB) dengan
laju inflasi di Indonesia tahun 1995-2004.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata jumlah uang
beredar (JUB) tidak ada pengaruh positif terhadap laju inflasi di
Indonesia. Dalam hipotesis, jumlah uang beredar (JUB) berpengaruh
positif terhadap laju inflasi di Indonesia. Hal ini berarti hasil uji t tidak
mendukung hipotesis penelitian.
Secara teoritis, jumlah uang beredar (JUB) berpengaruh positif
terhadap laju inflasi di Indonesia, karena dengan bertambahnya jumlah
uang yang beredar di masyarakat maka laju inflasi akan meningkat.
Adanya jumlah uang yang beredar akan selalu menyebabkan terjadinya
perubahan tingkat harga. Bila pemerintah menambah jumlah uang
beredar secara terus menerus, maka tingkat harga juga akan naik dan
Tabel IV.11
Inflasi dan Jumlah Uang Beredar (JUB) Tahun Inflasi (Persen) JUB (Milliar Rupiah)
1995 8.64 55.677 1996 6.47 69.089 1997 11.05 74.343 1998 77.63 101.197 1999 2.01 168.633 2000 9.35 174.186 2001 12.55 187.731 2002 10.03 191.939 2003 5.06 223.799 2004 6.40 253.818
Sumber : Statistik Indonesia, BPS (Badan Pusat Statistik) DIY
Dari tabel di atas, dapat dijelaskan jumlah uang beredar
cenderung mengalami kenaikan secara terus menerus setiap tahun.
Pada tahun 1997, laju inflasi di Indonesia mencapai 11.05 %
sedangkan jumlah uang yang beredar di masyarakat sebesar 74.343
milliar rupiah. Dan pada tahun 1998, terjadi peningkatan laju inflasi di
Indonesia yang sangat tinggi hingga mencapai 77.63 % sedangkan
jumlah uang yang beredar di masyarakat sebesar 101.197 milliar
rupiah. Hal ini dikarenakan Indonesia mengalami krisis ekonomi yang
mengakibatkan harga barang-barang impor naik
Pada tahun 1999 laju inflasi di Indonesia mengalami penurunan
yang sangat tajam yaitu mencapai 2.01 % sedangkan jumlah uang yang
Menurunnya laju inflasi di Indonesia disebabkan oleh harga yang
sudah relatif stabil dan nilai tukar rupiah yang sudah menguat.
Ternyata memang benar dari hasil uji t di atas jumlah uang beredar
tidak mempunyai pengaruh yang positif terhadap laju inflasi di
Indonesia. Karena naiknya laju inflasi di Indonesia selalu diikuti
dengan naiknya jumlah uang yang beredar di masyarakat tetapi pada
saat laju inflasi di Indonesia mengalami penurunan tidak diikuti oleh
menurunnya jumlah uang yang beredar di masyarakat. Hal ini
disebabkan karena jumlah uang yang beredar di masyarakat selalu
mengalami kenaikan setiap tahun.
b. Hipotesis Kedua
Hipotesis kedua menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah
berpengaruh positif dan signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia
tahun 1995-2004. Berdasarkan uji asumsi statistik dengan
menggunakan teknik analisis regresi linier berganda diperoleh nilai t
hitung sebesar 2.297 dengan signifikansi sebesar 0.070. Hal ini berarti
ada pengaruh positif antara pengeluaran pemerintah dengan laju inflasi
di Indonesia.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata pengeluaran
pemerintah mempunyai pengaruh positif terhadap laju inflasi di
Indonesia. Dalam hipotesis, pengeluaran pemerintah berpengaruh
positif terhadap laju inflasi di Indonesia. Hal ini berarti hasil uji t
Pengeluaran pemerintah merupakan pembelian barang-barang
dan jasa dalam perekonomian. Pengaruh pengeluaran pemerintah
terhadap inflasi adalah dengan naiknya pengeluaran pemerintah maka
dapat menimbulkan inflasi.
Tabel IV.12
Inflasi dan Pengeluaran Pemerintah
Tahun Inflasi (Persen) Pengeluaran Pemerintah (Juta Rupiah) 1995 8.64 62.561 1996 6.47 84.607 1997 11.05 84.607 1998 77.63 171.205 1999 2.01 166.881 2000 9.35 187.100 2001 12.55 272.100 2002 10.03 341.156 2003 5.06 258.100 2004 6.40 306.100
Sumber : Statistik Indonesia, BPS (Badan Pusat Statistik) DIY
Pengeluaran pemerintah dapat bersifat exhaustive yaitu
pembelian barang-barang dan jasa-jasa dalam perekonomian yang
dapat langsung dikonsumsi maupun dapat pula untuk menghasilkan
barang lain lagi. Di samping itu pengeluaran pemerintah dapat bersifat
“transfer” yaitu berupa pemindahan uang kepada individu untuk
kepentingan sosial, kepada perusahaan –perusahaan sebagai subsidi
Pengeluaran konsumsi pemerintah yang biasa disebut dengan
pengeluaran pemerintah, meliputi semua pengeluaran pemerintah di
mana pemerintah secara langsung menerima balas jasanya. Misalnya
dengan pengeluaran pemerintah untuk membayar gaji para pegawai
negeri, maka pemerintah langsung memperoleh balas jasa berupa
prestasi kerja dari pegawai-pegawai tersebut (Soediyono, 2000).
Dalam tabel IV.12, pada tahun 1998 laju inflasi di Indonesia
mencapai 77.63 % dan pengeluaran pemerintah sebesar 171.205 juta
rupiah. Dan pada tahun 1999 laju inflasi di Indonesia mengalami
penurunan tajam hingga mencapai 2.01 % dan pengeluaran pemerintah
juga mengalami penurunan sebesar 166.881 juta rupiah. Hal ini sesuai
dengan demand pull inflation, karena pengeluaran pemerintah yang
merupakan permintaan akan barang-barang dan jasa dalam
perekonomian bertambah dan mengakibatkan tingkat harga umum juga
cenderung menjadi naik. Dan pada saat pengeluaran pemerintah yang
merupakan permintaan akan barang-barang dan jasa berkurang maka
juga mengakibatkan tingkat harga umum cenderung menjadi turun.
Bertambahnya pengeluaran pemerintah yang mengakibatkan tingkat
harga umum menjadi naik menimbulkan inflationary gap (Soediyono,
2000).
Ternyata hal tersebut mendukung hasil uji t yang menyatakan
bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap laju
menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan
signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia.
c. Hipotesis Ketiga
Hipotesis ketiga menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi
masyarakat berpengaruh positif dan signifikan terhadap laju inflasi di
Indonesia tahun 1995-2004. Berdasarkan uji asumsi statistik dengan
menggunakan teknik analisis regresi linier berganda diperoleh nilai t
hitung sebesar 3.533 dengan signifikansi sebesar 0.017. Hal ini berarti
ada pengaruh positif antara pengeluaran konsumsi masyarakat dengan
laju inflasi di Indonesia.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata pengeluaran
konsumsi masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap laju
inflasi di Indonesia. Dalam hipotesis, pengeluaran konsumsi
masyarakat berpengaruh positif terhadap laju inflasi di Indonesia. Hal
ini berarti hasil uji t mendukung hipotesis penelitian.
Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan pengeluaran
konsumsi oleh rumah tangga dan perorangan serta lembaga swasta.
Konsumsi masyarakat meliputi permintaan barang dan jasa yang
Tabel IV.13
Inflasi dan Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Tahun Inflasi (Persen) Pengeluaran Konsumsi
Masyarakat (Juta Rupiah) 1995 8.64 279.876 1996 6.47 325.585 1997 11.05 388.722 1998 77.63 683.460 1999 2.01 515.097 2000 9.35 750.819 2001 12.55 875.731 2002 10.03 1.037.793 2003 5.06 682.680 2004 6.40 655.080
Sumber : Statistik Indonesia, BPS (Badan Pusat Statistik) DIY
Dari tabel di atas, pengeluaran konsumsi masyarakat pada tahun
1997 sebesar 388.722 juta rupiah dan laju inflasi di Indonesia
mencapai 11.05 %. Dan pada tahun 1998 saat terjadi krisis moneter,
pengeluaran konsumsi masyarakat naik sebesar 683.460 juta rupiah
yang diikuti dengan meningkatnya laju inflasi di Indonesia yang
mencapai 77.63 %. Kemudian pada tahun 1999 pada saat laju inflasi di
Indonesia mengalami penurunan hingga mencapai 2.01 %, pengeluaran
konsumsi masyarakat juga mengalami penurunan sebesar 515.097 juta
rupiah.
Menurut teori Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat
ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi
kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada
yang disediakan oleh masyarakat. Proses perebutan ini kemudian
mengakibatkan permintaan masyarakat akan barang melebihi jumlah
barang yang tersedia (Boediono, 1988 : 163).
Di samping itu, pengeluaran konsumsi masyarakat yang
meningkat disebabkan karena adanya kenaikan tingkat penghasilan
dalam masyarakat yang jelas-jelas mengakibatkan kebutuhan akan
konsumsi akan barang-barang maupun akan jasa-jasa akan meningkat.
Kelebihan permintaan atau kelebihan kebutuhan akan konsumsi inilah
yang bisa menimbulkan inflasi. Dan permintaan masyarakat akan
barang melebihi yang melebihi jumlah barang yang tersedia
menimbulkan inflationary gap (Boediono, 1988).
Hal tersebut mendukung uji t yang menyatakan bahwa
pengeluaran konsumsi masyarakat mempunyai pengaruh positif
terhadap laju inflasi di Indonesia dan juga mendukung hipotesis
penelitian yang menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat
berpengaruh positif dan signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia.
d. Hipotesis Keempat
Hipotesis keempat menyatakan bahwa investasi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia tahun
1995-2004. Berdasarkan uji asumsi statistik dengan menggunakan teknik
dengan signifikansi sebesar 0.104. Hal ini berarti tidak ada pengaruh
positif antara investasi dengan laju inflasi di Indonesia.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata investasi tidak
mempunyai pengaruh positif terhadap laju inflasi di Indonesia. Dalam
hipotesis, investasi berpengaruh positif terhadap laju inflasi di
Indonesia. Hal ini berarti hasil uji t tidak mendukung hipotesis
penelitian.
Investasi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan
perbankan serta perbaikan dalam produktivitas tenaga kerja.
Pertumbuhan ekonomi sangat tergantung pada tenaga kerja dan jumlah
kapital. Investasi akan menambah jumlah kapital. Tanpa investasi
maka tidak akan ada pabrik atau mesin baru. Pengertian investasi
mencakup investasi barang-barang tetap pada perusahaan, persediaan
serta perumahan (Nopirin, 1987). Investasi juga merupakan
penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk
Tabel IV.14 Inflasi dan Investasi
Tahun Inflasi (Persen) Investasi (Juta Rupiah)
1995 8.64 43.141 1996 6.47 50.825 1997 11.05 57.449 1998 77.63 74.873 1999 2.01 31.170 2000 9.35 28.897 2001 12.55 38.056 2002 10.03 49.955 2003 5.06 59.820 2004 6.40 75.209
Sumber : Statistik Indonesia, BPS (Badan Pusat Statistik) DIY
Pada tabel IV.14 terlihat bahwa pada tahun 1998 investasi
mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar 74.873 juta rupiah
dan laju inflasi mencapai 77.63 %. Dan pada tahun 1999 setelah terjadi
krisis moneter, investasi menurun menjadi 31.170 juta rupiah dan laju
inflasi juga menurun menjadi 2.01 %. Kemudian pada tahun 2000,
investasi menurun lagi menjadi 28.897 juta rupiah sedangkan laju
inflasi meningkat sebesar 9.35 %.
Dan hal ini mendukung uji t yang menyatakan bahwa investasi
2. Pengaruh Variabel Bebas (X), Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran