• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. PENGARUH WAKTU HIDROLISIS α AMILASE TERHADAP

PEMURNIAN GLUKOMANAN

Pemurnian glukomanan dengan perlakuan konsorsium enzim pada penelitian sebelumnya menyebabkan terhidrolisisnya glukomanan. Oleh karena itu, tahap ini hanya menggunakan enzim α- amilase dan perlakuan waktu inkubasi 1, 2 dan 3 jam. Adapun suhu inkubasi yang digunakan 50ºC, karena pada penelitian sebelumnya suhu 50ºC memberikan rendemen tepung tertinggi dengan kadar glukomanan dan viskositas yang cukup baik.

Pada perlakuan ini, analisis pada tepung glukomanan mencakup rendemen, kadar glukomanan, viskositas dan derajat putih, sedangkan pada hidrolisat pati adalah gula pereduksi dan total gula yang kemudian menghasilkan nilai dextrose equivalent (DE). Hasil analisis hidrolisat pati dan tepung glukomanan tersebut selengkapnya disajikan pada Tabel 6.

27 Tabel 6. Karakteristik fisikokimia tepung glukomanan hasil pemurnian dengan α-amilase dan nilai

DE pada hidrolisat pati Perlakuan Rendemen (%) Kadar glukomanan (%) Viskositas larutan glukomanan 2% (cPs) Derajat putih (%) DE Pembanding * 33.204 29.743 18.750 9.485 73.818 α-amilase 1 jam 24.640a 44.683 a 31.500 ab 11.950 a 55.562 a α-amilase 2 jam 37.008 a 46.125 a 45.250 a 12.695 a 69.703 a α-amilase 3 jam 27.388 a 44.265 a 15.500 b 13.910 a 77.951 a Keterangan:

*Perlakuan enzim α-amilase (3U/g) dengan suhu inkubasi 95ºC selama 30 menit

Kode yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata dan kode yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata

Rendemen tepung glukomanan pada penelitian ini juga dihitung berdasarkan perbandingan bobot tepung glukomanan hasil proses pemurnian terhadap bobot tepung iles-iles. Berdasarkan Tabel 6, rendemen tepung glukomanan meningkat pada perlakuan waktu inkubasi 2 jam, kemudian kembali turun pada perlakuan 3 jam. Rendemen tertinggi didapat dari perlakuan 2 jam yaitu sebesar 37.008%. Rendemen ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen pembanding yaitu 33.204%. Rendemen terendah didapat dari perlakuan 1 jam yaitu 24.640%. Namun secara statistik, rendemen tepung glukomanan pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf uji beda nyata 5%.

Pada Tabel 6 juga terlihat bahwa kadar glukomanan meningkat pada perlakuan waktu inkubasi 2 jam, kemudian turun pada waktu inkubasi 3 jam. Kadar glukomanan tertinggi didapatkan pada perlakuan waktu inkubasi 2 jam yaitu sebesar 46.125% dan kadar glukomanan terendah didapatkan pada perlakuan waktu inkubasi 3 jam, yaitu 44.265%.

Ketiga perlakuan ini menghasilkan kadar glukomanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukomanan pembanding, yaitu 29.743%. Hal ini disebabkan oleh singkatnya waktu inkubasi pembanding yaitu hanya 30 menit, dibandingkan dengan perlakuan lain sehingga masih banyak komponen pengotor seperti pati yang belum terhidrolisis dalam tepung glukomanan tersebut. Namun secara statistik, kadar glukomanan tepung pada ketiga perlakuan waktu inkubasi tidak berbeda nyata pada taraf uji beda nyata 5%.

Menurut Kurniawan et al. (2011), tepung glukomanan bermutu foodgrade yang terdapat di pasar internasional memiliki kemurnian atau kadar glukomanan lebih dari 80%. Kadar glukomanan ini tentu berbeda jauh jika dibandingkan dengan kadar glukomanan yang didapatkan dari penelitian. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya variasi kadar glukomanan umbi iles-iles berdasarkan kepada spesies, umur tanam dan ketepatan waktu panen (Ohtsuki 1968). Selain memperhatikan umbi iles-iles yang akan digunakan, teknik pengolahan umbi menjadi chips kering juga harus diperhatikan karena nantinya akan berpengaruh pada kadar glukomanan yang terdapat didalam tepung. Murtinah (1977) menyebutkan, untuk memperoleh chips kering iles-iles yang baik diperlukan beberapa persyaratan, yaitu: menggunakan umbi segar yang baik, perlakuan pendahuluan yang baik, tebal irisan yang tepat dan seragam, teknik pengeringan yang benar serta kontrol pengeringan yang intensif. Pada penelitian ini, bahan baku tepung glukomanan yang digunakan telah menjadi chips kering. Oleh karena itu, umbi iles-iles yang digunakan, baik besarnya umbi, umur tanaman, ketepatan waktu panen, perlakuan

28 pendahuluan dan cara pengolahan umbi menjadi chips tidak dapat dikontrol sebelumnya untuk mempertahankan glukomanan dalam tepung.

Berdasarkan hasil perhitungan dari rendemen tepung dan kadar glukomanan, diketahui bahwa rendemen glukomanan murni terbaik dihasilkan dari perlakuan waktu inkubasi 2 jam, yaitu sebesar 17.069%. Untuk perlakuan waktu inkubasi 1 jam dan 3 jam dihasilkan rendemen glukomanan murni berturut-turut sebesar 11.009% dan 12.123%, sedangkan rendemen glukomanan murni yang dihasilkan pembanding adalah sebesar 9.876%.

Kadar glukomanan berbanding lurus dengan viskositas. Jika semakin tinggi kadar glukomanan, maka semakin tinggi pula viskositasnya begitu pun sebaliknya. Hal ini terlihat pada Tabel 6 yang menunjukkan bahwa perlakuan waktu inkubasi 2 jam yang menghasilkan kadar glukomanan tertinggi memiliki viskositas tertinggi, yaitu 45.250 cPs, sedangkan perlakuan waktu inkubasi 3 jam yang menghasilkan kadar glukomanan terendah juga memiliki viskositas terendah yaitu 15.5 cPs. Secara statistik, viskositas tepung glukomanan pada ketiga perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf uji beda nyata 5%. Hasil analisis uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan waktu inkubasi memberikan hasil tidak berbeda nyata pada perlakuan 2 jam dan 1 jam, begitu pula pada perlakuan 1 jam dan 3 jam. Namun, perlakuan 2 jam memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan 3 jam.

Menurut Kurniawan et al. (2011), tepung iles-iles bermutu foodgrade yang terdapat di pasar internasional memiliki viskositas larutan tinggi yaitu 16,000 cPs untuk larutan 1%. Hal ini tidak sebanding dengan viskositas tertinggi yang didapatkan pada penelitian ini yaitu 45.25 cPs untuk larutan 2%. Menurut Kato dan Matzuda (1969) diacu dalam Nurjanah (2010), hasil analisis difraksi sinar-X polisakarida mannan menunjukkan bahwa terdapat dua jenis polisakarida mannan yang berbentuk amorf yang mudah larut dalam air (bentuk alfa) dan yang berbentuk kristal yang bersifat sukar larut dalam air. Proses ekstraksi glukomanan dalam etanol 95% membuat bentuk amorf glukomanan yang mudah larut dalam air berubah menjadi bentuk kristal yang sukar larut dalam air dan berdampak pada rendahnya viskositas tepung glukomanan. Hal ini juga didukung oleh Hanif (1991) yang menyebutkan bahwa pemisahan polisakarida dengan penambahan zat bukan pelarut polisakarida seperti alkohol yang dapat bercampur dalam air dapat mengurangi kelarutan koloid tersebut karena terjadi pengurangan afinitas bagian hidrofilik.

Selain dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan, viskositas pada tepung glukomanan juga dipengaruhi oleh keberadaan pati dalam tepung. Jika pati ini dipanaskan hingga suhu gelatinisasinya, maka viskositas larutan glukomanan akan semakin meningkat. Degradasi pati oleh enzim α-amilase menyebabkan viskositas larutan menurun dan meningkatkan gula pereduksinya. Hal ini terjadi karena adanya penurunan berat molekul pati selama proses hidrolisis.

Selain rendemen, kadar glukomanan dan viskositas, dilakukan juga analisis terhadap derajat putih tepung glukomanan. Berdasarkan Tabel 6 tersebut, derajat putih tepung glukomanan yang didapat pada perlakuan waktu inkubasi yang berbeda terus meningkat dengan semakin lamanya waktu inkubasi. Derajat putih tertinggi didapatkan pada perlakuan suhu inkubasi 3 jam yaitu 13.91%, sedangkan derajat putih terendah didapatkan pada perlakuan suhu inkubasi 1 jam yaitu 11.95%. Namun secara statistik, viskositas tepung glukomanan pada ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata pada taraf uji beda nyata 5%.

Menurut Irene (2010), derajat putih tepung glukomanan komersial lokal adalah sekitar 67.90%. Jika dibandingkan dengan derajat putih tepung glukomanan komersial tersebut, derajat putih yang

29 didapatkan dari penelitian ini masih sangat rendah. Rendahnya derajat putih tepung glukomanan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain warna umbi iles-iles yang berwarna kuning kemerahan dan reaksi pencoklatan yang terjadi baik pencoklatan enzimatis maupun non enzimatis. Selain itu, rendahnya derajat putih juga dapat disebabkan oleh terbuangnya komponen yang memberikan warna putih pada bahan, pada saat ekstraksi. Adapun komponen yang memberikan warna putih pada tepung glukomanan diantaranya pati dan kristal kalsium oksalat.

Nilai DE pada hidrolisat pati yang dihasilkan juga disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan tabel tersebut, nilai DE semakin tinggi dengan semakin lamanya waktu inkubasi. Nilai DE tertinggi terjadi pada perlakuan waktu inkubasi 3 jam yaitu 77.951 bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai DE pembanding yaitu 73.818. Hal ini diduga disebabkan oleh lamanya waktu inkubasi pada perlakuan 3 jam dibandingkan waktu inkubasi pembanding yaitu 30 menit, sehingga hidrolisat yang terbentuk pada perlakuan 3 jam semakin banyak dan nilai DE semakin besar. Untuk nilai DE terendah terjadi pada perlakuan waktu inkubasi 1 jam yaitu 55.562. Namun secara statistik, nilai DE hidrolisat pati pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf uji beda nyata 5%.

Nilai DE pada hidrolisat juga menunjukkan penggolongan hidrolisat tepung glukomanan ke dalam produk tertentu. Berdasarkan data yang diperoleh, hidrolisat yang dihasilkan dari perlakuan waktu inkubasi tersebut tergolong dalam hidrolisat pati atau sirup campuran.

Dokumen terkait