• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.2. SARAN

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah :

 Perlu dikaji penggunaan jenis enzim raw starch digesting amylase dalam proses pesmurnian glukomanan yang dapat menyingkat proses pemurnian, meningkatkan rendemen serta kadar glukomanan tetapi tidak merusak struktur dan mengubah sifat fisikokimia glukomanannya.

 Proses pemurnian glukomanan akan lebih efektif jika menggunakan tepung iles-iles yang telah mengalami pemisahan fraksi dibandingkan dengan menggunakan tepung iles-iles sebelum pemisahan.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari I, Sarjana dan A Choliq. 2009. Rekomendasi dalam penetapan standar mutu tepung ubi jalar. J Standard 11 (3): 212 – 218.

Ambarwati E. dan R.H. Murti. 2001. Analisis korelasi dan koefisien lintas sifat-sifat agronomi terhadap komposisi kimia umbi iles-iles (Amorphophallus variabilis). Bul Ilmu Pert 8(2): 55 – 61. Anonim. 2011. Protein. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache: 5ewDgUlCXMwJ: id.wikipedia.org/wiki/Protein+protein+adalah&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&source=www.google.co .id. [2 Juni 2011].

Anonim. 2005. Selulosa. http://www.fibersource.com/f-tutor/sellulosa.htm. [08 Februari 2011]. Anonim. 2002. Glucomannan. http://www.glucomannan.com. [7 November 2011].

Arifin MA. 2001. Pengeringan Umbi Iles-Iles secara Mekanik untuk Meningkatkan Mutu Keripik Iles [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

AOAC. 1995. Official Methods of Analisis of The Association Official Analitycal Chemistry. Virginia: Arlington.

Apriyantono A, Dedi F, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.

Asosiasi Konyaku Jepang. 1976. Penetapan Standardisasi Tepung Glukomanan Murni Iles-iles dan Hal-Hal penting dalam Pelaksanaannya. Asosiasi Konyaku Jepang, Dewan Pengawas Tepung Konyaku Tingkat Propinsi.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 1997. Statistik Luar Negeri Indonesia Ekspor 1996. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Collison R. 1968. Swelling and Gelation of Starch. Starch and it’s Derivatives. London: Chapman and Hall Ltd.

Darmasih. 1997. Peternakan. http://litbang.deptan.go.id/user/ptek97-24.pdf. [2 Juni 2011]. deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Bandung: ITB.

Departemen Pertanian. 2010. Multifungsi Glukomannan Dari Umbi Iles-Iles. http://perkebunan. litbangdeptan.go.id/?p=berita.2.184. [08 Februari 2010].

Derosya V. 2010. Sakarifikasi Empulur sagu (Metroxylon sagu) dengan Konsorsium Enzim Amiolitik dan Holoselulolitik untuk Produksi Bioetanol [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Djalil L. A. 2003. Penuntun Praktikum Kimia Analisis Terpadu. Bogor: SMAKBo.

Djuwardi A. 2008. Cassava: Solusi Pemberagaman Kemandirian Pangan. Yogyakarta: Grasindo. Dziedzic SZ dan MW Kearsley. 1995. The Technology of Starch Production. Handbook of Starch Hydrolysis Products and Their Derivatives. London: Blackie Academic and Professional.

Ermiati dan MP Laksmanahardja. 1996. Manfaat Iles-Iles (Amorphophallus sp.) sebagai Bahan Baku Makanan dan Industri. J Lit Pert 5 (4): 11 – 20.

32 Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan I. Bogor: Pusat Antar Univesitas Pangan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Gaspersz V. 1994. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-ilmu Pertanian, Ilmu-ilmu Teknik dan Biologi. Bandung: Armico.

Glicksman M. 1969. Gum Technology in Food Industry. New York: Ac. Press Inc.

Gumbira Sa’id E dan DL Rahayu. 2009. Overview Budidaya dan Produksi Umbi Tanaman Konjac Di Indonesia. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB.

Hanif Z. 1991. Pengaruh Cara Pengeringan dan Cara Ekstraksi terhadap Rendemen dan Mutu Tepung Mannan Umbi Iles-iles Kuning (A. onchophyllus) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Hartanto SE. 1994. Iles-iles tanaman langka yang laku di ekspor. Bul Eko Bapindo 19 (3): 21 – 25. Howard RL, Abotsi E, Jansen van Rensburg EL, Howard S. 2003. Lignosellulosa biotechnology : issues of bioconversion and enzyme production, Review. African J of Biotechnol 2(12): 602 – 619. Irene. 2010. Mempelajari Proses Pengeringan Glukomanan dari Umbi Iles-iles Kuning (Amorphophallus oncophyllus) dengan Pengering Semprot serta Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Reologinya [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Kato K dan K. Matsuda. 1969. Studies on chemical structure of konjact mannan. Part I. Isolation and characterization of oligosaccharides from the partial acid hydrolizate of the mannan. J Biol Chem 33(10): 1446 – 1453.

Kato K., K Watanabe dan K Matsuda. 1970. Studies on chemical structure of konjac mannan. Part II. Isolation and characterization of oligosaccharides from the enzymatic of the mannan. J Biol Chem 34(4): 532 – 539.

Kennedy JF, CJ Knill dan DW Taylor. 1995. Handbook of Starch Hydrolysis Products and their Derivatives. London: Blackie Academic.

Kriswidarti T. 1980. Suweg (A. campanulatus) Kerabat bunga bangkai yang berpotensi sebagai sumber karbohidrat. Bul Kebun Raya 4(5) : 171 – 174.

Kurniawan F, E Mulyono, W Broto dan AW Permana. 2011. Teknologi produksi tepung mannan dari umbi iles-iles (Amorphophallus oncophyllus) bermutu food grade. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen. Cimanggu, Bogor.

Kusmiyati. 2009. Studi perbandingan bahan baku umbi singkong dan iles-iles untuk pembuatan bioetanol. Makalah pada Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 2010.

Mastrianto S. 2010. Budi Daya Porang (Iles-iles) – Amorphophallus oncophyllus. http://infoguano. blogspot.com/2010/07/budi-daya-porang-iles-iles.html. [8 Februari 2011].

Muchtadi T. 1997. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.

Murtinah S. 1977. Pembuatan Keripik dan Isolasi Glukomanan dari Umbi Iles-Iles. Semarang: Balai Penelitian Kimia.

33 Nurjanah Z. 2010. Kajian Proses Pemurnian Tepung Glukomanan dari Umbi Iles-Iles (Amorphophallus oncophyllus) dengan Menggunakan Enzim α-Amilase [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Ohtsuki T. 1968. Studies on Reverse Carbohydrate of Flour Armophophallus Species, with Special Reference to Mannan. Botanical Magazine Tokyo 81: 119 – 126.

Parry JM. 2011. Konjac glucomannan. In: Alan Imeson (ed). Food Stabilisers, Thickeners and Gelling Agents. United Kingdom: A John Willey & Sons, Ltd., pp 198 – 216

Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Second Edition. Kogakusha: Academic Press Inc.

Perry RH dan H Chilton. 1973. Chemical Engineers Handbook. Kogakusha: Mcgraw Hill Book Inc. Ratcliffe I, Petter AW, C Viebke dan J Meadow. 2005. Physicochemical characterization of konjac glucomannan. Biomacromol. 6:1977 – 1986.

Reilly PJ. 1985. Enzymatic degradation of starch. In: van Benyum GMA dan JA Roles (Eds). Starch Convertion Technology. New York: Marcell Dekker.

Richana N. 2008. Produksi dan prospek enzim xilanase dalam pengembangan bioindustri di indonesia. http://anekaplanta.wordpress.com/2008/03/02/ produksi-dan-prospek-enzim-xilanase-dalam- pengembangan-bioindustri-di-indonesia/. [08 Februari 2011].

Safii I. 1981. Percobaan Pembuatan Tepung Mannan dari Umbi Iles-Iles (Amorphophallus variabilis BI) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Shimizu, M dan Shimahara. 1973. Method of selective separation of konjac flour from the tubers of Amorphophallus konjac. US Patent 3,767,424.

Sitorus Z. 2010. Teori umum tentang kayu. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789 /18590/4/ Chapter%20II.pdf. [27 September 2011].

Soebito S. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soedarsono dan S Abdulmanap. 1963. Berbagi Keterangan Mengenai Iles-Iles. Jakarta: PDIN. Sufiani S. 1993. Iles-Iles (Amorphophallus); Jenis, Syarat Tumbuh, Budidaya, dan Standar Mutu Ekspornya. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sumadi. 1979. Beberapa Tinjauan Mengenai Iles-Iles, 30 – 37. Lembaga Kimia Nasional-LIPI, Bandung.

Sunarti TC, I Yuliasih, N Richana. 2004. Perubahan Komposisi Karbohidrat pada Hidrolisis Enzimatis Pati Umbi-Umbian Indonesia. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Sunarto T. 1986. Suweg Sumber Karbohidrat yang Mumpuni. Majalah Penyebar Semangat 8: 11 – 12. Suparjo. 2010. Bahan pakan dan formulasi ransum. http://jajo66.files.wordpress.com/2010/10/ analisis-kimiawi2010.pdf. [27 September 2011].

Syaefullah M. 1990. Studi Karakterisasi Glukomanan dari Sumber “Indegenous” Iles-Iles (Amorphophallus oncophillus) dengan Variasi Proses Pengeringan dan Dosis Perendaman [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

34 Teramoto A dan Fuchigami, M. 2000. Changes in Temperatur, Texture and Structure of Konyaku (Konjac Glucomannan Gel) During High-Pressure-Freezing. J of Food Sci 65 (3) : 491 – 497. Wahid AS, N Richana dan Djamaluddin C. 1992. Pengaruh umur panen dan pemupukan terhadap hasil dan kualitas ubi kayu varietas Gading dan Adira-4. Titian Agronomi. Bul Pen Agr 1: 11 – 15. Widyotomo S. 2002. Pengaruh proses penggilingan terhadap perubahan partikel tepung iles-iles [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Wiseman A. 1985. Handbook of Enzyme Biotechnology. New York: John Willey and Sons Inc. Zahid A dan Siregar, AA. 1991. Ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna. Kumpulan Tulisan PPPM, IPB. p: 26 – 27.

Zhang YQ, Xie BJ dan Xin G. 2005. Advance in the application of konjac glucomannan and its derivatives. J Biol Chem 60: 27 – 31.

36

Lampiran 1. Prosedur analisis

1. Kadar air (AOAC 1995)

Sebanyak 5 g sampel ditimbang dalam cawan aluminium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Cawan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 – 110ºC selama tiga jam. Cawan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Pengeringan dilanjutkan lagi dan setiap setengah jam didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar air dihitung dengan persamaan berikut:

2. Kadar abu (AOAC 1995)

Sebanyak 2 g sampel ditimbang dalam cawan porselen yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Cawan kemudian dipijarkan dan diabukan dalam tanur perabuan pada suhu 600ºC selama empat jam. Cawan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Pengabuan dilanjutkan sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar air dihitung dengan persamaan di bawah ini.

3. Kadar protein (AOAC 1995)

Penentuan kadar protein ditentukan secara semi mikrokjedahl. Sampel bekas analisis kadar air sebanyak 1 g dan 2 g serbuk katalis (CuSO4:Na2SO4 = 1.2 : 1) dimasukkan ke dalam labu Kjedahl, kemudian ditambahkan 2.5 ml larutan asam sulfat pekat. Sampel di dalam labu Kjedahl didestruksi dalam ruang asam sampai warna hijau jernih. Setelah dingin, hasil destruksi didestilasi dengan menggunakan alat Kjeltec. Nitrogen anorganik hasi destruksi dimasukkan ke dalam tabung suling dengan pembilas aquades, dan diletakkan ke dalam alat Kjeltec. Alat Kjeltec dihidupkan, maka secara otomatis tabung suling yang berisi sampel nitrogen anorganik akan terisi dengan larutan NaOH 6 N sampai warna cairan cokelat kehitaman. Destilat ditampung dalam labu erlenmeyer 300 ml yang berisi 25 ml larutan asama borat (H3BO3) 2% serta diberi indikator mengsel sebanyak 3 tetes. Destilasi dilakukan selama kurang lebih empat menit atau sampai volume destilat dua kali volume semula. Selanjutnya ditritasi dengan larutan H2SO4 0.02 N sampai diperoleh warna yang berubah dari hijau menjadi ungu. Hal tersebut juga dilakukan pada titrasi blanko. Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut:

Keterangan:

A = jumlah titrasi sampel (ml) B = jumlah titrasi blanko (ml) C = bobot sampel (g)

37

 Standarisasi normalitas H2SO4

Natrium karbonat (Na2CO3) hablur ditimbang sebanyak 0.05 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, dilarutkan dengan aquades, dan ditambahkan hingga tanda tera. Larutan kemudian dipipet sebanyak 10 ml ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan indikator merah metil 2 – 3 tetes, dititrasi dengan larutan H2SO4 hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi jingga. Standarisasi normalitas H2SO4 dihitung dengan persamaan berikut:

4. Kadar lemak (AOAC 1995)

Sampel bekas analisis kadar air ditimbang 2 sampai 3 g, kemudian dibungkus dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan soxhlet yang dihubungan dengan pendingin balik, labu lemak yang berisi beberapa butir batu didih dan hot plate. Pelarut yang digunakan adalah heksan dengan volume setengah volume batu didih atau sekitar 60 kali putaran. Bekas sampel yang telah terekstrak minyaknya dikeringkan dalam oven serta ditimbang bobotnya sampai diperoleh bobot konstan. Kadar lemak dihitung dengan persamaan berikut:

5. Kadar serat kasar (AOAC 1995)

Sebanyak 2 g sampel bekas kadar lemak dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambah 100 ml larutan asama sulfat 0.325 N. Campuran sampel kemudian didihkan dengan alat pendingin tegak selama kurang lebih 30 menit, kemudian ditambahkan lagi 50 ml larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no. 41 yang telah dikerinkan dan diketahui bobotnya. Pembialasan hasil saringan dilakukan berturut-turut dengan larutan asam sulfat 0.325 N, air panas, dan etanol. Kertas saring dikeringkan dalam oven selama 1 – 2 jam, kemudian didinginkan dalam desikator an ditimbang bobotnya. Pengeringan diulangi setiap setengah jam, kemudian ditimbang sampai diperoleh bobot konstan. Kadar serat kasar dihitung dengan persamaan berikut:

6. Analisis komponen serat

a. Penetapan NDF (Neutral Detergent Fiber) (Van Soest 1969 dalam Apriantono et al. 1989)

Sampel sebanyak 0.5 g (A) dimasukkan ke dalam erlenmeyer berukuran 250 ml. Sampel yang mengandung pati ditambahkan dengan α-amilase 30 ml dalam bufer fosfat pH 7.0 ± 0.05 selama 16 jam dalam inkubator 40ºC. Sampel kemudian ditambahkan larutan NDF sebanyak 100 ml dan 0.5 g Na2SO3. Larutan NDF terdiri atas bahan kimia sebagai berikut: akuades 1 l, sodium lauril sulfat 30 g, EDTA 18.61 g, natrium borat 10 H2O 6.81 g, di-Na2HPO4 anhidrat 4.56 g dan 2-etoksietanol murni 10 ml (pH akhir larutan 6.9 – 7.1). Kemudian sampel direfluks pada pendingin tegak selama 60 menit dan disaring dengan bantuan pompa vakum menggunakan filter glass 2-G-3. Sampel dibilas dengan

38 air panas beberapa kali kemudian dilanjutkan dengan aseton beberapa kali. Hasil penyaringan tersebut dikeringkan dalam oven 100ºC hingga diperoleh bobot tetap, setelah itu dimasukkan dalam desikator selama satu jam, kemudian dilakukan penimbangan (B). Filter dilabukan pada tanur suhu 450-500ºC sampai diperoleh bobot tetap, kemudian ditimbang (C). Kadar NDF dihitung dengan rumus berikut.

Keterangan : A= bobot sampel (g)

B= bobot filter glass dan sampel setelah dioven (g) C= bobot filter glass dan sampel setelah ditanur (g)

b. Penetapan ADF (Acid Detergent Fiber) dan hemiselulosa (Van Soest 1969 dalam Apriantono et al. 1989)

Sampel sebanyak 1 g (A), dimasukkan ke dalam gelas piala serta ditambahkan dengan 100 ml larutan ADF. Larutan ADF terdiri atas 1 liter H2SO4 1 N dan 20 g CTAB (Cethyle Trimethyl Ammonium Bromide). Sampel yang telah ditambahkan larutan tersebut dipanaskan selama satu jam di atas pendingin balik.

Penyaringan dilakukan dengan bantuan pompa vakum dengan menggunakan filter glass 2-G-3. Pencucian dilakukan bergantian dengan air panas beberapa kali kemudian dilanjutkan dengan aseton beberapa kali. Hasil penyaringan tersebut dikeringkan dalam oven 100ºC hingga diperoleh bobot tetap, setelah itu dimasukkan dalam desikator selama satu jam, kemudian dilakukan penimbangan (B). Filter diabukan pada tanur dengan suhu 450-500ºC sampai diperoleh bobot tetap, kemudian ditimbang (C). Kadar ADF dihitung dengan rumus berikut.

Keterangan : A= bobot sampel (g)

B= bobot filter glass dan sampel setelah dioven (g) C= bobot filter glass dan sampel setelah ditanur (g) Maka:

Kadar hemiselulosa = % NDF - %ADF c. Kadar selulosa

Residu ADF (C) yang berada dalam filter glass diletakkan di atas nampan yang berisi air setinggi kira-kira 1 cm, kemudian ditambahkan H2SO4 setinggi ¾ bagian filter glass dan dibiarkan selama 3 jam sambil diaduk-aduk. Penyaringan dengan filter glass dibantu dengan pompa vakum. Pencucian dilakukan dengan aseton dan air panas, kemudian dioven pada suhu 100ºC hingga diperoleh bobot tetap. Sampel didinginkan ke dalam desikator kemudian ditimbang (D).

39 Keterangan : A= bobot sampel (g)

C= bobot filter glass dan residu ADF awal (g)

D= bobot filter glass dan residu ADF setelah dioven (g) Maka:

Kadar lignin = % ADF - %selulosa

6. Kadar pati (Djalil 2003)

Sampel sebanyak 1 g dihidrolisis dengan 100 ml larutan HCL 3% selama 1 jam dengan autoclave suhu 115ºC. Selanjutnya dilakukan penetralan dengan larutan NaOH 4 N dan dilakukan pengenceran hingga diperoleh volume 250 ml. Filtrat sebanyak 10 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan 25 ml larutan Luff Schroll. Campuran dididihkan dibawah pendingin tegak selama 10 menit kemudian dididnginkan. Larutan ditambahkan 20 ml larutan KI 20% dan 25 ml larutan H2SO4 secara perlahan. Titrasi dilakukan dengan larutan Na2S2O3 0.1 N hingga terbentuk larutan putih susu, kemudian ditambahkan indikator kanji 1% (terbentuk warna biru). Titrasi kembali dilakukan sampai warna biru hilang. Penetapan blanko juga perlu dilakukan dengan menggunakan aquades sebagai pengganti sampel.

7. Penetuan aktivitas enzim (Derosya 2010)

Substrat masing-masing enzim, yaitu: soluble starch (α-amilase) dan birchwood xilan (xilanase) dibuat menjadi larutan 0.15% dalam buffer fosfat sitrat pada pH yang akan diujikan, sedangkan CMC (selulase) dibuat menjadi larutan 0.5% dalam buffer fosfat sitrat pada pH yang akan diujikan. Ketiga enzim tersebut juga diencerkan dengan buffer fosfat sitrat pada pH yang akan diujikan. Larutan substrat dan enzim kemudian dicampurkan dan diinkubasi pada suhu yang akan diujikan selama 30 menit. Tiap 10 menit, larutan dipipet sebanyak 2 ml kemudian ditambahkan pelarut DNS (dinitrosalisilat) sebanyak 6 ml untuk diukur gula pereduksi yang terbentuk. Sebagai kontrol, larutan substrat dan enzim pada waktu ke-0 juga diukur gula pereduksinya. Aktivitas enzim didapatkan dengan rumus berikut.

8. Nilai dextrose equivalent (DE)

a. Gula pereduksi

Larutan hasil hidrolisis pati tepung glukomanan dipipet sebanyak 10 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Larutan dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam tabung ulir 10 ml, ditambahkan larutan DNS (dinitrosalisilat) 6 ml. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam air mendidih selama 5 menit dan didinginkan dalam air mengalir. Setelah itu, absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 550 nm dengan spektrofotometer.

40

 Kurva standar gula pereduksi

Sebagai standar glukosa, dibuat larutan glukosa dengan konsentrasi 0, 50, 100, 150, 200, 250 dan 300 ppm dari larutan glukosa 500 ppm. Kemudian sebanyak 2 ml larutan dipipet dari masing- masing larutan glukosa tersebut dan dimasukkan ke dalam tabung ulir 10 ml. Larutan ditambahkan pereaksi DNS (dinitrosalisilat) sebanyak 6 ml, kemudian dimasukkan ke dalam air mendidih selama 5 menit dan didinginkan dalam air mengalir. Absorbansi larutan tersebut diukur pada panjang gelombang 550 nm menggunakan spektrofotometer. Absorbansi yang diperoleh kemudian diplotkan kedalam grafik sehingga diperoleh persamaan.

b. Total gula

Larutan hasil hidrolisis pati tepung glukomanan dipipet sebanyak 2 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Larutan tersebut dipipet 1 ml ke dalam tabung ulir 10 ml, ditambahkan larutan fenol 5% sebanyak 1 ml dan larutan H2SO4 sebanyak 5 ml. Larutan didiamkan pada suhu ruang hingga dingin dan terbentuk larutan berwarna jingga seulas. Kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam air mendidih selama 15 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm dengan spektrofotometer. Maka nilai DE dapat diperoleh dari rumus berikut.

 Kurva standar total gula

Sebagai standar glukosa, dibuat larutan glukosa dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40, 50 dan 50 ppm dari larutan glukosa 100 ppm. Kemudian sebanyak 2 ml larutan dipipet dari masing-masing larutan glukosa tersebut dan dimasukkan ke dalam tabung ulir 10 ml. Larutan ditambahkan larutan fenol 5% sebanyak 1 ml dan larutan H2SO4sebanyak 6 ml. Kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam air mendidih selama 15 menit dan didinginkan dalam air mengalir. Absorbansi larutan tersebut diukur pada panjang gelombang 490 nm menggunakan spektrofotometer. Absorbansi yang diperoleh kemudian diplotkan kedalam grafik sehingga diperoleh persamaan.

8. Kadar glukomanan (Ohtsuki 1968)

Pengukuran kadar glukomanan dilakukan dengan mengguanakan cara ekstraksi oleh etanol berdasarkan metode Whistler dan Richards (1970) dan Murtinah (1977) yang mengisolasi kadar tepung glukomana dari tepung iles-iles dengan menggunakan larutan etanol 95% secara pengkristalan kembali.

Sampel tepung glukomanan sebanyak 1 g ditambah dengan 30 ml aquades, kemudian diekstraksi pada suhu 45ºC selama dua jam dengan kecepatan pengadukan tetap kontinyu. Setelah ekstraksi selesai, larutan ekstraksi dipisahkan dari ampas tepung iles-iles dengan cara sentrifugasi. Larutan kental hasil ekstraksi yang diperoleh dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian disimpan di dalam lemari es selama 1 jam. Setelah disimpan dalam lemari es, sampel ditambah larutan etanol 95% sebanyak 13 ml dengan dituangkan sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk hingga terjadi pengendapan glukomanan. Setelah glukomanan mengendap, biarkan endapan tersebut di dalam campuran sampai terjadi pemisahan lapisan antara glukomanan dan larutan. Endapan glukoamann dipisahkan dengan cara penyaringan dan endapan dicuci dengan larutan etanol 95%. Glukomanan yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 35 – 40ºC sampai bobot tetap. Glukomanan yang

41 sudah kering berbentuk bubuk berwana cokelat dan ditimbang untuk diketahui bobotnya serta dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

9. Penentuan rendemen tepung glukomanan

Rendemen tepung glukomanan dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot tepung iles- iles yang diperoleh dengan bahan mentah yang digunakan. Rendemen tepung glukomanan dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:

10. Kadar kekentalan larutan (Perry dan Chilton 1980)

Kekentalan larutan glukoamanan ditentukan mengguanakan Viscometer Brookfield. Nilai kekentalan dalam satuan centipoise yang didapat dengan mengalikan faktor yang ada pada alat dengan nilai yang terbaca. Sampel sebanyak 2 g dibuat menjadi larutan konsentrasi 2%. Spindel yang diguanakan adalah spindel nomor 1 dengan kecepatan 60 putaran per menit dengan faktor konversi 1. Nilai viskositas dicari dengan menggunakan rumus berikut.

11. Derajat putih

Pengukuran derajat putih tepung glukomanan dilakukan dengan menggunakan whiteness meter model C100. Skala pembacaan derajat putih yang digunakan antara 0-110.

42

Lampiran 2. Visualisasi tahapan proses pemurnian glukomanan

Umbi iles-iles Keripik iles-iles Penggilingan chips kering iles-iles dengan disc mill

1 2 3

Hasil hidrolisis tepung glukomanan

Tepung iles-iles 40 mesh Pemisahan serat dan glukomanan dengan sentrifugasi

4 5 6

Tepung glukomanan (endapan glukomanan setelah digiling) 10 7 Ekstraksi glukomanan dengan etanol 95% Pengeringan endapan glukomanan Pemisahan endapan

glukomanan dengan hidrolisat

9 8

43

Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam (Anova) dan uji Duncan

1. Nilai DE

Analisis ragam (Anova) nilai DE hidrolisat pati pada tepung glukomanan

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel Waktu 2 512.839 256.420 3.926* 9.552

Galat 3 195.939 65.313

Total 5 708.779

Keterangan : * : Tidak berbeda nyata dengan uji statistik pada α = 5%

2. Rendemen

Analisis ragam (Anova) rendemen tepung glukomanan

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

Waktu 2 3.810 1.905 0.018* 9.552

Galat 3 315.246 105.082

Total 5 319.055

Keterangan : * : Tidak berbeda nyata dengan uji statistik pada α = 5%

3. Kadar glukomanan

Analisis ragam (Anova) kadar glukomanan tepung glukomanan

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel Waktu 2 81.439 40.719 0.770* 9.552

Galat 3 158.704 52.901

Total 5 240.142

Keterangan : * : Tidak berbeda nyata dengan uji statistik pada α = 5%

4. Viskositas

Analisis ragam (Anova) viskositas tepung glukomanan

Sumber Keragaman Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel Waktu 2 886.750 443.375 16.147* 9.552

Galat 3 82.375 27.458

Total 5 969.125

44 Hasil uji lanjut metode Duncan viskositas tepung glukomanan

Perlakuan rataan 0.05 A2 45.250 A

A1 31.500 AB AB

A3 15.500 B

Keterangan : kode yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata kode yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata 5. Derajat putih

Analisis ragam (Anova) derajat putih tepung glukomanan

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

Waktu 2 3.915 1.958 0.750* 9.552

Galat 3 7.827 2.609

Total 5 11.742

Dokumen terkait