• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengarusutamaan dan Pembangunan Lintas Bidang

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasi (Halaman 47-53)

Arah Kebijakan dan Strategi Pengarusutamaan Pengarusutamaan Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai: (i) pembangunan yang menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan; (ii) pembangunan yang menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat; dan (iii) pembangunan yang menjaga kualitas lingkungan hidup masyarakat dengan tata kelola pelaksanaan pembangunan yang mampu menjaga peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Pembangunan ekonomi Indonesia masih bertumpu pada sumbangan sumberdaya alam, yakni sebesar kurang lebih 25% Produk Domestik Bruto (PDB), khususnya minyak, sumberdaya mineral, dan hutan, menyebabkan deplesi sumberdaya alam dan degradasi lingkungan. Di sisi lain, kualitas lingkungan hidup yang dicerminkan pada kualitas air, udara dan lahan juga masih rendah. Sebagai cerminan, indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) yang dipergunakan untuk mengukur kualitas lingkungan hidup masih menunjukkan nilai sebesar 64,21 pada tahun 2012.

Pertumbuhan ekonomi yang stabil tidak selalu berbanding lurus dengan kondisi lingkungan hidup. Untuk itu, pertumbuhan ekonomi yang terus ditingkatkan harus dapat menggunakan sumberdaya alam secara efisien agar tidak menguras cadangan sumberdaya alam, dipergunakan untuk mencapai kemakmuran yang merata, tidak menyebabkan masalah lingkungan hidup, sehingga dapat menjaga kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan yang ingin dicapai dalam 5 (lima) tahun ke depan, yang terkait bidang tata ruang dan pertanahan, adalah meningkatnya penerapan peduli alam dan lingkungan, sehingga dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup, yang tercermin pada membaiknya indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH).

Terkait sasaran tersebut di atas, arah kebijakannya adalah meningkatkan upaya keberlanjutan pembangunan lingkungan hidup, melalui strategi: (i) peningkatan kualitas air, udara dan tanah yang tercermin dalam peningkatan skor IKLH; (ii) pengembangan sistem neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup; (iii) penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK); (iv) penurunan tingkat deforestasi dan kebakaran hutan, meningkatnya tutupan hutan (forest cover) serta penjagaan terhadap keberadaan keanekaragaman hayati; (v) pengendalian pencemaran laut, pesisir, sungai, dan danau; (vi) pemeliharaan terhadap sumber-sumber mata air dan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan (vii) pengurangan limbah padat dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Pengarusutamaan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Kualitas tata kelola pemerintahan (good governance) adalah prasyarat tercapainya sasaran pembangunan nasional, baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik secara konsisten ditandai dengan

berkembangnya aspek keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi masyarakat.

Dalam tata kelola pemerintahan yang baik, negara membagi kekuasaan yang dimiliki dengan aktor lain yakni swasta dan masyarakat sipil. Interaksi dimaksud menyaratkan adanya ruang kesetaraan diantara aktor-aktor terkait sehingga prinsip-prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan lain sebagainya dapat terwujud.

Seiring dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendorong perluasan partisipasi masyarakat sebagai aktor pembangunan.

Untuk itu, penerapan kebijakan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik dalam RPJMN 2015-2019 diarahkan untuk menjawab dua persoalan sebagaimana tersebut di atas, yakni (i) penguatan kapasitas pemerintah, dan (ii) perluasan ruang partisipasi masyarakat. Kedua persoalan dimaksud akan menjadi pintu masuk bagi upaya untuk mendorong pergeseran paradigma dari good governance menjadi democratic governance, yang ditandai salah satunya oleh pelayanan publik yang berkualitas. Terkait dengan hal tersebut, kebijakan pengarusutamaan tata kelola RPJMN 2010-2014 yang cenderung berada pada level teknikalitas di internal birokrasi, akan diperluas menuju penguatan partisipasi masyarakat dalam kerangka good governance. Hal ini sejalan dengan salah satu prioritas pembangunan pemerintahan saat ini yakni mewujudkan “Tata Kelola Pemerintahan yang

Bersih, Efektif, Demokratis dan Terpercaya”.

Terdapat beberapa isu strategis yang akan menjadi penekanan pada kebijakan pengarusutamaan tata kelola. Pertama, peningkatan keterbukaan informasi dan komunikasi publik. Kedua, peningkatan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan. Ketiga, peningkatan kapasitas birokrasi melalui pelaksanaan Reformasi Birokrasi di pusat dan daerah. Keempat, peningkatan kualitas pelayanan publik.

Untuk itu, sasaran pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik adalah (i) meningkatnya keterbukaan informasi dan komunikasi publik, (ii) meningkatnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik, (iii) meningkatnya kapasitas birokrasi, dan (iv) meningkatnya kualitas pelayanan publik.

Untuk mencapai sasaran tersebut, arah kebijakan dan strategi, khusus yang terkait subbidang tata ruang dan pertanahan, adalah:

1. peningkatan keterbukaan informasi dan komunikasi publik, diantaranya melalui penyelesaian dalam rangka Keterbukaan Informasi Publik;

2. peningkatan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan, diantaranya melalui penciptaan forum-forum konsultasi publik;

3. peningkatan kualitas pelayanan publik, diantaranya melalui penguatan kapasitas pengendalian kinerja pelayanan publik, yang meliputi pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pengawasan, termasuk pengawasan oleh masyarakat.

Terkait subbidang tata ruang dan pertanahan, langkah yang perlu diprioritaskan adalah pembentukan Forum Konsultasi Publik dalam perumusan kebijakan, pengembangan

sistem publikasi informasi proaktif yang dapat diakses dan mudah dipahami, pengembangan

website yang berinteraksi dengan masyarakat.

Pengarusutamaan Gender

Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan strategi mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan. Pengintegrasian perspektif gender tersebut dimulai dari proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi seluruh kebijakan, program dan kegiatan pembangunan. PUG ditujukan untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam pembangunan, yaitu pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia baik laki-laki maupun perempuan. Kesetaraan gender dapat dicapai dengan mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan dalam mengakses dan mengontrol sumber daya, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan proses pembangunan, serta mendapatkan manfaat dari kebijakan dan program pembangunan.

Kesetaraan dan keadilan gender yang merupakan salah satu tujuan pembangunan yang ditetapkan dalam RPJPN 2005-2025, dihadapkan pada tiga isu strategis di dalam RPJMN 2015-2019, namun yang terkait bidang tata ruang dan pertanahan adalah meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan.

Isu gender di atas muncul karena (i) belum tersedianya data terpilah di semua bidang pembangunan sebagai dasar dalam perumusan kebijakan dan program pembangunan; (ii) masih rendah pemahaman, komitmen dan keterampilan para pelaku pembangunan dalam pengintegrasian perspektif gender dalam setiap tahapan pembangunan; dan (iii) kelembagaan PUG/PPRG di K/L/Pemerintah daerah masih bersifat adhoc. Berdasarkan permasalahan tersebut, tantangan yang dihadapi dalam menyelesaikan permasalahan gender terkait peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan lima tahun ke depan adalah meningkatkan pemahaman, komitmen, dan keterampilan para pelaku pembangunan akan pentingnya pengintegrasian perspektif gender di semua bidang dan tahapan pembangunan; penyediaan, analisis, dan pemanfaatan data terpilah berdasarkan jenis kelamin di semua bidang pembangunan; dan penguatan kelembagaan PUG/PPRG di K/L/Pemerintah daerah.

Penerapan Pengarusutamaan Gender (PUG) pada bidang tata ruang dan pertanahan, dilakukan melalui kegiatan (i) pelaksanaan penataan ruang Nasional berupa sosialisasi RTR Pulau/Kepulauan dengan indikator jumlah sosialisasi RTRWN, RTR Pulau/kepulauan, RTR KSN Non Perkotaan, dan Pedoman Bidang Penataan Ruang Nasional; (ii) pelaksanaan pengembangan perkotaan berupa pelaksanaan pembangunan kota hijau percontohan (termasuk RTH) yang responsif gender dengan indikator jumlah pemenuhan SPM dan peningkatan kualitas penataan ruang kota; (iii) pengelolaan pertanahan provinsi (konsolidasi tanah) berupa terlaksananya pengaturan dan penataan penguasaan dan pemilikan tanah, serta pemanfaatan dan penggunaan tanah secara optimal dengan indikator legalisasi aset hasil konsolidasi tanah; (iv) pengelolaan pertanahan provinsi (legalisasi aset) berupa terlaksananya percepatan legalisasi aset pertanahan, ketertiban administrasi pertanahan dan kelengkapan informasi legalitas aset tanah dengan indikator legalisasi aset hasil Prona dan lintas sektor; (v) pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan pertanahan berupa

terselenggaranya akses masyarakat dan lembaga terhadap penguatan hak atas tanah, dan sumber permodalan dan produksi serta pemberdayaan masyarakat secara integratif dan lintas sektor dengan indikator peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat; (vi) penyebarluasan informasi penataan ruang provinsi dan kabupaten; (vii) penerbitan Buletin Tata Ruang; (viii) fasilitasi Pelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang; (viii) pelatihan pembentukan Pelopor Madya Penataan Ruang; (ix) peningkatan pendaftaran tanah dan guna ruang berupa terwujudnya pembinaan dan pengelolaan pendaftaran hak atas tanah, hak milik atas satuan rumah susun, tanah wakaf, guna ruang dan perairan, serta PPAT; (x) kegiatan pendidikan dan pelatihan bidang pertanahan berupa terselenggaranya pendidikan dan pelatihan di lingkungan BPN yang berkualitas. Keseluruhan kegiatan ini mempertimbangkan pemenuhan kondisi PUG.

Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Lintas Bidang Pemerataan dan Penanggulangan Kemiskinan

Laju pertumbuhan pengeluaran konsumsi per kapita penduduk secara nasional tumbuh sekitar 4,87 persen antara tahun 2008-2012. Hanya 20,0 persen penduduk teratas yang pertumbuhannya di atas rata-rata nasional, yang diperkirakan jumlahnya sekitar 50 juta jiwa. Sementara itu, sekitar 80,0 persen penduduk lainnya mempunyai tingkat pengeluaran konsumsi dibawah rata-rata nasional. Gambaran ini mencerminkan bahwa Indonesia masih mengalami ketidakmerataan distribusi pendapatan. Tidak meratanya distribusi pendapatan menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan antarkelompok masyarakat. Ini berarti, pendapatan nasional belum dapat dinikmati oleh seluruh penduduk, sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan antarkelompok masyarakat, yang dicerminkan oleh meningkatnya gini rasio dari 0,37 tahun 2007 menjadi 0,41 tahun 2012.

Ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menggambarkan masih besarnya angka kemiskinan dan kerentanan, yang dicerminkan oleh angka kemiskinan turun melambat dan angka penyerapan tenaga kerja yang belum dapat mengurangi pekerja rentan secara berarti, meskipun tingkat pengangguran menurun.

Dengan demikian pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional yang tinggi perlu diupayakan agar mampu menciptakan perubahan dan perbaikan-perbaikan dalam masyarakat, seperti mengurangi kemiskinan, pengangguran, penciptaan lapangan kerja dan mengurangi kesulitan lain dalam masyarakat.

Pertumbuhan inklusif merupakan salah satu syarat untuk menghilangkan kesenjangan pembangunan. Pertumbuhan harus mampu mendorong pemerataan, dengan pola pertumbuhan yang memaksimalkan potensi ekonomi, pola pertumbuhan yang dapat menyertakan sebanyak-banyaknya angkatan ke dalam pasar tenaga kerja yang baik (Decent Job), dan pola pertumbuhan yang ramah keluarga miskin.

Beberapa permasalahan yang terkait bidang tata ruang dan pertanahan, adalah

1. Pertumbuhan ekonomi kurang menyerap tenaga kerja sejumlah yang dibutuhkan. Terkait hal ini, salah satu faktor pendorongnya adalah keterbatasan kepemilikan lahan dan aset

produktif yang membatasi peningkatan produksi dan skala usaha yang mengakibatkan rendahnya pendapatan mereka.

2. Terbatasnya akses masyarakat kurang mampu dalam mengembangkan penghidupan secara berkelanjutan. Kesulitan untuk meningkatkan penghidupannya yang terkait bidang pertanahan dicirikan oleh: (i) keterbatasan dalam jejaring untuk mengakses pekerjaan dan permodalan; (ii) belum memadainya kepemilikan aset produksi bagi petani dan nelayan; (iii) terbatasnya keterampilan dan kemampuan.

Permasalahan besar lain bagi petani miskin adalah keterbatasan lahan. Terkait dengan permasalahan lahan ini, sejak tahun 2007 pemerintah telah meluncurkan Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) atau dikenal dengan Land Reform Plus yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas lahan-lahan terlantar, dengan menyerahkan pengelolaannya kepada masyarakat. Namun dirasa hasilnya belum optimal.

Tantangan terkait bidang pertanahan dalam mengurangi kesenjangan dan penurunan kemiskinan, dan untuk memastikan seluruh penduduk memperoleh akses terhadap sumber penghidupan yang produktif diantaranya: mengurangi ketimpangan akses pengelolaan lahan dan keterbatasan ketersediaan lahan, termasuk pola konversi terhadap lahan kehutanan yang dapat dilakukan menurut peraturan perundangan.

Upaya untuk memulihkan disribusi pendapatan yang lebih merata ditempuh diantaranya dengan:

(i) meningkatkan produktivitas sektor/sub sektor ekonomi dengan meningkatkan akses penduduk kurang mampu terhadap akses pengelolaan lahan terutama lahan pertanian dan akses terhadap modal usaha dan peningkatan keahlian tenaga kerja;

(ii) optimalisasi aset produksi secara memadai bagi masyarakat kurang mampu sebagai modal dasar bagi pengembangan penghidupan melalui

- Mengoptimalkan hasil distribusi pemberian hak milik atas tanah melalui program kepemilikan tanah terutama bagi petani gurem secara selektif, disertai pembinaan yang memadai sebagai sumber penghidupan yang layak;

- Melakukan inventarisasi kebutuhan pengembangan lahan penduduk miskin agar dapat diketahui secara pasti upaya apa saja yang masih perlu dan bisa dilakukan oleh para pihak dalam mendukung optimalisasi pengelolaan lahan tersebut;

- Koordinasi dan harmonisasi peran para pihak di tingkat pusat dan daerah dalam mendukung pengembangan lahan penduduk miskin secara maksimal

Dalam mendukung pelaksanaan pemerataan dan penanggulangan kemiskinan, upaya bersama dari semua pihak terkait secara harmonis dan sinergis perlu dilakukan untuk mengoptimalkan sumber daya dalam membantu masyarakat miskin dan rentan. Untuk itu, perlu adanya kerangka regulasi yang jelas dalam membagi atau mensinergikan peran tersebut. Kerangka regulasi yang mendukung isu strategis peningkatan pemerataan dan penanggulangan kemiskinan terkait bidang tata ruang adalah harmonisasi peraturan dan kebijakan tata ruang dan berbagai peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah yang

berkaitan dengan kepastian lokasi usaha, khususnya bagi penataan usaha informal/pedagang kaki lima.

Ekonomi

Pembangunan di bidang ekonomi ditujukan untuk mendorong perekonomian Indonesia kearah yang lebih maju, yang mampu menciptakan peningkatan kesejahteraan rakyat. Tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat ini harus didukung oleh berbagai kondisi penting yang meliputi: (1) terciptanya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan; (2) terciptanya sektor ekonomi yang kokoh; serta (3) terlaksananya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan memberikan kesempatan pada peningkatan dan perluasan kegiatan ekonomi yang pada gilirannya akan memberikan peluang pada peningkatan pendapatan masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan penciptaan stabilitas ekonomi yang kokoh agar kegiatan ekonomi yang mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan dengan lancar. Terciptanya stabilitas ekonomi yang kokoh juga akan melindungi masyarakat dari penurunan daya beli karena kenaikan harga. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan rakyat.

Agar peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud, diperlukan berbagai upaya yang mendorong peran serta masyarakat dalam berbagai kegiatan yang mendorong perekonomian ke arah yang lebih maju. Selain itu, diperlukan pula berbagai upaya agar semua masyarakat dapat menikmati kemajuan ekonomi yang terjadi secara berkeadilan. Dengan demikian, tujuan untuk memajukan perekonomian yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan tercapai.

Pembangunan pariwisata merupakan kegiatan ekonomi yang terkait erat dengan bidang tata ruang. Arah kebijakan yang akan ditempuh dalam pembangunan pariwisata merujuk pada PP Nomor 50 Tahun 2010 tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Nasional (RIPPARNAS), diantaranya adalah pembangunan Destinasi Pariwisata diarahkan untuk meningkatkan daya tarik daerah tujuan wisata sehingga berdaya saing di dalam negeri dan di luar negeri melalui fasilitasi pembangunan destinasi pariwisata nasional yang menjadi fokus pemasaran pariwisata dengan penetapan kawasan peruntukan pariwisata dalam RTRW dan RRTR, site plan destinasi wisata beserta rancangan detail (detail design) kawasan destinasi wisata.

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasi (Halaman 47-53)

Dokumen terkait