• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam masalah cyberbullying, Indonesia telah memiliki peraturan perundang-undangan yang cukup untuk menindak tindak pidana cyberbullying ini. Secara umum, cyberbullying dapat saja diinterprestasikan terhadap berbagai delik yang diatur dalam hukum pidana umum di Indonesia, yaitu yang termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal-pasal KUHP yang relevan dalam mengatur delik cyberbullying ini adalah yang tercantum dalam Bab XVI mengenai penghinaan, khusunya Pasal 310 ayat (1) dan (2).

Pasal 310 ayat (1):

“Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Sedangkan Pasal 310 ayat (2):

“Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan dimuka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Pasal 311 ayat (1):

“Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Pasal 315:

“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirim atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu.”

Pasal 369 ayat (1):

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau penghapusan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Dari beberapa pasal di atas, maka Pasal 310 ayat (2) dinilai lebih cocok untuk menuntut para pelaku cyberbullying. Namun disini memang tidak ditegaskan mengenai apa yang dimaksud dengan “muka umum”. Pertanyaan mengenai apakah dunia maya termasuk dalam kategori “muka umum” sudah dijawab dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 50/PUU-VI/2008, dimana Mahkamah berpendapat bahwa “Penghinaan yang diatur dalam KUHP (penghinaan offline) tidak dapat menjangkau delik penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan di dunia cyber (penghinaan online) karena ada unsur di muka umum”. Mahkamah juga menambahkan bahwa “memasukkan dunia maya ke dalam pengertian ‘diketahui umum’, ‘di muka umum’ dan ‘disiarkan’ sebagaimana dalam KUHP, secara harfiah kurang memadai, sehingga diperlukan rumusan khusus yang bersifat ekstensif yaitu kata ‘mendistribusikan’ dan/atau ‘mentransmisikan’ dan/atau ‘membuat dapat diakses’”.

Pada dasarnya, KUHP memang dibentuk jauh sebelum perkembangan teknologi dunia maya dicetuskan. Maka, dalam rangka mengakomodasi pengaturan mengenai dunia maya dan segala hal yang berkaitan dengannya, dibentuklah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam undang-undang ini, terdapat pasal-pasal yang lebih sesuai untuk menjerat para pelaku cyberbullying.

Undang-undang ini menerapkan larangan dan sanksi pidana antara lain bagi:

1. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan (Pasal 27 ayat (1)), muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat (3)), muatan pemerasan dan/atau pengancaman (Pasal 27 ayat (4)).

2. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), (Pasal 28 ayat (2)).

3. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29).

Konstruksi Pasal 27 menjelaskan perkembangan modus kejahatan dan/atau pelanggaran dengan media komputer/internet (dlam bentuk

informasi/dokumen elektronik). Dan Pasal 28 mengatur tentang perlindungan aspek SARA. Hal ini sangat beralasan karena persoalan SARA merupakan persoalan kebangsaan yang sangat rentan untuk menimbulkan konflik. Indonesia sebagai bangsa yang meniliki tingkat heterogenitas yang cukup tinggi telah menjadikan “SARA” sebagai salah satu produk konflik yang sangat mudah tersulut. Oleh karena itu, perkembangan modus pengoptimalisasian “SARA” sebagai produk yang rawan konflik harus diatur dengan penyesuaian perkembangan modus yang menggunakan media komputer/internet. Sedangkan dalam Pasal 29 dianggap sebagai suatu perkembangan yang sangat signifikan dalam pengaturan hukum mengenai adanya ancaman yang sering dilakukan dan/atau dialamatkan kepada seseorang dengan menggunakan media informasi/ dokumen elektronik. Perkembangan produk elektronik sangatlah memudahkan bagi seseorang untuk memuluskan langkah jahat seseorang dalam mencapai tujuan yang diinginkan (Maskun, 2013: 33-35).

Hukuman yang bisa diterima oleh mereka yang telah melanggar adalah: 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 45 ayat (1):

setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (3), ayat (4) dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 45 ayat (2): setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal

28 ayat (2) dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 45 ayat 1: setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

Akhir tahun 2016 lalu tepatnya pada tangga 25 November 2016, revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini telah disetujui. undang ini berubah menjadi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam revisi Undang-undang tersebut ada 7 poin bahasan yang berubah, termasuk pasal yang digunakan dalam mengatur cyberbullying yaitu ketentuan Pasal 27 tetap dengan perubahan penjelasan ayat (1), ayat (3), dan ayat (4). Perubahan itu dimaksudkan untuk menghindari multitafsir terhadap istilah “mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik”, dalam perubahan ini pula menegaskan bahwa ketentuan tersebut merupakan delik aduan bukan delik umum. Penjelasan Pasal 27 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4):

1. Yang dimaksud dengan “mendistribusikan” adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada banyak orang atau berbagai pihak melalui Sistem Elektronik. Yang dimaksud dengan “mentransmisikan” adalah

mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Eletronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui Sistem Elektronik. Yang dimaksud dengan “membuat dapat diakses” adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik.

2. Ketentuan pada ayat (3) ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

3. Ketentuan pada ayat (4) ini mengacu pada ketentuan pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Selain Pasal 27 perubahan pun terjadi pada yang semula Pasal 45 menjadi Pasal 45 ayat (3). Perubahan tersebut yaitu menurunkan ancaman pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, yang semula pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun, dan/atau denda dari paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) menjadi paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Pasal 45 ayat (3) berbunyi:

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”

Begitu pula pada yang semula Pasal 45 ayat (3) menjadi Pasal 45B. Perubahan ancaman pidana pengriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang semula pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun, dan/atau denda dari paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) menjadi paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Pasal 45B berbunyi:

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”

Dokumen terkait