• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - ANALISIS KASUS CYBERBULLYING DI PURWOKERTO (Studi Putusan Nomor: 55/Pid.Sus/2013/PN Pwt Tanggal 10 Oktober 2013) - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - ANALISIS KASUS CYBERBULLYING DI PURWOKERTO (Studi Putusan Nomor: 55/Pid.Sus/2013/PN Pwt Tanggal 10 Oktober 2013) - repository perpustakaan"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Cyberbullying 1. Pengertian bullying

Berdasarkan Cambridge Dictionary, bullying adalah “to hurt or

frighten someone who is smaller or less powerful than you, often forcing

them to do something they do not want to do

(http://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/bully?q=bullying).

Bullying berasal dari kata bully, yaitu suatu kata yang mengacu

pada pengertian adanya ancaman yang dilakukan seseorang terhadap orang lain (yang umumnya lebih lemah atau “rendah” dari pelaku), yang

menimbulkan gangguan psikis bagi korbannya berupa stress (yang

muncul dalam bentuk gangguan fisik atau psikis, atau keduanya;

misalnya susah makan, sakit fisik, ketakutan, rendah diri, depresi, cemas,

dan lainnya).

Bullying merupakan suatu aksi atau serangkaian aksi negatif yang

seringkali agresif dan manipulatif, dilakukan oleh satu atau lebih orang

terhadap orang lain atau beberapa orang selama kurun waktu tertentu,

bermuatan kekerasan, dan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan.

Pelaku biasanya mencuri-curi kesempatan dalam melakukan aksinya, dan

bermaksud membuat orang lain merasa tidak nyaman/terganggu,

sedangkan korban biasanya juga menyadari bahwa aksi ini akan berulang

(2)

Menurut Barbara Coloroso (2007: 44), bullying adalah tindakan

bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan

untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan

menimbulkan terror. Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun

yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak terlihat, di hadapan

seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau

terselubung di balik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau

kelompok anak.

Definisi bullying menurut Ken Rigby dalam Retno Astuti (2008: 3)

adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam

aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara

langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak

bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan

senang.

Barbara Coloroso (2007: 44-45) mengemukakan bahwa bullying

akan selalu melibatkan unsur berikut:

a. Ketidakseimbangan kekuatan (imbalance power). Bullying bukan

persaingan antara saudara kandung, bukan pula perkelahian yang

melibatkan dua pihak yang setara. Pelaku bullying bisa saja orang

yang lebih tua, lebih besar, lebih kuat, lebih mahir secara verbal,

lebih tinggi secara status sosial, atau berasal dari ras yang berbeda.

b. Keinginan untuk mencederai (desire to hurt). Dalam bullying tidak

(3)

pengucilan korban. Bullying berarti menyebabkan kepedihan

emosional atau luka fisik, melibatkan tindakan yang dapat melukai,

dan menimbulkan rasa senang di hati sang pelaku saat menyaksikan

penderitaan korbannya.

c. Ancaman agresi lebih lanjut. Bullying tidak dimaksudkan sebagai

peristiwa yang hanya terjadi sekali saja, tapi juga repetitif atau

cenderung diulangi.

d. Teror. Unsur keempat ini muncul ketika ekskalasi bullying semakin

meningkat. Bullying adalah kekerasan sistematik yang digunakan

untuk mengintimidasi dan memelihara dominasi. Teror bukan hanya

sebuah cara untuk mencapai bullying tapi juga sebagai tujuan

bullying.

Bullying is not about anger. It is not a conflict to be resolved, it’s

about contempt –a powerful feeling of dislike toward someone

considered to be worthless, inferior or undeserving of respect. Contempt

comes with three apparent psychological advantages that allow kids to

harm others without feeling empathy, compassion or shame. These are: a

sense of entitlement, that they have the right to hurt or control others, an

intolerance towards difference, and a freedom to exclude, bar, isolate

and segregate others”

https://static1.squarespace.com/static/5192a434e4b0f3c88539a8b0/t/58ee

(4)

Menurut penelitian Trevi dalam Levianti (2008: 7-8) menunjukkan

bahwa individu yang cenderung melakukan bullying memiliki

karakteristik sebagai berikut:

a. Berdasarkan jenis kelamin, siswa laki-laki cenderung setuju dengan

bullying, khususnya yang berbentuk non verbal langsung, namun

bukan berarti siswa perempuan tidak setuju dengan bullying. Pada

kelompok perempuan sebagian setuju dengan bullying dan sebagian

lagi tidak setuju dengan bullying. Oleh karena itu laki-laki memiliki

sikap yang cenderung positif terhadap bullying. Pada kelompok

perempuan yang setuju, mereka cenderung setuju dengan bullying

yang berbentuk verbal, sedangkan pada kelompok perempuan yang

sikapnya negatif terhadap bullying, cenderung menolak bullying

yang berbentuk fisik.

b. Berdasarkan keadaan keluarganya siswa yang keadaan keluarganya

utuh harmonis dan utuh bermasalah cenderung setuju dengan

bullying. Namun yang sikapnya cenderung paling positif terhadap

bullying adalah siswa yang keadaan keluarganya utuh bermasalah.

Mereka setuju dengan bullying, khususnya yang berbentuk non

verbal tidak langsung. Sedangkan untuk yang sikapnya cenderung

paling negatif, berasal dari keluarga yang bercerai. Mereka menolak

bullying, khususnya yang berbentuk fisik.

c. Berdasarkan jenis informasi yang disukainya, yang sikapnya

(5)

menyukai film komedi. Mereka setuju dengan bullying, khususnya

yang berbentuk fisik dan non verbal langsung. Sedangkan yang

sikapnya cenderung paling negatif berasal dari kelompok siswa yang

menyukai film misteri. Mereka tidak setuju dengan bullying,

khususnya yang berbentuk verbal.

d. Berdasarkan perannya dalam bullying, siswa yang berperan ganda

sebagai pelaku-penonton, pelaku-korban, dan

pelaku-korban-penonton memiliki sikap yang cenderung positif terhadap bullying.

Dari sini, dapat disimpulkan bahwa yang sikapnya cenderung positif

adalah yang berperan sebagai pelaku. Mereka setuju dengan

bullying, khususnya yang berbentuk fisik dan non verbal tidak

langsung. Sedangkan yang sikapnya cenderung negatif berada dalam

kelompok siswa yang berperan sebagai penonton saja, Mereka tidak

setuju dengan bullying yang berbentuk fisik dan non fisik (verbal,

non verbal langsung dan tidak langsung).

e. Berdasarkan kepunyaan kelompok dalam peer group-nya, sampel

yang memiliki kelompok dalam peer group-nya, memiliki sikap

yang cenderung positif terhadap bullying, khususnya yang berbentuk

fisik dan verbal. Sedangkan untuk yang sikapnya cenderung negatif

berada pada kelompok siswa yang tidak punya kelompok bermain

dalam peergroupnya. Mereka menolak bullying, khususnya yang

(6)

f. Berdasarkan peran dalam kelompok peer group-nya, siswa yang

berperan sebagai pengikut memiliki sikap yang cenderung paling

positif terhadap bullying, khususnya yang berbentuk verbal.

Sedangkan yang sikapnya cenderung negatif berada pada kelompok

yang berperan netral, mereka tidak setuju dengan bullying yang

berbentuk fisik dan non fisik (verbal, non verbal langsung dan tidak

langsung).

g. Berdasarkan pekerjaan ayahnya, siswa yang ayahnya tidak bekerja

dan bekerja sebagai karyawan mempunyai sikap yang cenderung

positif terhadap bullying, khususnya yang berbentuk fisik.

Sedangkan untuk yang sikapnya cenderung negatif adalah yang

pekerjaan ayahnya sebagai wirausahawan. Mereka tidak setuju

dengan bullying, khususnya yang berbentuk fisik.

h. Berdasarkan latar belakang pekerjaan ibunya dapat dilihat bahwa

siswa yang ibunya tidak bekerja atau hanya menjadi ibu rumah

tangga cenderung memiliki sikap yang positif terhadap bullying,

khususnya yang berbentuk non verbal langsung. Sedangkan untuk

siswa yang ibunya bekerja sebagai karyawan memiliki sikap yang

cenderung negatif terhadap bullying. Mereka menolak bullying baik

yang bersifat fisik maupun non fisik.

i. Berdasarkan penghasilan orang tuanya perbulan, yang penghasilan

orang tuanya kurang dari 1 juta memiliki sikap yang cenderung

(7)

non verbal langsung. Sedangkan yang sikapnya cenderung negatif

berasal dari kelompok siswa yang tidak tahu berapa penghasilan

orang tuanya dan yang penghasilan orang tuanya lebih dari 3 juta

perbulan. Mereka menolak bullying, baik yang berbentuk fisik

maupun non fisik (verbal, non verbal langsung dan tidak langsung).

j. Berdasarkan tingkat pendidikan ayahnya, kelompok yang ayahnya

lulusan SD, SMP, dan SMA/K sikapnya cenderung positif terhadap

bullying, namun yang sikapnya cenderung paling positif terhadap

bullying adalah Kelompok yang ayahnya lulusan SD dan SMP.

Untuk ayah yang lulusan SD cenderung positif terhadap bullying

yang berbentuk fisik dan non verbal langsung. Kemudian untuk yang

lulusan SMP, mereka cenderung setuju dengan bullying yang

berbentuk non verbal langsung. Selanjutnya untuk yang sikapnya

cenderung paling negatif terhadap bullying adalah siswa yang

pendidikan ayahnya S1, mereka menolak bullying, khususnya yang

berbentuk fisik dan non fisik (verbal, non verbal langsung dan tidak

langsung).

k. Berdasarkan tingkat pendidikan ibunya, yang latar belakang

pendidikan ibunya SMP dan S1 sikapnya cenderung positif terhadap

bullying. Untuk yang ibunya lulusan SMP mereka setuju dengan

bullying, khususnya yang berbentuk non-verbal langsung, sedangkan

untuk yang pendidikan terakhir ibunya S1 setuju dengan bullying

(8)

yang ibunya lulusan S1, setelah dianalisis lagi, ternyata ibunya yang

S1 ini berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Selanjutnya untuk yang

sikapnya cenderung negatif terhadap bullying adalah yang tidak tahu

latar belakang pendidikan ibunya dan yang latar belakang

pendidikan ibunya yang SMA/K. Mereka tidak setuju dengan

bullying yang berbentuk fisik dan non fisik (verbal, non verbal

langsung dan tidak langsung).

Adapun yang rentan menjadi korban bullying menurut Barbara

Coloroso (2007: 16) berupa orang-orang seperti berikut:

a. The new kid on the block (orang baru di lingkungan itu).

b. The kid who has been traumatized and is sensitive and avoids peers

(orang yang pernah menagalami trauma pernah disakiti sebelumnya,

biasanya sangat peka, menghindari teman sebaya untuk menghindari

kesakitan yang lebih parah, dan merasa sulit untuk meminta

pertolongan).

c. The kid who is submissive, shy, reserved and timid (orang yang

penurut, kurang percaya diri, mudah dipimpin dan orang yang

melakukan hal-hal untuk menyenangkan atau meredam kemarahan

orang lain).

d. The kid who has behaviors annoying to others (orang yang

perilakunya dianggap mengganggu orang lain).

(9)

f. The kid whose ethnicity is viewed as inferior (orang yang ras atau

etnisnya dipandang rendahan atau layak dihina).

g. The kid whose religion is considered inferior (orang yang agamanya

dipandang rendahan sehingga layak dihina).

h. The kid whose physical attributes are different form the norm (anak

yang memiliki ciri fisik yang berbeda dengan mayoritas anak

lainnya).

2. Macam-macam bullying

Menurut Blaya dalam Nissa Adilla (2009: 58) perbedaan anak

laki-laki dan perempuan adalah terletak pada stereotipe maskulin dan feminim

yang sudah terbangun dalam masyarakat. Anak laki-laki didefinisikan

sebagai seseorang yang terbiasa mengambil tindakan yang beresiko, suka

berkelahi dan terlibat dalam suatu kelompok atau “geng”. Sedangkan anak perempuan didefinisikan sebagai anak yang pasif, tidak mandiri,

penuh pertimbangan dan taat pada peraturan. Maka dari itu bentuk

perilaku bullying juga berbeda. Perilaku bullying yang dilakukan anak

perempuan biasanya terjadi dalam bentuk indirect (tidak langsung)

seperti verbal dan psikologis, bukan tindakan fisik. Sedangkan anak

laki-laki cenderung melakukan sebaliknya.

Most people are aware of the physical act of bullying. Harris and

Petrie in Kendra R. Pagel’s research (2011: 14) defined bullying as

extreme behavior that is abusive and studied two forms of bullying which

(10)

in Kendra R. Pagel’s research (2011: 14-15) believe bullying comes in

other forms. These forms of bullying include; physical, verbal, relational,

and cyber bullying. From the article, Bullying in Middle Schools:

Prevention and Intervention, Milsom and Gallo defined physical bullying

as the form that is “probably the most obvious of all forms because it can

be seen. Physical bullying occurs when a person is physically hitting,

kicking, or shoving their victims”. Verbal bullying may be the “use of

words to harm others through name-calling, insulting, making racist

comments, or harsh teasing”. Relational bullying would “focus on

excluding one person from their peer group and usually doing so through

verbal threats and spreading rumors”. Tangen and Campbell identified a

new type of bullying in the forefront as well, cyberbullying. This type of

bullying is defined as “harming others repeatedly through the use of

technology such as social networking sites and other chat rooms, mobile

phones, websites and web-cameras”.

Keith Sullivan dalam Dina Amalia (2010: 35-37) menyebutkan

bahwa bullying dapat terjadi dalam beberapa bentuk, namun secara garis

besar Sullivan membagi menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Bullying fisik

Meliputi menggigit, menjambak, memukul, menendang,

mencakar atau bentuk-bentuk kekerasan fisik lainnya. Bullying fisik

(11)

merupakan bentuk mudah terlihat dan mudah teridentifikasikan.

Bullying fisik yang ekstrim bisa mengakibatkan kematian.

b. Bullying non-fisik

Bullying non-fisik terbagi dalam bentuk verbal dan non-verbal,

antara lain:

1) Verbal contohnya seperti meledek, pemalakan, pemerasan,

mengancam, atau intimidasi, menghasut, berkata kasar kepada

korban, menekan, menyebarluaskan kejelekan korban.

2) Bullying non-verbal terbagi menjadi dua macam, yaitu langsung

dan tidak langsung. Langsung contohnya gerakan (tangan, kaki,

atau anggota badan lainnya) kasar atau mengancam, menatap,

muka mengancam, menggeram, hentakan mengancam, atau

menakuti; tidak langsung contoh di antaranya adalah

memanupulasi pertemanan, mengasingkan, tidak

mengikutsertakan, mengirim pesan menghasut, perbuatan

curang.

Berbeda dengan Keith Sullivan, Barbara Coloroso (2007: 47)

memaparkan bentuk-bentuk bullying ke dalam empat kelompok, yaitu:

a. Bullying verbal berupa pemberian julukan nama, celaan, fitnah,

kritik, penghinaan (secara pribadi atau rasial), pernyataan-pernyataan

bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror, surat-surat

yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, gosip dan

(12)

b. Bullying secara fisik berupa memukul, mencekik, menyikut,

meninju, menendang, menggigit, mencakar serta meludahi korban

yang tertindas hingga ke posisi yang menyakitkan.

c. Bullying secara rasional yaitu pelemahan harga diri si korban secara

sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian atau

penghindaran, perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang

tersembunyi seperti pandangan agresif, lirikan mata, helaan nafas,

bahu yang bergedik, cibiran, tawa yang mengejek dan bahasa tubuh

yang kasar.

d. Bullying elektronik (cyberbullying) yaitu perilaku bullying yang

dilakukan melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone,

internet, website, chatting room, email, SMS dan sebagainya.

Biasanya ditunjukan untuk meneror korban dengan menggunakan

tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya

mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan.

Adapun menurut Sheri Bauman dalam Tri Nanda Ghani (2016:

6-7) menyebutkan tipe-tipe bullying adalah sebagai berikut:

a. Overt bullying, meliputi bullying secara fisik dan secara verbal,

misalnya dengan mendorong hingga jatuh, memukul, mendorong

dengan kasar, memberi julukan nama, mengancam dan mengejek

dengan tujuan untuk menyakiti.

b. Indirect bullying meliputi agresi relasional, dimana bahaya yang

(13)

hubungan-hubungan yang dimiliki oleh korban, termasuk upaya

pengucilan, menyebarkan gosip, dan meminta pujian atau suatu

tindakan tertentu dari kompensasi persahabatan. Bullying dengan

cara tidak langsung sering dianggap tidak terlalu berbahaya jika

dibandingkan dengan bullying secara fisik, dimaknakan sebagai cara

bergurau antar teman saja. Padahal relational bullying lebih kuat

terkait dengan distress emosional daripada bullying secara fisik.

Bullying secara fisik akan semakin berkurang ketika siswa menjadi

lebih dewasa tetapi bullying yang sifatnya merusak hubungan akan

terus terjadi hingga usia dewasa.

c. Cyberbullying, seiring dengan perkembangan di bidang teknologi,

siswa memiliki media baru untuk melakukan bullying, yaitu melalui

sms, telepon maupun internet. Cyberbullying melibatkan

penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, seperti e-mail,

telepon seluler dan peger, sms, website pribadi yang menghancurkan

reputasi seseorang, survei di website pribadi yang merusak reputasi

orang lain, yang dimaksudkan adalah untuk mendukung perilaku

menyerang seseorang atau sekelompok orang, yang ditujukan untuk

menyakiti orang lain, secara berulang-ulang kali.

Kendati bentuk bullying berbeda tetapi mereka memiliki sifat yang

(14)

b. Suka memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka

inginkan.

c. Sulit melihat situasi dari titik pandang orang lain.

d. Hanya peduli pada keinginan dan kesenangan mereka sendiri, bukan

pada kebutuhan, hak-hak, dan perasaan-perasaan orang lain.

e. Cenderung melukai anak-anak lain ketika orang tua atau orang

dewasa lainnya tidak ada di sekitar kita.

f. Memandang saudara-saudara atau rakan-rekan yang lebih lemah

sebagai mangsa.

g. Menggunakan kesalahan, kritikan dan tuduhan yang keliru untuk

memproyeksikan ketidak cakapan mereka kepada targetnya.

h. Tidak mau bertanggung jawab atas tindakan mereka.

i. Tidak memiliki pandangan terhadap masa depan.

j. Haus perhatian.

3. Kejahatan siber (Cyber crime)

Terminologi cyber crime umumnya digunakan untuk

menggambarkan kejahatan yang dilakukan dengan komputer atau

internet. Namun demikian dalam pengaturan cyber crime di berbagai

negara digunakan terminologi yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan

dan luas lingkup pengaturan dalam undang-undangnya (Sigid Suseno,

2012: 89). Adapun menurut Widodo (2013: 94) kejahatan di dunia siber

(15)

informasi dengan memanfaatkan perangkat keras maupun perangkat

lunak komputer.

Barda Nawawi Arief (2007: 1) menuliskan cyber crime merupakan

salah satu bentuk baru dari kejahatan masa kini yang mendapat perhatian

luas, baik dalam lingkup nasional, regional maupun internasional.

Volodymyr Golubev menyebutnya sebagai “the new form of anti-social behavior”. Beberapa julukan/sebutan lainnya yang “cukup keren”

diberikan kepada jenis kejahatan baru ini di dalam berbagai tulisan, antara lain, sebagai “kejahatan dunia maya” (“cyberspace/virtualspace offence”), dimensi baru dari “hitech crime”, dimensi baru dari

transnational crime”, dan dimensi baru dari “white collar crime”.

Pada mulanya para ahli hukum terfokus pada alat/perangkat keras

yaitu komputer. Namun dengan adanya perkembangan teknologi dan

informasi berupa jaringan internet, maka fokus dari identifikasi terhadap

definisi cyber crime lebih diperluas lagi yaitu seluas aktivitas yang dapat

dilakukan di dunia cyber/maya melalui sistem informasi yang digunakan.

Jadi tidak sekedar pada komponen hardwarenya saja kejahatan tersebut

dimaknai sebagai cybercrime, tetapi sudah dapat diperluas dalam lingkup

dunia yang dijelajah oleh sistem teknologi informasi yang bersangkutan

(Budi Suhariyanto, 2012: 11).

Sedangkan karaketristik cyber crime menurut Abdul Wahid dan M.

(16)

a. Perbuatan yang dilakukan secara illegal, tanpa hak atau tidak etis

tersebut terjadi dalam ruang/wilayah siber/cyber (cyber space),

sehingga tidak dapat dipastikan yurisdiksi negara mana yang berlaku

terhadapnya.

b. Perbuatan tersebut dilakukan dengan menggunakan peralatan apapun

yang terhubung dengan internet.

c. Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian materiil maupun

immateriil (waktu, nilai, jasa, uang, barang, harga diri, martabat,

kerahasiaan informasi) yang cenderung lebih besar dibandingkan

dengan kejahatan konvensional.

d. Pelakunya adalah orang yang menguasai penggunaan internet beserta

aplikasinya.

e. Perbuatan tersebut sering dilakukan secara transnasional/melintasi

batas negara.

Mengingat luasnya pengertian tindak pidana cyber (cyber crime),

jenis-jenis tindak pidana cyber tersebut mencakup (Sigid Suseno, 2012:

103):

a. Lalai dalam penggunaan sistem informasi sementara itu juga

melanggar kebijakan keamanan atau terlibat dalam praktek-praktek

keamanan informasi yang tidak sehat dan dengan demikian

mengekspos sistem dan data untuk menjadi sasaran cyber attack.

b. Tindak pidana tradisional yang dilakukan dengan menggunakan

(17)

komunikasi dan atau mencatat untuk mendukung kegiatan illegal

mereka.

c. Online fraud seperti phising, spoofing, spamming, atau menipu orang

secara online untuk memperoleh keuntungan finansial seperti dalam

kasus penipuan melalui kartu kredit atau pencurian identitas.

d. Hacking, computer trespassing, dan password cracking dengan

maksud untuk membobol akun password komputer dan/ atau secara

melawan hukum memasuki sistem informasi untuk melakukan

kejahatan secara online atau offline. Malicious writting dan

distribution of computer code termasuk didalamnya membuat,

men-copy dan atau mengeluarkan malware (viruses, trojan, worms, atau

program adware/spyware.

e. Digital piracy musik, film, dll.

f. Cyber harassments, threat, intentional embarassment atau coercion

termasuk cyberbullying.

g. Online stalking dan cybersex yang mengganggu lainnya.

h. Academic cheating dan sicentific misconduct untuk melakukan

tindakan plagiarism.

i. Organized crime yaitu menggunakan internet untuk memfasilitasi

kegiatan illegal mereka (smuggling, jual beli senjata, narkotika).

j. Government and freelance spying termasuk corporate espionage.

(18)

Terkait dengan jenis kejahatan di media siber, ada beberapa

kategori yang bisa dikatakan sebagai kejahatan siber (Rulli Nasrullah,

2014: 128-130):

a. Akses tidak sah atau illegal access, yakni memasuki sistem

komputer seperti data penyimpanan rahasia perusahaan atau individu

yang sudah dilengkapi oleh sistem keamanan tanpa izin pemilik.

Dalam jenis ini juga bisa dimasukan adanya upaya menggunakan

akses kompuer untuk nelakukan perbuatan melanggar hukum.

Beberapa jenis kejahatan ini misalnya:

1) Penyadapan tidak sah (intercepting), yakni aktifitas dan/atau

memasang alat bantu teknis, baik perangkat keras maupun

perangkat lunak, untuk menyalin informasi maupun identitas

yang ada di internet.

2) Penipuan melalui bank (banking fraud), yakni tindakan

mengambil uang dengan cara tidak sah baik dengan cara

menggunakan PIN (Personal Identification Number) yang

didapat secara ilegal, meretas program sehingga bisa

memerintahkan program komputer suatu bank untuk melakukan

transfer ke suatu rekening, maupun dengan cara melakukan

penipuan terhadap pengguna internet lain.

3) Pencucian uang (money laundring), yakni upaya menggunakan

dunia siber untuk memindahkan uang atau melakukan transfer

(19)

4) Penggunaan jaringan milik piak lain (phreaking), yakni tindakan

menggunakan identitas jaringan atau alamat protokol internet

pihak lain secara ilegal dan dengan tindakan ini pihak yang lain

itu dibebani biaya penggunaan internet.

b. Konten ilegal (illegal content), yakni kejahatan dengan memasukkan

data atau informasi ke internet yang tidak benar, tidak etis,

melanggar hukum, dan/atau melanggar ketertiban hukum. Kejahatan

ini juga bisa berupa penggunaan data milik orang lain untuk

kepentingan pribadi dan/atau perusahaan serta bisa juga disebarkan

kepada orang atau perusahaan lain. Beberapa jenis kejahatan ini

misalnya:

1) Pornografi, yakni dengan secara sengaja mengunggah,

menampilkan, dan mengunduh gambar-gambar tidak senonoh

(porno) melalui media siber yang dapat diakses oleh pengguna

internet.

2) Pelanggaran hak cipta (copyright), yakni aktivitas pengkopian

atau penggandaan hak cipta yang dilakukan dengan tidak sah

dengan menyebar luaskan melalui internet atau menjual kepada

pihak lain.

3) Terorisme virtual, yakni tindakan yang dengan sengaja

melakukan ancaman kepada pihak lain.

4) Perjudian dengan menggunakan sarana media siber

(20)

c. Data ilegal (illegal data). Beberapa jenis kejahatan ini misalnya:

1) Pemalsuan kartu kredit (carding), yakni penggunaan secara

tidak sah/ilegal informasi kartu kredit orang lain dengan

memakai identitas dan/atau kata sandi pemilik karu kredit atas

transaksi perdagangan elektronik.

2) Penjiplakan situs (typosquating), yakni tindakan membuat situs

yang secara visual menyerupai atau memiliki kemiripan dengan

suatu situs lain, dengan maksud menjebak pengguna seolah-olah

berada pada situs resmi dan situs ilegal itu digunakan untuk

mendapatkan informasi rahasia, seperti nama pengguna (user

name) dan nomor PIN, yang bisa digunakan oleh pelaku untuk

tindakan kejahatan.

d. Cyber sabotage, yakni tindakan secara tidak sah menyerang atau

mensabotase sehingga menyebabkan gangguan, kerusakan, bahkan

penghancuran suatu data. Beberapa jenis kejahatan ini misalnya:

1) Perusakan data (defacing/cracking), yakni melakukan tindakan

mengubah tam[ilan situs milik individu atau instansi tanpa izin.

2) Penyebaran virus (worm), yakni upaya dengan sengaja

memasukkan virus ke dalam jaringan internet yang bisa

mengakibatkan kerusakan sistem operasi pada komputer yang

terkena virus.

3) Perusakan sistem komputer (denial of servis (Dos) attack), yakni

(21)

yang mengakibatkan terganggunya atau terhentinya

pengoprasian komputer.

Dapat dipahami bahwa, cyber crime merupakan tindak pidana yang

bersifat dinamis, dimana pada mulanya hanya terbatas pada kejahatan

yang menyerang komputer serta pemanfaatannya, kini menjadi kejahatan

yang timbul dari pemanfaatan teknologi internet. Hal ini juga

menunjukkan adanya kemungkinan timbulnya banyak kejahatan lain

yang muncul dikarenakan pemanfaatan teknologi di internet dimasa yang

akan datang.

4. Perundungan siber (cyberbullying)

Menilik Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terminologi

bullying dipadankan sebagai perundungan yang berasal dari akar kata

rundung, berarti mengganggu, mengusik terus-menerus, dan

menyusahkan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan istilah

perundungan siber sebagai padanan kata cyberbullying. Hal ini

berdasarkan pertimbangan bahwa dalam KBBI, kata siber digunakan

sebagai padanan kata untuk cyber. Cybernetics padanannya sibernetika.

Selain itu pula, dalam penjelasan umum UU No. 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), kata siber digunakan

untuk menjelaskan cyberspace yang berarti ruang siber (Ranny Rastati,

2016: 170).

Cyberbullying is the use of technology to intimidate, victimize, or

(22)

untuk mengintimidasi, menjadikan korban, atau mengganggu individu

atau sekelompok orang (Bhat, 2008: 2).

Cyberbullying adalah perlakuan individu atau kelompok dengan

sengaja menggunakan informasi dan komunikasi yang melibatkan

teknologi elektronik untuk memfasilitasi pelecehan disengaja dan

berulang atau ancaman terhadap individu atau kelompok lain dengan

mengirim atau posting teks kejam dan/atau grafis menggunakan sarana

teknologi (Mason, 2008: 323).

Siti Nurjanah (2014: 3) menuliskan bahwa cyberbullying adalah

bagian dari cyber harassment, yang berbeda pada cyberbullying yaitu

perilaku ini melibatkan anak. Cyber harassment adalah prilaku yang

dilakukan individu atau kelompok kepada orang lain di cyber space dan

jaringan telekomunikasi lain seperti telepon, dengan tujuan untuk

mengintimidasi, menyerang, atau mempermalukan korban.

Cyberbullying memiliki arti yang sama dengan tradisional bullying

namun dengan penambahan detail tertentu. Hinduja & Patchin, dan

Smith, dkk dalam Siti Nurjanah (2014: 4) juga menambahkan bahwa

mereka mengadapatasi definisi bullying dari Olweus, yaitu cyberbullying

adalah perilaku agresif, intens, berulang yang dilakukan oleh individu

dan perorangan dengan menggunakan bentuk-bentuk pemanfaatan

teknologi dan elektronik sebagai media untuk menyerang orang tertentu.

Undang-undang di Massachusetts mendefenisikan cyberbullying

(23)

communication, which shall include, but shall not be limited to, any transfer of

signs, signals, writing, images, sounds, data or intelligence of any nature

transmitted in whole or in part by a wire, radio, electromagnetic, photo

electronic or photo optical system, including, but not limited to, electronic mail,

internet communications, instant messages or facsimile communications.

Cyber-bullying shall also include (i) the creation of a web page or blog in

which the creator assumes the identity of another person or (ii) the knowing

impersonation of another person as the author of posted content or messages, if

the creation or impersonation creates any of the conditions enumerated in

clauses (i) to (v), inclusive, of the definition of bullying. Cyber-bullying shall

also include the distribution by electronic means of a communication to more

than one person or the posting of material on an electronic medium that may be

accessed by one or more persons…

(https://malegislature.gov/Laws/GeneralLaws/PartI/TitleXII/Chapter71/Section 37O).

Rudi (2010: 67) menyebutkan beberapa perilaku yang umum

dilakukan dalam tindakan cyberbullying dan dijadikan sebagai indikator

dalam variabel perilaku cyberbullying, yaitu:

a. Flame War. Dapat terjadi di milis atau online forum, berupa

perdebatan yang tidak esensial atau penyanggahan tanpa dasar yang

kuat dengan menggunakan bahasa kasar dan menghina.

b. Gangguan (Harassment). Berulang kali posting atau mengirimkan

pesan tidak pantas melalui facebook atau media sosial lainnya.

(24)

c. Pencelaan. Menyebarluaskan gossip (benar atau tidak) tentang

seseorang dengan tujuan untuk mencela dan merusak reputasi

seseorang. Misalnya, secara online menyebarluaskan rahasia,

informasi atau foto pribadi yang membuat seseorang menjadi malu.

d. Impersonation. Berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan

pesan yang bertujuan agar orang lain tersebut mendapat masalah atau

merusak persahabatan dan reputasinya. Misalnya, A mencuri

password B. Kemudian dengan menggunakan password curian

tersebut, A mengirimkan pesan seolah-olah dari B berisi pernyataan

yang menyakiti teman B sehingga persahabatan B dengan temannya

menjadi rusak.

e. Tipu Muslihat. Berpura-pura menjadi teman anda dan banyak

bertanya sehingga tanpa sadar anda berbagi informasi yang sangat

pribadi. Pelaku bullying kemudian meneruskan informasi yang

sangat pribadi tersebut kepada banyak orang secara online dengan

menambahkan komentar, bahwa anda seorang pecundang.

f. Pengucilan Secara Sosial. Dengan sengaja memboikot,

mengabaikan, mengasingkan atau mengucilkan seseorang dari suatu

online group. Sudah banyak terjadi kasus cyberbullying yang

mengakibatkan korbannya mengalami stress, depresi, bahkan ada

yang nekat melakukan bunuh diri.

Nancy E. Willard (2007: 255) menyebutkan macam-macam jenis

(25)

a. Flaming (terbakar): “Online fights using electronic messages with

angry and vulgar language.” Yaitu mengirimkan pesan teks yang

isinya merupakan kata-kata yang penuh amarah dan frontal. Istilah “flame” ini pun merujuk pada kata-kata di pesan yang berapi-api.

b. Harassment (gangguan): “Repeatedly sending nasty, mean, and

insulting messages.” Yaitu pesan-pesan yang berisi gangguan pada

email, sms, maupun pesan teks di jejaring sosial dilakukan secara

terus menerus. Dalam model harassment ini, biasanya si pelaku

hendak menjatuhkan mental dan psikis korbannya. Dengan

menggunakan kata-kata kotor dan juga ancaman-ancaman yang

meneror jiwa korban.

c. Denigration (pencemaran nama baik): “Dissing someone online.

Sending or posting gossip or rumors about a person to damage his

or her reputation or friendships.” Yaitu proses mengumbar

keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi

dan nama baik orang tersebut.

d. Impersonation (peniruan): “Pretending to be someone else and

sending or posting material to get that person in trouble or danger

or to damage that person’s reputation or friendships.” Yaitu

berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau

status yang tidak baik, agar teman korban mengira bahwa status atau

pesan tersebut adalah asli dari si korban dengan maksud

(26)

e. Outing: “Sharing someone’s secrets or embarassing information or images online.” Yaitu menyebarkan rahasia orang lain, atau foto-foto

pribadi orang lain, dengan maksud mengumbar keburukan atau

privasi orang tersebut. Bedanya dengan denigration di atas adalah

terletak pada jenis objek medianya; outing lebih menggunakan pada

foto-foto dan video pribadi, sedangkan denigration lebih pada

pendeskripsian melalui tulisan. Akan tetapi, tujuannya adalah

sama-sama menjatuhkan harga diri seseorang.

f. Trickery (tipu daya): “Talking someone into revealing secrets or embarassing information, then sharing it online.” Yaitu membujuk

seseorang dengan tipu daya agar mendapatkan rahasia atau foto

pribadi orang, yang bertujuan untuk disebarkan secara online.

g. Exclusion (pengeluaran): “Intentionally and cruelly excluding someone from an online group.” Yaitu secara sengaja dan kejam

mengeluarkan seseorang dari grup online.

h. Cyberstalking: “Repeated, intense harassment and denigration that includes threat or creates significant fear.” Yaitu mengganggu dan

mencemarkan nama baik seseorang dan mengumbar keburukan

orang tersebut secara berulang-ulang dan intens dengan unsur

ancaman sehingga membuat ketakutan besar pada orang tersebut.

Tak jarang ketakutan yang ditimbulkan bisa berujung pada kematian,

(27)

Cyber bullying actions may include the wide dissemination of: (1)

embarrassing information (true or fabricated) about individuals, their

families and/or friends; (2) confidences intended for the sender alone;

(3) photographs taken with or without consent of the subject; (4) videos

clips taken without consent or made by the victim for a select audience;

and (5) social exclusion can also be practiced on victims by cyber bullies

influencing groups to ‘block’ someone from their list of friends/ contacts.

The aim of the cyber bully is no different from that of a conventional

bully: it is to embarrass, threaten, shame, hurt, or exclude the victim.

Ada beberapa alat yang digunakan dalam melakukan cyberbullying

(Bhat, 2008: 58-60), yaitu:

a. Instant Messaging (IM). Instant messaging began as real-time

communication between two or more people using typed text on

computers connected by the internet. Cyber bullies can use IM in a

variety of ways including setting up ‘fake’ profiles to hide their

identity, excluding peers by blocking them, or by saving and printing

out or forwarding IM’s sent to one person (often in confidence or

with the implicit idea that the IM is being sent to that person alone)

to large numbers of people.

b. Mobile Phones. Mobile phones can be used by cyber bullies in one of

three ways: text messaging, pictures, and video clips taken using

mobile phones. These may be forwarded to large groups of people

(28)

videos may have been taken with or without the consent of the victim.

Threatening messages may be sent via mobile phone.

c. Chat Rooms. Chat rooms are a form of synchronous conferencing.

The primary purpose of chat rooms is to converse with other people

for social interaction or knowledge sharing. Chat rooms allow for

verbal, audio, and video chat (chat room, n.d.). Examples of how

bullying in chat rooms could manifest include explicitly sexual talk

without the consent of the victim, attacks on the victims thoughts or

feelings, and shaming or embarrassing tactics. The victim would

often have built rapport with several in the chat room and may not

know what he or she did to warrant such harsh treatment.

d. E-mail Messages. E-mail provides the opportunity to reach large

numbers of people with damaging or hurtful messages. Once again

the dissemination of such messages may be multitiered (i.e., the first

wave is sent out by one individual to their ‘contact’ list, and then the

‘contacts’ forward it on to their own contacts). Verbal, audio, and

visual material can be sent via email. With the forwarding

capabilities of e-mail programs, very large numbers of people can be

reached in a very short time.

e. Social Networking Sites. Social networking sites have become

extremely popular with school students. These sites can be used to

chat, post photographs and films, share files, and so on, and again

(29)

immense. Cyber bullies can use an identity which in unknown to the

victim and/or could use their site to post harmful or derogatory

material about others.

f. Blogs. A blog is defined as an authored online diary or chronology

of thoughts published on a webpage. It is also referred to a weblog

or a web log (blog, n.d.). Blogs can be used to embarrass, make fun

of, or attack individuals or groups of people. Anything that is posted

on a blog is identified as the author’s views. Cyber bullies could post

comments about a classmate’s looks, intelligence, personal hygiene,

or sexual preferences.

Selain menurut Bhat, alat-alat yang biasa digunakan dalam

cyberbullying menurut Sheri Bauman dalam Daryl Albert Reppy (2016:

64) yaitu:

a. Instant Message (IM) ini meliputi e-mail dan akun tertentu di

internet yang memungkinkan penggunanya mengirimkan pesan atau

teks ke pengirim lainnya yang memiliki ID website tersebut.

b. Chatroom merupakan salah satu fasilitas website tertentu dimana

pengguna yang memiliki ID disana dapat bergabung dalam satu

kelompok chatting. Disini pelaku cyberbullying dapat mengirimkan

kata-kata gertakan dimana orang lain dalam group chatting tersebut

(30)

c. Trash Poling Site. Beberapa pelaku cyberbullying membuat poling

tertentu di sebuah website dengan tema yang diniatkan untuk

merusak reputasi seseorang.

d. Blog merupakan website pribadi yang bisa dijadikan buku harian

atau diary. Disini pelaku bullying bebas memposting apa saja

termasuk konten yang mengintimidasi seseorang.

e. Bluetooth Bullying. Praktiknya dengan mengirimkan gambar atau

pesan yang mengganggu kepada seseorang melalui koneksi

bluetooth yang sedang aktif.

f. Situs jejaring sosial yang berisi banyak fitur banyak disalah gunakan

pelaku bullying dengan memposting status, komentar, posting

dinding, testimoni, foto, dan lain-lain yang mengganggu,

mengintimidasi, menyinggung, dan merusak citra seseorang.

g. Game Online. Cyberbullying juga banyak ditemukan pada game

online. Cyberbullying dapat terjadi pada software game di PC

dengan koneksi internet seperti Nintendo, Xbox 360, dan Playstation

3. Cyberbullying ini dilakukan pada pemain yang kalah yang

biasanya pemain baru dan muda.

h. Mobile Phone. Telepon selular merupakan alat yang sering

digunakan oleh cyberbully dalam menjalankan aksinya, fitur yang

digunakan dalam mengintimidasi adalah mengirimkan pesan teks

atau sms (Short Message Service), gambar, ataupun video yang

(31)

B. Pengaturan Cyberbullying

Dalam masalah cyberbullying, Indonesia telah memiliki peraturan

perundang-undangan yang cukup untuk menindak tindak pidana

cyberbullying ini. Secara umum, cyberbullying dapat saja diinterprestasikan

terhadap berbagai delik yang diatur dalam hukum pidana umum di Indonesia,

yaitu yang termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal-pasal KUHP yang relevan dalam mengatur delik cyberbullying ini

adalah yang tercantum dalam Bab XVI mengenai penghinaan, khusunya

Pasal 310 ayat (1) dan (2).

Pasal 310 ayat (1):

“Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Sedangkan Pasal 310 ayat (2):

“Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan dimuka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Pasal 311 ayat (1):

(32)

Pasal 315:

“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirim atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu.”

Pasal 369 ayat (1):

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau penghapusan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Dari beberapa pasal di atas, maka Pasal 310 ayat (2) dinilai lebih cocok

untuk menuntut para pelaku cyberbullying. Namun disini memang tidak

ditegaskan mengenai apa yang dimaksud dengan “muka umum”. Pertanyaan mengenai apakah dunia maya termasuk dalam kategori “muka umum” sudah

dijawab dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 50/PUU-VI/2008, dimana Mahkamah berpendapat bahwa “Penghinaan yang diatur dalam

KUHP (penghinaan offline) tidak dapat menjangkau delik penghinaan dan

pencemaran nama baik yang dilakukan di dunia cyber (penghinaan online) karena ada unsur di muka umum”. Mahkamah juga menambahkan bahwa

“memasukkan dunia maya ke dalam pengertian ‘diketahui umum’, ‘di muka umum’ dan ‘disiarkan’ sebagaimana dalam KUHP, secara harfiah kurang

(33)

Pada dasarnya, KUHP memang dibentuk jauh sebelum perkembangan

teknologi dunia maya dicetuskan. Maka, dalam rangka mengakomodasi

pengaturan mengenai dunia maya dan segala hal yang berkaitan dengannya,

dibentuklah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik. Dalam undang-undang ini, terdapat pasal-pasal yang

lebih sesuai untuk menjerat para pelaku cyberbullying.

Undang-undang ini menerapkan larangan dan sanksi pidana antara lain

bagi:

1. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi

dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang

melanggar kesusilaan (Pasal 27 ayat (1)), muatan penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat (3)), muatan pemerasan dan/atau

pengancaman (Pasal 27 ayat (4)).

2. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang

ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu

dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama,

ras dan antar golongan (SARA), (Pasal 28 ayat (2)).

3. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan

atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29).

Konstruksi Pasal 27 menjelaskan perkembangan modus kejahatan

(34)

informasi/dokumen elektronik). Dan Pasal 28 mengatur tentang perlindungan

aspek SARA. Hal ini sangat beralasan karena persoalan SARA merupakan

persoalan kebangsaan yang sangat rentan untuk menimbulkan konflik.

Indonesia sebagai bangsa yang meniliki tingkat heterogenitas yang cukup tinggi telah menjadikan “SARA” sebagai salah satu produk konflik yang

sangat mudah tersulut. Oleh karena itu, perkembangan modus pengoptimalisasian “SARA” sebagai produk yang rawan konflik harus diatur

dengan penyesuaian perkembangan modus yang menggunakan media

komputer/internet. Sedangkan dalam Pasal 29 dianggap sebagai suatu

perkembangan yang sangat signifikan dalam pengaturan hukum mengenai

adanya ancaman yang sering dilakukan dan/atau dialamatkan kepada

seseorang dengan menggunakan media informasi/ dokumen elektronik.

Perkembangan produk elektronik sangatlah memudahkan bagi seseorang

untuk memuluskan langkah jahat seseorang dalam mencapai tujuan yang

diinginkan (Maskun, 2013: 33-35).

Hukuman yang bisa diterima oleh mereka yang telah melanggar adalah:

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 45 ayat (1):

setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal

27 ayat (1), ayat (3), ayat (4) dipidana penjara paling lama 6 (enam)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu milyar

rupiah).

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 45 ayat (2):

(35)

28 ayat (2) dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda

paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 45 ayat 1:

setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal

29 dipidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda

paling banyak Rp.2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

Akhir tahun 2016 lalu tepatnya pada tangga 25 November 2016, revisi

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik ini telah disetujui. undang ini berubah menjadi

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam

revisi Undang-undang tersebut ada 7 poin bahasan yang berubah, termasuk

pasal yang digunakan dalam mengatur cyberbullying yaitu ketentuan Pasal 27

tetap dengan perubahan penjelasan ayat (1), ayat (3), dan ayat (4). Perubahan

itu dimaksudkan untuk menghindari multitafsir terhadap istilah “mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik”, dalam perubahan ini pula menegaskan bahwa

ketentuan tersebut merupakan delik aduan bukan delik umum. Penjelasan

Pasal 27 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4):

1. Yang dimaksud dengan “mendistribusikan” adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik kepada banyak orang atau berbagai pihak melalui Sistem

(36)

mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Eletronik yang

ditujukan kepada satu pihak lain melalui Sistem Elektronik. Yang dimaksud dengan “membuat dapat diakses” adalah semua perbuatan lain

selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui Sistem Elektronik

yang menyebabkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dapat diketahui pihak lain atau publik.

2. Ketentuan pada ayat (3) ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama

baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP).

3. Ketentuan pada ayat (4) ini mengacu pada ketentuan pemerasan dan/atau

pengancaman yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP).

Selain Pasal 27 perubahan pun terjadi pada yang semula Pasal 45

menjadi Pasal 45 ayat (3). Perubahan tersebut yaitu menurunkan ancaman

pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, yang semula pidana

penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun,

dan/atau denda dari paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)

menjadi paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 45 ayat (3) berbunyi:

(37)

Begitu pula pada yang semula Pasal 45 ayat (3) menjadi Pasal 45B.

Perubahan ancaman pidana pengriman informasi elektronik berisi ancaman

kekerasan atau menakut-nakuti yang semula pidana penjara paling lama 12

(dua belas) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun, dan/atau denda dari

paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) menjadi paling banyak

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian dan definisi tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa administrasi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan melalui kerjasama dalam

pada siswa kelas IV sampai VI SD Negeri Palebon 3 Kota Semarang. Hal tersebut dikarenakan sekolah tersebut belum pernah dilakukan penelitian dan penyuluhan tentang

Penelitian yang akan peneliti lakukan fokus pada strategi Snowball Throwing dalam kegiatan pembelajaran, sehingga para siswa tidak merasa jenuh dengan apa yang disampaikan

Jika f kontinu (kecuali pada suatu kurva) dan terbatas pada persegi panjang R, maka f terintegralkan pada

¾ Jika siswa mengkritisi judul sesuai dengan isi dan tidak menyimpang dari topik disertai dengan alasan yang tepat. ¾ Jika siswa mengkritisi judul sesuai dengan isi

Aplikasi yang digunakan oleh penumpang bus menggunakan aplikasi berbasis android, artinya hanya bisa di jalankan diatas platform android. Aplikasi ini digunakan

Skripsi yang berjudul “ Analisis Right Issue Terhadap Perubahan Harga Saham (Studi Kasus Pada Emiten Yang Melakukan Pengumuman Right Issue Di BEI Periode Tahun 2011)”

Dimana melalui kajian kitab kuning, pondok pesantren berperan dalam. membina