• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA EKSPLOITASI

C. Pengaturan eksploitasi anak dalam KUHP

36

Penjelasan: Undang –undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan

dengan ”penganiayaan” (mishandeling) itu. Menurut yurisprudensi, maka yang Pasal yang terkait tindak pidana ini antara lain: Pasal 351 sampai dengan 356 KUHP tentang penganiayaan yang terdiri dari penganiayaan berat; penganiayaan ringan; penganiayaan dengan rencana; serta terdapat pemberatan hukum berupa penambahan 1/3 hukuman pidana.

1. Pasal 351

(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-

(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.

(3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.

35

Ibid, hal 117

36

diartikan dengan ”penganiayaan” yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit (pijn), atau luka.37

Penjelasan: Peristiwa pidana ini disebut ”penganiayaan ringan” dan masuk

”kejahatan ringan” yang masuk dalam pasal ini adalah penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaannya sehari-hari.

2. Pasal 352

(1) Selain daripada apa yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sebagai penganiayaan ringan, dihukum penjara selama-lamaya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4500,-. Hukuman ini boleh ditambah sepertiganya, bila kejahatan itu dilakukan terhadap orang yang bekerja padanya atau yang ada dibawah perintahnya.

38

37

R. Soesilo. KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1993, hal 244.

38

Ibid,hal 246

3. Pasal 353

(1) Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.

4. Pasal 354

(1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamaya delapan tahun.

(2) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya sepuluh tahun.

Penjelasan: Ini dinamakan ”penganiayaan berat” supaya dapat dikenakan pasal

ini, maka niat si pembuat harus ditujukan pada ”melukai berat”, artinya luka berat harus dimaksud oleh sipembuat, apabila tidak dimaksud dan luka berat itu hanya merupakan akibat saja, maka perbuatan itu masuk penganiayaan biasa yang berakibat luka berat.39

Penjelasan: Tentang anak dalam pasal ini dapat diketahui adalah anak dari ibu

yang melahirkannya.

5. Pasal 356

Hukuman yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354, dan 355 dapat ditambah dengan sepertiganya

1e. Juga sitersalah melakukan kejahatan itu kepada ibunya, bapanya yang sah, isterinya (suaminya) atau anaknya.

40

39

Ibid,hal 246-247

40

Ibid, hal 247

D.Pengaturan eksploitasi anak dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang –undang UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal yang mengatur mengenai eksploitasi anak terkait dengan perlindungan anak dari eksploitasi ekonomi, eksploitasi seksual, dan keterlibatan dalam konflik bersenjata atau dikenal dengan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak diatur dalam Pasal 68; Pasal 69; Pasal 70; Pasal 71; Pasal 72; Pasal 73; Pasal 74; dan Pasal 75 dan 183 (sanksi).

Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.

Penjelasan: Mengenai pengertian perbuatan eksploitasi dalam UU ini dapat

dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu:

Pengusaha :Orang yang melakukan suatu usaha;melakukan kegiatan di bidang perdagangan dsb

Dilarang :Memerintahkan supaya tidak melakukan sesuatu; tidak memperbolehkan berbuat sesuatu;melarang suatu perbuatan Mempekerjakan :Menyuruh melakukan suatu pekerjaan (perbuatan); menyuruh

orang lain untuk berbuat sesuatu

2. Pasal 69

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.

(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan:

a. izin tertulis dari orang tua atau wali;

b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;

d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah; e. keselamatan dan kesehatan kerja;

f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, b, f, dan g dikecualikan bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya.

3. Pasal 70

(1) Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. (2) Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit berumur 14 (empat belas) tahun.

(3) Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat:

a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan

b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

4. Pasal 71

(1) Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.

Penjelasan: Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk melindungi anak agar

pengembangan bakat dan minat anak yang pada umumnya muncul pada usia ini tidak terhambat.

(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi syarat:

a. Di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali; b. Waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan

d. Sosial, dan waktu sekolah.

(3) Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri

5. Pasal 72

Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.

6. Pasal 73

Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

7. Pasal 74

(1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.

(2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;

b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian; c. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak

untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau

d. Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.

(3) Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

8. Pasal 75

(1) Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja.

Penjelasan: Penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja

dimaksudkan untuk menghapuskan atau mengurangi anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Upaya tersebut harus dilakukan secara terencana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait. Anak yang bekerja di luar hubungan kerja misalnya anak penyemir sepatu atau anak penjual koran.

(2) Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Ketentuan Pidana 9. Pasal 183

(1) Barangsiapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau, sedangkan mengenai batas hukuman, menggunakan batasan maksimum dan minimum:

Penjara : 2(tahun) dan paling lama 5 (lima) tahun

Denda : Paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

E. Pengaturan Eksploitasi anak dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Undang –undang UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga pasal yang mengatur mengenai eksploitasi anak terkait dengan perlindungan anak dari eksplotasi ekonomi, eksploitasi seksual, dan keterlibatan dalam konflik bersenjata atau dikenal dengan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak diatur dalam Pasal 2; Pasal 5; Pasal 6; Pasal 7; Pasal 9; Pasal 44 ayat (1) dan (2) (sanksi); Pasal 49 (sanksi).

1. Pasal 2

(1) Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi: a. suami, isteri, dan anak;

b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf (a) karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah

(2) Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud pada huruf (c) dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

2. Pasal 5

Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:

a. kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c. kekerasan seksual; atau d. penelantaran rumah tangga.

3. Pasal 6

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

4. Pasal 7

Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan.

5. Pasal 9

(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi

dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Ketentuan Pidana 6. Pasal 44

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).

Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau”, sedangkan mengenai batas hukuman, menggunakan batasan maksimum:

Penjara :Paling lama 10 (sepuluh)tahun

Denda :Paling banyak Rp.30.000.000,00 9(tiga puluh juta rupiah) Sedangkan bila berakibat matinya korban, dipidana dengan pidana: Penjara :Paling lama 15 (lima belas) tahun atau

F. Pengaturan eksploitasi anak dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang –undang ini pasal yang mengatur mengenai eksploitasi anak terkait dengan perlindungan anak dari eksplotasi ekonomi, eksploitasi seksual, dan keterlibatan dalam konflik bersenjata atau dikenal dengan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak diatur dalam Pasal 59; Pasal 60; Pasal 61; Pasal 62; Pasal 63; Pasal 66; Pasal 67; Pasal 68; Pasal 69 dan untuk sanksi pasal-pasal 77 s.d. 90.

1. UU. No 23 tahun 2002 memberikan pengertian ekspoitasi anak.

Pengertian eksploitasi anak dalam Undang-undang ini diatur dalam penjelasan pasal 13 ayat 1 huruf b. Penjelasan pasal 13 huruf b perlakuan eksploitasi, misalnya tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perbuatan eksploitasi dalam UU ini dapat dilihat pengertiannya, yaitu:

a)Memperalat :Menggunakan atau memperlakukan sebagai alat :ia telah

~orang itu untuk mencapai maksudnya41

b)Memanfaatkan :Menjadikan ada manfaatnya (gunanya dsb):~pekarangan

yang kosong itu untuk penimbunan kayu;~surat kabar

untuk pendidikan;42

41

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, op.cit hal 24.

42

c)Memeras :Mengambil untung banyak-banyak dari orang lain:dia

dituduh~buruh-buruhnya;meminta uang dsb dengan

ancaman:43

d)Keuntungan :Hal mendapat untung (laba);manfaat;faedah.44

2. Pasal 13

1) Setiap anak dalam pengasuhan orangtua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, serta perlakuan salah lainnya.

a.Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap anak berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dsb.45

b.Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual adalah pemanfaatan yang dilakukan secara sewenang-wenang dan berlebihan terhadap anak untuk kepentingan ekonomi atau seksual semata-mata tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan terhadap anak.46

c.Penelantaran adalah perbuatan tidak melarang anak untuk melakukan suatu perbuatan tertentu; tidak menghiraukan anak; tidak memelihara anak baik-baik.47 d.Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan adalah perbuatan yang dapat mempengaruhi fisik dan psikis anak.

48 43 Ibid,hal 752. 44 Ibid,hal 1108. 45 Ibid,hal 203 46 Ibid,hal 251 47 Ibid,hal 713 48 Ibid,hal 433

e.Ketidakadilan adalah perbuatan berat sebelah terhadap anak; memihak.49

2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

f.Perlakuan salah lainnya adalah perbuatan lain diluar daripada perbuatan diatas.

3. Pasal 59

Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

4. Pasal 60

Anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 terdiri atas: a. anak yang menjadi pengungsi;

b. anak korban kerusuhan;

c. anak korban bencana alam; dan d. anak dalam situasi konflik bersenjata.

5. Pasal 61

49

Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi pengungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum humaniter.

6. Pasal 62

Perlindungan khusus bagi anak korban kerusuhan, korban bencana, dan anak dalam situasi konflik bersenjata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b, huruf c, dan huruf d, dilaksanakan melalui :

a. pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, kesehatan, belajar dan berekreasi, jaminan keamanan, dan persamaan

b. perlakuan; dan

c. pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak yang menyandang cacat dan anak yang mengalami gangguan psikososial.

7. Pasal 63

Setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.

8. Pasal 66

(1) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

(2) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui :

a. penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;

b. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan

c. pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual.

(3) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

9. Pasal 67

(1) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dan terlibat dalam produksi dan distribusinya, dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.

(2) Setiap orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan, produksi dan distribusi napza sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

10. Pasal 68

(1) Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan, dan perdagangan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui

upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.

(2) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

11. Pasal 69

(1) Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya :

a. penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan; dan

b. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.

(2) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Ketentuan Pidana

Undang – undang ini menetapkan secara tegas tentang bentuk hukuman dari tindak pidana eksploitasi terhadap anak yang diatur dalam pasal-pasal 77 s.d. 90 serta memberikan pemberatan pidana terhadap tindak pidana eksploitasi terhadap anak yang dilakukan orang tua, wali atau pengasuh anak sebagaimana dalam pasal 13 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Adapun ketentuan pidana ini diatur dalam Bab XXII pasal 77 sampai pasal 90 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

12. Pasal 88

(1) Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau” ,sedangkan mengenai batas hukuman,menggunakan batasan maksimum.

Penjara :10 (sepuluh tahun)

Denda :Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

13. Pasal 78

(1) Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59, padahal anak-anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).

Dari isi pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau”, sedangkan mengenai batas hukuman,menggunakan batasan maksimum.

Penjara :5 (lima) tahun

Denda :Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

Selain diatas,UU No, 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga dapat dipergunakan untuk menghukum pelaku kekerasan terhadap anak karena tindakan kekerasan terhadap anak juga merupakan tindak pidana.

G. Pengaturan eksploitasi anak dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang–undang ini pasal yang mengatur mengenai eksploitasi anak terkait dengan perlindungan anak dari eksplotasi ekonomi, eksploitasi seksual, dan keterlibatan dalam konflik bersenjata atau dikenal dengan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagai anak diatur dalam pasal: Pasal 20 ayat (1) dan (2); Pasal 38 ayat (4); Pasal 49 ayat (2); Pasal 58 ayat (1) dan (2); Pasal 64.

1. Pasal 20

(1) Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba.

(2) Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang.

2. Pasal 38

(4) Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya

3. Pasal 49

(2) Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.

Penjelasan :Yang dimaksud dengan “perlindungan khusus terhadap fungsi

reproduksi” adalah pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan haid, hamil, melahirkan, dan pemberian kesempatan untuk menyusui anak.

4. Pasal 58

(1) Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan

(2) Dalam hal orang tua. wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi maka harus dikenakan pemberatan hukuman.

5. Pasal 64

Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral. kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.

H. Pengaturan eksploitasi anak dalam UU No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Undang –undang ini pasal yang mengatur mengenai eksploitasi anak terkait dengan perlindungan anak dari eksplotasi ekonomi, eksploitasi seksual, dan keterlibatan dalam konflik bersenjata atau dikenal dengan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagai anak diatur dalam pasal: Pasal 2, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11.

1. Pasal 2

(1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

(2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna.

(3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

(4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

2. Pasal 9

Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial.

(1) Orang tua yang terbukti melalaikan tanggungjawabnya sebagaimana termaksud dalam Pasal 9, sehingga mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk orang atau badan sebagai wali. (2) Pencabutan kuasa asuh dalam ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban orang tua yang bersangkutan untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya, penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya.

(3) Pencabutan dan pengembalian kuasa asuh orang tua ditetapkan dengan keputusan hakim.

(4) Pelaksanaan ketentuan ayat (1), (2) dan (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

4. Pasal 11

(1) Usaha kesejahteraan anak terdiri atas usaha pembinaan, pengembangan, pencegahan, dan rehabilitasi.

(2) Usaha kesejahteraan anak dilakukan oleh Pemerintah dan atau masyarakat. (3) Usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau masyarakat dilaksanakan baik di dalam maupun di luar Panti.

(4) Pemerintah mengadakan pengarahan, bimbingan, bantuan, dan pengawasan terhadap usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh masyarakat.

(5) Pelaksanaan usaha kesejahteraan anak sebagai termaktub dalam ayat (1), (2), (3) dan (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III

ANAK SEBAGAI ARTIS DAN TINDAK PIDANA

EKSPLOITASI PADA ANAK

A. Latar belakang anak bekerja sebagai artis

Menurut Indrasari Tjandraningsih dan Benjamin White yang dikutip dari50

Dokumen terkait