TINJAUAN YURIDIS PROFESI ARTIS DIBAWAH UMUR
SEBAGAI BENTUK EKSPLOITASI TERHADAP ANAK
SKRIPSI
OLEH:
AGUSTINUS GINTING 070200339
DEPARTEMEN PIDANA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Liza Erwina,SH.M.Hum Dr.Marlina,SH.M.Hum
Hadirnya beberapa stasiun televisi di Indonesia patut dirayakan sebagai
sebuah prestasi..Pesatnya perkembangan teknologi membuat semakin luas
cakupan dari dunia entertainment itu sendiri. Yang dulu dunia keartisan hanya
digeluti lewat film-film layar lebar, kini dengan semakin maraknya
sinetron-sinetron yang muncul di televisi menjadikan profesi artis adalah sebuah profesi
yang sangat menggiurkan baik dari segi finansial atau pendapatan maupun
ketenaran yang nantinya didapatkan.
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah
jenis penelitian hukum yuridis normatif. Penelitian hukum yuridis normatif ini
dilakukan dengan cara melihat kajian perundang-undangan dan buku-buku yang
berkaitan dengan perlindungan hak–hak anak yang didalamnya ada mengatur
mengenai larangan eksploitasi terhadap anak.
Pengaturan larangan tindak pidana eksploitasi terhadap anak dalam hukum
positif Indonesia sudah jelas diatur. Profesi artis dibawah umur merupakan bentuk
tindak pidana eksploitasi ekonomi terhadap anak. Selain termasuk eksploitasi
ekonomi, profesi artis dibawah umur juga banyak melanggar hak-hak anak.
Bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban
eksploitasi sebagai artis masih kurang. Meskipun sudah banyak Undang-Undang
yang mengatur mengenai hak-hak anak, Undang-Undang tersebut belum teratur
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, karena berkat dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini tepat dan indah pada waktunya. Adapun judul skripsi ini
adalah “Tinjauan Yuridis Profesi Artis di Bawah Umur Sebagai Bentuk
Tindak Pidana eksploitasi Terhadap Anak”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan,
bimbingan, serta kritik dan saran dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Muhammad Hamdan,SH.MH, selaku Ketua Departemen Hukum
Pidana di Fakultas Hukum Univesitas Sumatra Utara.
3. Ibu Liza Erwina,SH.M.Hum, selaku Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan saran kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Dr.Marlina,SH.M.Hum, selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan saran kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Pengajar yang telah memberikan bimbingan dan ilmu
pengetahuan selama mengikuti perkualian mulai dari awal semester hingga
penulis menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh pegawai dan staf tata usaha Fakultas Hukum serta perpustakaan
7. Teristimewa kepada Bapak dan Mamak tersayang (Pt. S. Ginting dan
M. Br Bangun) atas doa yang tiada henti, perhatian dan dukungan baik
moril maupun materiil. Serta kedua abang dan kakakku serta ponakanku:
Endi Kami Ginting Manik SIP, MSi, Amin Ido Ginting Manik S,Sos
beserta kakak dan Evayona Angelina br Ginting Manik ponakanku,
kakakku Lias Karina Ginting Manik. Keluarga dari bapak, keluarga dari
mamak, sepupu-sepupu di Medan maupun luar kota Medan. Terima kasih
untuk semangat dan dukungannya selama ini.
8. Teman-teman Stambuk 2007 mulai semester satu hingga semester
delapan. Terima kasih untuk kebersamaan dan persahabatan yang telah
kita jalin selama kuliah di fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan kualitas skripsi
ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih untuk pembaca, semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi kita semua
Medan, April 2010
Penulis
`DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...ii
ABSTRAKSI...iv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ...1
B.Perumusan Masalah...5
C.Tujuan Penulisan...5
D.Manfaat Penulisan...5
E.Keaslian Penulisan...6
F.Tinjauan Kepustakaan...7
1.Pengertian Profesi Artis...7
2.Pengertian Anak...8
3.Pengertian Tindak Pidana...11
4.Pengertian Eksploitasi Anak...14
G.Metode Penulisan...16
H.Sistematika Penulisan...17
BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA EKSPLOITASI ANAK DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA A.Jenis-jenis eksploitasi terhadap anak...19
B.Pengaturan eksploitasi anak di UUD 1945 (Perubahan Kedua)...22
D.Pengaturan eksploitasi anak dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan...25
E.Pengaturan eksploitasi anak dalam UU No. 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga...29
F.Pengaturan eksploitasi anak dalam UU No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak...32
G.Pengaturan eksploitasi anak dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia...39
H.Pengaturan eksploitasi anak dalam UU No. 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak...40
BAB III ANAK SEBAGAI ARTIS DAN TINDAK PIDANA EKSPLOITASI TERHADAP ANAK
A.Latar Belakang Anak Bekerja sebagai Artis...44
B.Dampak Anak Bekerja sebagai Artis...50
BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN EKSPLOITASI SEBAGAI ARTIS
A.Perlindungan Hak Anak Korban Eksploitasi ...53
B.Kendala-Kendala dalam Perlindungan Hak-Hak Anak ...55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan...60
B.Saran...62
ABSTRAK
Liza Erwina,SH.M.Hum Dr.Marlina,SH.M.Hum
Hadirnya beberapa stasiun televisi di Indonesia patut dirayakan sebagai
sebuah prestasi..Pesatnya perkembangan teknologi membuat semakin luas
cakupan dari dunia entertainment itu sendiri. Yang dulu dunia keartisan hanya
digeluti lewat film-film layar lebar, kini dengan semakin maraknya
sinetron-sinetron yang muncul di televisi menjadikan profesi artis adalah sebuah profesi
yang sangat menggiurkan baik dari segi finansial atau pendapatan maupun
ketenaran yang nantinya didapatkan.
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah
jenis penelitian hukum yuridis normatif. Penelitian hukum yuridis normatif ini
dilakukan dengan cara melihat kajian perundang-undangan dan buku-buku yang
berkaitan dengan perlindungan hak–hak anak yang didalamnya ada mengatur
mengenai larangan eksploitasi terhadap anak.
Pengaturan larangan tindak pidana eksploitasi terhadap anak dalam hukum
positif Indonesia sudah jelas diatur. Profesi artis dibawah umur merupakan bentuk
tindak pidana eksploitasi ekonomi terhadap anak. Selain termasuk eksploitasi
ekonomi, profesi artis dibawah umur juga banyak melanggar hak-hak anak.
Bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban
eksploitasi sebagai artis masih kurang. Meskipun sudah banyak Undang-Undang
yang mengatur mengenai hak-hak anak, Undang-Undang tersebut belum teratur
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi
raja di negara sendiri pada tahun 1980-an, ketika film Indonesia merajai
bioskop-bioskop lokal. Film-film yang terkenal pada saat itu antara lain, Catatan si Boy,
Warkop dan masih banyak film lain. Artis-artis muda yang terkenal pada zaman
itu antara lain DKI (Dono,Kasino,Indro), Meriam Bellina, Nike Ardilla,
Paramitha Rusady.
Adapun film yang sangat populer pada saat itu misalnya film Petualangan
Sherina yang diperankan oleh Sherina Munaf, penyanyi penuh bakat. Film ini
sebenarnya adalah film musikal yang diperuntukkan kepada anak-anak. Riri Riza
dan Mira Lesmana yang berada di belakang layar berhasil membuat film ini
menjadi tonggak kebangkitan kembali perfilman Indonesia. Antrian panjang di
bioskop selama sebulan lebih menandakan kesuksesan film secara komersil.
Selain meraup untung yang banyak, film ini juga merupakan tanda kebangkitan
industri perfilman di Indonesia khususnya industri perfilman bioskop tanah air
yang pada saat itu sedang mengalami kelesuan sejak terakhir kali merajai bioskop
lokal pada sekitar tahun 1980-an.
Hadirnya beberapa stasiun televisi di Indonesia patut dirayakan sebagai
sebuah prestasi. Apalagi mengingat kontribusi yang telah diberikan dalam ikut
edukatif. Pesatnya perkembangan teknologi membuat semakin luas cakupan dari
dunia entertainment itu sendiri. Yang dulu dunia keartisan hanya digeluti lewat
film-film layar lebar, kini dengan semakin maraknya sinetron-sinetron yang
muncul di televisi menjadikan profesi artis adalah sebuah profesi yang sangat
menggiurkan baik dari segi finansial atau pendapatan maupun ketenaran yang
nantinya didapatkan.
Dalam acara di televisi anak-anak sering tampil dengan riasan wajah yang
tebal, baju seperti orang dewasa,jam siaran melebihi tiga jam, serta menyanyikan
lagu-lagu orang dewasa yang ditentukan pihak produser. Dalam UU no.23 tahun
2002 tentang Perlindungan anak tepatnya Pasal 68 jelas diatur bahwa perusahaan
dilarang memperkerjakan anak di bawah umur,juga pada Pasal 69 disebutkan
boleh diperkerjakan jika usianya diatas 14 tahun dan harus mendapat izin dari
orang tuanya. Selain itu, maksimal jam kerja anak-anak juga dibatasi yakni tidak
boleh lebih dari tiga jam,dan harus ada jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
(K3).1
Pelaku industri televisi dan orang tua sering tidak menyadari kalau mereka
telah melakukan eksploitasi terhadap anak. Pelaku industri televisi dan orang tua
dapat saja dihukum dengan menggunakan Pasal 88 Undang-Undang nomor 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh tahun) dan atau denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah). Ketentuan hukum yang dibuat pemerintah sudah ada tetapi tetap masih
ada kelemahan baik dari isi pasal yang mengatur maupun dari penerapan
Undang-1
Undang itu sehingga dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Selain itu juga, alasan orang tua untuk mengembangkan bakat anak seharusnya
tidak mengurangi hak asasi anak sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002. Hal ini dikarenakan dalam masa tersebut anak-anak masih
sangat membutuhkan bimbingan orang tua baik dalam bermain maupun belajar.
Selain itu fenomena anak-anak yang menjadi artis cilik juga harus
mempertimbangkan sisi psikologis dari si anak karena pada saat itu anak-anak
tersebut masih dalam tahap pencarian jati diri dan pembentukan sikap. Anak yang
menekuni bidang keartisan ini juga terkesan seolah-olah bukan suatu bentuk
pengembangan bakat atau sedikitnya kalaupun ada pengembangan bakat itu hanya
kecil karena yang menonjol adalah bahwa anak tersebut berprofesi sebagai artis
dan mendapakan upah atas apa yang telah dikerjakannya tersebut.
Media massa juga ramai memberitakan bahwa ada seorang artis remaja
yang pergi dari rumah akibat merasa terkekang hidupnya. Adapun contoh
misalnya kasus Arumi Bachsin.Arumi Bachsin adalah seorang bintang sinetron
dan iklan yang tentu kasusnya akan mudah terungkap melalui media massa.
Arumi Bachsin merupakan artis yang pergi dari rumah akibat merasa terkekang
akibat profesinya sebagai artis.berita kronologis Arumi Bachsin kabur dari rumah
sejak Mei 2010 beredar heboh di banyak media gosip terbaru. Kasus kekerasan
dan eksploitasi anak diduga jadi akar permasalahan antara Arumi Bachsin dan
Maria Lilian Pesch, ibunya. Kini, pemain sinetron berusia 16 tahun itu tinggal di
sebuah Panti sosial di Jakarta.Sebuah harian wanita terbitan Jakarta yang
Februari 1994 itu minggat dari rumah orang tuanya sejak Selasa, 11 Mei 2010
lantaran depresi ditekan dalam hal karier dan kehidupan pribadi.2
Memang, kesempatan dalam mencari uang sangatlah sulit, persaingan
begitu ketat. Namun, sebagai orang tua, apakah begitu tega melihat anaknya
menjadi bintang, menjadi selebritis, menjadi terkenal, dengan banyak dan penuh
aktifitas, namun disisi lain, sebenarnya mereka hidup tidak normal, tidak seperti
sebagaimana anak-anak seusia mereka.Mereka mempunyai jadwal malam hari,
siang hari sehingga hak-hak dasar anak itu menjadi tidak terpenuhi. Arumi
Bachsin yang seharusnya bermain dengan teman-temannya namun harus sibuk
dengan aktifitas “shooting”dan wawancara. Dan ini jelas-jelas merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak anak di Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak yang mengatur bahwa “Setiap anak berhak
untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya,
bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya demi pengembangan diri”. Tidakkah terpikir kepada orang tua
mereka bahwa mereka sebenarnya sudah melakukan eksploitasi terhadap anak
mereka, demi yang namanya uang dan ketenaran.3
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis menyadari pentingnya
permasalahan anak ini untuk dibahas,maka penulis tertarik untuk membahasnya
lebih rinci lagi dalam skripsi yang berjudul:“Tinjauan Yuridis Profesi Artis
Dibawah Umur Sebagai Bentuk Tindak Pidana Eksploitasi Terhadap Anak”.
2011.
3
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka permasalahan yang
akan dibahas oleh penulis dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk tindak pidana eksploitasi terhadap anak menurut
hukum positif Indonesia?
2. Apakah profesi artis dibawah umur sebagai bentuk tindak pidana
eksploitasi pada anak?
3. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi
korban eksploitasi sebagai artis?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bentuk tindak pidana eksploitasi terhadap anak dalam
hukum positif di Indonesia,
2. Untuk mengetahui profesi artis dibawah umur merupakan tindak pidana
eksploitasi pada anak,
3. .Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang
menjadi korban eksploitasi sebagai artis.
D. Manfaat Penulisan Secara Teoritis
1. Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu
hukum pada umumnya, perkembangan Hukum Pidana dan khususnya
2. Memberikan sumbangan informasi kepada pendidikan ilmu hukum
mengenai penegakan hukum terhadap perlindungan anak,
3. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
kepada pembuat undang-undang di dalam menetapkan kebijakan sebagai
upaya mengantisipasi maraknya kesewenag-wenangan yang dilakukan
terhadap anak di Indonesia.
Secara Praktis
1. Untuk memberikan sumbangan informasi kepada mahasiswa mengenai
tindak pidana eksploitasi terhadap anak.
2. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah
dalam rangka mengambil kebijakan dalam mengatasi masalah anak,
3. Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada pembuat
undang-undang mengenai kebijakan pemerintah yang dibuat selama ini dalam
melindungi hak anak berhasil atau tidak.
E. Keaslian Penulisan
Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis membuatnya dengan melihat dasar-dasar
yang telah ada, baik literatur-literatur yang penulis peroleh dari perpustakaan
maupun dari media elektronik, dan sebelumnya penulis telah mengkonfirmasikan
masalah tersebut kepada sekretaris jurusan hukum pidana bahwasanya belum
pernah ada judul atau tema yang sama dengan skripsi ini dan skripsi ini adalah
F. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Pengertian Profesi Artis.
Bekerja merupakan kodrat manusia, sebagai kewajiban dasar manusia
dikatakan mempunyai martabat apabila dia mampu bekerja keras. Dengan bekerja
manusia dapat memperoleh hak dan memilih segala apa yang diiginkannya.4
Profesi adalah “pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus, dimana suatu profesi biasanya memiliki
asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk
bidang profesi tersebut”.
Sebelum dijelaskan pengertian atau defenisi tentang profesi artis maka
akan dipisahkan pengertiannya menjadi dua bagian kata, yaitu profesi dan artis.
Terdapat beraneka ragam pendapat mengenai pengertian profesi:
5
Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian profesi adalah “bidang
pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb)
tertentu”.6
Menurut Abdulkadir Muhammad profesi adalah”pekerjaan bidang tertentu
mengutamakan kemampuan fisik dan intelektual, bersifat tetap dengan tujuan
memperoleh pendapatan”.7
4
Muhammad Abdulkadir.Etika Profesi Hukum.Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997, hal 57.
Pengertian artis yaitu:
5
tanggal 12 Februari 2011.
6
Departemen Pendidikan Nasional.Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal 789.
7
Artis adalah istilah subjektif yang merujuk pada seseorang yang kreatif,
atau inovatif , atau mahir dalam bidang seni. Penggunaan yang paling kerap
adalah untuk menyebut orang-orang yang menciptakan karya seni, seperti lukisan,
patung, seni peran, seni tari, sastra, film, dan musik. Artis menggunakan imajinasi
dan bakatnya untuk menciptakan karya dengan nilai estetik. Ahli sejarah seni
mendefenisikan artis sebagai seseorang yang menghasilkan seni dalam batas-batas
yang diakui.8
Menurut kamus besar bahasa Indonesia artis adalah ahli seni: seniwati
(seperti penyanyi, pemain film, pelukis, pemain drama)9
8
.
Berdasarkan pengertian diatas dapat dirumuskan profesi artis adalah
pekerjaan dibidang seni:seniwati (seperti penyanyi, pemain film, pelukis, pemain
drama) yang menggunakan imajinasi dan bakatnya untuk menciptakan karya yang
bernilai estetik dengan mengutamakan kemampuan fisik dan intelektual, yang
bersifat tetap dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan.
2. Pengertian Anak
Banyak pendapat mengenai pengertian anak, dan pada umur berapa seorang itu
dikategorikan anak-anak.
Menurut Convention on the Right of the Child (Konvensi Hak Anak) pada
tanggal 20 November 1989 yang telah diratifikasi oleh Indonesia disebutkan
dalam pasal 1 pengertian anak,adalah:
9
“Semua orang yang di bawah umur 18 tahun.Kecuali undang-undang menetapkan
kedewasaan dicapai lebih awal.”
Menurut Undang-Undang republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997
tentang Peradilan Anak.Pasal 1 menyatakan anak adalah “Orang yang telah
mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas
tahun) dan belum kawin”
Menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979,LN1979-32 tentang
Kesejahteraan Anak dalam pasal 1, anak adalah:”seseorang yang belum mencapai
umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum kawin.”
Di Indonesia sendiri dapat kita temui perbedaan defenisi mengenai orang
yang dikategorikan sebagai anak yaitu sebagai berikut:10
a. Menurut Hukum adat,anak tersebut sering dikatakan minderjarig heid (bawah
umur), yaitu apabila seseorang berada dalam keadaan dikuasai oleh orang lain
yaitu jika dikuasai oleh orang tuanya,maka dia dikuasai oleh walinya
(voogd)nya.
Kriterianya adalah (Datuk Usman 1997:2):11 1.Belum penuh 21 tahun;
2.Belum Kawin.
b.Menurut fiqh Islam,seseorang dikatakan dewasa,dengan salah satu tanda yang
berikut (sulaiman Rasyid 1998:75).
a. Cukup berumur 15 tahun;
b.Keluar mani;
10
c. Mimpi bersetubuh;
d.Mulai keluar haid bagi perempuan.
Pengertian-pengertian tersebut di atas menekankan, bahwa selama
seseorang yang masih dikategorikan anak-anak, seharusnya masih dalam
tanggung jawab orang tua wali ataupun negara tempat si anak tersebut menjadi
warga negara tetap.12
Belum dewasa menurut psikologis/kejiwaan adalah jika fungsi-fungsi
(jiwanya) belum berkembang dan berintegrasi.artinya, individu itu belum dapat
berpikir dengan jalan pikiran; atau pola pikirnya belum tepat.13
Dewasa dan belum dewasa menurut Romli Atmasasmita “Selama di
tubuhnya berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan, orang itu masih
menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses perkembangan dan
pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur, anak-anak adalah sama dengan Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa:
“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu
dan tidak lebih dahulu kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur
mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka kembali lagi dalam kedudukan
belum dewasa, mereka yang belum dewasa dan tidak berada di bawah kekuasaan
orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana
diatur dalam bagian ketiga, keempat, kelima, dan keenam bab ini.”
12
Ibid,hal 4.
13
permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 tahun untuk wanita dan 20 tahun untuk
laki-laki, seperti halnya di Amerika, Yugoslavia, dan negara-negara Barat lainnya.”14 Anak Di Undang-Undang No. 21 tahun 2000 Pasal 1 (1) tentang Serikat
Pekerja/ Serikat Buruh mendefenisikan anak adalah orang laki-laki atau
perempuan berumur 14 tahun ke bawah.15
Di Yurisprudensi Mahkamah Agung batas kedewasaan tidak seragam.
Sebagai gambaran dalam putusan MA No.53 K/Sip/1952 tanggal 1 Juni 1955,
usia 15 tahun dianggap telah dewasa untuk perkara yang terjadi di daerah Bali.
Dalam putusan MA No.601 K/Sip/1976 tanggal 18-11-1976, umur 20 tahun
dianggap telah dewasa untuk perkara yang terjadi di daerah Jakarta.16
Istilah tindak pidana pada hakikatnya merupakan istilah yang berasal dari
terjemahan kata strafbaarfeit dalam bahasa belanda.kata strafbaarfeit kemudian
diterjemahkan dalam berbagai terjemahan dalam bahasa Indonesia. Beberapa kata
yang digunakan untuk menterjemahkan kata strafbaarfeit oleh sarjana-sarjana
Indonesia antara lain:tindak pidana, delict, perbuatan pidana. Sementara dalam
berbagai perundang-undangan digunakan berbagai istilah yang digunakan
berbagai istilah untuk menunjuk pada pengertian kata strafbaarfeit. Beberapa
istilah yang digunakan dalam undang-undang tersebut antara lain
3.Pengertian Tindak Pidana
17
14
Chairul Bariah, op.cit, hal 5
15
Darwan Prinst. Hukum Anak Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997, hal 3
16
Irma Setyowati Soemitro. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: Bumi Aksara, 1990, hal 19
17
Tongat.Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan. Malang: UMM Press, 2009, hal 30.
1.Peristiwa pidana, istilah ini antara lain digunakan dalam undang-undang dasar
sementara tahun 1950 khususnya dalam pasal 14.
2.Perbuatan pidana, istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun
1951 tentang Tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan,
kekuasaan dan acara pengadilan-pengadilan sipil.
3.Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan dalam
Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1951 tentang Perubahan Ordonatie Tijdelijke
Byzondere strafbepalingen.
4.Hal yang diancam dengan hukum, istilah ini digunakan dalam Undang-Undang
Darurat Nomor 16 tahun 1951 tentang penyelesaian Perselisihan Perburuhan.
5.Tindak Pidana, istilah ini digunakan dalam berbagai undang-undang,misalnya:
a. Undang-undang Darurat Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan
Umum.
b. Undang-undang Darurat Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pengusutan,
Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
c. Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1964 tentang Kewajiban Kerja
Bakti dalam Rangka Pemasyarakatan bagi Terpidana karena
melakukan tindak pidana yang merupakan kejahatan.
Penggunaan berbagai istilah tersebut pada hakikatnya tidak menjadi persoalan,
sepanjang penggunaanya disesuaikan dengan konteksnya dan dipahami
maknanya. Namun demikian, sekedar untuk diketahui dibawah ini dikemukakan
seputar perdebatan konseptual berkaitan dengan munculnya berbagai istilah itu18
18
1. Menurut Simons, strafbaarfeit dapat diartikan sebagai kelakuan yang
diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan
dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu
bertanggung jawab.
2. Menurut Van Hammel,strafbaarfeit adalah kelakuan orang yang
dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut
dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.
Bertolak dari dua pendapat di atas, tersimpul, bahwa strafbaarfeit pada dasarnya
mengandung pengertian seperti berikut:
a. Bahwa kata feit dalam istilah strafbaarfeit mengandung arti kelakuan
atau tingkah laku.
b.Bahwa pengertian strafbaarfeit dihubungkan dengan kesalahan orang
yang mengadakan kelakuan tersebut.
Dalam hukum adat, tindak pidana atau delik adat adalah setiap gangguan
segi satu terhadap keseimbangan dan setiap penubrukan dari segi satu pada
barang-barang kehidupan materiil dan immateriil orang-orang, atau dari pada
orang-orang banyak yang merupakan satu kesatuan atau segerombolan; tindakan
sedemikian itu menimbulkan suatu reaksi yang sifatnya dan besar kecilnya
ditetapkan oleh hukum adat ialah reaksi adat-karena reaksi mana keseimbangan
dapat dan harus dipulihkan kembali.19
Dilihat dari konteks hukum pidana Islam tindak pidana diistilahkan dengan
jarimah. Menurut hukum pidana Islam tindak pidana adalah perbuatan–perbuatan
19
yang terlarang menurut syara’yang pelakunya diancam dengan pidana huud atau
ta’ziir.20
Dalam rancangan KUHP baru tahun 2004 batasan atau pengertian tindak
pidana diatur dalam bab II buku kesatu mulai pasal 11 sampai dengan pasal 29. Di
dalam ketentuan pasal 11 (1). Rancangan KUHP baru batasan/pengertian tindak
pidana dirumuskan sebagai berikut: “Tindak pidana ialah perbuatan melakukan
atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana”21
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) eksploitasi adalah”
eks·ploi·ta·si / éksploitasi / n 1 pengusahaan; pendayagunaan:– nikel di daerah itu
dilakukan oleh perusahaan asing; 2 pemanfaatan untuk keuntungan sendiri;
pengisapan; pemerasan (tenaga orang): –atas diri orang lain meng·eks·ploi·ta·si
v1 mengusahakan; mendayagunakan (perkebunan,tambang,dsb); 2 ki mengeruk
(kekayaan); memeras (tenaga orang lain); peng·eks·ploi·ta·si orang yang
mengeksploitasi orang lain: juragan juga menjadi ~ para pembantu “
4.Pengertian Eksploitasi Anak.
22
Eksploitasi (Inggris :exploitation) adalah politik pemanfaatan yang secara
sewenang-wenang terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya
untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangkan rasa
kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan.23
20
Ibid, hal 105
21
Ibid, hal 105
22
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, op.cit hal 254.
23
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997
tentang Peradilan Anak.Pasal 1 menyatakan anak adalah “Orang yang telah
mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas
tahun) dan belum kawin”
Menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979,LN1979-32 tentang
Kesejahteraan Anak dalam pasal 1, anak adalah: ”seseorang yang belum mencapai
umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum kawin.”
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan eksploitasi anak adalah
politik pemanfaatan yang dilakukan secara sewenang-wenang dan berlebihan
terhadap anak untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangkan
rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan terhadap anak.
UNICEF telah menetapkan beberapa kriteria pekerja anak yang
eksploitatif, yaitu bila menyangkut:24
1.Kerja penuh waktu (full time) pada umur yang terlalu dini;
2.Terlalu banyak waktu yang digunakan untuk bekerja;
3.Pekerjaan yang menimbulkan tekanan fisik, sosial, dan psikologis yang tak
patut terjadi;
4.Upah yang tidak mencukupi
5.Tanggung jawab yang terlalu banyak;
6.Pekerjaan yang menghambat akses pada pendidikan;
7.Pekerjaan yang mengurangi martabat dan harga diri anak seperti: perbudakan
atau pekerjaan kontrak paksa dan eksploitasi seksual;
24
8.Pekerjaan yang merusak perkembangan sosial serta psikologis yang penuh.
G. Metode Penulisan 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian hukum
yuridis normatif.
Penelitian hukum yuridis normatif adalah suatu penelitian yang dilakukan
terhadap kajian perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hak –
hak anak baik dalam KUHP maupun dalam Undang-Undang lain.25
a. Data primer, ialah semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan
oleh pihak-pihak yang berwenang yakni berupa undang-undang dan lain
sebagainya.
2. Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan skripsi menggunakan data primer dan
data sekunder.
26
b.Data sekunder, ialah data hukum yang terdiri atas buku-buku teks (textbooks)
yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat
sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir
yang berkaitan dengan topik penelitian.27
3.Metode Pengumpulan data
25
Muslan Abdurrahman. Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum. Malang: UMM Press, 2009, hal 94.
26
Johny Ibrahim. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publishing, 2005, hal 241.
27
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
metode pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan (library research).
Studi kepustakaan (library research) adalah metode pengumpulan data dengan
menggunakan berbagai sumber bacaan seperti peraturan perundang-undangan,
buku-buku, surat kabar, internet dan bahan lainnya yang berhubungan dengan
skripsi ini.
4.Analisis Data
Analisa data yang digunakan penulis dalam menulis skripsi ini adalah analisis
data kualitatif. Analisis data kualitatif adalah analisis data yang berbentuk
kata-kata dimana data yang berbentuk kata-kata-kata-kata tersebut dianalisa untuk kemudian
dirangkum secara cermat agar mendapatkan hasil yang akurat serta dapat
menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah serta
didukung pula dengan fakta-fakta atau dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari
penelitian.28
Bab I membahas tentang latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat
penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan (pengertian profesi artis,
pengertian anak, pengertian tindak pidana, pengertian eksploitasi anak), metode
penelitian serta sistematika penulisan.
H.Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) Bab
28
Bab II berisi tentang pengaturan eksploitasi anak dalam hukum positif di
Indonesia yang Terdapat di UU NO.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak,
UU tentang Konvensi Hak Anak, UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan ,UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, dan Undang-Undang Kesejahteraan Anak.
Bab III membahas tentang anak sebagai artis dan tindak pidana eksploitasi
pada anak (latar belakang anak bekerja sebagai artis, faktor-faktor penyebab
keterlibatan anak bekerja sebagai artis dan dampak anak bekerja sebagai artis)
Bab IV membahas tentang perlindungan bagi anak yang menjadi korban
eksploitasi anak menurut UU NO.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, UU
tentang Konvensi Hak Anak dan undang-undang lainnya.
Bab V berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan skripsi ini serta saran
BAB II
Pengaturan Tentang Tindak Pidana Eksploitasi Anak Dalam
Hukum Positif di Indonesia
A. Jenis-jenis eksploitasi terhadap anak
Sebelum melihat bagaimana bentuk pengaturan eksploitasi dalam hukum
positif di Indonesia,maka perlu diketahui terlebih dahulu apa saja perbuatan yang
termasuk dalam eksploitasi terhadap anak.
Ditinjau dari segi bentuk dan jenis pekerjaan yang dilakukan anak serta
ancaman risiko yang dihadapi anak, terdapat pekerjaan-pekerjaan yang dapat
dimasukkan dalam keadaan yang dikualifikasikan sebagai eksploitasi anak
berbahaya dan eksploitasi anak yang paling tidak bisa ditolerir lagi (the most
intolerable form of child labour)29
1)Eksploitasi ekonomi (Pekerja Anak, Anak Jalanan, dll)
yaitu:
Eksploitasi ekonomi, yaitu pemanfaatan yang dilakukan secara
sewenang-wenang dan berlebihan terhadap anak untuk kepentingan ekonomi semata-mata
tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi
kesejahteraan terhadap anak. Perbuatan yang termasuk eksploitasi ekonomi
terhadap anak misalnya buruh anak, artis cilik, pengemis anak.30
29
Muhammad Joni; Zulchaina Z. Tanamas. Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hak Anak. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997, hal 3
30
2)Eksploitasi Seks Komersial Anak
Eksploitasi Seksual Komersial Anak, yang diselenggarakan di Stockholm
pada tahun 1996, mendefinisikan ESKA sebagai: ”Pelecehan seksual oleh orang
dewasa dengan cara pemberian remunerasi tunai atau barang kepada anak dimana
anak diperlakukan sebagai objek seksual ataupun sebagai objek komersial. ESKA
meliputi
dari seks transaksional di mana biasanya seorang anak terlibat dalam kegiatan
ESKA untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, seperti makanan, tempat
tinggal atau akses ke pendidikan. ESKA termasuk juga
melibatkan anak-anak di bawah usia 18 tahun, di mana anak dipaksa untuk
menikah dan mengalami pelecehan seksual oleh orang dewasa.31
3)Perdagangan Perempuan dan Anak (Trafiking)
Trafiking adalah kegiatan mencari, mengirim, memindahkan, menampung
atau menerima tenaga kerja baik anak-anak atau perempuan yang dilakukan
dengan ancaman, kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, dengan cara
menipu, memperdaya korban, menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang,
ketidaktahuan, keingintahuan, kepolosan, ketidakberdayaan korban tanpa adanya
perlindungan terhadap korban dengan memberikan imbalan kepada orang tua,
wali, atau orang lain yang mempunyai wewenang atas diri korban dengan tujuan
untuk memeras tenaga (mengeksploitasi) korban.32
Beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
32
perlindungan anak dari eksplotasi ekonomi, eksploitasi seksual, dan keterlibatan
dalam konflik bersenjata atau dikenal dengan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk
bagi anak dapat dilihat pada tabel berikut ini:33
diakses 10 Maret 2011.
Undang-Undang Pasal yang Mengatur
1.Perubahan Kedua UUD 1945 Pasal 28B ayat (2); Pasal 28D ayat (2)
2.KUHP Pasal 351 sampai dengan 356 KUHP
3.UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
Pasal 68; Pasal 69; Pasal 70; Pasal 71;
Pasal 72; Pasal 73; Pasal 74; dan Pasal
75 dan 183 (sanksi)
4.UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Pasal 2; Pasal 5; Pasal 6;Pasal 7;Pasal
9; Pasal 44 ayat (1),(2)(sanksi);Pasal 49
(sanksi)
5.UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 59; Pasal 60; Pasal 61; Pasal 62;
Pasal 63; Pasal 66; Pasal 67; Pasal 68;
Pasal 69 dan untuk sanksi pasal-pasal
77 s.d. 90
6.UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 20 ayat (1), (2); Pasal 38 ayat (4);
Pasal 49 ayat (2); Pasal 58 ayat (1),
B. Pengaturan eksploitasi anak di UUD 1945 (Perubahan Kedua)
Di UUD 1945 pasal yang mengatur mengenai eksploitasi anak terkait
dengan perlindungan anak dari eksplotasi ekonomi, eksploitasi seksual, dan
keterlibatan dalam konflik bersenjata atau dikenal dengan bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk bagi anak diatur dalam Pasal 28B ayat (2); Pasal 28D ayat (2).
1. Amandemen ke IV UUD 1945 Pasal 28B mengatakan
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Penjelasan: Sejalan dengan Konvensi PBB tentang Hak Anak, berdasarkan pasal
74 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak (LNRI Tahun 2002 Nomor
109,Tln Nomor 4235), telah pula dibentuk Komisi Perlindungan anak Indonesia
(KPAI) dengan keputusan Presiden No.77 Tahun 2003.34
34
Jimly Asshiddiqie. Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal 115
2. Amandemen ke IV UUD 1945 Pasal 28D mengatakan
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja. 7.UU No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Penjelasan: Hak untuk bekerja (right to work) dengan hak-hak perburuhan yang
adil dan perlakuan layak bagi kemanusiaan.35
Dalam hukum pidana, belum jelas yang mana perbuatan pidana yang dapat
dikategorikan masuk kedalam eksploitasi terhadap anak. Seringkali tindak pidana
eksploitasi yang dilakukan oleh orangtua dianggap sebagai tindak pidana
penganiayaan.
C. Pengaturan eksploitasi anak dalam KUHP
36
Penjelasan: Undang –undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan
dengan ”penganiayaan” (mishandeling) itu. Menurut yurisprudensi, maka yang Pasal yang terkait tindak pidana ini antara lain: Pasal 351 sampai
dengan 356 KUHP tentang penganiayaan yang terdiri dari penganiayaan berat;
penganiayaan ringan; penganiayaan dengan rencana; serta terdapat pemberatan
hukum berupa penambahan 1/3 hukuman pidana.
1. Pasal 351
(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun
delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-
(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, sitersalah dihukum penjara
selama-lamanya lima tahun.
(3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara
selama-lamanya tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.
35
Ibid, hal 117
36
diartikan dengan ”penganiayaan” yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak
(penderitaan), rasa sakit (pijn), atau luka.37
Penjelasan: Peristiwa pidana ini disebut ”penganiayaan ringan” dan masuk
”kejahatan ringan” yang masuk dalam pasal ini adalah penganiayaan yang tidak
menjadikan sakit atau terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaannya
sehari-hari.
2. Pasal 352
(1) Selain daripada apa yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka
penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan
jabatan atau pekerjaan sebagai penganiayaan ringan, dihukum penjara
selama-lamaya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4500,-. Hukuman ini boleh
ditambah sepertiganya, bila kejahatan itu dilakukan terhadap orang yang bekerja
padanya atau yang ada dibawah perintahnya.
38
37
R. Soesilo. KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1993, hal 244.
38
Ibid,hal 246
3. Pasal 353
(1) Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu dihukum
penjara selama-lamanya empat tahun.
4. Pasal 354
(1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena
menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamaya delapan tahun.
(2) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, sitersalah dihukum penjara
Penjelasan: Ini dinamakan ”penganiayaan berat” supaya dapat dikenakan pasal
ini, maka niat si pembuat harus ditujukan pada ”melukai berat”, artinya luka berat
harus dimaksud oleh sipembuat, apabila tidak dimaksud dan luka berat itu hanya
merupakan akibat saja, maka perbuatan itu masuk penganiayaan biasa yang
berakibat luka berat.39
Penjelasan: Tentang anak dalam pasal ini dapat diketahui adalah anak dari ibu
yang melahirkannya.
5. Pasal 356
Hukuman yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354, dan 355 dapat ditambah
dengan sepertiganya
1e. Juga sitersalah melakukan kejahatan itu kepada ibunya, bapanya yang sah,
isterinya (suaminya) atau anaknya.
40
39
Ibid,hal 246-247
40
Ibid, hal 247
D.Pengaturan eksploitasi anak dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang –undang UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal yang
mengatur mengenai eksploitasi anak terkait dengan perlindungan anak dari
eksploitasi ekonomi, eksploitasi seksual, dan keterlibatan dalam konflik bersenjata
atau dikenal dengan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak diatur dalam
Pasal 68; Pasal 69; Pasal 70; Pasal 71; Pasal 72; Pasal 73; Pasal 74; dan Pasal 75
dan 183 (sanksi).
Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
Penjelasan: Mengenai pengertian perbuatan eksploitasi dalam UU ini dapat
dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu:
Pengusaha :Orang yang melakukan suatu usaha;melakukan kegiatan di
bidang perdagangan dsb
Dilarang :Memerintahkan supaya tidak melakukan sesuatu; tidak
memperbolehkan berbuat sesuatu;melarang suatu perbuatan
Mempekerjakan :Menyuruh melakukan suatu pekerjaan (perbuatan); menyuruh
orang lain untuk berbuat sesuatu
2. Pasal 69
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi
anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas)
tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagai-mana
dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, b, f, dan g
dikecualikan bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya.
3. Pasal 70
(1) Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari
kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
(2) Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit berumur 14 (empat
belas) tahun.
(3) Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan
syarat:
a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan
dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan
b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Pasal 71
(1) Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
Penjelasan: Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk melindungi anak agar
pengembangan bakat dan minat anak yang pada umumnya muncul pada usia ini
tidak terhambat.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib memenuhi syarat:
a. Di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b. Waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
d. Sosial, dan waktu sekolah.
(3) Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan
minat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Keputusan Menteri
5. Pasal 72
Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka
tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.
6. Pasal 73
Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya.
7. Pasal 74
(1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada
pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.
(2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak
untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
c. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak
untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan
zat adiktif lainnya; dan/atau
d. Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral
(3) Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau
moral anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.
8. Pasal 75
(1) Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang
bekerja di luar hubungan kerja.
Penjelasan: Penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja
dimaksudkan untuk menghapuskan atau mengurangi anak yang bekerja di luar
hubungan kerja. Upaya tersebut harus dilakukan secara terencana, terpadu, dan
terkoordinasi dengan instansi terkait. Anak yang bekerja di luar hubungan kerja
misalnya anak penyemir sepatu atau anak penjual koran.
(2) Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Pidana 9. Pasal 183
(1) Barangsiapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74,
dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak
Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan
yang ditandai dengan kata “dan/atau, sedangkan mengenai batas hukuman,
menggunakan batasan maksimum dan minimum:
Penjara : 2(tahun) dan paling lama 5 (lima) tahun
Denda : Paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
E. Pengaturan Eksploitasi anak dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Undang –undang UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan
dalam Rumah Tangga pasal yang mengatur mengenai eksploitasi anak terkait
dengan perlindungan anak dari eksplotasi ekonomi, eksploitasi seksual, dan
keterlibatan dalam konflik bersenjata atau dikenal dengan bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk bagi anak diatur dalam Pasal 2; Pasal 5; Pasal 6; Pasal 7; Pasal
9; Pasal 44 ayat (1) dan (2) (sanksi); Pasal 49 (sanksi).
1. Pasal 2
(1) Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi:
a. suami, isteri, dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana
dimaksud pada huruf (a) karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
(2) Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud pada huruf (c) dipandang sebagai
anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang
bersangkutan.
2. Pasal 5
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang
dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual; atau
d. penelantaran rumah tangga.
3. Pasal 6
Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan
yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
4. Pasal 7
Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan
yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan.
5. Pasal 9
(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada
orang tersebut.
(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap
dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga
korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Ketentuan Pidana 6. Pasal 44
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00
(lima belas juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga
puluh juta rupiah). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima
juta rupiah).
Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan
yang ditandai dengan kata “dan/atau”, sedangkan mengenai batas hukuman,
menggunakan batasan maksimum:
Penjara :Paling lama 10 (sepuluh)tahun
Denda :Paling banyak Rp.30.000.000,00 9(tiga puluh juta rupiah)
Sedangkan bila berakibat matinya korban, dipidana dengan pidana:
Penjara :Paling lama 15 (lima belas) tahun atau
F. Pengaturan eksploitasi anak dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang –undang ini pasal yang mengatur mengenai eksploitasi anak
terkait dengan perlindungan anak dari eksplotasi ekonomi, eksploitasi seksual,
dan keterlibatan dalam konflik bersenjata atau dikenal dengan bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk bagi anak diatur dalam Pasal 59; Pasal 60; Pasal 61; Pasal 62;
Pasal 63; Pasal 66; Pasal 67; Pasal 68; Pasal 69 dan untuk sanksi pasal-pasal 77
s.d. 90.
1. UU. No 23 tahun 2002 memberikan pengertian ekspoitasi anak.
Pengertian eksploitasi anak dalam Undang-undang ini diatur dalam
penjelasan pasal 13 ayat 1 huruf b. Penjelasan pasal 13 huruf b perlakuan
eksploitasi, misalnya tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan, atau
memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perbuatan eksploitasi dalam UU ini
dapat dilihat pengertiannya, yaitu:
a)Memperalat :Menggunakan atau memperlakukan sebagai alat :ia telah
~orang itu untuk mencapai maksudnya41
b)Memanfaatkan :Menjadikan ada manfaatnya (gunanya dsb):~pekarangan
yang kosong itu untuk penimbunan kayu;~surat kabar
untuk pendidikan;42
41
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, op.cit hal 24.
42
c)Memeras :Mengambil untung banyak-banyak dari orang lain:dia
dituduh~buruh-buruhnya;meminta uang dsb dengan
ancaman:43
d)Keuntungan :Hal mendapat untung (laba);manfaat;faedah.44
2. Pasal 13
1) Setiap anak dalam pengasuhan orangtua, wali, atau pihak lain manapun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual,
penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, serta
perlakuan salah lainnya.
a.Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap anak berdasarkan warna
kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dsb.45
b.Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual adalah pemanfaatan yang dilakukan
secara sewenang-wenang dan berlebihan terhadap anak untuk kepentingan
ekonomi atau seksual semata-mata tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan,
keadilan serta kompensasi kesejahteraan terhadap anak.46
c.Penelantaran adalah perbuatan tidak melarang anak untuk melakukan suatu
perbuatan tertentu; tidak menghiraukan anak; tidak memelihara anak baik-baik.47 d.Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan adalah perbuatan yang dapat
mempengaruhi fisik dan psikis anak.
e.Ketidakadilan adalah perbuatan berat sebelah terhadap anak; memihak.49
2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk
perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan
pemberatan hukuman.
f.Perlakuan salah lainnya adalah perbuatan lain diluar daripada perbuatan diatas.
3. Pasal 59
Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak
yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan,
anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan
zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan,
anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat,
dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
4. Pasal 60
Anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 terdiri atas:
a. anak yang menjadi pengungsi;
b. anak korban kerusuhan;
c. anak korban bencana alam; dan
d. anak dalam situasi konflik bersenjata.
5. Pasal 61
49
Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi pengungsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum humaniter.
6. Pasal 62
Perlindungan khusus bagi anak korban kerusuhan, korban bencana, dan anak
dalam situasi konflik bersenjata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b,
huruf c, dan huruf d, dilaksanakan melalui :
a. pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan, sandang, pemukiman,
pendidikan, kesehatan, belajar dan berekreasi, jaminan keamanan, dan
persamaan
b. perlakuan; dan
c. pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak yang menyandang cacat dan anak
yang mengalami gangguan psikososial.
7. Pasal 63
Setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer
dan/atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.
8. Pasal 66
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 merupakan kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
(2) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi sebagaimana dimaksud
a. penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi
dan/atau seksual;
b. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan
c. pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga
swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap
anak secara ekonomi dan/atau seksual.
(3) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
9. Pasal 67
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban penyalahgunaan
narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59, dan terlibat dalam produksi dan distribusinya,
dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi
oleh pemerintah dan masyarakat.
(2) Setiap orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan,
menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan, produksi dan distribusi napza
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
10. Pasal 68
(1) Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan, dan
upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh
pemerintah dan masyarakat.
(2) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau perdagangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
11. Pasal 69
(1) Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui
upaya :
a. penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang
melindungi anak korban tindak kekerasan; dan
b. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.
(2) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
Ketentuan Pidana
Undang – undang ini menetapkan secara tegas tentang bentuk hukuman dari
tindak pidana eksploitasi terhadap anak yang diatur dalam pasal-pasal 77 s.d. 90
serta memberikan pemberatan pidana terhadap tindak pidana eksploitasi terhadap
anak yang dilakukan orang tua, wali atau pengasuh anak sebagaimana dalam pasal
13 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Adapun ketentuan pidana ini diatur dalam Bab XXII pasal 77 sampai pasal 90
12. Pasal 88
(1) Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda paling banyak Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat
gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau” ,sedangkan mengenai batas
hukuman,menggunakan batasan maksimum.
Penjara :10 (sepuluh tahun)
Denda :Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
13. Pasal 78
(1) Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi
darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 60, anak yang berhadapan dengan
hukum, anak dari kelompok minoritas terisolasi, anak yang tereksploitasi secara
ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza),
anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau anak korban kekerasan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 59, padahal anak-anak tersebut memerlukan
pertolongan dan harus dibantu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (Seratus juta
Dari isi pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa sanksinya bersifat
gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau”, sedangkan mengenai batas
hukuman,menggunakan batasan maksimum.
Penjara :5 (lima) tahun
Denda :Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Selain diatas,UU No, 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga dapat
dipergunakan untuk menghukum pelaku kekerasan terhadap anak karena tindakan
kekerasan terhadap anak juga merupakan tindak pidana.
G. Pengaturan eksploitasi anak dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang–undang ini pasal yang mengatur mengenai eksploitasi anak terkait
dengan perlindungan anak dari eksplotasi ekonomi, eksploitasi seksual, dan
keterlibatan dalam konflik bersenjata atau dikenal dengan bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk bagai anak diatur dalam pasal: Pasal 20 ayat (1) dan (2); Pasal
38 ayat (4); Pasal 49 ayat (2); Pasal 58 ayat (1) dan (2); Pasal 64.
1. Pasal 20
(1) Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba.
(2) Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan
segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang.
2. Pasal 38
(4) Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang
sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai
3. Pasal 49
(2) Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan
pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan
dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.
Penjelasan :Yang dimaksud dengan “perlindungan khusus terhadap fungsi
reproduksi” adalah pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan haid, hamil,
melahirkan, dan pemberian kesempatan untuk menyusui anak.
4. Pasal 58
(1) Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala
bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan
seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain
manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan
(2) Dalam hal orang tua. wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk
penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan
seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang
seharusnya dilindungi maka harus dikenakan pemberatan hukuman.
5. Pasal 64
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi
ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat
mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral. kehidupan sosial, dan mental
H. Pengaturan eksploitasi anak dalam UU No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Undang –undang ini pasal yang mengatur mengenai eksploitasi anak
terkait dengan perlindungan anak dari eksplotasi ekonomi, eksploitasi seksual,
dan keterlibatan dalam konflik bersenjata atau dikenal dengan bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk bagai anak diatur dalam pasal: Pasal 2, Pasal 9, Pasal 10, dan
Pasal 11.
1. Pasal 2
(1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan
berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan
khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.
(2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk
menjadi warganegara yang baik dan berguna.
(3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam
kandungan maupun sesudah dilahirkan.
(4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan
wajar.
2. Pasal 9
Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya
kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial.
(1) Orang tua yang terbukti melalaikan tanggungjawabnya sebagaimana
termaksud dalam Pasal 9, sehingga mengakibatkan timbulnya hambatan dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai orang
tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk orang atau badan sebagai wali.
(2) Pencabutan kuasa asuh dalam ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban orang
tua yang bersangkutan untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya,
penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya.
(3) Pencabutan dan pengembalian kuasa asuh orang tua ditetapkan dengan
keputusan hakim.
(4) Pelaksanaan ketentuan ayat (1), (2) dan (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
4. Pasal 11
(1) Usaha kesejahteraan anak terdiri atas usaha pembinaan, pengembangan,
pencegahan, dan rehabilitasi.
(2) Usaha kesejahteraan anak dilakukan oleh Pemerintah dan atau masyarakat.
(3) Usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau
masyarakat dilaksanakan baik di dalam maupun di luar Panti.
(4) Pemerintah mengadakan pengarahan, bimbingan, bantuan, dan pengawasan
terhadap usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh masyarakat.
(5) Pelaksanaan usaha kesejahteraan anak sebagai termaktub dalam ayat (1), (2),
BAB III
ANAK SEBAGAI ARTIS DAN TINDAK PIDANA
EKSPLOITASI PADA ANAK
A. Latar belakang anak bekerja sebagai artis
Menurut Indrasari Tjandraningsih dan Benjamin White yang dikutip dari50
Di berbagai negara Barat, anak-anak mendapat bayaran untuk
pekerjaannya. Mereka didorong oleh orang tuanya bekerja selama liburan sekolah.
Bekerja bertujuan agar anak-anak mandiri dan menghargai pekerjaan serta waktu.
Sedangkan di negara berkembang,pekerjaan ditempatkan sebagai sumber
pendapatan keluarga, sebagai pengganti sekolah atau belajar.
dalam era industrialisasi yang berlangsung di Indonesia saat ini, yang berubah
bukanlah keterlibatan anak-anak itu dalam angkatan kerja, tetapi yang terjadi
adalah perubahan bentuk dan sifat keterlibatan mereka. Bila di era sebelumnya
anak-anak banyak terlibat di sektor pertanian yang tidak dibayar karena hanya
sebatas membantu pekerjaan orangtuanya, maka pada era industraliasasi
keterlibatan anak-anak itu telah bergeser ke sektor industri, perdagangan, dan jasa
sebagai tenaga kerja upahan.
51
Perbedaan yang dikemukakan diatas,merupakan hal yang mendasari
permasalahan artis anak di negara berkembang lebih mencuat ke permukaan. Di
negara-negara berkembang umumnya artis anak kurang mendapat perlindungan,
50
Bagong Suyanto. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana, 2010, hal 111
51
sehingga sangat rentan untuk dieksploitasi,dan diperkerjakan di lingkungan
berbahaya yang tidak sesuai dengan umurnya.52
Pertama, berkait dengan jejasan kemiskinan atau ketidakmampuan
ekonomi keluarga. Menurut Harbinson dan Chambers yang dikutip dari
Dari hasil kajian para pakar diketahui sekurang-kurangnya ada empat
faktor yang menjadi penyebab terjadinya pergeseran keterlibatan anak ke arah
sektor publik.
53
Kedua, berkait dengan keinginan si anak sendiri dengan sadar memilih
dunia ”eksploitasi di luar rumah” dari pada terus menerus bergantung pada orang
tua mereka sendiri. Menurut Vittachi yang dikutip dari
. Salah
satu upaya yang dilakukan keluarga miskin untuk menambah penghasilan
keluarga, selain mengikutsertakan istri ke dalam kegiatan publik, adalah dengan
memanfaatkan tenaga kerja anak biarpun acapkali mereka belum cukup umur
untuk itu.anak-anak yang belum cukup umur itu didayagunakan tidak terbatas
hanya untuk melaksanakan pekerjaan rumah tangga, melainkan juga pekerjaan di
luar rumah tangga yang menghasilkan uang seperti menjadi pekerja atau artis
anak. Banyak bukti menunjukkan, sumbangan kerja dari anak-anak kerap
memberikan kontribusi yang signifikan bagi kelangsungan hidup keluarga
mereka. Diperkirakan sumbangan hasil kerja anak terhadap total pengeluaran
keluarga mencapai hingga angka 40 persen, bahkan lebih.
54
52
Ibid hal 173
53
Bagong Suyanto,op.cit,hal 122
54
Ibid,hal 123
bahwa terkadang
memang terjadi dari pihak si anak itu sendiri menginginkan untuk bekerja karena