i
TESIS
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL SEBAGAI DAMPAK
PERKEMBANGAN PARIWISATA DI BALI
IZZAH AMILA FAISAL NIM : 1390561031
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL SEBAGAI DAMPAK
PERKEMBANGAN PARIWISATA DI BALI
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Udayana
IZZAH AMILA FAISAL NIM : 1390561031
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 10 MARET 2015
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH.,MH Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH.,MH
NIP. 196502211990031005 NIP. 195609021985032001
Mengetahui
Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LLM Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 196111011986012001 NIP. 195902151985102001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Ketua Program Studi Magister (S2)
iv
Tesis ini Telah Diuji Pada Tanggal 14 Januari 2016
Panitia Penguji Tesis
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
Nomor 4240/UN14.4/HK/2015 Tanggal 18 Desember 2015
Ketua : Dr. Ida Bagus Surya Darmajaya,SH.,MH.
Sekretaris : Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH.,MH
Anggota : 1. I Gusti Ketut Ariawan, SH.,MH
2. Dr. I Ketut Sudantra, SH.,MH
3. Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH.,M.Hum
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Izzah Amila Faisal
NIM : 1390561031
Tempat/Tanggal Lahir : Denpasar, 23 September 1990
Alamat : Jl. Pulau seram gang tarakan buntu no.3 Denpasar
Program Studi : Magister Ilmu Hukum (Hukum Pariwisata)
Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
ANAK YANG MENJADI KORBAN
EKSPLOITASI SEKSUAL SEBAGAI DAMPAK
PERKEMBANGAN PARIWISATA DI BALI
Dengan ini menyatakan :
Bahwa Karya Ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti Plagiat dalam Karya Ilmiah Ini, amak saya bersedia menerima sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Denpasar, September 2015 Saya yang menyatakan,
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah berkenan melimpahkan kasih
sayang dan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
sebagai bagian dari kewajiban penulis sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister (S2) Ilmu
Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik bantuan
moral maupun materiil. Ucapan terimakasih sebesar-besarnya atas segala bantuan,
arahan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis oleh Yang Terhormat
Rektor Universitas Udayana Bapak Prof.Dr.dr. Ketut Suastika,Sp.PD.KEMD
beserta jajarannya, Yang Terhormat Direktur Program Pascasarjana Universitas
Udayana Ibu Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) beserta jajarannya, dan
kepada Yang Tercinta keluarga besar Program Studi Magister Ilmu Hukum
Universitas Udayana serta sega arahan dan juga bimbingan
Di samping itu juga tak lupa penulis ingin mengucapkan terimakasih atas
bimbingan, saran dan dukungan yang telah diberikan oleh para dosen pembimbing
yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan bimbingan dalam
penyelesaian teisi: Bapak Dr. Ida Bagus Surya Darmajaya,SH.,MH dan Ibu Dr.
Ni Ketut Sri Utari,SH.,MH serta ucapan terimakasih kepada Ibu Dr. Ni Ketut
vii
(S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana, serta terimakasih
banyak kepada para dosen penguji Bapak Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra,
SH.,M.Hum, Bapak I Gusti Ketut Ariawan, SH.,MH, dan Bapak Dr. I Ketut
Sudantra, SH.,MH yang senantiasa memberikan banyak masukan serta ide dan
sarannya dalam penulisan tesis ini.
Secara khusus ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan
kepada Ibunda Tercinta Ibu Sitty Rafda B.Lubis, SH.MH yang telah memberikan
cinta dan kasih sayang serta do’a juga dukungannya selama ini, sehingga tiada
rasa putus asa yang dialami penulis dalam melanjutkan penyelesaian tesis ini.
Yang paling terkasih dan tercinta ucapan terimakasih tulus dari dalam hati bagi
Almarhum Abi (Ayah) tercinta Drs. Faisal Hasan, Mba sebagai sosok ayah dan
panutan penulis untuk meraih masa depan dan merupakan sesosok idola yang
dijadikan inspirasi penulis untuk menjadi pribadi yang lebih baik untuk masa
depan. Kepada Paman tersayang Fauzi Hasan serta adik dan kakak tersayang
Safitri Faisal, Nafila Faisal, Nadifa Faisal dan Salsabila faisal, ucapan terimakasih
sebesar-nesarnya dapat penulis ucapkan atas segala rasa sayang dan bantuan serta
dukungan yang telah diberikan.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah S.W.T memberikan balasan
yang lebih kepada mereka semua yang telah membantu dalam penyelesaian tesis
ini dan semoga tesis ini dapat menjadi sumbangsih dapat bermanfaat bagi pihak
yang membutuhkan.
Denpasar, September 2015
viii
ABSTRAK
Pariwisata merupakan komoditi utama dalam hal mata pencaharian penduduk di Bali. Banyak wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal yang datang ke Bali untuk menikmati alam dan budaya setempat. Sebagai pariwisata budaya, Bali memiliki ciri khas tersendiri dimata dunia internasional. Dalam perkembangan global sudah pasti banyak pendatang yang mengunjungi Bali dengan berbagai macam tujuan, baik untuk bekerja maupun liburan dan sudah tentu dengan keluar masuknya pendatang ada sisi positif dan negatif yang ditinggalkan. Seperti yang telah diketahui setiap pendatang maupun wisatawan yang datang dari berbagai penjuru dunia memiliki karakter dan budaya yang berbeda. Budaya yang mereka bawa tersebut memasuki ruang lingkup tatanan budaya Bali dan tidak jarang diikuti masyarakat setempat. Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang cukup luas yang berdampak pada perekonomian negara serta menimbulkan peningkatan dalam tindak kejahatan terutama pada anak. Eksploitasi seksual pada anak merupakan salah satu bentuk daripada kejahatan seksual anak dan merupakan pelanggaran yang mendasar terhadap hak-hak anak. Ekploitasi seksual terdiri dari berbagai macam bentuk yaitu: (1) pelacuran anak, (2) pornografi anak, (3) perdagangan untuk tujuan seksual dan (4) wisata sex anak. Eksploitasi seksual dapat dilakukan dengan cara kekerasan maupun dengan cara memberikan imbalan berupa uang. Eksploitasi seksual pada saat ini sudah masuk ke dalam beberapa aspek kehidupan, salah satunya yaitu dalam aspek pariwisata khususnya pariwisata Bali. Pergeseran nilai budaya pun dapat terjadi akibat dari munculnya pariwisata seksual anak.
Beberapa faktor yang menjadi pendorong utama pariwisata seksual anak adalah faktor ekonomi dan gaya hidup. Untuk itu pemerintah bersama aparat penegak hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam hal penegakkan perlindungan hukum terhadap hak anak, khususnya yang menjadi korban pariwisata seksual.
ix ABSTRACT
Tourism is the substantial commodity income of live in Bali. A lot of international and local tourists who come to Bali to enjoy the nature and local culture. As the cultural tourism, Bali have their own characteristics in the world tourism. Within the global growth is certainly a lot of newcomers or immigrant who visited Bali with a variety of purposes, whether for work or leisure, and there are positive and negative effect left behind. as already known, every newcomers or tourist that come from every side of world have different character and culture. The culture and character of the ride into Bali’s culture and followed by the local people. Poverty in Indonesia is a widespread issue that impact on the country's economy and lead to improvement of crime, especially for children. Child sexual exploitation is one of the child sexual crime and a fundamental violation of the children rights. Sexual exploitation is consists of various form, such as: (1) child prostitution, (2) child pornography, (3) trafficking for sexual purposes and (4) child sex tourism. Sexual exploitation can be done by violence or giving money. Sexual exploitation currently has an impact on several aspects of life. One of them is the tourism especially for Bali’s tourism. Transformation of cultural value is occur due to from the advent of child sex tourism.
Some of the main factors of child sex tourism are economic factors and lifestyle. Therefore, the government together with the law enforcement officers have a crucial role in case of enforcement of legal protection for the rights of children, especially those who are become the victims of sexual tourism.
x
RINGKASAN
Penulisan tesis ini disusun dalam lima bab yang keseluruhan bab-bab tesis berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban eksploitasi seksual sebagai dampak dari perkembangan pariwisata khususnya di Bali.
BAB I, sebagai Bab Pendahuluan yang berisikan latar belakang yang menjelaskan isu hukum yang diangkat dalam penulisan tesis ini, yaitu adanya perbedaan antara das sollen yang merupakan kaedah hukum berisi kenyataan normatif dan juga das sein kenyataan alamiah atau peristiwa konkrit. Perbedaan terjadi adalah adanya peraturan hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap hak-hak anak, namun pada kenyataannya masih saja terjadi tindak kejahatan eksploitasi seksual pada anak.
BAB II, berisikan tentang Tinjauan Umum, menguraikan pemikiran mengenai pengertian mengenai perlindungan hukum, eksploitasi seksual pada anak serta pariwisata. Dalam bab ini terdapat uraian mengenai teori serta peraturan hukum yang mendasari pemikiran untuk menjawab rumusan masalah yang menajdi pokok pikiran utama.
BAB III, berisikan tentang dampak-dampak yang terjadi dalam beberapa aspek kehidupan akibat adanya eskploitasi seksual pada anak. Pada bab ketiga ini bahasan untuk menjawab rumusan masalah terhadap perlindungan hukum terhadap anak yang mejadi korban eksploitasi seksual di daerah pariwisata Bali
BAB IV, berisikan tentang faktor-faktor penyebab terjadinya eksploitasi sekual anak. Pada bab ke empat merupakan bahasan untuk menjawab rumusan masalah dalam upaya meningkatkan perlindungan hukum terhadap anak dari perkembangan pariwisata di Bali.
BAB V, sebagai Bab Penutup yang berisikan kesimpulan dan juga saran
xi
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PRASYARAT GELAR ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
RINGKASAN TESIS ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 10
1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 10
1.4 Tujuan Penelitian ... 11
1.4.1 Tujuan Umum ... 11
1.4.2 Tujuan Khusus ... 11
1.5 Manfaat Penelitian ... 11
1.5.1 Manfaat Praktis ... 11
1.5.2 Manfaat Teoritis ... 12
1.6 Orisinalitas Penelitian ... 12
1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berfikir ... 15
1.7.1 Landasan Teoritis ... 15
xii
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL SEBAGAI DAMPAK PERKEMBANGAN PARIWISATA DI BALI ... 33
2.1 Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Ekploitasi Seksual ... 33
2.1.1 Pengertian Perlindungan Hukum ... 37
2.1.2 Pengertian Anak ... 43
2.1.3 Pengertian Perlindungan Anak ... 47
2.1.1 Pengertian Perlindungan Korban ... 54
2.2 Eksploitasi Seksual ... 56
2.3 Perkembangan Pariwisata Di Bali ... 62
2.3.1 Pengertian Pariwisata ... 62
2.3.2 Pengertian Wisata dan Wisatawan ... 64
2.3.3 Pengertian Industri Pariwisata ... 73
2.4 Aspek Sosiologis Dalam Kebijkan KTR ... 51
2.5 Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok di Bali ... 62
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL DI DAERAH PARIWISATA BALI ... 78
3.1 Perlindungan Hukum Terhadap Korban ... 78
3.2 Dampak Perkembangan Pariwisata Di Bali ... 80
3.2.1 Dampak Bagi Perkembangan Ekonomi ... 81
xiii
3.2.3 Dampak Bagi Perkembangan Sosial Budaya ... 98
3.2.4 Dampak Bagi Perkembangan Lingkungan... 103
3.3 Perlindungan Hukum Terhadap Dampak Negatif Dari Pengaruh Pariwisata Di Bali ... 104
3.3.1 Dampak Negatif Terhadap Perekonomian di Bali ... 108
3.3.2 Dampak Negatif Terhadap Lingkungan di Bali ... 109
3.3.3 Dampak Negatif Terhadap Aspek Sosial Budaya di Bali ... 109
3.3.4 Dampak Negatif Terhadap Anak di Bali ... 110
BAB IV UPAYA MENINGKATKAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DARI PERKEMBANGAN PARIWISATA DI BALI ... 113
4.1 Faktor Penyebab Timbulnya Eksploitasi Seksual Anak Dalam Perkembangan Pariwisata ... 113
4.1.1 Faktor Penarik ... 113
4.1.2 Faktor Pendorong ... 114
4.2 Upaya Meningkatkan Perlindungan Terhadap Anak ... 118
4.2.1 Upaya Perlindungan Hukum Preventif ... 123
4.2.2 Upaya Perlindungan Hukum Represif ... 124
BAB V PENUTUP ... 131
5.1 Kesimpulan ... 131
5.2 Saran ... 132
DAFTAR SINGKATAN ... 134
DAFTAR PUSTAKA ... 135
DAFTAR INFORMAN ... 142
DAFTAR RESPONDEN ... 143
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Nilai PDRB Provinsi Bali Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Dan Kosntan 2010 Serta
Distribusi Ekonomi Bali Triwulan I,II 2015 ... 2
Tabel 2 Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Bali Tahun 2010-2014 ... 8
Tabel 3 Data Kasus Kejahatan Seksual Anak Hingga Tahun 2014 ... 60
Tabel 4 Data Kasus situasi kasus HIV/Aids di Provinsi Bali menurut golongan umur dan jenis kelamin dari tahun 1987 sampai tahun 2014 ... 90
Tabel 5 Data Kasus Kejahtan Seksual Anak Sebagai Korban ... 90
Tabel 6 Data Kasus Kejahtan Seksual Anak Sebagai Pelaku ... 91
1
1.1 Latar Belakang
Pariwisata dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan yang paling banyak
digemari oleh sebagian besar masyarakat di dunia. Ratusan hingga ribuan orang
dari setiap negara di dunia melakukan kegiatan wisata untuk memuaskan diri
dengan berwisata keberbagai daerah tujuan wisata yang ada di dunia. Pariwisata
merupakan hal penting dalam kehidupan dan dapat dikatakan sebagai gaya hidup
dan merupakan fenomena baru bagi masyarakat khususnya bagi mereka yang
berada di negara yang sudah maju.
Setiap daerah di Indonesia memiliki sumber pendapatan daerah yang
berbeda-beda. Bali sebagai salah satu pulau yang yang menempatkan pariwisata
sebagai sektor pendapatan utama saat ini telah menjadi salah satu pendorong
perekonomian nasional. Dapat diketahui bahwa hampir sebagian masyarakat di
Bali bekerja dan mempertaruhkan nasibnya pada bidang-bidang yang berkaitan
dengan pariwisata, sehingga dampak dari pariwisata itu sendiri dapat membantu
kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produk domestik
Tabel 1. Nilai PDRB Provinsi Bali Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar
Harga Berlaku Dan Kosntan 2010 Serta Distribusi Ekonomi Bali
Triwulan I,II 2015.
Sumber: Badan Pusat Statisti Provinsi Bali1
Tabel 1 menunjukkan bahwa penyediaan akomodasi dan makan minum
mendominasi perekonomian Bali pada triwulan II dengan kontribusi sebesar
22,82% yang mengalami sedikit penurunan dari pada triwulan I. Akomodasi serta
makan minum merupakan salah satu dari beberapa macam akomodasi pariwisata
di Bali. Sementara itu kontribusi terbesar kedua diduduki oleh lapangan usaha
pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 15,11% yang telah mengalami
peningkatn dari triwulan I. Hal inilah yang menunjukan bahwa pariwisata yang
memegang dominasi utama pendapatan perekonomian Bali. Pariwisata sudah
tentu menarik perhatian para wisatawan asing maupun domestik untuk berlibur ke
Bali.
Dengan adanya wisatawan domestik maupun internasional yang
berkunjung ke pulau Bali dan secara langsung dapat membuka lapangan pekerjaan
bagi masyarakat sekitar. Namun jika pariwisata tidak ditangani dan dijalankan
dengan baik maka akan menimbulkan dampak negatif seperti rusaknya nilai seni
dan budaya, kearifan lokal masyarakat dan kebudayaan bali, kehancuran
ekosistem dan lingkungan hidup serta pelanggaran terhadap norma agama, adat
istiadat, kesusilaan dan hak asasi manusia. Apabila hal tersebut tidak bisa
dikendalikan maka tidak bisa dipungkiri kebudayaan yang menjadi objek dari
pariwisata dan wisatawan akan terkikis oleh kebudayaan asing yang dibawa
wisatawan itu sendiri, sehingga dampaknya akan berpengaruh buruk juga terhadap
mata pencaharian masyarakat.
Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam perkembangan pariwisata
adalah aspek yang berkaitan dengan pemberdayaan Hak Asasi Manusia yang di
dalamnya termasuk hak asasi anak, karena dalam industri pariwisata sangat besar
potensi yang ditimbulkan untuk terjadinya kekerasan pada anak seperti terjadinya
mana anak-anak mengalami berbagai bentuk kekerasan seperti hukuman fisik,
pemaksaan kerja atau eksploitasi dalam berbagai pekerjaan yang berbahaya
(pertambangan, sampah, seks komersial, perdagangan narkoba, dan lain- lain),
diskriminasi, perkawinan dini, dan pornografi.2
Objek yang paling rentan mengalami pelanggaran hak asasi manusia
adalah anak. Pengertian dari kelompok rentan tidak dirumuskan secara eksplisit
dalam peraturan perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3)
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang
termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlindungan.
Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
kelompok masyarakat yang rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia,
anak-anak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat.
Pengakuan atas eksistensi anak sebagai subyek hak asasi manusia yang
memiliki arti khusus, dapat dilihat dengan diratifikasinya Konvensi Hak Anak
(KHA) oleh 193 negara. Dengan demikian sebanyak 193 negara telah menerima
kewajibannya untuk mengambil semua langkah-langkah legislatif, administratif,
sosial, dan pendidikan secara layak untuk melindungi anak-anak dari semua
bentuk-bentuk dan manifestasi kekerasan. Meskipun ratifikasi Konvensi Hak
Anak telah menunjukkan universalitas, namun perlindungan anak dari kekerasan,
eksploitasi, dan penyalahgunaan kekuasaan (children’s protection from violence,
exploitation, and abuse) masih sangat lemah. Anak sebagai bagian integral dari
komunitas, paling lemah kemampuannya untuk melindungi diri mereka sendiri.
Perhatian terhadap permasalahan perlindungan anak sebagai objek kejahatan telah
dibahas dalam beberapa pertemuan internasional lainnya seperti Deklarasi Jenewa
tentang Hak-hak Anak tahun 1924 yang diakui dalam Universal Declaration of
Human Rights pada tahun 1948. Setelah itu pada tanggal 20 November 1958,
Majelis Umum PBB mengesahkan Declaration of the Rights of the Child
(Deklarasi Hak-Hak Anak). Kemudian instrumen internasional dalam
perlindungan anak yang juga termasuk dalam instrumen hak asasi manusia yang
diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah UN Rules for The Protection of
Juveniles Desprived of Their Liberty, UN Standard Minimum Rules for
Non-Custodial Measures (Tokyo Rules), UN Guidelines for The Prevention of Juvenile
Delinquency (The Riyadh Guidelines).3 Banyaknya instrumen dan rekomendasi
dari beberapa pertemuan internasional belum dapat menghasilkan serta
memperihatkan hasil yang cukup signifikan dalam memberikan perlindungan
kepada hak anak, sehingga eksploitasi seksual pada anak belum dapat
ditanggulangi secara baik, karena dapat dilihat pada saat ini masih bermunculan
kegiatan yang melibatkan anak dalam kaitannya dengan seks komersial tersebut.
Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat
dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak
bagi nusa dan bangsa di kemudian hari.4
3 Moch. Faisal Salam, 2005, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, h.15.
Perlindungan terhadap keberadaan anak juga ditegaskan secara eksplisit
dalam 15 pasal yang mengatur hak-hak anak sesuai Pasal 52 – Pasal 66
Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Berbagai upaya yang
ditujukan bagi perlindungan dan pemajuan Hak Asasi Manusia di Indonesia
merupakan hal yang sangat strategis sehingga memerlukan perhatian dari seluruh
elemen bangsa. Untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak
diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat
menjamin pelaksanaannya.
Eksploitasi seksual komersial anak merupakan salah satu bentuk dari
penyakit masyarakat dan merupakan pariwisata seks yang timbul dari hasil suatu
pergeseran nilai pariwisata di Bali yang merupakan suatu tindak kejahatan seksual
pada anak yang dilakukan oleh wisatawan ataupun seseorang yang melakukan
perjalanan dari satu tempat ke tempat yang dituju dan ditempat tersebut mereka
melakukan hubungan seks dengan anak-anak. Pariwisata seks anak merupakan
masalah sosial karena dapat merugikan keselamatan, ketentraman dan
kemakmuran jasmani maupun rohani serta sosial dari kehidupan masyarakat. Para
pelaku wisatawan seks anak bisa saja berasal dari negara lain yang biasa disebut
sebagai wisatawan asing serta berasal dari dalam negeri yang disebut sebagai
wisatawan domestik atau orang lokal yang melakukan perjalanan wisata di dalam
negara mereka sendiri.
Pada saat anak-anak terlibat ataupun dipaksa masuk dalam industri
seksual, maka anak-anak ini memiliki banyak resiko yang membahayakan masa
dilakukan oleh para pelaku dan tertular penyakit seksual.5 Hal tersebut merupakan suatu tindak kekerasan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia khususnya
terhadap anak.
Situasi serta kondisi anak Indonesia saat ini, merupakan cerminan dari
adanya penyalah gunaan anak (abuse), eksploitasi, diskriminasi dan juga
mengalami tindakan kekerasan lainnya yang dapat membahayakan perkembangan
anak. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan bagi bangsa dan negara Indonesia.
Anak merupakan generasi penerus cita-cita dan penentu masa depan bangsa. Pada
saat ini mental generasi bangsa sudah semakin memburuk yang dapat berakibat
luas khususnya dalam hal terjadinya tindak eksploitasi seksual pada anak secara
komersial. Secara umum, dari istilahnya dapat diartikan bahwa eksploitasi seksual
komersial anak berkaitan dengan suatu bentuk pengeksploitasian terhadap anak
yang dilakukan secara seksual untuk kepentingan komersial.6
Krisis multidimensional yang sedang dialami bangsa Indonesia
mengakibatkan keadaan ekonomi masyarakat semakin sulit, hal tersebut menjadi
salah satu alasan untuk bebas melalukan segala cara dalam pemenuhan kebutuhan
hidup yang salah satunya adalah dengan jalan melakukan eksploitasi seksual
terhadap anak. Tetapi bukan kemiskinan saja yang menjadi salah satu faktor
timbulnya eksploitasi seksual anak. Kemiskinan akan menjadi suatu isu yang
memprihatinkan apabila akses pendidikan, kesehatan yang tidak dimiliki oleh
5http://aids-ina.org/, pada 11 Juni 2015.
kelompok yang membutuhkan. Adapun jumlah penduduk miskin di Provinsi dari
tahun 2010-2014 yang mengalami peningkatan, yaitu:
Tabel 2. Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Bali Tahun 2010-2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali7
Permasalahan yang sedang dihadapi saat ini adalah maraknya wisatawan
asing maupun domistik yang berlibur maupun pada akhirnya menetap di Bali
membawa pengaruh buruk yaitu menggunakan jasa anak sebagai memuas hasrat
seksual yang saat ini lebih dikenal dengan pariwisata seks anak. Pengaruh tersebut
mengakibatkan suatu perubahan sosial, dimana bisa mengarah pada perubahan
yang tidak dikehendaki seperti contoh pergeseran nilai pariwisata. Pergeseran
nilai merupakan masalah sosial pada zaman modern yang dianggapl sebagai
penyakit masyarakat.8 Dengan kata lain penyakit tersebut merupakan produk
sampingan, atau merupakan konsekuensi yang tidak diharapkan dari system
sosio-kultural zaman sekarang , dan berfungsi sebagai gejala sosial tersendiri.9
Anak-anak yang dilibatkan dalam pariwisata seksual anak umumnya
berada pada keluarga yang kurang bahkan tidak mampu untuk memberikan
kehidupan yang layak bagi mereka. Sebagian wisatawan seks anak adalah para
kaum pedofilia. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ni Nyoman Sukerti
7 http://bali.bps.go.id/tabel_detail.php?ed=dynamic_miskin, Pada 01 Novembr 2015. 8 Kartini Kartono, 2005, Patologi Sosial : Jilid 1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.6. 9Ibid.
Tahun Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Bali 2010 174.9
mengenai cara mendeteksi pelaku pedofil adalah dapat dilihat terlebih dahulur
dari kebiasaan kaum padofil:10
1. Berusaha mendekati anak-anak dengan menyiapkan mainan, makanan
kegemaran anak-anak.
2. Menyimpan atau mengoleksi pakaian, foto anak-anak di tempat
tinggalnya untuk menarik perhatian .
3. Sering menerima tamu anak-anak di kamar hotel.
4. Sering mengambil foto orang yang sedang berenang atau bermain
dengan anak-anak selanjutnya di edit dan dikoleksi.
Setelah itu dapat dikenali bagaimana pelaku untuk membujuk korban ,
antara lain:
1. Mendekati tokoh masyarakat dan orang tua atau anak-anak,
2. Menawarkan bantuan, memberi hadiah dan juga uang sesuai
kebutuhan korban.
Keterlibatan anak di dalam bisnis seks komerisal hampir terjadi disemua
negara dan belum ada penanganan secara serius dalam hal tersebut. Keberadaan
eksploitasi seksual pada anak disisi lain sulit terindikasi karena pada umumnya
dilakukan dengan cara yang tersembunyi dengan transaksi yang sulit terungkap.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis melakukan sebuah penelitian dengan judul
”Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Menjadi Korban Eksploitasi Seksual
Sebagai Dampak Perkembangan Pariwisata Di Bali”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
rumusan masalah :
1. Bagaimana implementasi perlindungan hukum terhadap anak yang
menjadi korban eksploitasi seksual di daerah pariwisata Bali ?
2. Bagaimana upaya meningkatkan perlindungan hukum terhadap anak dari
bahaya eksploitasi seksual sebagai dampak negatif dari perkembangan
pariwisata di Bali ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup masalah bertujuan untuk memberikan batasan terhadap
permsasalahan yang akan dibahas oleh penulis. Adapun ruang lingkup masalah
dari penelitian ini adalah :
1. Ruang lingkup untuk permasalahan pertma akan dibatasi pada bentuk
perlindungan anak yang menjadi korban dari salah satu bentuk eksploitasi
seksual anak yaitu pariwisata seksual anak di Provinsi Bali. Bentuk
perlindungan terhadap anak yaitu berupa aturan dan tindakan.
2. Ruang lingkup untuk permasalahan kedua akan dibatasi pada upaya untuk
meningkatkan perlindungan hukum terhadap anak dari bahaya eksploitasi
seksual sebagai dampak negatif dari perkembangan pariwisata di Bali,
baik upaya yang dilakukan oleh orang tua, masyarakat maupun aparat
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari persoalan yang telah diuraikan, maka tujuan dari
penelitian ini, antara lain :
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk meneliti dan menganalisa sehingga mengetahui
keterkaitan antara eksploitasi seksual terhadap anak dengan
perkembangan pariwisata di Bali.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengkaji implementasi dari perlindungan hukum
terhadap anak yang menjadi korban dari eksploitasi seksual
di Bali.
2. Untuk mengkaji dan menganalisa upaya peningkatan
perlindungan terhadap anak dari eksploitasi seksual di
daerah pariwisata di Bali.
1.5Manfaat Penelitian
Di dalam penelitian ini, diharapkan agar dapat memberikan manfaat baik
secara praktis maupun secara teoritis, yaitu :
1.5.1 Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dan manfaat pada
pembaca dan juga masyarakat pada umumnya dalam bentuk sumbang saran
sebagai upaya pencegahan terhadap eksploitasi seksual pada anak di daerah
1.5.2 Manfaat Teoritis
a. Diharapkan penelitian ini dapat memberi pengetahuan yang lebih
mendalam mengenai implementasi perlindungan hukum terhadap
anak yang menjadi korban dari eksploitasi seksual di Bali
b. Memperdalam, mengembangkan dan menambah pengetahuan
tentang keterkaitan antara perkembangan pariwisata dengan
perlindungan hak asasi manusia terhadap anak.
1.6 Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan dari beberapa informasi yang didapatkan melalui
penelusuran dan pemeriksaan yang dilakukan di kepustakaan Pascasarjana
Magister Hukum Universitas Udayana, bahwa penelitian tentang “Perlindungan
Hukum Terhadap Anak Yang Menjadi Korban Eksploitasi Seksual Sebagai
Dampak Perkembangan Pariwisata Di Bali” sejauh ini belum ada peneliti yang
mengkaji dan meneliti maka dari itu penelitian ini adalah asli adanya, artinya
penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenaran dan keasliannya.
Penelitian-penelitian lain yang ditemukan peneliti yang hampir mendekati
dengan judul penelitian adalah sebagai berikut:
Izzah Amila
implementasi
atas Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) berdasarkan Pasal 66 UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
1 Masalah 2 Rumusan Perbedaan Penelitian langkah-langkah
solusinya dalam menghadapi kendala-kendala tersebut
Judul Penelitian Perbedaan
Penelitian
Nanci Yosepin Simbolon12
Penanggulangan Dan Perlindungan Hukum
Terhadap Anak Sebagai Korban
Eksploitasi Seks Komersial Anak (Eska)
1 Masalah 2Rumusan Perbedaan Penelitian Faktor penyebab
Pada penelitian yang diteliti oleh Nanci Yosepin Simbolon, hampir
memiliki kesamaan dengan peneitian yang akan di teliti pada bahasan yang akan
ditulis, namun letak perbedaannya adalah pokok yang menjadi sumber bahasan
mencakup eksploitasi seksual yang dilakukan terhadap anak yang dampaknya
akan mengubah citra kebudayaan pariwisata di Bali, dan juga mengkaji tentang
pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dari ancaman eksploitasi serta
pelecehan seksual.
12 Nanci Yosepin Simbolon, 2011, Penanggulangan Dan Perlindungan Hukum Terhadap
1.7Landasan Teoritis dan Kerangka Berfikir
1.7.1 Landasan Teoritis
Pelecehan seksual atau pun tidak kekerasan seksual pada anak merupakan
tindakan yang dilakukan secara berulang dengan kontak fisik serta emosional
terhadap anak yang dapat dilakukan melalui hasrat, maupun kekerasan seksual.13
Landasan teoritis digunakan untuk menjawab permasalahan yang sedang
dihadapi. Berdasarkan perumusan masalah yang dihadapi maka teori yang
dipergunakan adalah prinsip perlindungan hukum berdasarkan konsep deklarasi
milan tahun 1985, teori fungsionalis dan faktor efektifitas hukum .
a. Prinsip Perlindungan Hukum Berdasarkan Konsep Deklarasi Milan
Tahun 1985
Deklarasi ini menjukkan bahwa perhatian yang serius ditujukan pada
perlindungan terhadap korban yang tidak hanya dari tiap-tiap negara, tetapi juga
perhatian dari dunia. Perlindungan terhadap korban yang tertuang dalam Deklarasi
PBB ialah dengan memberikan restitusi yaitu ganti kerugian yang diberikan
kepada korban atas apa yang telah dideritanya. Menurut Pasal 1 ayat 5 Peraturan
Pemerintah No. 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, Dan
Bantuan Kepada Saksi Dan Korban. Pengertian restitusi adalah ganti kerugian
yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga,
dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk
kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu.
Adapun beberapa hal yang tertuang dalam Deklarasi Milan 1985 adalah:
1. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil,
2. Hak unutk mendapatkan restitusi,
Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan sepenuhnya atau
sebagian oleh pelaku kepada korban, apabila yang bersangkutan
mampu memberikannya. Dalam pelaksanaan restitusi tersebut hal yang
paling penting untuk mendapatkan perhatian adalah kesederhanaan
dalam sistem pemberian ganti rugi dalam waktu yang singkat sehingga
apa yang menjadi hak korban dapat segera direalisasikan. Apabila
realisasi dari restitusi dilakukan dalam rentang waktu yang lama pada
nantinya konsep dari perlindungan bagi korban dalam kaitan
pembayaran ganti kerugian akan terabaikan.14 3. Hak untuk mendapatkan kompensasi,
Pemberian ganti kerugian oleh negara, dikarenakan pelaku tidak
mampu memberikan restitusi terhadap korban. Ganti rugi dari negara
dilakukan untuk mengembangkan keadilan, kebenaran serta
kesejahteraan rakyat. Kompensasi ini merupakan bantuan yang
diberikan negara sebagai wujud dari perhatian pemerintah terhadap
permasalahan rakyat.
4. Hak untuk mendapatkan pendampingan
Pendampingan psikologis, medis maupun sosial yang layak baik
melalui pemerintah maupun lembaga masyarakat merupakan hak
korban. Pendampingan pada dasarnya merupakan hak yang sama
dengan rehabilitasi, yaitu hak korban untuk mengembalikan kondisi
fisik maupun medisnya serta mental maupun psikologi seperti semula,
serta rehabilitasi yang berkaitan dengan kehidupannya di dalam
lingkungan masyarakat.
Restitusi juga sudah diatur dalam Undang-Undang No. 34 Tahun 2014
tentang Perlindungan Anak pada Pasal 71D ayat (1) dan ayat (2). Restitusi bagi
anak sebagai korban merupakan suatu angin segar dalam upaya dalam
perlindungan anak yang terbaru dan juga setelahnya ditunjang dari peran serta
daerah dalam upaya antisipasii dan pemulihan anak sebagai korban dari tindakan
kejahatan seksual seperti yang telah dituangkan dalam pasal 45B dalam
undang-undang perlindungan anak.
Perlindungan hukum terhadap anak juga tercantum dalam Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Layanan Terpadu Bagi Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan yang dijelaskan
bahwa Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disebut SPM adalah tolak
ukur kinerja pelayanan unit pelayanan terpadu dalam memberikan pelayanan
penanganan laporan/pengaduan, pelayanan kesehatan, rehabilitasi sosial,
penegakan dan bantuan hukum, serta pemulangan dan reintegrasi sosial bagi
perempuan dan anak korban kekerasan. Pelayanan yang diberikat oleh pemerintah
untuk melayani anak sebagai korban dari kejahatan seksual disebut dengan Unit
Pelayanan Terpadu atau disingkat UPT adalah suatu unit kesatuan yang
kekerasan. UPT tersebut dapat berada di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) dan
Pusat Krisis Terpadu (PKT) yang berbasis Rumah Sakit, Puskesmas, Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Unit
Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA), Rumah Perlindungan Trauma Center
(RPTC), Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), BP4 dan lembaga-lembaga
keumatan lainnya, Kejaksaan, Pengadilan, Satuan Tugas Pelayanan Warga pada
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, Women Crisis Center (WCC),
lembaga bantuan hukum (LBH), dan lembaga sejenis lainnya. Layanan ini dapat
berbentuk satu atap (one stop crisis center) atau berbentuk jejaring, tergantung
kebutuhan di masing-masing daerah.
b. Teori Fungsionalis
William F. Ogburn berusaha memberikan suatu pengertian tertentu,
walau tidak memberi definisi tentang perubahan-perubahan sosial. Dia
mengemukakan ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan
baik material maupun immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar
unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur-unsur-unsur immaterial. William F. Ogburn
menekankan pada kondisi teknologis yang mempengaruhi perubahan sosial.
Teknologi mempengaruhi dan kemudian mengubah pola interaksi, introduksi
teknologi yang tak bebas nilai cenderung menimbulkan konflik-konflik dan
karenanya membawa permasalahan dalam masyarakat.15 Pada dasarnya perubahan
teknologi lebih cepat dari perubahan budaya nonmaterial seperti norma,
kepercayaan, serta nilai yang mengatur kehidupan masyarakat. Dengan demikian
perubahan teknologi dapat menghasilkan perilaku yang baru, meskipun terjadi
konflik dengan nilai-nilai tradisional yang ada.
Kemajuan teknologi memiliki peranan penting dan menentukan dalam
hubungannya dengan pariwisata dengan kata lain pariwisata tidak dapat
dipisahkan dari perkembangan teknologi dan sangat tergantung pada kemajuan
teknologi. Di samping itu pariwisata juga melibatkan banyak organisasi dan
pelaku di dalamnya yang bersifat global, maka teknologi informasi adalah suatu
hal yang sangat fundamental dan memiliki peranan besar dalam dunia pariwisata
yang semakin kompetitif.
c. Faktor Efektifitas Hukum
Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektifitas dalam
penegakan hukum adalah:
1. Faktor hukum itu sendiri
Maksud dari pada faktor hukum itu sendiri adalah peraturan tertulis
dari suatu undang-undang yang berlaku umum dan merupakan
produk hukum dari pemerintah pusat maupun daerah yang sah.16 Perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia pada dasarnya
sudah memiliki peraturan hukum yaitu Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Terhadap Anak, namun
permasalahan terhadap hak anak terus meningkat seiring
perkembangan globalisasi dan perubahan zaman yang sudah tentu
mengubah pola pikir masyarakat, maka ketentuan dalam
undang yang sudah berjalan cukup lama tersebut diubah dengan
lahirnya undang-undang perlindungan anak yang bau yaitu
Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Terhadap Anak.
2. Faktor penegak hukum
Faktor yang sangat mempengaruhi penegakan hukum adalah aparat
penegak hukum itu sendiri. Peranan aparat penegakan hukum
sangat mempengaruhi implementasi serta efektifitas dari upaya
penegakan hukum. Peranan aparat hukum dituntut untuk memiliki
sikap yang profesional antara kedudukan dan peranan yang
dimilikinya masing-masing. Namun terkadang kedudukan dan
peranan juga berpotensi menimbulkan kesenjangan yang disebut
dengan kesenjangan peranan (role-distance).17 Salah satu upayanya
adalah ancaman sanksi dari tindak pidana. Semakin berat ancaman
sanksinya maka kemungkinan besar calon pelaku akan berfikir
berkali-kali untuk melakukannya.
3. Faktor fasilitas pendukung penegakan hukum
Efektifitasnya suatu peraturan perundangan ditunjang dari sarana
atau fasilitas yang memadai. Ruang lingkupnya terdiri dari sarana
fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung.18 Sarana tersebut
meliputi tenaga manuasia yang terampil dan berpendidikan,
17 Ibid., h.21.
organisasi yang baik, adanya peralatan dan finansial yang cukup.19 Apabila tidak ada sarana yang menunjang maka tidak dapat
dimungkinkan suatu penegakan hukum dapat berjalan dengan baik
dan lancar.
4. Faktor masyarakat
Kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan suatu indicator
penting dalam berfungsinya hukum dalam masyarakat itu sendiri.20
Dalam masyarakat dengan tingkat ekonomi lemah, persoalan
pemenuhan kebutuhan hidup yang menjadi faktor utama dalam
timbulnya kejahatan. Terkadang mereka melakukan berbagai cara
untuk memenuhi kebutuhan hidup hingga mempekerjakan anak
yang masih di bawah umur untuk menghasilkan uang.
5. Faktor kebudayaan
Kesadaran masyarakat akan hukum sangat berkaitandengan faktor
kebudayan. Kebudayaan hukum mencakup nilai-nilai dasar pada
hukum yang berlaku dan merupakan konsep abstrak tentang suatu
hal yang dianggap baik dan dianggap buruk.21
1.7.2 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir adalah konsep tentang korelasi antara teori dengan
berbagai suatu faktor yang dianggap penting maka dari itu kerangka berpikir
merupakan sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang
lainnya, sebuah pemahaman yang paling mendasar dan menjadi pondasi bagi
setiap pemikiran atau suatu bentuk proses dari keseluruhan dari penelitian yang
akan dilakukan.22 Dalam penulisan ini, kerangka berfikir dapat dijabarkan seperti
berikut:
Perlindungan Hak Anak Berkaitan Dengan Eksploitasi Seksual Dalam dari eksploitasi seksual di bidang pariwisata
- UU No. 35 TH 2014 ttg Perlindungan Anak, - UU No. 39 TH 1999 ttg HAM,
- UU No. 4 TH 1979 ttg Kesejahteraan Anak, - UU No.9 TH 2012 ttg Pengesahan Protokol
Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata, - UU No.10 TH 2012 ttg Konvensi Hak Anak, - UU No.1 TH 2000 ttg Pengesahan ILO,
- Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang kepariwisataan,
- Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948, - Kode Etik Kepariwisataan Dunia Tahun 1999 - Resolusi Sidang Umum ke-XI Organisasi Pariwisata
Dunia (Kairo) tentang larangan pariwisata seksual terorganisasi tanggal 22 Oktober 1995,
1.8 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis Penelitian
Untuk jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian
empiris. Menurut pendapat dari Bambang Sunggono, jenis penelitian hukum
empiris yaitu penelitian non doktrinal yang bertujuan untuk menemukan teori –
teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum dalam
masyarakat.23 Penulis memilih penelitian empiris dikarenakan untuk mengkaji
fenomena eksploitasi seksual yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat dengan
melibatkan salah satu kelompok rentan yaitu anak. oleh sebab itu penulis
mengkaji dan menganalisis dengan melakukan penelitian secara langsung
terhadap beberapa informan dan responden yang pernah secara langsung
mengetahui maupun mengalami hal yang sedang diteliti oleh penulis.
1.8.2 Sifat Penelitian
Dalam penelitian empiris, sifat penelitian dibedakan menjadi beberapa
macam, yaitu:
1. Bersifat Eksploratif
Umumnya digunakan untuk meneliti pengetahuan yang masih
baru dan belum adanya teori, norma ataupun ketentuan pendukung.
Penelitian ini menglakukan eksplorasi secara pendalam pada suatu
hal yang masih belum terungkap dan tidak diperlukan adanya
hipotesis.
2. Bersifat Deskriptif
Umumnya digunakan untuk menggambarkan secara tepat
mengenai sifat-sifat, gejala maupun keadaan dari pada individu
maupun kelompok yang diperuntukkan dalam menentukan ada
atau tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya
dalam kehidupan masyarakat. Dalam penelitian ini ada tidaknya
hipotesis ditentukan dari kebutuhan peneliti.
3. Bersifat Eksplanatoris
Umumnya penelitian ini bersifat menguji hipotesis yaitu dengan
kata lain penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh
ataupun dampak suatu variabel terhadap variable lainnya, oleh
sebab itu hipotesis mutlak harus ada dalam penelitian ini.
Dari tiga macam sifat penelitian tersebut di atas maka sifat dari penelitian
yang sedang penulis teliti adalah penelitian deskriptif karena menggambarkan
suatu fenomena beserta dampaknya dalam masyarakat. Fenomena yang akan
dibahas yaitu mengenai eksploitasi seksual anak sebagai dampak dari
perkembangan pariwisata di Bali. Untuk menganalisis fenomena ini akan
menggunakan beberapa acuan yang berupa teori-teori, norma-norma, maupun
1.8.3 Sumber Data
Ada dua jenis sumber data dalam penelitian empiris yang digunakan dalam
penulisan tesis ini yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh secara
langsung dari sumber asli atau pihak pertama yaitu data yang
didapatkan dari hasil lapangan, yaitu dapat diketahui dari hasil
wawancara. Hasil wawancara tersebut merupakan hasil wawancara
yang mendalam dari narasumber atau ahli dibidang ilmu hukum.
Wawancara dilakukan secara terbuka dan terstruktur yang
dilakukan dengan beberapa informan yaitu Kanit I Subdit IV Ni
Nyoman Sukerni, Kompol Putu Nariasih, Putu Afrioni dan Rizka
Auliani serta responden terkait pelaku pekerja seksual anak di
bawah umur dengan nama yang di samarkan Moza dan mucikari
dengan nama yang di samarkan Jeje serta beberapa responden yang
pernah secara langsung memiliki pengalaman terkait dengan
eksploitasi seksual anak yaitu Dewa dan Agung dengan identitas
yang disamarkan. Adapun eksistensi dari adanya ekploitasi seksual
anak ini didapatkan dari beberapa informan yang memiliki
pengalaman dan juga mengetahui tempat-tempat yang memang
dijadikan sebagai lahan pekerja seksual yang mempekerjakan anak.
Wawancara dengan nara sumber di atas dilakukan untuk menguak
kegiatan eksploitasi seksual anak yang merupakan salah satu akibat
b. Sumber data sekunder yaitu data-data yang memberikan penjelasan
mengenai data primer yang akan memperkuat penjelasan di dalam
suatu penelitian. Data sekunder juga merupakan publikasi tentang
hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.24 Di
mana data sekunder terdiri dari :
1) Bahan Hukum Primer
a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945,
b) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan
Anak, Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 No.
297),
c) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 165),
d) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
58)
e) Undang-Undang No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979
Nomor 32),
f) Undang-Undang No.9 Tahun 2012 tentang Pengesahan
Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai
Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 148),
g) Undang-Undang No.10 Tahun 2012 Tentang Konvensi Hak
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 149),
h) Undang-Undang No.1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan
ILO (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 30),
i) Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang
kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11),
j) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang
Pemberian Kompensasi, Restitusi, Dan Bantuan Kepada
Saksi Dan Korban,
k) Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan
Terpadu Bagi Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan,
l) Peraturan Daerah Provinsi Bali No.2 Tahun 2012 Tentang
Kepariwisataan Budaya Bali (Lembaran Daerah Provinsi
m)Peraturan Daerah Provinsi Bali No.6 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun
2014 Nomor 6),
n) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948,
o) Deklarasi Jenewa tentang Hak-hak Anak tahun 1924,
p) Kode Etik Kepariwisataan Dunia Tahun 1999
q) Resolusi Sidang Umum ke-XI Organisasi Pariwisata Dunia
(Kairo) tentang larangan pariwisata seksual terorganisasi
tanggal 22 Oktober 1995,
r) Deklarasi Stockholm melawan Eksploitasi Seksual
Anak-anak untuk Tujuan Komersial, tanggal 22 Mei 1997,
s) Konvensi Hak Anak Tahun 1989 (Convention on the Rights
of the Child)
t) Yurisprudensi
2) Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder terdiri dari:
a) Buku-buku literatur atau bacaan yang menjelaskan
mengenai perkembangan pariwisata dan perlindungan anak
beserta hak asasi manusia,
b) Hasil-hasil penelitian mengenai eksploitasi seksual pada
anak serta kaitannya dengan perkembangan pariwisata,
3) Bahan Hukum Tersier
Merupakan bahan-bahan hukum yang memberikan informasi
tentang bahan hukum primer dan sekunder, berupa kamus,
website dan artikel artikel yang berkaitan dengan eksploitasi
seksual yang terjadi pada anak serta kaitannya terhadap hak
asasi manusia serta perkembangan pariwisata.
1.8.4 Teknik Dalam Pengumpulan Data
Adapun beberapa teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data
yang dilakukan, antara lain :
a. Teknik Wawancara
Teknik wawancara yang dilakukan ialah dengan cara menyiapkan
pedoman wawancara serta bertatap muka secara langsung dan
merekam serta mencatat hal-hal yang dirasa penting untuk dijadikan
bahan penulisan setelah itu mengajukan beberapa pernyatanyaan
mengenai permasalahan pokok bahasan penelitian. Teknik wawancara
yang dilakukan harus terstruktur dan sistematis kepada beberapa
narasumber yang mengetahui dan memahami tentang terjadinya
tindak kriminal pelecehan ataupun eksploitasi seksual pada anak yang
dapat mengubah nilai kebudayaan Bali dan berdampak pada sektor
pariwisatanya. menyesuaikan dengan hasil yang diinginkan.
Wawancara dilakukan secara mendalam dan terstruktur yang
dilakukan dengan informan Kanit I Subdit IV Ni Nyoman Sukerni,
anak di bawah umur dengan nama samaran Moza dan mucikari
dengan nama samaran Jeje serta Dewa dan Agung yang pernah secara
langsung memiliki pengalaman terkait dengan eksploitasi seksual
anak. Wawancara dengan narasumber di atas untuk menguak kegiatan
eksploitasi seksual anak yang merupakan salah satu akibat dari
perkembangan pariwista di Bali.
b. Teknik Studi Dokumen
Teknik pengumpulan data melalui studi dokumen merupakan suatu
cara dalam mencari data dalam variabel yang berupa tulisan.25 Data
dalam hal ini adalah data yang harus relevan dengan data-data hukum
untuk menjawab permasalahan.
1.8.5 Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Untuk menguraikan penelitian dengan jelas dan tegas, dalam teknik
penentuan sampel penelitian ini di gunakan teknik purposive sampling dimana
dalam bentuk penelitian ini dilakukan berdasarkan tujuan tertentu berdasarkan
pertimbangan dalam pemenuhan kriteria ataupun karakteristik tertentu yang
dijadikan ciri utama dari populasi yang diteliti dan teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini dipilih dari
orang yang mengetahui keadaan sosial yang diteliti yaitu orang yang sudah pernah
secara langsung melakukan tindakan yang terkait dengan ekploitasi seksual yang
terjadi pada anak maupun informan terkait yang pernah tahu akan eksistensi
tindakan tersebut.
1.8.6 Teknik Analisa Data
Analisa data merupakan proses pengurutan data dan mengorganisir ke
dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.26 Analisa data dalam
penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang merupakan pengumpulan data
yang dilakukan dengan mengamati serta mengolah data-data yang didapatkan
dari hasil suatu penelitian dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh
tersebut dengan ketentuan-ketentuan ataupun asas hukum yang terkait dengan
permasalahan yang diteliti. Penggunaan metode kualitatif berawal dari pemikiran
tentang fenomena sosial yang unik dan kompleks dan terdapat suatu pola tertentu,
namun penuh dengan variasi.27 Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian
yang menghasilkan data deksriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.28
Analisis dengan menggunakan metode kualitatif juga dilakukan metode
interprestasi. Berdasarkan metode interprestasi, diharapkan dapat menjawab
segala permasalahan hukum yang ada dalam pembahasan. Setelah memperoleh
data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier, yang
selanjutnya diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif.
26 Lexy J.Moleong, 2004, Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, h.103. 27 Burhan Bungi, 2003, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofi dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Apalikasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,h.53.
1
TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN EKSPLOITASI
SEKSUAL SEBAGAI DAMPAK PERKEMBANGAN PARIWISATA DI
BALI
2.1 Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Ekploitasi
Seksual
Perlindungan terhadap anak merupakan wujud dari keadilan dalam
masyarakat, dari hal tersebut perlindungan anak diusahakan masuk dalam
berbagai aspek dalam bidang kehidupan masyarakat. Adapun sifat dari
perlindungan anak yang dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:1
1. Perlindungan anak bersifat yuridis
Perlindungan anak dalam bidang hukum publik dan hukum keperdataan.
2. Perlindungan anak bersifat non yuridis
Perlindungan anak dalam bidang sosial, kesehatan serta pendidikan.
Sesuai dengan Pasal 15 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak disebutkan bahwa setiap anak berhak atas beberapa macam
perlindungan hukum yaitu:
a. Perlindungan dalam penyalahgunaan dalam kegiatan politik,
b. Dalam pelibatan sengketa bersenjata,
c. Dalam pelibatan kerusuhan sosial,
1 Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, h. 34.
d. Dalam pelibatan atas suatu peristiwa yang mengandung unsur
kekerasan,
e. Dalam pelibatan peperangan,
f. Dalam pelibatan kejahatan seksual.
Selain terdapat perlindungan hukum nasional untuk melindungi hak anak,
adapula perlindungan yang diberikan organisasi internasional. Di lingkungan
masyarakat internasional dikenal sebagai kesepakatan dunia tentang hak-hak anak,
antara lain:2
1. Deklarasi Jenewa Tahun 1924 Tentang Hak-Hak Anak, yang dikukuhkan
dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 1386 (XIV), tanggal, 20
Nopember 1959 mengenai “Declaration of The Rights of The Child”,
2. Resolusi Majelis Umum PBB 40/33 tanggal, 30 Nopember 1985
mengenai United Nations Standard Minimum Rules for the Adminstration
of Juvenille Justice (The Beijing Rules),
3. Resolusi Majelis Umum PBB No. 40/85, tanggal 29 Nopember 1985
mengenai The Prevention of Juvenille Delinquency,
4. Resolusi Majelis Umum PBB No. 41/85 tanggal, 3 Desember 1986
mengenai Declaration an Social and Legal Principles Relating to the
Protection and Welfare of Children, with Special Reference to Foster
Placement and Adoption Nationally and Internationally,
5. Resolusi Majelis Umum PBB No. 43/121 tanggal, 8 Desember 1988
mengenai “the use of children in the illicit traffict in narcotic drugs”,
2
6. Resolusi ECOSOC 1990/33, tanggal 26 Mei 1990 mengenai “The
Prevention of Drug Consumption among young persons”,
7. Resolusi Majelis Umum PBB 45/112 tanggal, 14 Desember 1990
mengenai “United Nations Guidilines for the Prevention of Juvenille
Delinquency” (The Riyadh Guidelines),
8. Resolusi Majelis Umum PBB No. 45/113, tanggal 14 Desember 1990
mengenai “United Nations Rules for the Protection of Juvenile Deprived
of Their Liberty”,
9. Resolusi Majelis Umum PBB No. 45/115 tanggal 14 Desember 1990
mengenai “The Instrumental use of children in criminal activities”,
10. Resolusi Komisi HAM PBB (Commission on Human Rights) 1993/80,
tertanggal 10 Maret 1993 mengenai “The application of the international
standards concerning the human rights of detained juveniles”,
11. Resolusi Komisi HAM 1990/90 tanggal, 9 Maret 1994 mengenai “The
Aced to adopt effective international measure for the prevention and
eradication of the sale of children, child prostitution and child
pornography”,
12. Resolusi Komisi HAM 1994/92 tanggal, 9 Maret 1994 mengenai “The
Special Reporting on the sale of children, child prostitution and
pornography”,
13. Resolusi Komisi HAM 1994/93 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “The
14. Resolusi Komisi HAM 1991/93 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “The
effects of armed conflicts on children’s lives”,
15. Kongres PBB ke IX tahun 1995, mengenai “The Prevention of Crime and
The Treatment of Offenders”, yang mengajukan 2 (dua) draft resolusi,
yakni :
a) Application of United Nations Standards and Norms in Juvenile
Justice (Document A/CONF. 159/15) dan;
b) Elimination of Viol for Against Children.
16. Kode Etik Pariwisata Dunia.
Instrumen-instrumen internasional di atas telah menerapkan hak-hak anak
dan adanya suatu kewajiban bagi setiap negara yang menandatangani dan
meratifikasinya untuk melindungi segala hak anak dalam prektek pekerja anak,
pengangkatan anak, dalam konflik bersenjata, peradilan anak, pengungsi anak,
eksploitasi, kesehatan, pendidikan dalam lingkungan keluarga, hak-hak sipil,
ekonomi, sosial dan politik, serta hak budaya. Oleh karena itu setiap organisasi
internasional tentunya dibentuk untuk melaksanakan peran-peran dan
fungsi-fungsi sesuai dengan tujuan pendirian organisasi internasional tersebut oleh para
anggotanya. Adapun peran organisasi internasional adalah sebagai berikut:3
1. Wadah atau forum untuk menggalang kerjasama serta untuk mencegah
atau mengurangi intensitas konflik (sesama anggota).
2. Sebagai sarana untuk perundingan dan menghasilkan keputusan bersama
yang saling menguntungkan.
3. Bertindak sebagai lembaga yang mandiri untuk melaksanakan kegiatan
yang diperlukan, antara lain kegiatan sosial kemanusiaan, bantuan untuk
pelestarian lingkungan hidup, pemugaran monumen bersejarah, peace
keeping operation, dan lain-lain.
Instrumen internasional ini merupakan dasar pertimbangan dan
perlindungan pada tingkat internasional, walaupun harus diakui masih dalam
bentuk perjanjian (deklarasi), atau juga perjanjian/persetujuan bersama
(konvensi), maupun resolusi, namun haruslah dianggap sebagai pedoman
(guidelines). Jelasnya bahwa dokumen internasional ini merupakan refleksi dari
kesadaran serta keprihatinan masyarakat internasional terhadap perlindungan akan
keadaan buruk yang menyedihkan dan telah menimpa berjuta-juta anak di seluruh
dunia saat ini .4 Pengakuan dan perlindungan terhadap anak-anak sebagaimana
tergambar dalam berbagai dokumen/instrumen internasional di atas merupakan
komitmen masyarakat bangsa-bangsa, yang bukan saja ditujukan pada hak-hak
anak secara umum, tetapi mencakup pula komitmen terhadap perlindungan
hak-hak anak bermasalah baik fisik, kejiwaan (mental) maupun sosial, budaya,
ekonomi dan politik.
2.1.1 Pengertian Perlindungan Hukum
Hukum berfungsi untuk melindungi masyarakat dari bahaya serta
tindakan yang pada nantinya dapat merugikan kehidupnya masyarakat maupun
penguasa. Dengan demikian hukum juga berfungsi untuk memberikan keadilan
serta mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Segala
perlindungan, kesejahteraan serta keadilan ditujukan pada pendukung hak dan
kewajiban sebagai subyek hukum.5 Maka dari itu hukum harus ditegakkan untuk
mendapatkan suatu perlindungan hukum yang efektif. Penegakan hukum
merupakan suatu proses untuk menciptakan keinginan hukum dalam hal pembuat
perundang-undangan yang dirumuskan dalam berbagai peraturan hukum.6
Keberhasilan upaya penegakan hukum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang netral, sehingga dampak positif dan negatif yang terdapat di dalamnya dapat
diletakkan pada isi dari faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut memiliki
keterkaitan yang sangat erat dan merupakan esensi serta tolak ukur dari efektivitas
penegakan hukum. Ada beberapa Faktor terkait yang menentukan proses
penegakan hukum yaitu: Komponen Struktur, Substansi, Kultur. Kebanyakan
negara-negara berkembang dalam upaya penegakan hukum hanya menyangkut
struktur dan substansinya saja, sedangkan masalah kultur hukum kurang mendapat
perhatian yang seksama.7 Kesemua faktor tersebut akan sangat menentukan proses
penegakan hukum. Penegakan hukum dapat menjamin adanya kepastian,
ketertiban dan perlindungan hukum dapat tetap terlaksana apabila segala aspek
kehidupan hukum dapat menjaga keselarasan, keserasian dan keseimbangan
antara moralitas yang didasarkan oleh nilai-nilai dasar dalam masyarakat yang
beradab.
Perlindungan pada anak diatur dalam undang-undang tersendiri yaitu
Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 yang merupakan perubahan terbaru dari
5 Supanto, 2010, http://supanto.staff.hukum.uns.ac.id/, Pada13 Juni 2015.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Terhadap Anak.
Menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak bahwa yang dimaksud perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hak
anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan
dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. Setiap anak sejak dalam
kandungan berhak atas hidup,mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf
kehidupannya.
Kaitan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
dengan persoalan perlindungan hukum bagi anak dapat dilihat dari Pasal 34 yang
terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa fakir miskin
dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Hal ini menunjukkan bahwa
adanya perhatian yang serius dari pemerintah terhadap perlindungan hak anak.8
Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan
masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul
pentingnya anak bagi nusa dan bangsa di kemudian hari. Jika mereka telah
matang pertumbuhan pisik maupun mental dan sosialnya, maka tiba saatnya
menggantikan generasi terdahulu.9 Perlindungan anak sebagai segala upaya yang
ditujukan untuk mencegah, merehabilitasi, dan memberdayakan anak yang
8 Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, h.67.
9 Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan
mengalami tindak perlakuan yang salah (child abused), eksploitasi, dan
penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang
anak secara wajar, baik fisik, mental, dan sosialnya.10 Kegiatan perlindungan anak
dapay membawa berbagai macam akibat hukum yang berkaitan dengan hukum
yang tertulis ataupun yang tidak tertulis. Oleh karena itu hukum merupakan
jaminan bagi upaya dalam hal perlindungan anak.11
Konvensi Hak Anak Tahun 1989 (Convention on the Rights of the Child)
merupakan instrumen hukum yang mengatur perlindungan hak-hak anak secara
detail dan merupakan tolak ukur yang harus dipakai secara utuh dalam
implementasi hak asasi anak.12 Ayat 34 dan 35 dalam konvensi ini memiliki arti
perlindungan anak terhadap segala macam bentuk dari eksploitasi serta pelecehan
seksual terhadap anak. Hal ini termasuk pernyataan yang menyatakan kepada
seorang anak untuk melakukan kegiatan seksual, prostitusi dan juga eksploitasi
anak. Negara pada konvensi hak anak juga diminta untuk mencegah penculikan
dan perdagangan anak. Konvensi ini merupakan instrumen internasional di bidang
Hak Asasi Manusia dengan cakupan hak yang paling komprehensif, terdiri dari 54
pasal, konvensi ini mencakup baik hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya. hal-hal yang dimuat dalam konvensi hak anak
adalah:13
1. Penegasan hak-hak anak,
10Ibid., h.34.
11 Maidin Gultom, Loc.Cit., h.33.
13 Muhammad Joni, 2008, Hak-Hak Anak Dalam Undang-undang Perlindungan Anak