• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Menjadi Korban Eksploitasi Seksual Sebagai Dampak Perkembangan Pariwisata di Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Menjadi Korban Eksploitasi Seksual Sebagai Dampak Perkembangan Pariwisata di Bali."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL SEBAGAI DAMPAK

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI BALI

IZZAH AMILA FAISAL NIM : 1390561031

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ii

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL SEBAGAI DAMPAK

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI BALI

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Hukum

Program Pascasarjana Universitas Udayana

IZZAH AMILA FAISAL NIM : 1390561031

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 10 MARET 2015

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH.,MH Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH.,MH

NIP. 196502211990031005 NIP. 195609021985032001

Mengetahui

Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LLM Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 196111011986012001 NIP. 195902151985102001

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Ketua Program Studi Magister (S2)

(4)

iv

Tesis ini Telah Diuji Pada Tanggal 14 Januari 2016

Panitia Penguji Tesis

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

Nomor 4240/UN14.4/HK/2015 Tanggal 18 Desember 2015

Ketua : Dr. Ida Bagus Surya Darmajaya,SH.,MH.

Sekretaris : Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH.,MH

Anggota : 1. I Gusti Ketut Ariawan, SH.,MH

2. Dr. I Ketut Sudantra, SH.,MH

3. Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH.,M.Hum

(5)

v

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Izzah Amila Faisal

NIM : 1390561031

Tempat/Tanggal Lahir : Denpasar, 23 September 1990

Alamat : Jl. Pulau seram gang tarakan buntu no.3 Denpasar

Program Studi : Magister Ilmu Hukum (Hukum Pariwisata)

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

ANAK YANG MENJADI KORBAN

EKSPLOITASI SEKSUAL SEBAGAI DAMPAK

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI BALI

Dengan ini menyatakan :

Bahwa Karya Ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti Plagiat dalam Karya Ilmiah Ini, amak saya bersedia menerima sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Denpasar, September 2015 Saya yang menyatakan,

(6)

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah berkenan melimpahkan kasih

sayang dan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

sebagai bagian dari kewajiban penulis sebagai salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister (S2) Ilmu

Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik bantuan

moral maupun materiil. Ucapan terimakasih sebesar-besarnya atas segala bantuan,

arahan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis oleh Yang Terhormat

Rektor Universitas Udayana Bapak Prof.Dr.dr. Ketut Suastika,Sp.PD.KEMD

beserta jajarannya, Yang Terhormat Direktur Program Pascasarjana Universitas

Udayana Ibu Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) beserta jajarannya, dan

kepada Yang Tercinta keluarga besar Program Studi Magister Ilmu Hukum

Universitas Udayana serta sega arahan dan juga bimbingan

Di samping itu juga tak lupa penulis ingin mengucapkan terimakasih atas

bimbingan, saran dan dukungan yang telah diberikan oleh para dosen pembimbing

yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan bimbingan dalam

penyelesaian teisi: Bapak Dr. Ida Bagus Surya Darmajaya,SH.,MH dan Ibu Dr.

Ni Ketut Sri Utari,SH.,MH serta ucapan terimakasih kepada Ibu Dr. Ni Ketut

(7)

vii

(S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana, serta terimakasih

banyak kepada para dosen penguji Bapak Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra,

SH.,M.Hum, Bapak I Gusti Ketut Ariawan, SH.,MH, dan Bapak Dr. I Ketut

Sudantra, SH.,MH yang senantiasa memberikan banyak masukan serta ide dan

sarannya dalam penulisan tesis ini.

Secara khusus ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan

kepada Ibunda Tercinta Ibu Sitty Rafda B.Lubis, SH.MH yang telah memberikan

cinta dan kasih sayang serta do’a juga dukungannya selama ini, sehingga tiada

rasa putus asa yang dialami penulis dalam melanjutkan penyelesaian tesis ini.

Yang paling terkasih dan tercinta ucapan terimakasih tulus dari dalam hati bagi

Almarhum Abi (Ayah) tercinta Drs. Faisal Hasan, Mba sebagai sosok ayah dan

panutan penulis untuk meraih masa depan dan merupakan sesosok idola yang

dijadikan inspirasi penulis untuk menjadi pribadi yang lebih baik untuk masa

depan. Kepada Paman tersayang Fauzi Hasan serta adik dan kakak tersayang

Safitri Faisal, Nafila Faisal, Nadifa Faisal dan Salsabila faisal, ucapan terimakasih

sebesar-nesarnya dapat penulis ucapkan atas segala rasa sayang dan bantuan serta

dukungan yang telah diberikan.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah S.W.T memberikan balasan

yang lebih kepada mereka semua yang telah membantu dalam penyelesaian tesis

ini dan semoga tesis ini dapat menjadi sumbangsih dapat bermanfaat bagi pihak

yang membutuhkan.

Denpasar, September 2015

(8)

viii

ABSTRAK

Pariwisata merupakan komoditi utama dalam hal mata pencaharian penduduk di Bali. Banyak wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal yang datang ke Bali untuk menikmati alam dan budaya setempat. Sebagai pariwisata budaya, Bali memiliki ciri khas tersendiri dimata dunia internasional. Dalam perkembangan global sudah pasti banyak pendatang yang mengunjungi Bali dengan berbagai macam tujuan, baik untuk bekerja maupun liburan dan sudah tentu dengan keluar masuknya pendatang ada sisi positif dan negatif yang ditinggalkan. Seperti yang telah diketahui setiap pendatang maupun wisatawan yang datang dari berbagai penjuru dunia memiliki karakter dan budaya yang berbeda. Budaya yang mereka bawa tersebut memasuki ruang lingkup tatanan budaya Bali dan tidak jarang diikuti masyarakat setempat. Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang cukup luas yang berdampak pada perekonomian negara serta menimbulkan peningkatan dalam tindak kejahatan terutama pada anak. Eksploitasi seksual pada anak merupakan salah satu bentuk daripada kejahatan seksual anak dan merupakan pelanggaran yang mendasar terhadap hak-hak anak. Ekploitasi seksual terdiri dari berbagai macam bentuk yaitu: (1) pelacuran anak, (2) pornografi anak, (3) perdagangan untuk tujuan seksual dan (4) wisata sex anak. Eksploitasi seksual dapat dilakukan dengan cara kekerasan maupun dengan cara memberikan imbalan berupa uang. Eksploitasi seksual pada saat ini sudah masuk ke dalam beberapa aspek kehidupan, salah satunya yaitu dalam aspek pariwisata khususnya pariwisata Bali. Pergeseran nilai budaya pun dapat terjadi akibat dari munculnya pariwisata seksual anak.

Beberapa faktor yang menjadi pendorong utama pariwisata seksual anak adalah faktor ekonomi dan gaya hidup. Untuk itu pemerintah bersama aparat penegak hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam hal penegakkan perlindungan hukum terhadap hak anak, khususnya yang menjadi korban pariwisata seksual.

(9)

ix ABSTRACT

Tourism is the substantial commodity income of live in Bali. A lot of international and local tourists who come to Bali to enjoy the nature and local culture. As the cultural tourism, Bali have their own characteristics in the world tourism. Within the global growth is certainly a lot of newcomers or immigrant who visited Bali with a variety of purposes, whether for work or leisure, and there are positive and negative effect left behind. as already known, every newcomers or tourist that come from every side of world have different character and culture. The culture and character of the ride into Bali’s culture and followed by the local people. Poverty in Indonesia is a widespread issue that impact on the country's economy and lead to improvement of crime, especially for children. Child sexual exploitation is one of the child sexual crime and a fundamental violation of the children rights. Sexual exploitation is consists of various form, such as: (1) child prostitution, (2) child pornography, (3) trafficking for sexual purposes and (4) child sex tourism. Sexual exploitation can be done by violence or giving money. Sexual exploitation currently has an impact on several aspects of life. One of them is the tourism especially for Bali’s tourism. Transformation of cultural value is occur due to from the advent of child sex tourism.

Some of the main factors of child sex tourism are economic factors and lifestyle. Therefore, the government together with the law enforcement officers have a crucial role in case of enforcement of legal protection for the rights of children, especially those who are become the victims of sexual tourism.

(10)

x

RINGKASAN

Penulisan tesis ini disusun dalam lima bab yang keseluruhan bab-bab tesis berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban eksploitasi seksual sebagai dampak dari perkembangan pariwisata khususnya di Bali.

BAB I, sebagai Bab Pendahuluan yang berisikan latar belakang yang menjelaskan isu hukum yang diangkat dalam penulisan tesis ini, yaitu adanya perbedaan antara das sollen yang merupakan kaedah hukum berisi kenyataan normatif dan juga das sein kenyataan alamiah atau peristiwa konkrit. Perbedaan terjadi adalah adanya peraturan hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap hak-hak anak, namun pada kenyataannya masih saja terjadi tindak kejahatan eksploitasi seksual pada anak.

BAB II, berisikan tentang Tinjauan Umum, menguraikan pemikiran mengenai pengertian mengenai perlindungan hukum, eksploitasi seksual pada anak serta pariwisata. Dalam bab ini terdapat uraian mengenai teori serta peraturan hukum yang mendasari pemikiran untuk menjawab rumusan masalah yang menajdi pokok pikiran utama.

BAB III, berisikan tentang dampak-dampak yang terjadi dalam beberapa aspek kehidupan akibat adanya eskploitasi seksual pada anak. Pada bab ketiga ini bahasan untuk menjawab rumusan masalah terhadap perlindungan hukum terhadap anak yang mejadi korban eksploitasi seksual di daerah pariwisata Bali

BAB IV, berisikan tentang faktor-faktor penyebab terjadinya eksploitasi sekual anak. Pada bab ke empat merupakan bahasan untuk menjawab rumusan masalah dalam upaya meningkatkan perlindungan hukum terhadap anak dari perkembangan pariwisata di Bali.

BAB V, sebagai Bab Penutup yang berisikan kesimpulan dan juga saran

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

RINGKASAN TESIS ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 10

1.4 Tujuan Penelitian ... 11

1.4.1 Tujuan Umum ... 11

1.4.2 Tujuan Khusus ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

1.5.1 Manfaat Praktis ... 11

1.5.2 Manfaat Teoritis ... 12

1.6 Orisinalitas Penelitian ... 12

1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berfikir ... 15

1.7.1 Landasan Teoritis ... 15

(12)

xii

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL SEBAGAI DAMPAK PERKEMBANGAN PARIWISATA DI BALI ... 33

2.1 Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Ekploitasi Seksual ... 33

2.1.1 Pengertian Perlindungan Hukum ... 37

2.1.2 Pengertian Anak ... 43

2.1.3 Pengertian Perlindungan Anak ... 47

2.1.1 Pengertian Perlindungan Korban ... 54

2.2 Eksploitasi Seksual ... 56

2.3 Perkembangan Pariwisata Di Bali ... 62

2.3.1 Pengertian Pariwisata ... 62

2.3.2 Pengertian Wisata dan Wisatawan ... 64

2.3.3 Pengertian Industri Pariwisata ... 73

2.4 Aspek Sosiologis Dalam Kebijkan KTR ... 51

2.5 Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok di Bali ... 62

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL DI DAERAH PARIWISATA BALI ... 78

3.1 Perlindungan Hukum Terhadap Korban ... 78

3.2 Dampak Perkembangan Pariwisata Di Bali ... 80

3.2.1 Dampak Bagi Perkembangan Ekonomi ... 81

(13)

xiii

3.2.3 Dampak Bagi Perkembangan Sosial Budaya ... 98

3.2.4 Dampak Bagi Perkembangan Lingkungan... 103

3.3 Perlindungan Hukum Terhadap Dampak Negatif Dari Pengaruh Pariwisata Di Bali ... 104

3.3.1 Dampak Negatif Terhadap Perekonomian di Bali ... 108

3.3.2 Dampak Negatif Terhadap Lingkungan di Bali ... 109

3.3.3 Dampak Negatif Terhadap Aspek Sosial Budaya di Bali ... 109

3.3.4 Dampak Negatif Terhadap Anak di Bali ... 110

BAB IV UPAYA MENINGKATKAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DARI PERKEMBANGAN PARIWISATA DI BALI ... 113

4.1 Faktor Penyebab Timbulnya Eksploitasi Seksual Anak Dalam Perkembangan Pariwisata ... 113

4.1.1 Faktor Penarik ... 113

4.1.2 Faktor Pendorong ... 114

4.2 Upaya Meningkatkan Perlindungan Terhadap Anak ... 118

4.2.1 Upaya Perlindungan Hukum Preventif ... 123

4.2.2 Upaya Perlindungan Hukum Represif ... 124

BAB V PENUTUP ... 131

5.1 Kesimpulan ... 131

5.2 Saran ... 132

DAFTAR SINGKATAN ... 134

DAFTAR PUSTAKA ... 135

DAFTAR INFORMAN ... 142

DAFTAR RESPONDEN ... 143

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Nilai PDRB Provinsi Bali Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Dan Kosntan 2010 Serta

Distribusi Ekonomi Bali Triwulan I,II 2015 ... 2

Tabel 2 Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Bali Tahun 2010-2014 ... 8

Tabel 3 Data Kasus Kejahatan Seksual Anak Hingga Tahun 2014 ... 60

Tabel 4 Data Kasus situasi kasus HIV/Aids di Provinsi Bali menurut golongan umur dan jenis kelamin dari tahun 1987 sampai tahun 2014 ... 90

Tabel 5 Data Kasus Kejahtan Seksual Anak Sebagai Korban ... 90

Tabel 6 Data Kasus Kejahtan Seksual Anak Sebagai Pelaku ... 91

(15)

1

1.1 Latar Belakang

Pariwisata dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan yang paling banyak

digemari oleh sebagian besar masyarakat di dunia. Ratusan hingga ribuan orang

dari setiap negara di dunia melakukan kegiatan wisata untuk memuaskan diri

dengan berwisata keberbagai daerah tujuan wisata yang ada di dunia. Pariwisata

merupakan hal penting dalam kehidupan dan dapat dikatakan sebagai gaya hidup

dan merupakan fenomena baru bagi masyarakat khususnya bagi mereka yang

berada di negara yang sudah maju.

Setiap daerah di Indonesia memiliki sumber pendapatan daerah yang

berbeda-beda. Bali sebagai salah satu pulau yang yang menempatkan pariwisata

sebagai sektor pendapatan utama saat ini telah menjadi salah satu pendorong

perekonomian nasional. Dapat diketahui bahwa hampir sebagian masyarakat di

Bali bekerja dan mempertaruhkan nasibnya pada bidang-bidang yang berkaitan

dengan pariwisata, sehingga dampak dari pariwisata itu sendiri dapat membantu

kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produk domestik

(16)

Tabel 1. Nilai PDRB Provinsi Bali Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar

Harga Berlaku Dan Kosntan 2010 Serta Distribusi Ekonomi Bali

Triwulan I,II 2015.

Sumber: Badan Pusat Statisti Provinsi Bali1

Tabel 1 menunjukkan bahwa penyediaan akomodasi dan makan minum

mendominasi perekonomian Bali pada triwulan II dengan kontribusi sebesar

22,82% yang mengalami sedikit penurunan dari pada triwulan I. Akomodasi serta

(17)

makan minum merupakan salah satu dari beberapa macam akomodasi pariwisata

di Bali. Sementara itu kontribusi terbesar kedua diduduki oleh lapangan usaha

pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 15,11% yang telah mengalami

peningkatn dari triwulan I. Hal inilah yang menunjukan bahwa pariwisata yang

memegang dominasi utama pendapatan perekonomian Bali. Pariwisata sudah

tentu menarik perhatian para wisatawan asing maupun domestik untuk berlibur ke

Bali.

Dengan adanya wisatawan domestik maupun internasional yang

berkunjung ke pulau Bali dan secara langsung dapat membuka lapangan pekerjaan

bagi masyarakat sekitar. Namun jika pariwisata tidak ditangani dan dijalankan

dengan baik maka akan menimbulkan dampak negatif seperti rusaknya nilai seni

dan budaya, kearifan lokal masyarakat dan kebudayaan bali, kehancuran

ekosistem dan lingkungan hidup serta pelanggaran terhadap norma agama, adat

istiadat, kesusilaan dan hak asasi manusia. Apabila hal tersebut tidak bisa

dikendalikan maka tidak bisa dipungkiri kebudayaan yang menjadi objek dari

pariwisata dan wisatawan akan terkikis oleh kebudayaan asing yang dibawa

wisatawan itu sendiri, sehingga dampaknya akan berpengaruh buruk juga terhadap

mata pencaharian masyarakat.

Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam perkembangan pariwisata

adalah aspek yang berkaitan dengan pemberdayaan Hak Asasi Manusia yang di

dalamnya termasuk hak asasi anak, karena dalam industri pariwisata sangat besar

potensi yang ditimbulkan untuk terjadinya kekerasan pada anak seperti terjadinya

(18)

mana anak-anak mengalami berbagai bentuk kekerasan seperti hukuman fisik,

pemaksaan kerja atau eksploitasi dalam berbagai pekerjaan yang berbahaya

(pertambangan, sampah, seks komersial, perdagangan narkoba, dan lain- lain),

diskriminasi, perkawinan dini, dan pornografi.2

Objek yang paling rentan mengalami pelanggaran hak asasi manusia

adalah anak. Pengertian dari kelompok rentan tidak dirumuskan secara eksplisit

dalam peraturan perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3)

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang

termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlindungan.

Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

kelompok masyarakat yang rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia,

anak-anak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat.

Pengakuan atas eksistensi anak sebagai subyek hak asasi manusia yang

memiliki arti khusus, dapat dilihat dengan diratifikasinya Konvensi Hak Anak

(KHA) oleh 193 negara. Dengan demikian sebanyak 193 negara telah menerima

kewajibannya untuk mengambil semua langkah-langkah legislatif, administratif,

sosial, dan pendidikan secara layak untuk melindungi anak-anak dari semua

bentuk-bentuk dan manifestasi kekerasan. Meskipun ratifikasi Konvensi Hak

Anak telah menunjukkan universalitas, namun perlindungan anak dari kekerasan,

eksploitasi, dan penyalahgunaan kekuasaan (children’s protection from violence,

exploitation, and abuse) masih sangat lemah. Anak sebagai bagian integral dari

(19)

komunitas, paling lemah kemampuannya untuk melindungi diri mereka sendiri.

Perhatian terhadap permasalahan perlindungan anak sebagai objek kejahatan telah

dibahas dalam beberapa pertemuan internasional lainnya seperti Deklarasi Jenewa

tentang Hak-hak Anak tahun 1924 yang diakui dalam Universal Declaration of

Human Rights pada tahun 1948. Setelah itu pada tanggal 20 November 1958,

Majelis Umum PBB mengesahkan Declaration of the Rights of the Child

(Deklarasi Hak-Hak Anak). Kemudian instrumen internasional dalam

perlindungan anak yang juga termasuk dalam instrumen hak asasi manusia yang

diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah UN Rules for The Protection of

Juveniles Desprived of Their Liberty, UN Standard Minimum Rules for

Non-Custodial Measures (Tokyo Rules), UN Guidelines for The Prevention of Juvenile

Delinquency (The Riyadh Guidelines).3 Banyaknya instrumen dan rekomendasi

dari beberapa pertemuan internasional belum dapat menghasilkan serta

memperihatkan hasil yang cukup signifikan dalam memberikan perlindungan

kepada hak anak, sehingga eksploitasi seksual pada anak belum dapat

ditanggulangi secara baik, karena dapat dilihat pada saat ini masih bermunculan

kegiatan yang melibatkan anak dalam kaitannya dengan seks komersial tersebut.

Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat

dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak

bagi nusa dan bangsa di kemudian hari.4

3 Moch. Faisal Salam, 2005, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, h.15.

(20)

Perlindungan terhadap keberadaan anak juga ditegaskan secara eksplisit

dalam 15 pasal yang mengatur hak-hak anak sesuai Pasal 52 – Pasal 66

Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Berbagai upaya yang

ditujukan bagi perlindungan dan pemajuan Hak Asasi Manusia di Indonesia

merupakan hal yang sangat strategis sehingga memerlukan perhatian dari seluruh

elemen bangsa. Untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak

diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat

menjamin pelaksanaannya.

Eksploitasi seksual komersial anak merupakan salah satu bentuk dari

penyakit masyarakat dan merupakan pariwisata seks yang timbul dari hasil suatu

pergeseran nilai pariwisata di Bali yang merupakan suatu tindak kejahatan seksual

pada anak yang dilakukan oleh wisatawan ataupun seseorang yang melakukan

perjalanan dari satu tempat ke tempat yang dituju dan ditempat tersebut mereka

melakukan hubungan seks dengan anak-anak. Pariwisata seks anak merupakan

masalah sosial karena dapat merugikan keselamatan, ketentraman dan

kemakmuran jasmani maupun rohani serta sosial dari kehidupan masyarakat. Para

pelaku wisatawan seks anak bisa saja berasal dari negara lain yang biasa disebut

sebagai wisatawan asing serta berasal dari dalam negeri yang disebut sebagai

wisatawan domestik atau orang lokal yang melakukan perjalanan wisata di dalam

negara mereka sendiri.

Pada saat anak-anak terlibat ataupun dipaksa masuk dalam industri

seksual, maka anak-anak ini memiliki banyak resiko yang membahayakan masa

(21)

dilakukan oleh para pelaku dan tertular penyakit seksual.5 Hal tersebut merupakan suatu tindak kekerasan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia khususnya

terhadap anak.

Situasi serta kondisi anak Indonesia saat ini, merupakan cerminan dari

adanya penyalah gunaan anak (abuse), eksploitasi, diskriminasi dan juga

mengalami tindakan kekerasan lainnya yang dapat membahayakan perkembangan

anak. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan bagi bangsa dan negara Indonesia.

Anak merupakan generasi penerus cita-cita dan penentu masa depan bangsa. Pada

saat ini mental generasi bangsa sudah semakin memburuk yang dapat berakibat

luas khususnya dalam hal terjadinya tindak eksploitasi seksual pada anak secara

komersial. Secara umum, dari istilahnya dapat diartikan bahwa eksploitasi seksual

komersial anak berkaitan dengan suatu bentuk pengeksploitasian terhadap anak

yang dilakukan secara seksual untuk kepentingan komersial.6

Krisis multidimensional yang sedang dialami bangsa Indonesia

mengakibatkan keadaan ekonomi masyarakat semakin sulit, hal tersebut menjadi

salah satu alasan untuk bebas melalukan segala cara dalam pemenuhan kebutuhan

hidup yang salah satunya adalah dengan jalan melakukan eksploitasi seksual

terhadap anak. Tetapi bukan kemiskinan saja yang menjadi salah satu faktor

timbulnya eksploitasi seksual anak. Kemiskinan akan menjadi suatu isu yang

memprihatinkan apabila akses pendidikan, kesehatan yang tidak dimiliki oleh

5http://aids-ina.org/, pada 11 Juni 2015.

(22)

kelompok yang membutuhkan. Adapun jumlah penduduk miskin di Provinsi dari

tahun 2010-2014 yang mengalami peningkatan, yaitu:

Tabel 2. Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Bali Tahun 2010-2014

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali7

Permasalahan yang sedang dihadapi saat ini adalah maraknya wisatawan

asing maupun domistik yang berlibur maupun pada akhirnya menetap di Bali

membawa pengaruh buruk yaitu menggunakan jasa anak sebagai memuas hasrat

seksual yang saat ini lebih dikenal dengan pariwisata seks anak. Pengaruh tersebut

mengakibatkan suatu perubahan sosial, dimana bisa mengarah pada perubahan

yang tidak dikehendaki seperti contoh pergeseran nilai pariwisata. Pergeseran

nilai merupakan masalah sosial pada zaman modern yang dianggapl sebagai

penyakit masyarakat.8 Dengan kata lain penyakit tersebut merupakan produk

sampingan, atau merupakan konsekuensi yang tidak diharapkan dari system

sosio-kultural zaman sekarang , dan berfungsi sebagai gejala sosial tersendiri.9

Anak-anak yang dilibatkan dalam pariwisata seksual anak umumnya

berada pada keluarga yang kurang bahkan tidak mampu untuk memberikan

kehidupan yang layak bagi mereka. Sebagian wisatawan seks anak adalah para

kaum pedofilia. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ni Nyoman Sukerti

7 http://bali.bps.go.id/tabel_detail.php?ed=dynamic_miskin, Pada 01 Novembr 2015. 8 Kartini Kartono, 2005, Patologi Sosial : Jilid 1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.6. 9Ibid.

Tahun Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Bali 2010 174.9

(23)

mengenai cara mendeteksi pelaku pedofil adalah dapat dilihat terlebih dahulur

dari kebiasaan kaum padofil:10

1. Berusaha mendekati anak-anak dengan menyiapkan mainan, makanan

kegemaran anak-anak.

2. Menyimpan atau mengoleksi pakaian, foto anak-anak di tempat

tinggalnya untuk menarik perhatian .

3. Sering menerima tamu anak-anak di kamar hotel.

4. Sering mengambil foto orang yang sedang berenang atau bermain

dengan anak-anak selanjutnya di edit dan dikoleksi.

Setelah itu dapat dikenali bagaimana pelaku untuk membujuk korban ,

antara lain:

1. Mendekati tokoh masyarakat dan orang tua atau anak-anak,

2. Menawarkan bantuan, memberi hadiah dan juga uang sesuai

kebutuhan korban.

Keterlibatan anak di dalam bisnis seks komerisal hampir terjadi disemua

negara dan belum ada penanganan secara serius dalam hal tersebut. Keberadaan

eksploitasi seksual pada anak disisi lain sulit terindikasi karena pada umumnya

dilakukan dengan cara yang tersembunyi dengan transaksi yang sulit terungkap.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis melakukan sebuah penelitian dengan judul

”Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Menjadi Korban Eksploitasi Seksual

Sebagai Dampak Perkembangan Pariwisata Di Bali”.

(24)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

rumusan masalah :

1. Bagaimana implementasi perlindungan hukum terhadap anak yang

menjadi korban eksploitasi seksual di daerah pariwisata Bali ?

2. Bagaimana upaya meningkatkan perlindungan hukum terhadap anak dari

bahaya eksploitasi seksual sebagai dampak negatif dari perkembangan

pariwisata di Bali ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup masalah bertujuan untuk memberikan batasan terhadap

permsasalahan yang akan dibahas oleh penulis. Adapun ruang lingkup masalah

dari penelitian ini adalah :

1. Ruang lingkup untuk permasalahan pertma akan dibatasi pada bentuk

perlindungan anak yang menjadi korban dari salah satu bentuk eksploitasi

seksual anak yaitu pariwisata seksual anak di Provinsi Bali. Bentuk

perlindungan terhadap anak yaitu berupa aturan dan tindakan.

2. Ruang lingkup untuk permasalahan kedua akan dibatasi pada upaya untuk

meningkatkan perlindungan hukum terhadap anak dari bahaya eksploitasi

seksual sebagai dampak negatif dari perkembangan pariwisata di Bali,

baik upaya yang dilakukan oleh orang tua, masyarakat maupun aparat

(25)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari persoalan yang telah diuraikan, maka tujuan dari

penelitian ini, antara lain :

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk meneliti dan menganalisa sehingga mengetahui

keterkaitan antara eksploitasi seksual terhadap anak dengan

perkembangan pariwisata di Bali.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengkaji implementasi dari perlindungan hukum

terhadap anak yang menjadi korban dari eksploitasi seksual

di Bali.

2. Untuk mengkaji dan menganalisa upaya peningkatan

perlindungan terhadap anak dari eksploitasi seksual di

daerah pariwisata di Bali.

1.5Manfaat Penelitian

Di dalam penelitian ini, diharapkan agar dapat memberikan manfaat baik

secara praktis maupun secara teoritis, yaitu :

1.5.1 Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dan manfaat pada

pembaca dan juga masyarakat pada umumnya dalam bentuk sumbang saran

sebagai upaya pencegahan terhadap eksploitasi seksual pada anak di daerah

(26)

1.5.2 Manfaat Teoritis

a. Diharapkan penelitian ini dapat memberi pengetahuan yang lebih

mendalam mengenai implementasi perlindungan hukum terhadap

anak yang menjadi korban dari eksploitasi seksual di Bali

b. Memperdalam, mengembangkan dan menambah pengetahuan

tentang keterkaitan antara perkembangan pariwisata dengan

perlindungan hak asasi manusia terhadap anak.

1.6 Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan dari beberapa informasi yang didapatkan melalui

penelusuran dan pemeriksaan yang dilakukan di kepustakaan Pascasarjana

Magister Hukum Universitas Udayana, bahwa penelitian tentang “Perlindungan

Hukum Terhadap Anak Yang Menjadi Korban Eksploitasi Seksual Sebagai

Dampak Perkembangan Pariwisata Di Bali” sejauh ini belum ada peneliti yang

mengkaji dan meneliti maka dari itu penelitian ini adalah asli adanya, artinya

penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenaran dan keasliannya.

Penelitian-penelitian lain yang ditemukan peneliti yang hampir mendekati

dengan judul penelitian adalah sebagai berikut:

Izzah Amila

(27)

implementasi

atas Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) berdasarkan Pasal 66 UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak

1 Masalah 2 Rumusan Perbedaan Penelitian langkah-langkah

solusinya dalam menghadapi kendala-kendala tersebut

Judul Penelitian Perbedaan

Penelitian

(28)

Nanci Yosepin Simbolon12

Penanggulangan Dan Perlindungan Hukum

Terhadap Anak Sebagai Korban

Eksploitasi Seks Komersial Anak (Eska)

1 Masalah 2Rumusan Perbedaan Penelitian Faktor penyebab

Pada penelitian yang diteliti oleh Nanci Yosepin Simbolon, hampir

memiliki kesamaan dengan peneitian yang akan di teliti pada bahasan yang akan

ditulis, namun letak perbedaannya adalah pokok yang menjadi sumber bahasan

mencakup eksploitasi seksual yang dilakukan terhadap anak yang dampaknya

akan mengubah citra kebudayaan pariwisata di Bali, dan juga mengkaji tentang

pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dari ancaman eksploitasi serta

pelecehan seksual.

12 Nanci Yosepin Simbolon, 2011, Penanggulangan Dan Perlindungan Hukum Terhadap

(29)

1.7Landasan Teoritis dan Kerangka Berfikir

1.7.1 Landasan Teoritis

Pelecehan seksual atau pun tidak kekerasan seksual pada anak merupakan

tindakan yang dilakukan secara berulang dengan kontak fisik serta emosional

terhadap anak yang dapat dilakukan melalui hasrat, maupun kekerasan seksual.13

Landasan teoritis digunakan untuk menjawab permasalahan yang sedang

dihadapi. Berdasarkan perumusan masalah yang dihadapi maka teori yang

dipergunakan adalah prinsip perlindungan hukum berdasarkan konsep deklarasi

milan tahun 1985, teori fungsionalis dan faktor efektifitas hukum .

a. Prinsip Perlindungan Hukum Berdasarkan Konsep Deklarasi Milan

Tahun 1985

Deklarasi ini menjukkan bahwa perhatian yang serius ditujukan pada

perlindungan terhadap korban yang tidak hanya dari tiap-tiap negara, tetapi juga

perhatian dari dunia. Perlindungan terhadap korban yang tertuang dalam Deklarasi

PBB ialah dengan memberikan restitusi yaitu ganti kerugian yang diberikan

kepada korban atas apa yang telah dideritanya. Menurut Pasal 1 ayat 5 Peraturan

Pemerintah No. 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, Dan

Bantuan Kepada Saksi Dan Korban. Pengertian restitusi adalah ganti kerugian

yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga,

dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk

kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu.

Adapun beberapa hal yang tertuang dalam Deklarasi Milan 1985 adalah:

(30)

1. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil,

2. Hak unutk mendapatkan restitusi,

Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan sepenuhnya atau

sebagian oleh pelaku kepada korban, apabila yang bersangkutan

mampu memberikannya. Dalam pelaksanaan restitusi tersebut hal yang

paling penting untuk mendapatkan perhatian adalah kesederhanaan

dalam sistem pemberian ganti rugi dalam waktu yang singkat sehingga

apa yang menjadi hak korban dapat segera direalisasikan. Apabila

realisasi dari restitusi dilakukan dalam rentang waktu yang lama pada

nantinya konsep dari perlindungan bagi korban dalam kaitan

pembayaran ganti kerugian akan terabaikan.14 3. Hak untuk mendapatkan kompensasi,

Pemberian ganti kerugian oleh negara, dikarenakan pelaku tidak

mampu memberikan restitusi terhadap korban. Ganti rugi dari negara

dilakukan untuk mengembangkan keadilan, kebenaran serta

kesejahteraan rakyat. Kompensasi ini merupakan bantuan yang

diberikan negara sebagai wujud dari perhatian pemerintah terhadap

permasalahan rakyat.

4. Hak untuk mendapatkan pendampingan

Pendampingan psikologis, medis maupun sosial yang layak baik

melalui pemerintah maupun lembaga masyarakat merupakan hak

korban. Pendampingan pada dasarnya merupakan hak yang sama

(31)

dengan rehabilitasi, yaitu hak korban untuk mengembalikan kondisi

fisik maupun medisnya serta mental maupun psikologi seperti semula,

serta rehabilitasi yang berkaitan dengan kehidupannya di dalam

lingkungan masyarakat.

Restitusi juga sudah diatur dalam Undang-Undang No. 34 Tahun 2014

tentang Perlindungan Anak pada Pasal 71D ayat (1) dan ayat (2). Restitusi bagi

anak sebagai korban merupakan suatu angin segar dalam upaya dalam

perlindungan anak yang terbaru dan juga setelahnya ditunjang dari peran serta

daerah dalam upaya antisipasii dan pemulihan anak sebagai korban dari tindakan

kejahatan seksual seperti yang telah dituangkan dalam pasal 45B dalam

undang-undang perlindungan anak.

Perlindungan hukum terhadap anak juga tercantum dalam Peraturan

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Layanan Terpadu Bagi Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan yang dijelaskan

bahwa Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disebut SPM adalah tolak

ukur kinerja pelayanan unit pelayanan terpadu dalam memberikan pelayanan

penanganan laporan/pengaduan, pelayanan kesehatan, rehabilitasi sosial,

penegakan dan bantuan hukum, serta pemulangan dan reintegrasi sosial bagi

perempuan dan anak korban kekerasan. Pelayanan yang diberikat oleh pemerintah

untuk melayani anak sebagai korban dari kejahatan seksual disebut dengan Unit

Pelayanan Terpadu atau disingkat UPT adalah suatu unit kesatuan yang

(32)

kekerasan. UPT tersebut dapat berada di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) dan

Pusat Krisis Terpadu (PKT) yang berbasis Rumah Sakit, Puskesmas, Pusat

Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Unit

Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA), Rumah Perlindungan Trauma Center

(RPTC), Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), BP4 dan lembaga-lembaga

keumatan lainnya, Kejaksaan, Pengadilan, Satuan Tugas Pelayanan Warga pada

Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, Women Crisis Center (WCC),

lembaga bantuan hukum (LBH), dan lembaga sejenis lainnya. Layanan ini dapat

berbentuk satu atap (one stop crisis center) atau berbentuk jejaring, tergantung

kebutuhan di masing-masing daerah.

b. Teori Fungsionalis

William F. Ogburn berusaha memberikan suatu pengertian tertentu,

walau tidak memberi definisi tentang perubahan-perubahan sosial. Dia

mengemukakan ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan

baik material maupun immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar

unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur-unsur-unsur immaterial. William F. Ogburn

menekankan pada kondisi teknologis yang mempengaruhi perubahan sosial.

Teknologi mempengaruhi dan kemudian mengubah pola interaksi, introduksi

teknologi yang tak bebas nilai cenderung menimbulkan konflik-konflik dan

karenanya membawa permasalahan dalam masyarakat.15 Pada dasarnya perubahan

teknologi lebih cepat dari perubahan budaya nonmaterial seperti norma,

kepercayaan, serta nilai yang mengatur kehidupan masyarakat. Dengan demikian

(33)

perubahan teknologi dapat menghasilkan perilaku yang baru, meskipun terjadi

konflik dengan nilai-nilai tradisional yang ada.

Kemajuan teknologi memiliki peranan penting dan menentukan dalam

hubungannya dengan pariwisata dengan kata lain pariwisata tidak dapat

dipisahkan dari perkembangan teknologi dan sangat tergantung pada kemajuan

teknologi. Di samping itu pariwisata juga melibatkan banyak organisasi dan

pelaku di dalamnya yang bersifat global, maka teknologi informasi adalah suatu

hal yang sangat fundamental dan memiliki peranan besar dalam dunia pariwisata

yang semakin kompetitif.

c. Faktor Efektifitas Hukum

Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektifitas dalam

penegakan hukum adalah:

1. Faktor hukum itu sendiri

Maksud dari pada faktor hukum itu sendiri adalah peraturan tertulis

dari suatu undang-undang yang berlaku umum dan merupakan

produk hukum dari pemerintah pusat maupun daerah yang sah.16 Perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia pada dasarnya

sudah memiliki peraturan hukum yaitu Undang-Undang No. 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Terhadap Anak, namun

permasalahan terhadap hak anak terus meningkat seiring

perkembangan globalisasi dan perubahan zaman yang sudah tentu

mengubah pola pikir masyarakat, maka ketentuan dalam

(34)

undang yang sudah berjalan cukup lama tersebut diubah dengan

lahirnya undang-undang perlindungan anak yang bau yaitu

Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan

Terhadap Anak.

2. Faktor penegak hukum

Faktor yang sangat mempengaruhi penegakan hukum adalah aparat

penegak hukum itu sendiri. Peranan aparat penegakan hukum

sangat mempengaruhi implementasi serta efektifitas dari upaya

penegakan hukum. Peranan aparat hukum dituntut untuk memiliki

sikap yang profesional antara kedudukan dan peranan yang

dimilikinya masing-masing. Namun terkadang kedudukan dan

peranan juga berpotensi menimbulkan kesenjangan yang disebut

dengan kesenjangan peranan (role-distance).17 Salah satu upayanya

adalah ancaman sanksi dari tindak pidana. Semakin berat ancaman

sanksinya maka kemungkinan besar calon pelaku akan berfikir

berkali-kali untuk melakukannya.

3. Faktor fasilitas pendukung penegakan hukum

Efektifitasnya suatu peraturan perundangan ditunjang dari sarana

atau fasilitas yang memadai. Ruang lingkupnya terdiri dari sarana

fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung.18 Sarana tersebut

meliputi tenaga manuasia yang terampil dan berpendidikan,

17 Ibid., h.21.

(35)

organisasi yang baik, adanya peralatan dan finansial yang cukup.19 Apabila tidak ada sarana yang menunjang maka tidak dapat

dimungkinkan suatu penegakan hukum dapat berjalan dengan baik

dan lancar.

4. Faktor masyarakat

Kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan suatu indicator

penting dalam berfungsinya hukum dalam masyarakat itu sendiri.20

Dalam masyarakat dengan tingkat ekonomi lemah, persoalan

pemenuhan kebutuhan hidup yang menjadi faktor utama dalam

timbulnya kejahatan. Terkadang mereka melakukan berbagai cara

untuk memenuhi kebutuhan hidup hingga mempekerjakan anak

yang masih di bawah umur untuk menghasilkan uang.

5. Faktor kebudayaan

Kesadaran masyarakat akan hukum sangat berkaitandengan faktor

kebudayan. Kebudayaan hukum mencakup nilai-nilai dasar pada

hukum yang berlaku dan merupakan konsep abstrak tentang suatu

hal yang dianggap baik dan dianggap buruk.21

(36)

1.7.2 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir adalah konsep tentang korelasi antara teori dengan

berbagai suatu faktor yang dianggap penting maka dari itu kerangka berpikir

merupakan sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang

lainnya, sebuah pemahaman yang paling mendasar dan menjadi pondasi bagi

setiap pemikiran atau suatu bentuk proses dari keseluruhan dari penelitian yang

akan dilakukan.22 Dalam penulisan ini, kerangka berfikir dapat dijabarkan seperti

berikut:

(37)

Perlindungan Hak Anak Berkaitan Dengan Eksploitasi Seksual Dalam dari eksploitasi seksual di bidang pariwisata

- UU No. 35 TH 2014 ttg Perlindungan Anak, - UU No. 39 TH 1999 ttg HAM,

- UU No. 4 TH 1979 ttg Kesejahteraan Anak, - UU No.9 TH 2012 ttg Pengesahan Protokol

Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata, - UU No.10 TH 2012 ttg Konvensi Hak Anak, - UU No.1 TH 2000 ttg Pengesahan ILO,

- Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang kepariwisataan,

- Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948, - Kode Etik Kepariwisataan Dunia Tahun 1999 - Resolusi Sidang Umum ke-XI Organisasi Pariwisata

Dunia (Kairo) tentang larangan pariwisata seksual terorganisasi tanggal 22 Oktober 1995,

(38)

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Untuk jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian

empiris. Menurut pendapat dari Bambang Sunggono, jenis penelitian hukum

empiris yaitu penelitian non doktrinal yang bertujuan untuk menemukan teori –

teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum dalam

masyarakat.23 Penulis memilih penelitian empiris dikarenakan untuk mengkaji

fenomena eksploitasi seksual yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat dengan

melibatkan salah satu kelompok rentan yaitu anak. oleh sebab itu penulis

mengkaji dan menganalisis dengan melakukan penelitian secara langsung

terhadap beberapa informan dan responden yang pernah secara langsung

mengetahui maupun mengalami hal yang sedang diteliti oleh penulis.

1.8.2 Sifat Penelitian

Dalam penelitian empiris, sifat penelitian dibedakan menjadi beberapa

macam, yaitu:

1. Bersifat Eksploratif

Umumnya digunakan untuk meneliti pengetahuan yang masih

baru dan belum adanya teori, norma ataupun ketentuan pendukung.

Penelitian ini menglakukan eksplorasi secara pendalam pada suatu

hal yang masih belum terungkap dan tidak diperlukan adanya

hipotesis.

(39)

2. Bersifat Deskriptif

Umumnya digunakan untuk menggambarkan secara tepat

mengenai sifat-sifat, gejala maupun keadaan dari pada individu

maupun kelompok yang diperuntukkan dalam menentukan ada

atau tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya

dalam kehidupan masyarakat. Dalam penelitian ini ada tidaknya

hipotesis ditentukan dari kebutuhan peneliti.

3. Bersifat Eksplanatoris

Umumnya penelitian ini bersifat menguji hipotesis yaitu dengan

kata lain penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh

ataupun dampak suatu variabel terhadap variable lainnya, oleh

sebab itu hipotesis mutlak harus ada dalam penelitian ini.

Dari tiga macam sifat penelitian tersebut di atas maka sifat dari penelitian

yang sedang penulis teliti adalah penelitian deskriptif karena menggambarkan

suatu fenomena beserta dampaknya dalam masyarakat. Fenomena yang akan

dibahas yaitu mengenai eksploitasi seksual anak sebagai dampak dari

perkembangan pariwisata di Bali. Untuk menganalisis fenomena ini akan

menggunakan beberapa acuan yang berupa teori-teori, norma-norma, maupun

(40)

1.8.3 Sumber Data

Ada dua jenis sumber data dalam penelitian empiris yang digunakan dalam

penulisan tesis ini yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh secara

langsung dari sumber asli atau pihak pertama yaitu data yang

didapatkan dari hasil lapangan, yaitu dapat diketahui dari hasil

wawancara. Hasil wawancara tersebut merupakan hasil wawancara

yang mendalam dari narasumber atau ahli dibidang ilmu hukum.

Wawancara dilakukan secara terbuka dan terstruktur yang

dilakukan dengan beberapa informan yaitu Kanit I Subdit IV Ni

Nyoman Sukerni, Kompol Putu Nariasih, Putu Afrioni dan Rizka

Auliani serta responden terkait pelaku pekerja seksual anak di

bawah umur dengan nama yang di samarkan Moza dan mucikari

dengan nama yang di samarkan Jeje serta beberapa responden yang

pernah secara langsung memiliki pengalaman terkait dengan

eksploitasi seksual anak yaitu Dewa dan Agung dengan identitas

yang disamarkan. Adapun eksistensi dari adanya ekploitasi seksual

anak ini didapatkan dari beberapa informan yang memiliki

pengalaman dan juga mengetahui tempat-tempat yang memang

dijadikan sebagai lahan pekerja seksual yang mempekerjakan anak.

Wawancara dengan nara sumber di atas dilakukan untuk menguak

kegiatan eksploitasi seksual anak yang merupakan salah satu akibat

(41)

b. Sumber data sekunder yaitu data-data yang memberikan penjelasan

mengenai data primer yang akan memperkuat penjelasan di dalam

suatu penelitian. Data sekunder juga merupakan publikasi tentang

hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.24 Di

mana data sekunder terdiri dari :

1) Bahan Hukum Primer

a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945,

b) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan

Anak, Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 No.

297),

c) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999 Nomor 165),

d) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

58)

e) Undang-Undang No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979

Nomor 32),

(42)

f) Undang-Undang No.9 Tahun 2012 tentang Pengesahan

Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai

Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 148),

g) Undang-Undang No.10 Tahun 2012 Tentang Konvensi Hak

Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012

Nomor 149),

h) Undang-Undang No.1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan

ILO (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000

Nomor 30),

i) Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang

kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 11),

j) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang

Pemberian Kompensasi, Restitusi, Dan Bantuan Kepada

Saksi Dan Korban,

k) Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan

Terpadu Bagi Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan,

l) Peraturan Daerah Provinsi Bali No.2 Tahun 2012 Tentang

Kepariwisataan Budaya Bali (Lembaran Daerah Provinsi

(43)

m)Peraturan Daerah Provinsi Bali No.6 Tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun

2014 Nomor 6),

n) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948,

o) Deklarasi Jenewa tentang Hak-hak Anak tahun 1924,

p) Kode Etik Kepariwisataan Dunia Tahun 1999

q) Resolusi Sidang Umum ke-XI Organisasi Pariwisata Dunia

(Kairo) tentang larangan pariwisata seksual terorganisasi

tanggal 22 Oktober 1995,

r) Deklarasi Stockholm melawan Eksploitasi Seksual

Anak-anak untuk Tujuan Komersial, tanggal 22 Mei 1997,

s) Konvensi Hak Anak Tahun 1989 (Convention on the Rights

of the Child)

t) Yurisprudensi

2) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder terdiri dari:

a) Buku-buku literatur atau bacaan yang menjelaskan

mengenai perkembangan pariwisata dan perlindungan anak

beserta hak asasi manusia,

b) Hasil-hasil penelitian mengenai eksploitasi seksual pada

anak serta kaitannya dengan perkembangan pariwisata,

(44)

3) Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan-bahan hukum yang memberikan informasi

tentang bahan hukum primer dan sekunder, berupa kamus,

website dan artikel artikel yang berkaitan dengan eksploitasi

seksual yang terjadi pada anak serta kaitannya terhadap hak

asasi manusia serta perkembangan pariwisata.

1.8.4 Teknik Dalam Pengumpulan Data

Adapun beberapa teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data

yang dilakukan, antara lain :

a. Teknik Wawancara

Teknik wawancara yang dilakukan ialah dengan cara menyiapkan

pedoman wawancara serta bertatap muka secara langsung dan

merekam serta mencatat hal-hal yang dirasa penting untuk dijadikan

bahan penulisan setelah itu mengajukan beberapa pernyatanyaan

mengenai permasalahan pokok bahasan penelitian. Teknik wawancara

yang dilakukan harus terstruktur dan sistematis kepada beberapa

narasumber yang mengetahui dan memahami tentang terjadinya

tindak kriminal pelecehan ataupun eksploitasi seksual pada anak yang

dapat mengubah nilai kebudayaan Bali dan berdampak pada sektor

pariwisatanya. menyesuaikan dengan hasil yang diinginkan.

Wawancara dilakukan secara mendalam dan terstruktur yang

dilakukan dengan informan Kanit I Subdit IV Ni Nyoman Sukerni,

(45)

anak di bawah umur dengan nama samaran Moza dan mucikari

dengan nama samaran Jeje serta Dewa dan Agung yang pernah secara

langsung memiliki pengalaman terkait dengan eksploitasi seksual

anak. Wawancara dengan narasumber di atas untuk menguak kegiatan

eksploitasi seksual anak yang merupakan salah satu akibat dari

perkembangan pariwista di Bali.

b. Teknik Studi Dokumen

Teknik pengumpulan data melalui studi dokumen merupakan suatu

cara dalam mencari data dalam variabel yang berupa tulisan.25 Data

dalam hal ini adalah data yang harus relevan dengan data-data hukum

untuk menjawab permasalahan.

1.8.5 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Untuk menguraikan penelitian dengan jelas dan tegas, dalam teknik

penentuan sampel penelitian ini di gunakan teknik purposive sampling dimana

dalam bentuk penelitian ini dilakukan berdasarkan tujuan tertentu berdasarkan

pertimbangan dalam pemenuhan kriteria ataupun karakteristik tertentu yang

dijadikan ciri utama dari populasi yang diteliti dan teknik pengambilan sampel

sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini dipilih dari

orang yang mengetahui keadaan sosial yang diteliti yaitu orang yang sudah pernah

secara langsung melakukan tindakan yang terkait dengan ekploitasi seksual yang

terjadi pada anak maupun informan terkait yang pernah tahu akan eksistensi

tindakan tersebut.

(46)

1.8.6 Teknik Analisa Data

Analisa data merupakan proses pengurutan data dan mengorganisir ke

dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.26 Analisa data dalam

penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang merupakan pengumpulan data

yang dilakukan dengan mengamati serta mengolah data-data yang didapatkan

dari hasil suatu penelitian dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh

tersebut dengan ketentuan-ketentuan ataupun asas hukum yang terkait dengan

permasalahan yang diteliti. Penggunaan metode kualitatif berawal dari pemikiran

tentang fenomena sosial yang unik dan kompleks dan terdapat suatu pola tertentu,

namun penuh dengan variasi.27 Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian

yang menghasilkan data deksriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.28

Analisis dengan menggunakan metode kualitatif juga dilakukan metode

interprestasi. Berdasarkan metode interprestasi, diharapkan dapat menjawab

segala permasalahan hukum yang ada dalam pembahasan. Setelah memperoleh

data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier, yang

selanjutnya diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif.

26 Lexy J.Moleong, 2004, Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, h.103. 27 Burhan Bungi, 2003, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofi dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Apalikasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,h.53.

(47)

1

TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN EKSPLOITASI

SEKSUAL SEBAGAI DAMPAK PERKEMBANGAN PARIWISATA DI

BALI

2.1 Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Ekploitasi

Seksual

Perlindungan terhadap anak merupakan wujud dari keadilan dalam

masyarakat, dari hal tersebut perlindungan anak diusahakan masuk dalam

berbagai aspek dalam bidang kehidupan masyarakat. Adapun sifat dari

perlindungan anak yang dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:1

1. Perlindungan anak bersifat yuridis

Perlindungan anak dalam bidang hukum publik dan hukum keperdataan.

2. Perlindungan anak bersifat non yuridis

Perlindungan anak dalam bidang sosial, kesehatan serta pendidikan.

Sesuai dengan Pasal 15 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak disebutkan bahwa setiap anak berhak atas beberapa macam

perlindungan hukum yaitu:

a. Perlindungan dalam penyalahgunaan dalam kegiatan politik,

b. Dalam pelibatan sengketa bersenjata,

c. Dalam pelibatan kerusuhan sosial,

1 Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan

Pidana Anak Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, h. 34.

(48)

d. Dalam pelibatan atas suatu peristiwa yang mengandung unsur

kekerasan,

e. Dalam pelibatan peperangan,

f. Dalam pelibatan kejahatan seksual.

Selain terdapat perlindungan hukum nasional untuk melindungi hak anak,

adapula perlindungan yang diberikan organisasi internasional. Di lingkungan

masyarakat internasional dikenal sebagai kesepakatan dunia tentang hak-hak anak,

antara lain:2

1. Deklarasi Jenewa Tahun 1924 Tentang Hak-Hak Anak, yang dikukuhkan

dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 1386 (XIV), tanggal, 20

Nopember 1959 mengenai “Declaration of The Rights of The Child”,

2. Resolusi Majelis Umum PBB 40/33 tanggal, 30 Nopember 1985

mengenai United Nations Standard Minimum Rules for the Adminstration

of Juvenille Justice (The Beijing Rules),

3. Resolusi Majelis Umum PBB No. 40/85, tanggal 29 Nopember 1985

mengenai The Prevention of Juvenille Delinquency,

4. Resolusi Majelis Umum PBB No. 41/85 tanggal, 3 Desember 1986

mengenai Declaration an Social and Legal Principles Relating to the

Protection and Welfare of Children, with Special Reference to Foster

Placement and Adoption Nationally and Internationally,

5. Resolusi Majelis Umum PBB No. 43/121 tanggal, 8 Desember 1988

mengenai “the use of children in the illicit traffict in narcotic drugs”,

2

(49)

6. Resolusi ECOSOC 1990/33, tanggal 26 Mei 1990 mengenai “The

Prevention of Drug Consumption among young persons”,

7. Resolusi Majelis Umum PBB 45/112 tanggal, 14 Desember 1990

mengenai “United Nations Guidilines for the Prevention of Juvenille

Delinquency” (The Riyadh Guidelines),

8. Resolusi Majelis Umum PBB No. 45/113, tanggal 14 Desember 1990

mengenai “United Nations Rules for the Protection of Juvenile Deprived

of Their Liberty”,

9. Resolusi Majelis Umum PBB No. 45/115 tanggal 14 Desember 1990

mengenai “The Instrumental use of children in criminal activities”,

10. Resolusi Komisi HAM PBB (Commission on Human Rights) 1993/80,

tertanggal 10 Maret 1993 mengenai “The application of the international

standards concerning the human rights of detained juveniles”,

11. Resolusi Komisi HAM 1990/90 tanggal, 9 Maret 1994 mengenai “The

Aced to adopt effective international measure for the prevention and

eradication of the sale of children, child prostitution and child

pornography”,

12. Resolusi Komisi HAM 1994/92 tanggal, 9 Maret 1994 mengenai “The

Special Reporting on the sale of children, child prostitution and

pornography”,

13. Resolusi Komisi HAM 1994/93 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “The

(50)

14. Resolusi Komisi HAM 1991/93 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “The

effects of armed conflicts on children’s lives”,

15. Kongres PBB ke IX tahun 1995, mengenai “The Prevention of Crime and

The Treatment of Offenders”, yang mengajukan 2 (dua) draft resolusi,

yakni :

a) Application of United Nations Standards and Norms in Juvenile

Justice (Document A/CONF. 159/15) dan;

b) Elimination of Viol for Against Children.

16. Kode Etik Pariwisata Dunia.

Instrumen-instrumen internasional di atas telah menerapkan hak-hak anak

dan adanya suatu kewajiban bagi setiap negara yang menandatangani dan

meratifikasinya untuk melindungi segala hak anak dalam prektek pekerja anak,

pengangkatan anak, dalam konflik bersenjata, peradilan anak, pengungsi anak,

eksploitasi, kesehatan, pendidikan dalam lingkungan keluarga, hak-hak sipil,

ekonomi, sosial dan politik, serta hak budaya. Oleh karena itu setiap organisasi

internasional tentunya dibentuk untuk melaksanakan peran-peran dan

fungsi-fungsi sesuai dengan tujuan pendirian organisasi internasional tersebut oleh para

anggotanya. Adapun peran organisasi internasional adalah sebagai berikut:3

1. Wadah atau forum untuk menggalang kerjasama serta untuk mencegah

atau mengurangi intensitas konflik (sesama anggota).

2. Sebagai sarana untuk perundingan dan menghasilkan keputusan bersama

yang saling menguntungkan.

(51)

3. Bertindak sebagai lembaga yang mandiri untuk melaksanakan kegiatan

yang diperlukan, antara lain kegiatan sosial kemanusiaan, bantuan untuk

pelestarian lingkungan hidup, pemugaran monumen bersejarah, peace

keeping operation, dan lain-lain.

Instrumen internasional ini merupakan dasar pertimbangan dan

perlindungan pada tingkat internasional, walaupun harus diakui masih dalam

bentuk perjanjian (deklarasi), atau juga perjanjian/persetujuan bersama

(konvensi), maupun resolusi, namun haruslah dianggap sebagai pedoman

(guidelines). Jelasnya bahwa dokumen internasional ini merupakan refleksi dari

kesadaran serta keprihatinan masyarakat internasional terhadap perlindungan akan

keadaan buruk yang menyedihkan dan telah menimpa berjuta-juta anak di seluruh

dunia saat ini .4 Pengakuan dan perlindungan terhadap anak-anak sebagaimana

tergambar dalam berbagai dokumen/instrumen internasional di atas merupakan

komitmen masyarakat bangsa-bangsa, yang bukan saja ditujukan pada hak-hak

anak secara umum, tetapi mencakup pula komitmen terhadap perlindungan

hak-hak anak bermasalah baik fisik, kejiwaan (mental) maupun sosial, budaya,

ekonomi dan politik.

2.1.1 Pengertian Perlindungan Hukum

Hukum berfungsi untuk melindungi masyarakat dari bahaya serta

tindakan yang pada nantinya dapat merugikan kehidupnya masyarakat maupun

penguasa. Dengan demikian hukum juga berfungsi untuk memberikan keadilan

serta mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Segala

(52)

perlindungan, kesejahteraan serta keadilan ditujukan pada pendukung hak dan

kewajiban sebagai subyek hukum.5 Maka dari itu hukum harus ditegakkan untuk

mendapatkan suatu perlindungan hukum yang efektif. Penegakan hukum

merupakan suatu proses untuk menciptakan keinginan hukum dalam hal pembuat

perundang-undangan yang dirumuskan dalam berbagai peraturan hukum.6

Keberhasilan upaya penegakan hukum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

yang netral, sehingga dampak positif dan negatif yang terdapat di dalamnya dapat

diletakkan pada isi dari faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut memiliki

keterkaitan yang sangat erat dan merupakan esensi serta tolak ukur dari efektivitas

penegakan hukum. Ada beberapa Faktor terkait yang menentukan proses

penegakan hukum yaitu: Komponen Struktur, Substansi, Kultur. Kebanyakan

negara-negara berkembang dalam upaya penegakan hukum hanya menyangkut

struktur dan substansinya saja, sedangkan masalah kultur hukum kurang mendapat

perhatian yang seksama.7 Kesemua faktor tersebut akan sangat menentukan proses

penegakan hukum. Penegakan hukum dapat menjamin adanya kepastian,

ketertiban dan perlindungan hukum dapat tetap terlaksana apabila segala aspek

kehidupan hukum dapat menjaga keselarasan, keserasian dan keseimbangan

antara moralitas yang didasarkan oleh nilai-nilai dasar dalam masyarakat yang

beradab.

Perlindungan pada anak diatur dalam undang-undang tersendiri yaitu

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 yang merupakan perubahan terbaru dari

5 Supanto, 2010, http://supanto.staff.hukum.uns.ac.id/, Pada13 Juni 2015.

(53)

Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Terhadap Anak.

Menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan

Anak bahwa yang dimaksud perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk

menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hak

anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan

dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. Setiap anak sejak dalam

kandungan berhak atas hidup,mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf

kehidupannya.

Kaitan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

dengan persoalan perlindungan hukum bagi anak dapat dilihat dari Pasal 34 yang

terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa fakir miskin

dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Hal ini menunjukkan bahwa

adanya perhatian yang serius dari pemerintah terhadap perlindungan hak anak.8

Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan

masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul

pentingnya anak bagi nusa dan bangsa di kemudian hari. Jika mereka telah

matang pertumbuhan pisik maupun mental dan sosialnya, maka tiba saatnya

menggantikan generasi terdahulu.9 Perlindungan anak sebagai segala upaya yang

ditujukan untuk mencegah, merehabilitasi, dan memberdayakan anak yang

8 Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, h.67.

9 Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan

(54)

mengalami tindak perlakuan yang salah (child abused), eksploitasi, dan

penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang

anak secara wajar, baik fisik, mental, dan sosialnya.10 Kegiatan perlindungan anak

dapay membawa berbagai macam akibat hukum yang berkaitan dengan hukum

yang tertulis ataupun yang tidak tertulis. Oleh karena itu hukum merupakan

jaminan bagi upaya dalam hal perlindungan anak.11

Konvensi Hak Anak Tahun 1989 (Convention on the Rights of the Child)

merupakan instrumen hukum yang mengatur perlindungan hak-hak anak secara

detail dan merupakan tolak ukur yang harus dipakai secara utuh dalam

implementasi hak asasi anak.12 Ayat 34 dan 35 dalam konvensi ini memiliki arti

perlindungan anak terhadap segala macam bentuk dari eksploitasi serta pelecehan

seksual terhadap anak. Hal ini termasuk pernyataan yang menyatakan kepada

seorang anak untuk melakukan kegiatan seksual, prostitusi dan juga eksploitasi

anak. Negara pada konvensi hak anak juga diminta untuk mencegah penculikan

dan perdagangan anak. Konvensi ini merupakan instrumen internasional di bidang

Hak Asasi Manusia dengan cakupan hak yang paling komprehensif, terdiri dari 54

pasal, konvensi ini mencakup baik hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak

ekonomi, sosial dan budaya. hal-hal yang dimuat dalam konvensi hak anak

adalah:13

1. Penegasan hak-hak anak,

10Ibid., h.34.

11 Maidin Gultom, Loc.Cit., h.33.

13 Muhammad Joni, 2008, Hak-Hak Anak Dalam Undang-undang Perlindungan Anak

Gambar

Tabel 1. Nilai PDRB Provinsi Bali Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar
Tabel 2. Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Bali Tahun 2010-2014

Referensi

Dokumen terkait

khususnya terhadap pelaku dan korban dari eksploitasi seksual yang dilakukan oleh anak,. maka penulisan hukum dengan judul: " Penerapan Ketentuan Pidana

Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum / skripsi dengan judul: “

Hasil dari Riset ini menunjukan bahwa perlindungan hukum terhadap anak korban eksploitasi ekonomi dilakukan oleh Dinas Sosial, P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu

Jadi, yang dimaksud dengan anak sebagai korban eksploitasi seksual adalah anak yang belum berusia 18 tahun yang mengalamai penderitaan sebagai akibat dari adanya tindak pidana

Merujuk pada perlindungan khusus terhadap anak korban eksploitasi ekonomi dan/atau seksual termuat dalam Pasal 66 Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Artikel ini membahas 2 masalah pokok yaitu 1) Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh penyidik Polrestabes Surabaya terhadap anak sebagai korban kegiatan eksploitasi seks

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban eksploitasi ekonomi

Anak sebagai korban kejahatan eksploitasi seksual komersial (ESKA) haruslah memperoleh perlindungan hukum sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Pasal 76 huruf I