BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HaKI
D. Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Pengaturan Hak atas Kekayaan Intelektual di Indonesia sudah berumur hampir 100 tahun. Sejak diberlakukannya Auteurswet 1912 oleh Belanda untuk Hindia Belanda, pada tahun tersebut dimulai rezim pengaturan kepemilikan intelektual. Pengarang buku memiliki hak atas karangannya untuk memperbanyak atau mengedit dan lain-lain. Pada waktu yang hampir bersamaan, pujangga Indonesia membuat karangan-karangan terkenal yang menjadi masterpieces karya sastra bangsa ini, seperti Siti Nurbaya, Layar Terkembang, dan lain-lain. Mereka tidak pernah memikirkan tentang hak intelektualnya.
Dalam usia pengaturannya yang hampir seratus tahun, bangsa ini sudah memiliki 7 (tujuh) undang-undang yang mengatur tentang hak kekayaan intelektual secara langsung, seperti pengaturan tentang hak cipta, paten, merek , rahasia dagang, desain indutri, desain tata letak sirkuit terpadu, serta perlindungan varietas tanaman. Perlindungan hak kekayaan intelektual ada yang sudah diatur sejak lama, seperti hak
Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.
cipta, paten, dan merek, sementara pengaturan hak yang lainnya masih relatif baru. Bahkan terdapat beberapa regulasi hak intelektual yang akan diamandemen atau diubah oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Banyaknya pengaturan tentang perlindungan hak intelektual perlu kita cermati, untuk siapakah sebenarnya pengaturan tersebut dibuat, melindungi bangsa ini atau melindungi hak intelektual bangsa lain. Peraturan tentang hak intelektual tersebut juga sudah mengalami beberapa kali perubahan seperti hak paten yang sudah mengalami 4 (empat) kali perubahan. Sebelumnya, perlindungan tentang hak paten diatur dalam undang-undang industri. Sekali lagi, pertanyaan tersebut diulang kembali untuk siapakah perubahan tersebut dibuat, untuk melindungi hak paten bangsa ini, untuk melindungi hak paten bangsa lain, atau tuntutan dari masyarakat dunia yang tergabung dalam WIPO. Hal tersebut perlu dipertanyakan karena sampai saat ini, mayoritas pendaftaran paten masih didominasi oleh pendaftar asing yang notabene bangsa lain.
Jika hal tersebut merupakan fakta yang ada, maka kita harus bisa menyimpulkan bahwa perubahan peraturan tersebut lebih kepada kebutuhan perlindungan hak paten asing. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan hak paten bangsa ini apakah memang begitu sedikitnya bangsa ini berinovasi atau mereka belum mengerti tentang hak mereka yang harus dilindungi.
Sejak dekade 1980-an sudah dimulai sosialisasi tentang perlindungan hak intelektual, dengan diperkenalkannya mata kuliah hak milik intelektual di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, sesudah itu diikuti oleh universitas lain yang menawarkan mata kuliah hak milik intelektual kepada mahasiswanya. Awal dekade 2000-an terdapat
Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.
program pendirian sentra HaKI di berbagai universitas yang dipelopori oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan saat itu. Bagaimana dengan hasil karya kaum intelektual, sudahkan mereka mendaftarkan dan mendapat perlindungan? Perlu menjadi perhatian khusus pula, bagaimana dengan penelitian yang selalu ada di seluruh universitas, apakah penelitian tersebut memiliki unsur novelty sehingga dapat dilindungi, serta apakah penelitian yang berhubungan dengan hak paten memiliki nilai komersial, atau mereka hanya sekedar meneliti tanpa memperdulikan bahwa hasil penelitian tersebut memiliki nilai komersial atau tidak.
Terminologi yang masih sering salah digunakan oleh masyarakat awam, menunjukan bahwa informasi perlindungan hak intelektual tersebut masih belum merata, seperti sering digunakannya kalimat ‘saya ingin mematenkan merek saya’ dalam perbincangan, seminar, lokakarya atau temu wicara tentang hak intelektual. Pengaturan tentang perlindungan yang sudah berusia lama, masih dianggap oleh masyarakat bahwa dua kata tersebut merupakan hal yang sama, padahal paten dan merek adalah rezim hak intelektual yang berbeda.
Apabila kita mengamati sekeliling kita, dari pakaian yang kita pakai, peralatan yang kita gunakan, serta merek yang melekat pada benda tersebut, kita mencoba mempertanyakan hal yang sangat sederhana mengenai hak intelektual yang dimiliki oleh bangsa ini, benda apa saja yang merupakan invensi bangsa ini, merek apa saja yang dimiliki oleh putra putri indonesia, apakah merek tersebut merupakan merek terkenal. Hasil pengamatan sederhana tersebut menunjukan bahwa pakaian yang kita gunakan lebih banyak merek asing yang terkenal. Peralatan yang kita gunakan sehari-hari untuk
Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.
menunjang kegiatan atau aktivitas kita tidak satupun merupakan invensi bangsa ini seperti telepon, telepon genggam, komputer, lampu penerangan, mobil, motor, pulpen, dan lain-lain. Begitu pula tentang desain industri, apakah kita sudah memiliki desain industri yang terkenal, sehingga apabila seseorang melihat desain barang atau benda tersebut langsung berkonotasi barang atau benda tersebut adalah ciri khas desain industri Indonesia.
Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) merupakan perlindungan yang diberikan terhadap kekayaan intelektual sehingga si pemilik dapat menggunakan dan memanfaatkan kekayaan secara maksimal. Perbincangan tentang HaKI kembali mengemuka ketika Malaysia mulai melakukan klaim terhadap beberapa budaya Indonesia. Indonesia sebenarnya telah mempunyai Undang-undang HaKI yang diatur dalam tujuh undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Banyak dari masyarakat yang sangat awam dengan tujuh undang-undang tersebut. Beberapa orang mengetahui tentang adanya Undang-undang Hak Cipta. Tetapi seringkali mereka mencampuradukkan antara Hak Cipta, Merk dan Paten. Ketiganya memang mempunyai kemiripan meskipun sebenarnya ada perbedaan yang bersifat mendasar.
Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.
Pendaftaran sebuah produk bisa dilindungi oleh lebih dari satu undang-undang, misalnya kursi mebel ukir dari Jepara dapat dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta, Undang-undang Merek dan Undang-undang Desain Industri. Produk dapat didaftarkan untuk dilindungi oleh lebih dari satu undang-undang. Untuk mengkonsultasikan produknya, maka masyarakat dapat menanyakan pada konsultan HaKI (klinik HaKI).17
A. PENGERTIAN MEREK