• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS MEREK DAGANG DALAM SISTEM HUKUM MEREK DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM ATAS MEREK DAGANG DALAM SISTEM HUKUM MEREK DI INDONESIA"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS MEREK DAGANG

DALAM SISTEM HUKUM MEREK DI INDONESIA

(Studi kasus:

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 05 PK/N/HaKI/2003)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas

Dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA HUKUM

OLEH

MAROJAHAN HENGKY SIREGAR

NIM: 030200106

BAGIAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya yang telah diberikan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini saya menyadari bahwa hasil yang diperoleh masih kurang dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati saya akan menerima kritik dan saran dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini.

Namun terlepas dari segala kekurangan yang ada pada penulisan skripsi ini, saya tidak terlepas dari bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. DR.Tan Kamello, S.H., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(3)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

6. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I dan Penasihat Akademik saya yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Idha Aprilyana S. SH., M. Hum., selaku selaku Dosen Pembimbing II saya yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. 8. Seluruh Staf Pengajar dan Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan.

9. Teristimewa buat kedua orang tua saya, Ayahanda O.V.Siregar dan Ibunda M. br. Marbun yang telah sabar mencurahkan segenap kasih sayangnya dan segala pengorbanannya baik dalam moril maupun materiil serta doanya sehingga saya dapat memperoleh pendidikan tinggi ini dan dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Juga buat seluruh keluarga, Adik-adik saya yang tersayang, Martin, Melda, dan Vatar Zansen yang turut memberikan dukungan dan semangat kepada saya selama mengerjakan skripsi ini.

11.Seluruh Teman dan rekan-rekan stambuk 2003 yang tidak dapat sebutkan satu persatu, serta Senior-senior saya yang ada di Wamar yang turut serta memberikan dukungan moril kepada saya.

12.Seluruh Teman-teman Senior 2001, 2002, dan Junior 2004, 2005, 2006, yang telah banyak membantu selama studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

Akhir kata kiranya skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Medan, Desember 2009 Penulis

(5)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

ABSTRAKSI

Dalam realitas masyarakat modern saat ini tidak ada terlepas dengan dunia luar, senantiasa berhadapan dengan hal-hal yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) yang berkembang dan memiliki dampak yang signifikan. Suatu hal yang harus mutlak dilakukan adalah mengadakan perlindungan dan penegakan hukum terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual tersebut, dimana Hak atas Kekayaan Intelektual tersebut terdiri atas: Hak Cipta, Hak Paten, Hak merek, Desain Industri, Rahasia Dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Varietas Tanaman. Perlindungan dan penegakan hukum atas Hak-hak tersebut ditujukan untuk memacu penemuan baru dibidang teknologi dengan memperhatikan kepentingan produsen dan konsumen, penggunaan pengetahuan teknologi secara seimbang.

Permasalahan yang akan dibahas yaitu tentang perlindungan hukum bagi merek terdaftar di Indonesia dan bentuk-bentuk pelanggaran dalam merek menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek serta penyelesaian terhadap

pelanggaran merek dengan mengadakan analisa kasus terhadap PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 05 PK/N/HaKI/2003

Dalam memperoleh data untuk penulisan skripsi ini, dilakukan melalui penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu mengumpulkan bahan-bahan teori dari kepustakaan seperti bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

tentang merek, PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 05 PK/N/HaKI/2003,

bahan hukum sekunder seperti buku-buku, jurnal hukum, koran, karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini serta bahan hukum tertier seperti kamus atau ensiklopedia.

Pelanggaran hukum terhadap merek terdaftar di Indonesia dapat dikenakan sanksi administratif yaitu dengan melakukan penghapusan ataupun pembatalan merek, pemberian sanksi perdata yaitu denga pemberian ganti rugi baik materil maupun immaterial, serta pemberian sanksi pidana. Sehingga dengan adanya sifat konstitutif dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 maka memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi setiap pendaftar merek pertama terhadap para pelanggar merek. Adapun saran yang diajukan adalah diharapkan adanya aparatur pemerintahan yang aktif dan memiliki pengetahuan yang cukup atau lebih dalam mengatasi atau mencegah terjadinya pelanggaran atau kejahatan merek. Selain itu juga diharapkan pemerintah untuk segera mungkin merevisi peraturan perundang-undangan yang ada karena sanksi yang diberikan masih di rasa terlalu ringan terhadap pelanggar. Dan tidak ketinggalan pula diharapkan peran serta masyarakat yang aktif dalam memberikan setiap informasi tentang pelanggaran merek.

(6)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... i ABSTRAKSI ... iv DAFTAR ISI... v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penulisan... 5 D. Manfaat Penulisan ... 5 E. Metode Penelitian ... 6 F. Sistematika Penulisan... 7 G. Tinjauan Kepustakaan ... 8

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HaKI A. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual ... 9

B. 1. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual ... 15

2. IstilahHak Kekayaan Intelektual. ... 16

C. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual ... 17

D. Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.. ... 18

BAB III MEREK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG MEREK A. Pengertian Merek ... 26

(7)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

2. Pendaftaran Merek ... 33 C. Pemegang Hak Merek. ... 55 D. Masa Berlaku Hak Merek. ... 55 E. Pengalihan Hak Atas Merek Terdaftar…. ... F. Penghapusan dan Pembatalan Merek. ...

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM ATAS MEREK DAGANG DALAM SISTEM HUKUM MEREK DI INDONESIA (Studi Kasus Putusan Mahakamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003)

A... Hak-hak Pemilik Merek Dagang yang Terdaftar ... 65 B. Bentuk-bentuk Pelanggaran Pidana Merek dan Sanksi

Hukumnya ... 70 C. Penolakan Hukum oleh Pengadilan dalam Perkara Pidana

Terhadap Pelanggaran Hak Merek… ...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 79 B. Saran ... 80

(8)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin meluasnya arus globalisasi baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya. Perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama.

Era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Dalam hal ini merek memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Merek telah lama digunakan sebagai alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan dari barang dan / atau jasa produksi perusahaan lain yang sejenis, atau digunakan untuk memberikan tanda dari produk yang dihasilkan1

1

Ahmadi Miru, Hukum Merek, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 1 .

Dalam kedudukannya untuk memperkenalkan produksi suatu perusahaan, merek mempunyai peranan yang sangat penting bagi pemilik suatu produk. Hal ini disebabkan fungsi merek adalah untuk membedakan dalam memperkenalkan suatu barang dan/ atau jasa dengan barang dan/ atau jasa lainnya yang mempunyai kriteria dalam kelas barang dan/ atau jasa sejenis yang diproduksi oleh perusahaan yang berbeda.

(9)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

Dengan memiliki suatu merek berarti telah dapat diterapkan salah satu strategi pemasaran yaitu strategi pengembangan produk kepada masyarakat pemakai atau kepada masyarakat konsumen, kedudukan suatu merek dipengaruhi oleh baik atau tidaknya mutu suatu barang yang bersangkutan. Jadi merek akan selalu dicari apabila produk atau jasa yang menggunakan merek mempunyai mutu dan karakter yang baik yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pasar.

Merek merupakan bagian dari HaKI yang menembus segala batas. Di setiap negara ada usaha untuk memberikan perlindungan secara lebih besar. Terutama bagi negara-negara yang sudah maju, antara lain Amerika Serikat yang menghendaki adanya perlindungan HaKI bagi warga negaranya dari negara-negara lain, supaya arus teknologi penemuan hak cipta serta merek-merek mereka yang sudah terkenal di bidang perdagangan, yang telah mendapatkan “goodwill” secara seksama dengan pengorbanan banyak biaya dan tenaga dapat dilindungi secara wajar oleh negara-negara lain.

Merek adalah merupakan salah satu bidang Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi oleh Undang-undang. Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, ada 3 (tiga) jenis merek, yaitu:

1. Merek dagang (pasal 1 angka 2) 2. Merek jasa (pasal 1 angka 3) 3. Merek kolektif (pasal 1 angka 4)

Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya2

2

Gatot Supramono, Pendaftaran Merek, Jakarta, Djambatan, 1996, hal. 8 .

(10)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya3

Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya

.

4

Merek dagang yang dipergunakan dalam perdagangan agar dapat dilindungi oleh Undang-undang, maka merek tersebut harus didaftarkan, dengan didaftarkannya merek dagang tersebut maka terhadap pemilik merek akan diberikan hak ekslusif. Adanya hak ekslusif yang diberikan oleh undang-undang kepada pemilik merek yang telah didaftarkan, akan dapat memberikan keuntungan bagi pemilik merek. Namun dalam prakteknya masih banyak pengguna merek dagang yang melakukan perdagangan barang atau jasa dengan merek yang tidak didaftarkan. Dengan tidak didaftarkannya merek dagang akan mendatangkan keuntungan dan kerugian bagi pengguna merek dagang yang tidak terdaftar tersebut, antara lain pengusaha tidak perlu harus mengeluarkan biaya pendaftaran merek, baik itu biaya resmi dan biaya lainnya yang harus dibayar ketika pertama sekali pendaftaran merek dilakukan maupun pendaftaran untuk perpanjangannya. Dan tidak perlu berurusan dengan birokrasi pendaftaran merek yang cukup panjang serta mengurangi biaya ketika melakukan pengiriman (ekspor) barang melalui bea dan cukai. Sedangkan kerugian bagi pengusaha yang tidak mendaftarkan merek dagangnya yaitu, merek yang digunakan oleh pengusaha tidak dilindungi oleh Undang-undang, oleh sebab itu dapat ditiru oleh pihak lain. Dan ketika ada pihak lain

.

3

Ibid, hal.8 4

(11)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

yang melakukan peniruan merek dagang atau jasa, pemegang merek tidak dapat melakukan tuntutan, baik itu secara perdata maupun pidana, Merek yang yang tidak terdaftar yang digunakan oleh pengusaha dapat diajukan oleh pihak lain untuk didaftarkan atas namanya, mengingat dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek menganut sistem konstitutif, dalam sistem tersebut siapa yang mendaftarkannya pertama sekali maka dialah yang dianggap berhak sebagai pemilik merek5.

Seperti contoh kasus yang termuat di harian Pontianak Post edisi 12 Juni 2006 tentang pemalsuan merek PT. Garam oleh PD CS. Tindakan pemalsuan merek milik PT Garam oleh PD CS, selain membahayakan dan merugikan konsumen, perbuatan pengusaha nakal tersebut juga bisa berdampak pada iklim investasi di Kalbar.

Terkait dengan PD CS yang telah melakukan pemalsuan merek PT Garam, sebelum perusahaan tersebut mengajukan untuk memasok garam, pihaknya telah memberitahukan segala ketentuan yang ada. "Hanya memang dasar mereka pengusaha nakal, tetap masih nekat untuk memalsukan merek segala. Dan jelas itu pelanggaran, dan semua pelanggan hukum yang dilakukan sepenuhnya ditentukan oleh aparat berwenang," tegasnya.

5

WWW. USU-Library, Keuntungan dan Kerugian Tidak Didaftarkannya Merek dagang atau jasa, 5 September 2009.

(12)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

B. PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah skripsi adalah:

1. Apakah hak-hak pemilik Merek Dagang yang terdaftar?

2. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran pidana Merek Dagang dan sanksi hukumnya?

3. Bagaimana penegakan hukum oleh pengadilan dalam perkara pidana terhadap pelanggaran Hak Merek?

C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Mengetahui tentang hak-hak pemilik Merek Dagang yang terdaftar

2. Mengetahui tentang bentuk-bentuk pelanggaran pidana Merek Dagang dan sanksi hukumnya

3. Mengetahui tentang penegakan hukum oleh pengadilan dalam perkara pidana terhadap pelanggaran Hak Merek

D. MANFAAT PENULISAN

Manfaat penulisan skripsi ini adalah secara teoritis diharapkan dapat menambah literatur tentang perkembangan hukum khususnya di bidang hukum merek dagang yakni mengenai perlindungan hukum terhadap pemilik merek dagang terdaftar.

Secara praktis skripsi ini diharapkan menjadi sumber pemikiran dan masukan bagi para pelaku ekonomi guna mengetahui tentang hak-hak pemilik merek dagang, bahwa setiap orang atau badan hukum sebagai pemilik merek dagang terdaftar berhak untuk

(13)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

mendapat perlindungan hukum terhadap merek dagang terdaftarnya dan untuk itu pemilik merek dagang terdaftar mempunyai hak untuk menuntut pihak lain atas pelanggaran merek yang dilakukan tanpa izin terhadap merek dagang terdaftarnya.

E. METODE PENELITIAN

Untuk mencapai tujuan penulisan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian secara deskriptif analitis dan yuridis normatif. Metode penulisan secara deskriptif analitis terhadap bahan hukum dipergunakan dalam penelitian ini karena pemecahannya tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan bahan-bahan, serta untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang dipergunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional.

Metode penulisan secara yuridis normatif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan suatu deskriptif mengenai masalah-masalah yang timbul dalam dunia merek. Dalam hal ini penelitian dibatasi oleh penggunaan study dokumen dan bahan-bahan pustaka saja.

Bahan-bahan dokumen dan bahan-bahan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: bahan hukum primer yakni dalam bentuk perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 2001 Tentang Merek, bahan hukum sekunder yakni dalam bentuk tulisan-tulisan dan pendapat para ahli hukum tentang merek, serta kamus-kamus hukum, dan bahan hukum tertier yakni dalam bentuk analisa tentang hukum merek.

(14)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

Melalui metode di atas penulis mencoba menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya menurut kemampuan yang ada pada diri penulis.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab, masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai berikut.

1. PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan, tinjauan pustaka.

2. TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Dalam bab ini diuraikan tentangsejarah hak kekayaan intelektual, pengertian hak kekayaan intelektual, istilah hak kekayaan intelektual, ruang lingkup hak kekayaan intelektual, pengaturan hak kekayan intelektual di Indonesia.

3. MEREK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2001

TENTANG MEREK

Dalam bab ini diuraikan tentang pengertian merek, permohonan pendaftaran merek, pendaftaran merek, pemegang hak merek, masa berlaku hak merek,

(15)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

4. PERLINDUNGAN HUKUM ATAS MEREK DAGANG DALAM SISTEM

HUKUM MEREK DI INDONESIA

Dalam bab ini diuraikan tentang, hak-hak pemilik merek dagang yang terdaftar, bentuk-bentuk pelanggaran pidana merek dagang dan sanksi hukumnya, penegakan hukum oleh pengadilan dalam perkara pidana terhadap pelanggaran Hak Merek

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran yang dapat berguna untuk tindakan perbaikan.

G.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian merek menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 :

“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur tersebut yang memilik daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”.

Dalam perjanjian Trade Related Aspect of Intelektual Property Rights Nomor 1 Pasal 15 telah dirumuskan yang dapat didaftarkan, yaitu setiap tanda atau kombinasi pada tanda, yang mempunyai kekuatan untuk membedakan barang atau jasa-jasa dari sesorang atau usaha dari pihak lain. Ini dapat dianggap mempunyai nilai untuk dianggap sebagi

(16)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

merek dagang. Tanda ini terutama kata-kata, termasuk juga nama pribadi (personal names), letters, huruf-huruf, members, angka-angka, atau juga unsur-unsur yang mempunyai bentuk suatu figur atau kombinasi warna-warna atau setiap kombinasi dari tanda-tanda ini, harus diperbolehkan untuk didaftarkan sebagai merek. Jadi dari hal tersebut di atas dapat dilihat bahwa unsur-unsur dari merek dalam pendaftaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku yakni merek pada hakikatnya adalah sebagai merek ia harus memiliki daya pembeda. Yang dimaksudkan dengan daya pembeda adalah memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahaan yang satu dari perusahaan yang lain. Tidak dapat diterima sebagai merek apabila tanda tersebut sederhana seperti gambar sepotong garis atau tanda yang terlalu ruwet seperti gambar benang kusut.

(17)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A. SEJARAH HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Secara historis, perangkat peraturan perundang-undang mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) pertama kali terdapat di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka.

Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di zaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623).

Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta.

Peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual yang terdapat di Indonesia mulai ada pada dekade 1840-an, yakni ketika pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HaKI pada tahun 1844. Selanjutnya, pemerintah Belanda mengundangkan Undang-undang Merek pada tahun1885, Undang-undang Paten pada tahun 1910, dan Undang-undang Hak Cipta pada

(18)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indie telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893-1936 dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary and artistic Works sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang (1942-1945), semua peraturan perundang-undangan di bidang HaKI tersebut tetap berlaku.

Setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, sebagaimana ditetapkan dalam Ketentuan Peralihan UUD 1945, peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dalam hal ini Undang-undang Hak Cipta dan Undang-undang Merek peninggalan Belanda tetap berlaku. Namun, tidak demikian halnya dengan Undang-undang Paten karena dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Dalam Undang-undang Paten peninggalan Belanda disebutkan bahwa permohonan paten dapat diajukan ke Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta) dan pemeriksaan atas permohonan paten dilakukan di Octrooiraad, Belanda.

Pada tahun 1953, Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.S.5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten dalam negeri dan Pengumuman Menteri Kehakiman No.J.G.1/2/17, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.

Pada tanggal 11 Oktober 1961, pemerintah RI mengundangkan Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (Undang-undang Merek 1961) untuk mengganti Undang-undang Merek warisan kolonial Belanda.

(19)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

Undang-undang Merek 1961 yang merupakan Undang-undang Indonesia pertama di bidang HaKI mulai berlaku efektif pada tanggal 11 November 1961. Penetapan Undang-undang Merek 1961 dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari barang- barang tiruan/bajakan.

Pada tanggal 10 Mei 1979, Indonesia meratifikasi Konvensi Paris (Paris Convention for the Protection of Industrial Property/Stockholm Revision 1967) berdasarkan Keputusan Presiden No. 21 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Koonvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu pasal 1-12 dan pasal 28 ayat (1).

Pada tanggal 12 April 1982, pemerintah mengesahkan Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Undang-undang Hak Cipta 1982) untuk menggantikan Undang-undang Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan Undang-undang Hak Cipta 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, menyebarluaskan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra, serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.

Tahun 1986 dapat dikatakan sebagai awal era modern sistem HaKI di Indonesia. Pada tanggal 23 Juli 1986, Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HaKI melalui Keputusan No.34/1986 (tim ini lebih dikenal dengan sebutan Tim Keppres 34). Tugas utama Tim Keppres 34 adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HaKI; perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HaKI; serta sosialisasi sistem HaKI di kalangan instansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum, dan masyarakat luas. Tim ini selanjutnya membuat sejumlah terobosan seperti mengambil inisiatif baru dalam menangani perdebatan nasional tentang perlunya sistem paten di

(20)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

Tanah Air. Setelah tim Keppres 34 merevisi kembali Rancangan Undang-Undang Paten yang diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989 pemerintah mengesahkan Undang-undang Paten.

Pada tanggal 19 September 1987 pemerintah mengesahkan Undang-undang Nomor 7 tahun 1987 sebagai perubahan atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 7 tahun 1987 secara jelas dinyatakan bahwa perubahan atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1982 dilakukan karena semakin meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan sosial dan menghancurkan kreativitas masyarakat.

Menyusul pengesahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1987, pemerintah menandatangani sejumlah kesepakatan bilateral di bidang hak cipta sebagai pelaksanaan dari Undang-undang tersebut. Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta.

Selanjutnya, pada tanggal 13 Oktober 1989, Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Rancangan Undang-undang tentang Paten, yang selanjutnya disahkan menjadi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. Undang-undang Paten Nomor 6 Tahun 1989 ini mulai efektif berlaku sejak tanggal 1 Agustus tahun 1991. Pengesahan Undang-undang ini mengakhiri perdebatan panjang tentang seberapa penting sistem paten dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan Undang-undang ini, perangkat hukum di bidang paten diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum dan mewujudkan suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi. Hal ini

(21)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

disebabkan dalam pembangunan nasional secara umum dan khususnya di sektor industri, teknologi memiliki peranan yang sangat penting. Pengesahan Undang-undang Paten juga dimaksudkan untuk menarik investasi asing dan mempermudah masuknya teknologi ke dalam negeri. Meskipun demikian, ditegaskan pula bahwa upaya mengembangkan sistem HaKI, termasuk paten, di Indonesia tidak semata-mata karena tekanan dunia internasional, tetapi juga karena kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu sistem perlindungan HaKI yang efektif.

Pada tanggal 28 Agustus tahun 1992, pemerintah mengesahkan Undang-undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek (Undang-undang Merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April 1993. Undang-undang Merek 1992 ini menggantikan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek. Pada tanggal 15 April 1994, pemerintah turut menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS). Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997 pemerintah RI merevisi perangkat perundang-undangan di bidang HaKI, yaitu Undang-undang Hak Cipta 1987 jo. Undang-undang Nomor 6 tahun 1982, Undang-undang Paten 1989, dan Undang-undang Merek 1992.

Pada akhir tahun 2000, disahkan tiga Undang-undang baru di bidang HaKI, yaitu Undang-undang Nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan Undang-undang Nomor 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Dalam upaya menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan di bidang HaKI dengan Persetujuan TRIPS, pada tahun 2001 pemerintah mengesahkan

(22)

Undang-Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten dan Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek. Kedua Undang-undang ini menggantikan Undang-undang yang lama di bidanng terkait. Selanjutnya pada pertengahan tahun 2002, disahkan Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta menggantikan Undang-undang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkannya.

Sementara itu, badan yang secara internasional menangani masalah HaKI adalah

World Intellectual Property Organization (WIPO), suatu badan khusus PBB, dan Indonesia termasuk salah satu anggotanya dengan diratifikasinya Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization.

Saat ini, HaKI telah menjadi isu yang sangat penting dan mendapat perhatian, baik di forum nasional maupun internasional. Dimasukkannya TRIPS dalam paket Persetujuan WTO pada tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HaKI di seluruh dunia. Dengan demikian, permasalahan HaKI tidak dapat terlepas dari dunia perdagangan dan investasi. Pentingnya HaKI dalam pembangunan ekonomi dan perdagangan telah memacu dimulainya era baru pembangunan ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan.6

B. 1. PENGERTIAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan suatu hak milik yang berada dalam ruang lingkup kehidupan teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra.

6

(23)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

Pemilikannya bukan terhadap barangnya, melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusianya, yaitu diantaranya berupa idea.

Beberapa literatur tentang pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) menurut para sarjana yaitu:

a. W.R. Cornish, memberi rumusan bahwa Hak Milik Intelektual melindungi pemakaian idea, dan informasi yang mempunyai nilai komersil atau nilai ekonomi (Intellectual Property Rights protect applicants of ideas and informations that are commercial value).

b. Sri Redjeki Hartono mengemukakan, bahwa Hak Milik Intelektual pada hakikatnya merupakan suatu hak dengan karakteristik khusus dan istimewa, karena hak tersebut diberikan oleh negara. Negara berdasarkan ketentuan Undang-undang, memberikan hak khusus tersebut kepada yang berhak, sesuai dengan prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Jadi hakikat HaKI adalah adanya suatu kreasi (creation). Kreasi ini mungkin dalam bidang kesenian (art), bidang industri, ilmu pengetahuan ataupun kombinasi dari ketiganya.7

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa Hak atas Kekayaan Intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai

7

Sentosa Sembiring, Hak Kekayaan Intelektual Dalam Berbagai Peraturan Perundang-undangan, Bandung, CV. Yrama Widya, 2002, hal. 13

(24)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

nilai ekonomi. Bentuk nyata dari kemampuan karya intelektual tersebut dapat berupa bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra.

Hak atas Kekayaan Intelektual ini baru ada bila kemampuan intelektual manusia itu telah membentuk sesuatu yang bisa dilihat, didengar, dibaca, maupun digunakan secara praktis.8

2. ISTILAH HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Istilah HaKI dapat diartikan hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Karya-karya tersebut merupakan kebendaan tidak berwujud yang merupakan hasil kemampuan intelektualitas seseorang dari manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa, dan karyanya.9

Karya-karya intelektual tersebut, apakah dibidang ilmu pengetahuan, ataukah seni, sastra, atau teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu bahkan biaya. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsep property terhadap karya-karya itu dikatakan sebagai asset perusahaan.10

Disamping itu, karya-karya intelektualitas dari seseorang atau manusia ini tidak sekedar memiliki arti sebagai hasil akhir, tetapi juga sekaligus merupakan kebutuhan yang bersifat lahiriah dan batiniah, baik bagi pencipta atau penemunya maupun orang

8

Muhamad Djumhana, R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 20

9

Bambang Kesowo, Segi-segi Hukum Hak Milik Intelektual, Bandung, Eresco, 1994, hal. 3 10

(25)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

lain yang memerlukan karya-karya intelektualitas itu pula, kita dapat mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni, sastra bahkan teknologi, yang sangat besar artinya bagi manusia. Demikian pula karya-karya intelektualitas itu juga dapat dimanfaatkan bangsa dan negara Indonesia, sehingga dapat memberikan kemaslahatan bagi masyarakat Indonesia.

Menurut Mahadi ketika menulis buku Hak Immateril, mengatakan tidak diperoleh keterangan yang jelas tentang asal-usul kata “Hak Milik Intelektual”. Kata “Intelektual” yang digunakan dalam kalimat tersebut, tidak diketahui ujung pangkalnya.11

Jika ditelusuri lebih jauh, Hak atas Kekayaan Intelektual sebenarnya merupakan bagian dari hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, Dalam kepustakaan hukum Anglo Saxon ada dikenal sebutan Intellectual Property Rights (IPR). Kata ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Hak Milik Intelektual”, yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Istilah Intellectual Property Rights (Hak Milik Intelektual), sebenarnya lebih tepat kalau diterjemahkan menjadi Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Alasannya adalah kata “hak milik” sebenarnya sudah merupakan istilah baku dalam kepustakaan hukum. Padahal tidak semua Hak atas Kakayaan Intelektual itu merupakan hak milik dalam arti yang sesungguhnya, tetapi dapat merupakan hak untuk memperbanyak saja, atau untuk menggunakannya dalam produk tertentu dan bahkan dapat pula berupa hak sewa (rental rights), atau hak-hak lain yang timbul dari perikatan seperti lisensi, hak siaran, dan lain sebagainya.

11

(26)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda tidak berwujud (benda immateril).

Hasil kerja otak itu kemudian dirumuskan sebagai itelektualitas. Orang yang optimal memerankan kerja otaknya disebut sebagai orang yang terpelajar, mampu menggunakan rasio, mampu berpikir secara rasional dengan menggunakan logika (metode berpikir, cabang filsafat), Karena itu hasil pemikirannya disebut rasional atau logis. Orang yang tergabung dalam kelompok ini disebut kaum intelektual.

Kemampuan otak untuk menulis, berhitung, berbicara, mengingat fakta dan menghubungkan berbagai fakta menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi, disebut juga sebagai fungsi preposisi verbal linguistis, logis dan analitis yang merupakan pekerjaan belahan otak kiri. Tidak semua orang dapat dan mampu mempekerjakan otak (nalar, rasio, intelektual) secara maksimal. Oleh karena itu tidak semua orang pula dapat menghasilkan intellectual property rights. Hanya orang yang mampu mempekerjakan otaknya sajalah yang dapat menghasilkan hak kebendaan yang disebut sebagai

intellectual property rights. Itu pulalah sebabnya hasil kerja otak yang membuahkan Hak atas Kekayaan Intektual itu bersifat eksklusif. Hanya orang tertentu sajalah yang dapat melahirkan hak semacam itu. Berkembangnya peradaban manusia, dimulai dari kerja otak itu.12

12

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 9-11

Pada intinya HaKI adalah hak untuk menkmati secara ekonomi hasil suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.

(27)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

Sistem HaKI merupakan hak privat (private rights). Disinilah ciri khas HaKI. Seseorang bebas mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eksklusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HaKI (inventor, pencipta, atau pendesain) dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karyanya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HaKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Di samping itu, sistem HaKI juga menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan munculnya teknologi atau hasil karya lain yang sama dapat dihindarkan.

Dengan dukungan dokumentasi yang baik, masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan secara maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut agar memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.13

C. RUANG LINGKUP HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Dalam kepustakaan ilmu hukum, Hak Kekayaan intelektual (Intelectual Property Rights) pada umumnya dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

1. Hak Cipta (copyright), memberikan perlindungan terhadap karya seni, sastra dan ilmu pengetahuan seperti film, lukisan, novel, program komputer, tarian, lagu, dsb.

2. Hak Kekayaan Industri (industrial property rights), berkaitan dengan invensi/inovasi yang berhubungan dengan kegiatan industry yang mencakup paten (patent), desain industri (industrial design), merek (trademark), penanggulangan praktik persaingan

13

(28)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

curang (represion of unfair competition practices), desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit), dan rahasia dagang (trade secret).

Berdasarkan kerangka WTO/TRIPs ada dua bidang lagi yang perlu ditambahkan yakni:

1. Perlindungan varietas baru tanaman

2. Tata Letak Sirkuit Terpadu (Integrated Circuits)

Saat ini terdapat beberapa perangkat Undang-undang Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) di Indonesia, yaitu:

1. Hak cipta (copyright) diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002

Pengertian hak cipta menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.14

14

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 1 angka 1

Pemilik hak cipta bersifat eksklusif. Hak ini mempunyai kemampuan melahirkan hak yang baru, jadi 1 (satu) karya cipta mempunyai beberapa hak yang terikat pada 1 (satu) ikatan hak. Hak yang banyak tersebut dalam pemakaiannya seperti dalam rangka pengalihan hak bisa dilakukan secara menyeluruh maupun secara terpisah-pisah.

(29)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

Hak cipta merupakan hak ekslusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta). Walaupun hak cipta itu merupakan hak eksklusif yang hanya dimiliki oleh penciptanya atau pemegang hak cipta, penggunaan atau pemanfaatanya hendaknya berfungsi sosial, karena ada pembatasan-pembatasan tertentu yang telah diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Dengan kata lain, hasil karya cipta atau ciptaan bukan saja hanya dinikmati oleh penciptanya saja tetapi juga dapat dinikmati, dimanfaatkan, dan digunakan oleh masyarakat luas, sehingga ciptaan itu mempunyai nilai guna disamping nilai moral dan ekonomis.

Dalam Undang-undang Hak Cipta, ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup hal-hal berikut: a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang

diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan. d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.

e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim.

f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.

g. Arsitektur. h. Peta.

(30)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

i. Seni batik. j. Fotografi. k. Sinematografi.

l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Hak cipta atas suatu ciptaan yang berupa: a. Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain. b. Drama atau drama musikal, tari, koreografi.

c. Segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung. d. Seni batik.

e. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks. f. Arsitektur.

g. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lain. h. Alat peraga.

i. Peta.

j. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai.

Berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. Untuk ciptaan yang dimilikin oleh 2 (dua) orang atau lebih, hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya. Hak cipta atas suatu ciptaan yang berupa:

(31)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

a. Program komputer; b. Sinematografi; c. Fotografi; d. Database;

e. Karya hasil pengalihwujudan.

Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan, sedangkan perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan. Jika hak cipta atas ciptaan tersebut di atas dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum, hak cipta berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.15

2. Paten (patent) diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001

Pengertian kata paten, berasal dari bahasa Inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, yang dimaksud dengan Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena:

15

(32)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

a. Pewarisan; b. Hibah; c. Wasiat;

d. Perjanjian tertulis;

e. Sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pengalihan hak tidak menghapus hak Inventor untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya dalam Paten Lisensi Pemegang Paten berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Paten tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga lainnya

Paten dinyatakan batal demi hukum apabila Pemegang Paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Undang-undang ini. Paten dapat dibatalkan oleh Direktorat Jenderal untuk seluruh atau sebagian atas permohonan Pemegang Paten yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat. Paten juga dapat dibatalkan oleh Pengadilan Niaga apabila ada gugatan pembatalan Paten. Apabila Pemerintah berpendapat bahwa suatu Paten di Indonesia sangat penting artinya bagi pertahanan keamanan Negara dan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah dapat melaksanakan sendiri Paten yang bersangkutan dengan memberitahukan secara tertulis hal tersebut kepada Pemegang Paten dan pemberian imbalan yang wajar kepada.

(33)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

Jangka waktu paten Paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. Tanggal dimulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. Sedangkan paten sederhana diberikan untuk jangka waktu 10 tahun (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.

Suatu paten dapat berakhir apabila selama tiga tahun berturut-turut pemegang paten tidak membayar biaya tahunan, maka paten dinyatakan batal demi hukum terhitung sejak tanggal yang menjadi akhir batas waktu kewajiban pembayaran untuk tahun yang ketiga tersebut. Tidak dipenuhinya kewajiban pembayaran biaya tahunan berkaitan dengan kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun kedelapan belas dan tahun-tahun berikutnya, maka paten dianggap berakhir pada akhir batas waktu kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun yang kedelapan belas tersebut. Hak menggugat Jika suatu paten diberikan kepada orang lain selain daripada orang yang berhak atas paten tersebut, maka orang yang berhak atas paten tersebut dapat menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar paten tersebut berikut hak-hak yang melekat pada paten tersebut diserahkan kepadanya untuk seluruhnya atau untuk sebagian ataupun untuk dimiliki bersama.

3. Merek (trademark) diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001

Pengertian dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,

(34)

huruf-Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.

Dengan demikian merek merupakan suatu tanda pengenal dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis dan sekaligus merupakan jaminan mutunya bila dibandingkan dengan produk barang atau jasa sejenis yang dibuat oleh pihak lain. Merek tersebut dapat berupa merek dagang, merek jasa, atau merek kolektif.

Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. Sedangkan merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

4. Varietas Baru Tanaman diatur dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000

Pengertian varietas tanaman dirumuskan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, yaitu sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama

(35)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.

Latar belakang lahirnya Undang-undang Varietas Tanaman di Indonesia, tidak terlepas dari tuntutan dan sekaligus sebagai konsekuensi Indonesia atas keikutsertaannya sebagai negara penandatanganan kesepakatan GATT/ WTO 1994, yang salah satu dari rangkaian persetujuan itu memuat tentang kesepakatan TRIP’s.

Persetujuan itu mengisyaratkan setelah ratifikasi, Indonesia harus menyelaraskan peraturan perundang-undangan bidang HaKI-nya dengan persetujuan TRIP’s, yang salah satu di dalamnya termasuk perlindungan Varietas Baru Tanaman.16

5. Rahasia Dagang (trade secret) diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000

Yang dimaksud dengan rahasia dagang adalah suatu informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi dan atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dijaga kerahasiaanya oleh pemilik rahasia dagang (Pasal 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000).

Lingkup Perlindungan Rahasia Dagang adalah :

a. Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.

16

Kristina Setyowati, Pokok-Pokok Peraturan Perlindungan Varietas Tanaman, Jakarta, Harvindo, hal. 423

(36)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

b. Rahasia dagang mendapat perlindungan apabila informasi tersebut bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaanya melalui upaya sebagaimana mestinya.

c. Informasi bersifat rahasia apabila informasi tersebut hanya diketahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat.

d. Informasi dianggap memiliki nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan ekonomi.

e. Informasi dianggap dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak atau patut.

Pemilik Rahasia Dagang memiliki hak untuk:

a. Menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya.

b. Memberikan lisensi kepada orang lain atau kepada pihak ketiga untuk kepentingan komersial.

c. Melarang pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang yang dimilikinya.

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak rahasia dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberi perlindungan hukum dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu. Perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Ditjen HaKI dengan dikenai biaya sebagaimana diatur dalam undang-undang. Yang "wajib dicatatkan" pada Dirjen

(37)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

HaKI hanyalah mengenai data yang bersifat administratif dari perjanjian lisensi dan tidak mencakup subtansi rahasia dagang yang diperjanjikan. Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemegang hak rahasia dagang atau penerima lisensi dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan pelanggaran rahasia dagang berupa :

a. gugatan ganti rugi;

b. penghentian semua perbuatan pelanggaran dan diajukan ke Pengadilan Negeri.

Selain penyelesaian melalui gugatan para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Berbeda dari jenis HaKI lainnya, rahasia dagang tidak dipublikasikan ke publik. Sesuai namanya, rahasia dagang bersifat rahasia. Rahasia dagang dilindungi selama informasi tersebut tidak ‘dibocorkan’ oleh pemilik rahasia dagang.

6. Desain Industri (industrial design) diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000

Pengertian desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat

(38)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan (Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri).

Lingkup desain industri yang mendapat perlindungan adalah desain industri yang baru dan tidak bertentangan dengan peraturan dan norma yang berlaku. Desain industri dianggap baru jika pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut tidak sama atau berbeda dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya. Meskipun terdapat kemiripan pengungkapan sebelumnya sebagaimana dimaksud adalah pengungkapan desain industri yang sebelum tanggal penerimaan atau tanggal prioritas jika permohonan diajukan dengan hak prioritas telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri)

Suatu desain industri tidak dianggap telah diumumkan jika dalam jangka waktu paling lama enam bulan sebelum tanggal penerimaannya, desain industri tersebut menunjukkan kondisi sebagai berikut:

a. Telah dipertunjukkan dalam suatu pameran nasional atau internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi.

b. Telah digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam rangka percobaan dengan tujuan pendidikan, penellitian, atau pengembangan.

Desain industri berhak mendapatkan perlindungan jika tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan.

(39)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

Hak desain industri tidak dapat diberikan apabila desain iindustri tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan (Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri).

Jangka waktu perlindungan hak desain industri diatur dalam pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri ditentukan selama 10 (sepuluh) tahun. jangka waktu 10 (sepuluh) tahun merupakan jangka waktu yang sangat wajar artinya tidak begitu lama, namun telah cukup memberikan waktu kepada si pemilik/pemegang hak desain industri tersebut untuk mendapatkan keuntungan dari desain yang diciptakannya.

Pengalihan hak desain industri menurut Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, hak desain industry dapat dialihkan dengan pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

7. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000

Adapun rumusan pengertian Desain tata letak sirkuit terpadu dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu untuk desain tata letak dan Pasal 1 angka 1 untuk sirkuit Terpadu, yaitu:

(a) Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan 3 (tiga) dimensi dan berbagai elemen, sekurang-kurangnya 1 (satu) dari elemen tersebut adalah elemen

(40)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit terpadu dan peletakan 3 (tiga) dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu.

(b) Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya 1 (satu) dari elemen tersebut adalah elemen aktif, sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.

D. PENGATURAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA

Pengaturan Hak atas Kekayaan Intelektual di Indonesia sudah berumur hampir 100 tahun. Sejak diberlakukannya Auteurswet 1912 oleh Belanda untuk Hindia Belanda, pada tahun tersebut dimulai rezim pengaturan kepemilikan intelektual. Pengarang buku memiliki hak atas karangannya untuk memperbanyak atau mengedit dan lain-lain. Pada waktu yang hampir bersamaan, pujangga Indonesia membuat karangan-karangan terkenal yang menjadi masterpieces karya sastra bangsa ini, seperti Siti Nurbaya, Layar Terkembang, dan lain-lain. Mereka tidak pernah memikirkan tentang hak intelektualnya.

Dalam usia pengaturannya yang hampir seratus tahun, bangsa ini sudah memiliki 7 (tujuh) undang-undang yang mengatur tentang hak kekayaan intelektual secara langsung, seperti pengaturan tentang hak cipta, paten, merek , rahasia dagang, desain indutri, desain tata letak sirkuit terpadu, serta perlindungan varietas tanaman. Perlindungan hak kekayaan intelektual ada yang sudah diatur sejak lama, seperti hak

(41)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

cipta, paten, dan merek, sementara pengaturan hak yang lainnya masih relatif baru. Bahkan terdapat beberapa regulasi hak intelektual yang akan diamandemen atau diubah oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Banyaknya pengaturan tentang perlindungan hak intelektual perlu kita cermati, untuk siapakah sebenarnya pengaturan tersebut dibuat, melindungi bangsa ini atau melindungi hak intelektual bangsa lain. Peraturan tentang hak intelektual tersebut juga sudah mengalami beberapa kali perubahan seperti hak paten yang sudah mengalami 4 (empat) kali perubahan. Sebelumnya, perlindungan tentang hak paten diatur dalam undang-undang industri. Sekali lagi, pertanyaan tersebut diulang kembali untuk siapakah perubahan tersebut dibuat, untuk melindungi hak paten bangsa ini, untuk melindungi hak paten bangsa lain, atau tuntutan dari masyarakat dunia yang tergabung dalam WIPO. Hal tersebut perlu dipertanyakan karena sampai saat ini, mayoritas pendaftaran paten masih didominasi oleh pendaftar asing yang notabene bangsa lain.

Jika hal tersebut merupakan fakta yang ada, maka kita harus bisa menyimpulkan bahwa perubahan peraturan tersebut lebih kepada kebutuhan perlindungan hak paten asing. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan hak paten bangsa ini apakah memang begitu sedikitnya bangsa ini berinovasi atau mereka belum mengerti tentang hak mereka yang harus dilindungi.

Sejak dekade 1980-an sudah dimulai sosialisasi tentang perlindungan hak intelektual, dengan diperkenalkannya mata kuliah hak milik intelektual di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, sesudah itu diikuti oleh universitas lain yang menawarkan mata kuliah hak milik intelektual kepada mahasiswanya. Awal dekade 2000-an terdapat

(42)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

program pendirian sentra HaKI di berbagai universitas yang dipelopori oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan saat itu. Bagaimana dengan hasil karya kaum intelektual, sudahkan mereka mendaftarkan dan mendapat perlindungan? Perlu menjadi perhatian khusus pula, bagaimana dengan penelitian yang selalu ada di seluruh universitas, apakah penelitian tersebut memiliki unsur novelty sehingga dapat dilindungi, serta apakah penelitian yang berhubungan dengan hak paten memiliki nilai komersial, atau mereka hanya sekedar meneliti tanpa memperdulikan bahwa hasil penelitian tersebut memiliki nilai komersial atau tidak.

Terminologi yang masih sering salah digunakan oleh masyarakat awam, menunjukan bahwa informasi perlindungan hak intelektual tersebut masih belum merata, seperti sering digunakannya kalimat ‘saya ingin mematenkan merek saya’ dalam perbincangan, seminar, lokakarya atau temu wicara tentang hak intelektual. Pengaturan tentang perlindungan yang sudah berusia lama, masih dianggap oleh masyarakat bahwa dua kata tersebut merupakan hal yang sama, padahal paten dan merek adalah rezim hak intelektual yang berbeda.

Apabila kita mengamati sekeliling kita, dari pakaian yang kita pakai, peralatan yang kita gunakan, serta merek yang melekat pada benda tersebut, kita mencoba mempertanyakan hal yang sangat sederhana mengenai hak intelektual yang dimiliki oleh bangsa ini, benda apa saja yang merupakan invensi bangsa ini, merek apa saja yang dimiliki oleh putra putri indonesia, apakah merek tersebut merupakan merek terkenal. Hasil pengamatan sederhana tersebut menunjukan bahwa pakaian yang kita gunakan lebih banyak merek asing yang terkenal. Peralatan yang kita gunakan sehari-hari untuk

(43)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

menunjang kegiatan atau aktivitas kita tidak satupun merupakan invensi bangsa ini seperti telepon, telepon genggam, komputer, lampu penerangan, mobil, motor, pulpen, dan lain-lain. Begitu pula tentang desain industri, apakah kita sudah memiliki desain industri yang terkenal, sehingga apabila seseorang melihat desain barang atau benda tersebut langsung berkonotasi barang atau benda tersebut adalah ciri khas desain industri Indonesia.

Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) merupakan perlindungan yang diberikan terhadap kekayaan intelektual sehingga si pemilik dapat menggunakan dan memanfaatkan kekayaan secara maksimal. Perbincangan tentang HaKI kembali mengemuka ketika Malaysia mulai melakukan klaim terhadap beberapa budaya Indonesia. Indonesia sebenarnya telah mempunyai Undang-undang HaKI yang diatur dalam tujuh undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Banyak dari masyarakat yang sangat awam dengan tujuh undang-undang tersebut. Beberapa orang mengetahui tentang adanya Undang-undang Hak Cipta. Tetapi seringkali mereka mencampuradukkan antara Hak Cipta, Merk dan Paten. Ketiganya memang mempunyai kemiripan meskipun sebenarnya ada perbedaan yang bersifat mendasar.

(44)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

Pendaftaran sebuah produk bisa dilindungi oleh lebih dari satu undang-undang, misalnya kursi mebel ukir dari Jepara dapat dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta, Undang-undang Merek dan Undang-undang Desain Industri. Produk dapat didaftarkan untuk dilindungi oleh lebih dari satu undang-undang. Untuk mengkonsultasikan produknya, maka masyarakat dapat menanyakan pada konsultan HaKI (klinik HaKI).17

A. PENGERTIAN MEREK

BAB III

MEREK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN

2001 TENTANG MEREK

Merek adalah alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan. Merek merupakan salah satu bidang Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi oleh undang. Menurut ketentuan umum Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 diberikan suatu defenisi tentang Merek yaitu: Tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Kemudian dari batasan juridis yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dapat diambil unsur-unsur merek sebagai berikut:

17

(45)

Marojahan Hengky Siregar : Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Dalam Sistem Hukum Merek Di Indonesia (Studi kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 05 PK/N/HaKI/2003), 2010.

1. Adanya tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari keseluruhannya;

2. Adanya daya pembeda atau ciri khas tertentu;

3. Digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Tanda-tanda atau merek dari suatu barang atau jasa tersebut haruslah mampu mempunyai daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing) atau ciri khas tertentu sehingga ia berbeda dari yang lainnya agar dapat diterima pendaftarannya sebagai merek, dan dapat digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Selain menurut batasan yuridis, beberapa sarjana juga memberikan pendapatnya tentang merek yaitu:

1. H.M.N. Purwo Sutjipto, SH., memberikan rumusan bahwa, “Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis.”18

2. Prof. R. Soekardono, SH., memberikan rumusan bahwa, “Merek adalah sebuah tanda (Jawa: ciri atau tengger) dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain.”19

3. Harsono Adisumarto, SH., M.P.A., merumuskan bahwa merek adalah tanda pengenal yang membedakan milik seseorang dengan milik orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan memberikan tanda cap pada punggung sapi dan

18

H. M. N. Purwosucipto, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta, Djambatan, 1984, hal. 82

19

Referensi

Dokumen terkait

PENINJAUAN KEMBALI TERPIDANA ATAS DASAR TERDAPAT NOVUM DAN PERTIMBANGAN JUDEX JURIS MEMUTUS TINDAK PIDANA DI BIDANG MEREK (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 58

Mahkamah Agung berpendapat merek Kopitiam mendapat perlindungan hukum berdasarkan pendaftaran pertama dan bukan suatu merek yang telah menjadi milik umum menurut

Dan hal mendasar dari perlindungan terhadap hak merek dagang adalah tujuan syari’ah ( maqosid al-Syari’at ) yang berkaitan dengan perlindungan hak milik atau harta dalam Islam,

Perlindungan hukum merek dagang milik orang asing yang telah tercatat dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek yang telah tercakup dalam Pasal 21 angka

Yurisprudensi Mahkamah Agung Rl Nomor 032 K/N/HaKI/2003 tanggal 24 Februari 2004 dalam perkara pembatalan merek Pioneer antara Pioneer Kabushiki Kaisha melawan Century

Lembaga Lisensi adalah salah satu bagian yang terpenting dalam pelaksanaan Haki dibidang Merek Dagang dan Jasa.Kegiatan pelaksanaan Perjanjian Lisensi Merek di

Dalam Undang-Undang Merek telah diatur secara preventif diberikan dalam Pasal 6 yang menyatakan bahwa permohonan pendaftaran merek harus ditolak oleh Direktorat Jenderal

Dalam penulisan ini, pertimbangan hukum hakim yang digunakan dalam menentukan ganti kerugian dalam penyelesaian sengketa merek dagang PS Glow dan MS Glow dengan Putusan Nomor