• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN HAK MEREK PADA BIDANG JASA USAHA MENENGAH DALAM RANGKA MENGHADAPI PASAR TUNGGAL

E. Pengertian dan Dasar Hukum Pengaturan Bidang Jasa Usaha Menengah

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria.35

Jasa Usaha Menengah adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau Badan Usaha disemua sektor ekonomi. Pada prinsipnya, pembedaan antara Usaha Mikro (UMi), Usaha Kecil (UK), Usaha Menengah (UM) dan Usaha Besar (UB) umumnya didasarkan pada nilai asset awal (tidak termasuk tanah dan bangunan), omset rata-rata pertahun atau njumlah pekerja tetap. Namun definisi Jasa Usaha Menengah berdasarkan ketiga alat ukur ini berbeda disetiap Negara. Karena itu, memang sulit membandingkan pentingnya atau peran Jasa Usaha Menengah antar Negara. Tidak terdapat kesepakatan umum dalam membedakan sebuah Mikro Ekonomi (MiE) dari sebuah UK atau UK dari sebuah UM, dan yang terakhir dari sebuah UB. Namun demikian, secara umum, sebuah UMi mengerjakan lima atau kurang pekerja tetap, walaupun banyak usaha dari kategori ini tidak mengerjakan pekerja

35

tanggal 6 Mei 2016)

yang digaji, yang didalam literature sering disebut self employment. Sedangkan sebuah Jasa Usaha Menengah dapat berkisar antara kurang dari 100 pekerja (di Indonesia), dan 300 pekerja (di China). Selain menggunakan jumlah pekerja, banyak Negara yang juga menggunakan nilai asset tetap (tidak termasuk gedung dan tanah) dan omset dalam mendefinisikan Jasa Usaha Menengah. Bahkan dibanyak Negara, definisi Jasa Usaha Menengah berbeda antar sector, misalnya di Thailand, India, dan China, atau bahkan berbeda antar lembaga atau departemen pemerintah, misalnya Indonesia dan Pakistan.36

Usaha mikro kecil dan menengah sering kali dipandang sebagai sebuah problem. Terdapat berbagai alasan mengapa muncul pandangan seperti itu. Tinjauan prespektif kemampuan usaha mikro kecil dan menengah dianggap kurang berdaya. Sehingga pemerintah merasa perlu memberikan perhatian khusus, perlindungan dan bantuan usaha nampaknya menjadi suatu keharusan, mengingat jumlah tenaga kerja yang terserap dalam sektor ini cukup besar. Upaya dalam mengatasi masalah tersebut harus menjadi agenda pembangunan yang pokok, harus dilandasi oleh strategi penguatan dan pemberdayaan yang tujuannya adalah memampukan juga memandirikan lapisan pengusaha kecil.37

Pandangan dari perspektif lain, usaha mikro kecil dan menengah justru memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan usaha besar. Hal tersebut dapat diketahui dari kemampuannya dalam melunasi kewajiban pembayaran hutang.

38

36

Tulus Tambunan, Op.Cit, hal 3 37

Nety Herawati, Op.Cit, hal 2 38

http://muthiyagabrielamalawat.blogspot.co.id/2011/04/usaha-kecil-menengah-ukm.html

Dasar hukum yang pengaturan bidang jasa usaha menengah ialah:

1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.39 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.40

Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yaitu mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan, menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri dan meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.41

Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Usaha Menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan dengan memfasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui

39

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Pasal 1 angka 3

40

Ibid, Pasal 3 41

perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan lembaga pembiayaan lainnya; dan mengembangkan lembaga penjamin kredit dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor.42 Dalam pelaksanaan kemitraan dengan pola distribusi dan keagenan Usaha Besar dan/atau Usaha Menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil.43Usaha Menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya.44 2. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Pengembangan usaha dilakukan terhadap Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah.45 Pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah dilakukan melalui pendataan, identifikasi potensi, dan masalah yang dihadapi, penyusunan program pembinaan dan pengembangan sesuai potensi dan masalah yang dihadapi, pelaksanaan program pembinaan dan pengembangan dan pemantauan dan pengendalian pelaksanaan program.46 Pemerintah dan Pemerintah Daerah memprioritaskan pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah melalui pemberian kesempatan untuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pencadangan usaha bagi Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah melalui pembatasan bagi Usaha Besar, kemudahan perizinan,

42 Ibid, Pasal 24 43 Ibid, Pasal 31 44

Ibid, Pasal 35 ayat (2) 45

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Pasal 3 ayat (1)

46

penyediaan Pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau fasilitasi teknologi dan informasi.

3. Peraturan menteri koperasi dan usaha kecil dan menengah nomor 18/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan bagi Sumber daya manusia Koperasi, Pengusaha mikro, Kecil, dan Menengah Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang-perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung ataupun tidak langsung dari usaha kecil atau usaha besar dari hasil penjualan tahunan yang memenuhi kriteria Usaha Menengah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.47

F. Bidang Jasa Usaha Menengah Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN

Pasar tunggal ASEAN mulai berla

(MEA) dimaksudkan untuk mengintegrasikan perekonomian ASEAN dengan empat pilar yakni menciptakan pasar tunggal dan basis produksi, meningkatkan daya saing, meningkatkan pembangunan ekonomi yang adil, dan lebih mengintegrasikan ASEAN ke dalam ekonomi global. Pemberlakuan MEA pada satu sisi akan memberikan peluang karena terjadinya arus bebas barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil. Dengan adanya MEA akan mendorong kawasan ASEAN menjadi lebih terintegrasi, dinamis dan kompetitif

47

Peraturan menteri koperasi dan usaha kecil dan menengah nomor 18/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan bagi Sumber daya manusia Koperasi, Pengusaha mikro, Kecil, dan Menengah, Pasal 1angka 5

dalam menghadapi persaingan dagang kawasan dan global.48Ini membuat pergerakan bebas barang dan jasa yang diperkirakan dapat menurunkan harga bahan baku dan biaya produksi di ASEAN hingga 10-20 persen. Sayangnya penurunan tarif ini yang justru belum banyak dimanfaatkan oleh UKM. Menurut perkiraan hanya sekitar 20-25 persen perusahaan Indonesia yang memanfaatkan penurunan tarif preferensial (common effective preferential tariff/CEPT) yang berlaku di AFTA atau MEA.49

Bidang Jasa usaha menengah sendiri selama ini masih gagap menghadapi persaingan domestik dengan usaha menengah dan besar, namun sekarang tiba-tiba harus menghadapi sesama Jasa Usaha Menengah dari semua negara ASEAN. Masalah kesiapan dalam menghadapi MEA bukan monopoli Jasa Usaha Menengah di Indonesia. Jasa Usaha Menengah negara lain juga menghadapi kondisi hal yang sama. Sebuah survei yang dilakukan oleh Bank Pembangunan Asia dan Institut Studi Asia Tenggara (2015) menemukan bahwa kurang dari seperlima bisnis kawasan ASEAN yang siap menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN.50

Pada pertengahan tahun ini, Kementerian Perdagangan Malaysia melakukan survei terhadap sekitar seribu industri skala kecil dan menengah. Lebih dari setengah dari mereka yang tidak tahu tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN, terutama apa yang bisa dilakukan untuk bisnis mereka. Ada sekitar 60% Jasa Usaha Menengah tidak menyadari peluang di negara-negara ASEAN lainnya, baik

48

Lubis, A. Lima Tahap Menuju Pasar Tunggal ASEAN. Waspada. Medan. http://www.waspada.co.id (10 Mei 2016). 49 50

mereka tidak menyadari apa itu MEA atau tidak menyadari peluang yang tersedia di negara-negara ASEAN. Kondisi serupa juga dialami oleh beberapa negara ASEAN lainnya. Myanmar, misalnya juga menghadapi kendala yang tidak jauh berbeda. Bahkan para pengusaha Myanmar sendiri mengaku belum siap untuk bergabung dalam pasar MEA. Artinya Indonesia bukan satu satunya negara ASEAN yang masih memerlukan persiapan lebih banyak. Diperlukan sebuah strategi bisnis yang tepat bagi Jasa Usaha Menengah dalam memosisikan diri menghadapi MEA. Pada dasarnya setiap negara memiliki keunggulan bersaing yang berbeda sesuai dengan resources negara yang bersangkutan. Setiap negara memiliki awarnessyang hendak di bangun dalam menghadapi persaingan.51

51

Unisosdem. ASEAN Berencana Menjadi Pasar Tunggal.

Kesulitan yang dihadapi oleh Jasa Usaha Menengah di Indonesia dalam bersaing adalah lemahnya kegiatan branding dan promosi serta penetrasi pasar diluar negeri. Kesulitan ini jangan sampai membuat Jasa Usaha Menengah Indonesia terdesak untuk masuk pasar luar negeri. Tantangan tersebut, bukan hanya menjadi tanggung jawab Jasa Usaha Menengah saja, tetapi juga pemerintah. Selain itu ada banyak tantangan dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Hingga kini Indonesia masih menghadapi persaingan dengan negara lain terkait dengan daya saing infrastruktur, kesiapan sumber daya manusia, pembiayaan lembaga keuangan dan perbankan dalam mendukung perkembangan Jasa Usaha Menengah, dan iklim bisnis yang mampu mendorong persaingan dan efisiensi bisnis.

2016).

Selain itu, Jasa Usaha Menengah harus mampu beradaptasi dengan lingkungan bisnis secara keseluruhan, kemudahan akses terhadap pembiayaan, akses ke pasar, dan produktivitas dan efisiensi. Akses ke lembaga keuangan merupakan sebuah rintangan utama, karena pembiayaan untuk Jasa Usaha Menengah masih menggunakan skema kredit komersial, bahkan suku bunga pembiayaan Indonesia jauh dari kompetitif di banding negara ASEAN lainnya. Belum lagi perusahaan khusus mikro yang memiliki potensi untuk berkembang dari usaha kecil atau menengah masih mengalami hambatan berkoneksi dengan lembaga keuangan karena mereka tidak memiliki dokumentasi keuangan dan catatan, tidak ada hubungan perbankan, dan kurang melek finansial. Asimetri informasi kredit Jasa Usaha Menengah, ketersediaan atau kurangnya kredit yang dijamin, ketidakcocokan program pembiayaan Jasa Usaha Menengah, semakin menambah masalah. Sementara itu, kalangan perbankan juga harus mampu menjembatani akses yang lebih baik dalam membiayai Jasa Usaha Menengah. Hal itu dapat dicapai melalui peningkatan keterampilan manajemen risiko lembaga keuangan dan memahami lebih jauh kebutuhan sektor tersebut, sehingga meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelola program pembiayaan Jasa Usaha Menengah.

Kalangan perbankan harus membantu para Jasa Usaha Menengah menyadari pentingnya perilaku pembayaran yang baik bagi mereka sendiri karena hal itu akan dapat mendukung permintaan kredit untuk Jasa Usaha Menengah mereka. Jasa Usaha Menengah juga harus memahami dan mengendalikan risiko keuangan dan likuiditas, agar tidak menimbulkan utang lebih tinggi dari

pendapatan mereka, menghindari penipuan identitas (informasi pribadi mereka digunakan oleh orang lain untuk mendapatkan kredit) dan lain sebagainya.

Jasa Usaha Menengah didorong untuk memiliki pola pikir yang kompetitif; terhubung ke target pasar; sesuai dengan standar internasional dan proses terbaik di kelasnya atau benchmarking; bersaing secara berkelanjutan; dan beradaptasi dengan praktik bisnis terbaik. Dalam menghadapi MEA, Jasa Usaha Menengah juga didesak untuk mampu berintegrasi dengan pasar bebas ASEAN (MEA) menjadi sebuah kesempatan untuk tumbuh.

Masyarakat ekonomi ASEAN memberikan kesempatan bagi Jasa Usaha Menengah untuk menjadi pemain utama di pasar ASEAN dan memungkinkan untuk terintegrasi dalam jaringan produksi regional dan rantai nilai global. Dengan kemampuan bersaing ini, Jasa Usaha Menengah Indonesia akan mampu menjadi pemain regional dan global yang kompetitif dan meningkatkan produktivitasnya menghadapi pasar bebas ASEAN.52

Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan pelaku bisnis yang bergerak pada berbagai bidang usaha, yang menyentuh kepentingan masyarakat. Berdasarkan data BPS (2003), populasi usaha kecil dan menengah (UKM) jumlahnya mencapai 42,5 juta unit atau 99,9 persen dari keseluruhan pelaku bisnis di tanah air. Jasa Usaha Menengah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen. Semenrtara itu, kontribusi UKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen.53

52 53 (diakses tanggal 16 Juni 2016)

Usaha kecil dan menengah merupakan tulang punggung perekonomian ASEAN. Kerja sama regional untuk mengembangkan Jasa Usaha Menengah berpedoman pada kebijakan cetak biru ASEAN untuk perkembangan UKM 2004-2014. Dibangun dengan proses berkelanjutan, rencana strategis perkembangan UKM ASEAN 2010-2015 meliputi komitmen regional pengembangan Jasa Usaha Menengah yang diadopsi dari Small Medium Enterprises Working Group

(SMEWG) tahun 2009 dan didukung oleh Pertemuan Pejabat Senior Perdagangan

Senior Economic Officials Meeting (SEOM) 2010 untuk Meningkatkan daya saing dan fleksibilitas kemajuan Jasa Usaha Menengah sebagai pasar utama dan basis produksi di ASEAN. Untuk saat ini Koperasi lebih menikberatkan kepada UKM dan telah ada Kementrian Koperasi dan Jasa Usaha Menengah dengan tugas nya membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang Jasa Usaha Menengah masyarakat dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Sejauh ini persiapan Jasa Usaha Menengah untuk menghadapi era MEA 2015 ini cukup bagus. Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 membawa suatu peluang sekaligus tantangan bagi ekonomi Indonesia. Dengan diberlakukannya MEA, negara anggota ASEAN akan mengalami aliran bebas barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terdidik dari dan ke masing-masing negara. Untuk menghadapi era pasar bebas se-Asia Tenggara itu, dunia usaha di Tanah Air tentu harus mengambil langkah-langkah strategis agar dapat menghadapi persaingan dengan negara ASEAN lainnya, tak terkecuali sektor Jasa Usaha Menengah.

Persiapan Jasa Usaha Menengah untuk menghadapi era MEA ini cukup bagus, Persiapan sampai saat ini untuk menghadapi MEA itu kurang lebih 60 sampai 70 persen. Sebagai persiapan, menurut dia, pemerintah telah melaksanakan beberapa upaya strategis, salah satunya pembentukan Komite Nasional Persiapan MEA 2015, yang berfungsi merumuskan langkah antisipasi serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan Jasa Usaha Menengah mengenai pemberlakuan MEA pada akhir 2015. Adapun langkah-langkah antisipasi yang telah disusun Kementerian Koperasi dan Jasa Usaha Menengah untuk membantu pelaku Jasa Usaha Menengah menyongsong era pasar bebas ASEAN itu, antara lain peningkatan wawasan pelaku Jasa Usaha Menengah terhadap MEA, peningkatan efisiensi produksi dan manajemen usaha, peningkatan daya serap pasar produk Jasa Usaha Menengah lokal, penciptaan iklim usaha yang kondusif. Untuk meningkatkan kualitas pelaku Jasa Usaha Menengah, berbagai pembinaan dan pelatihan, baik yang bersifat teknis maupun manajerial selalu di gaungkan. Namun, banyaknya tenaga kerja yang tidak terampil tentu berdampak pada kualitas produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, kementrian Koperasi melakukan pembinaan dan pemberdayaan Jasa Usaha Menengah yang diarahkan pada peningkatan kualitas dan standar produk, agar mampu meningkatkan kinerja Jasa Usaha Menengah untuk menghasilkan produk-produk yang berdaya saing tinggi.54

Sektor Jasa Usaha Menengah yang paling penting untuk dikembangkan dalam menghadapi MEA itu yang terkait dengan industri kreatif dan inovatif, handicraft, home industry, dan teknologi informasi. Kementrian Koperasi juga

54

berupaya meningkatkan akses dan transfer teknologi untuk mengembangkan pelaku Jasa Usaha Menengah inovatif sehingga nantinya mampu bersaing dengan pelaku Jasa Usaha Menengah asing. Peningkatan daya saing dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), diperlukan para pelaku Jasa Usaha Menengah di Indonesia untuk menghadapi persaingan usaha yang makin ketat, khususnya dalam menghadapi MEA.

Jasa Usaha Menengah memiliki kontribusi yang besar dalam perekonomian Indonesia namun para jasa usaha menengah belum menyadari itu. Jasa Usaha Menengah memiliki peran yang penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia terlebih untuk menghadapi MEA. Namun jasa usaha menengah di Indonesia memiliki berbagai kendala untuk berkembang yaitu kualitas tenaga kerja yang rendah,kekurangan modal dll. Namun sekarang pemerintah sedang berusaha melakukan perbaikan kualitas tenaga kerja dengan melakukan pendidikan dan juga pelatihan kemudian mengenai kekurangan modal, pemerintah Indonesia sedang berusaha untuk mempermudah akses jasa usaha menengah dalam mendapatkan modal di bank. Misalnya dengan adanya KUR (Kredit Usaha Rakyat). Dengan berbagai upaya tersebut diharapkan Indonesia siap untuk menghadapi MEA.55

55

Anna Allaily Lutfi Rizka Putri, Masyarakat Ekonomi Asean (Mea)Mengenai Usaha Kecil Menengah (UKM), Makalah MEA Mengenai UKM, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji Batam, 2016

Perjalanan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menuju pasar tunggal ASEAN. Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) bertujuan untuk mengintegrasikan perekonomian ASEAN dengan empat pilar: Menciptakan pasar tunggal dan basis produksi, meningkatkan daya saing, meningkatkan pembangunan ekonomi yang adil, dan lebih mengintegrasikan ASEAN ke dalam ekonomi global. Harus diakui banyak kalangan yang belum paham dengan MEA,

terutama di kalangan jasa usaha menengah. Jasa usaha menengah kita selama ini banyak bergerak disektor informal di pedesaan dan cenderung belum well inform. Peran pemerintah dalam mensosialisasi potensi dan peluang MEA masih perlu terus di dorong, terutama di kalangan jasa usaha menengah agar mampu bersaing dengan pelaku jasa usaha menengah negara lain.

Masalah kesiapan dalam menghadapi MEA merupakan hal yang tidak bisa ditawar tawar lagi. Negara lain juga menghadapi kondisi hal yang sama. Sebuah survei yang dilakukan oleh Bank Pembangunan Asia dan Institut Studi Asia Tenggara (2015) menemukan bahwa kurang dari seperlima bisnis kawasan Asean yang siap menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN.

Pada pertengahan tahun ini, Kementerian Perdagangan Malaysia melakukan survei terhadap sekitar seribu industri skala kecil dan menengah. Lebih dari setengah dari mereka yang tidak tahu tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN, terutama apa yang bisa dilakukan untuk bisnis mereka. Ada sekitar 60 persen jasa usaha menengah tidak menyadari peluang di negara-negara Asean lainnya, baik mereka tidak menyadari apa itu Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau tidak menyadari peluang yang tersedia di negara-negara ASEAN. Dalam menghadapi MEA, jasa usaha menengah didesak untuk mampu berintegrasi dengan pasar bebas Asean (MEA) menjadi sebuah kesempatan untuk tumbuh. Masyarakat ekonomi Asean memberikan kesempatan bagi bagi jasa usaha menengah untuk menjadi pemain utama di pasar ASEAN dan memungkinkan untuk terintegrasi dalam jaringan produksi regional dan rantai nilai global. Tantangan tersebut, bukan hanya menjadi tangungjawab jasa usaha menengah saja, tetapi juga pemerintah. Daya saing perekonomian secara makro juga harus mampu bersaing

dengan negara lain. Daya saing ini di harapkan mampu mendorong manajemen jasa usaha menengah membuat struktur bisnis yang diperlukan yang dapat mendukung operasi lebih efisien dan mengembangkan kemampuan yang lebih fleksibel dalam bersaing di kawasan intra ASEAN. Dengan kemampuan bersaing ini, jasa usaha menengah Indonesia akan mampu menjadi pemain regional dan global yang kompetitif dan meningkatkan produktivitasnya menghadapi pasar bebas ASEAN. Selain itu ada banyak tantangan dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Hingga kini kita masih menghadapi persaingan dengan negara lain terkait dengan daya saing infrastruktur, kesiapan sumber daya manusia, pembiayaan lembaga keuangan dan perbankan dalam mendukung perkembangan jasa usaha menengah, dan iklim bisnis yang mampu mendorong persaingan dan efisiensi bisnis.

Persoalan lain yang harus di hadapi adalah internal jasa usaha menengah sendiri dalam menghadapi MEA. Untuk melakukannya, jasa usaha menengah didorong untuk memiliki pola pikir yang kompetitif;terhubung ke target pasar; sesuai dengan standar internasional dan proses terbaik di kelasnya atau benchmarking; bersaing secara berkelanjutan; dan beradaptasi dengan praktik bisnis terbaik.56

Jasa usaha menengah harus mampu beradaptasi dengan lingkungan bisnis secara keseluruhan, kemudahan akses terhadap pembiayaan, akses ke pasar, dan produktivitas dan efisiensi. Akses ke lembaga keuangan merupakan sebuah rintangan utama, karena pembiayaan untuk jasa usaha menengah masih

56

Yusron, U. Masyarakat Ekonomi Tunggal ASEAN. Berita Satu. Jakarta. 9 April 2015. www.beritasatu.com (12 Mei 2016)

menggunakan skema kredit komersial, bahkan suku bunga pembiayaan Indonesia jauh dari kompetitif di banding negara Asean lainnya. Belum lagi perusahaan khusus mikro yang memiliki potensi untuk berkembang dari usaha kecil atau menengah masih mengalami hambatan berkoneksi dengan lembaga keuangan karena mereka tidak memiliki dokumentasi keuangan dan catatan, tidak ada hubungan perbankan, dan kurang melek finansial. Asimetri informasi kredit jasa usaha menengah, ketersediaan atau kurangnya kredit yang dijamin, ketidakcocokan program pembiayaan jasa usaha menengah, semakin menambah masalah.

Kalangan perbankan juga harus mampu menjembatani akses yang lebih baik dalam membiayai jasa usaha menengah. Hal itu dapat dicapai melalui peningkatan keterampilan manajemen risiko lembaga keuangan dan memahami lebih jauh kebutuhan sektor tersebut, sehingga meningkatkan kemampuan mereka

Dokumen terkait