• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA

Dalam dokumen Universitas Sumatera Utara (Halaman 44-120)

Pada bab ini dibahas mengenai pengaturan tindak pidana pelanggaran privasi di media sosial menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta pengaturan tindak pidana pelanggaran privasi di media sosial menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

BAB III FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PELANGGARAN PRIVASI DI MEDIA SOSIAL

Pada bagian ini diuraikan faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran privasi di media sosial, upaya penanggulangan tindak pidana pelanggaran privasi di media sosial, dan faktor pendukung dan penghambat dalam melakukan penanggulangan pelanggaran privasi di media sosial.

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PELANGGARAN PRIVASI DI MEDIA SOSIAL

Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengertian pelaku dalam hukum pidana, pelaku pelanggaran privasi di media sosial, pertanggungjawaban pidana pelaku pelanggaran privasi di media sosial.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini dibahas mengenai kesimpulan dan saran sebagai hasil dari pembahasan dan penguraian skripsi ini secara keseluruhan.

35

BAB II

PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PELANGGARAN PRIVASI DI MEDIA SOSIAL

A. Pengaturan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Dalam upaya menangani kasus pelanggaran privasi, terdapat beberapa pasal dalam KUHP yang mengkriminalisasi pelanggaran privasi dengan menggunakan metode interpretasi ekstensif (perumpamaan dan persamaan) terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP. Adapun pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP yang mengkriminalisasi terhadap pelanggaran privasi di media sosial, yaitu diatur dalam BAB XVI terdapat pengaturannya dari Pasal310 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik. Untuk dapat dikategorikan sebagai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, maka unsur-unsur yang harus dipenuhi adalah :44

1. Adanya hal yang tidak benar dikomunikasikan lewat media sosial.

2. Hal atau keadaan tersebut mengenai diri seseorang atau suatu badan.

3. Hal atau keadaan dipublikasikan kepada pihak lain.

4. Publikasi tersebut melibatkan kerugiaan bagi seseorang yang menjadi objek.

Hal atau keadaan yang dikomunikasikan atau dipublikasikan lewat media sosial dapat dikatakan merupakan penghinaan atau pencemaran nama baik yang menyebabkan terjadinya pelanggaran privasi bila hal atau keadaan itu adalah tidak benar dan bersifat merugikan bagi pihak yang menjadi korban, baik itu yang merupakan suatu yang merusak reputasi ataupun yang membawa kerugian material bagi pihak korban. Publikasi dan komunikasi tentang diri pihak lain dapat dikatakan pencemaran nama baik dan/atau

44 Asril Sitompul, op.cit, h. 75.

penghinaan, baik dilakukan dengan kata-kata atau tulisan yang terang-terangan maupun dengan bentuk yang tersembunyi, namun mengandung konotasi yang dapat merusak reputasi seseorang atau badan.

Pencemaran nama baik merupakan delik aduan yang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur pada Pasal 72 sampai dengan Pasal 75. Delik aduan yaitu45

1. Delik Aduan Absolut :

“suatu delik yang perkaranya baru dapat dituntut bila telah adanya pengaduan dari pihak yang berkepentingan atas penuntutan tersebut. Tanpa adanya pengaduan, maka delik tersebut tidak dapat dituntut perkaranya”

Pada umumnya delik aduan terbagi atas :

Delik aduan absolute adalah delik yang dalam keadaan apapun tetap merupakan delik aduan. Atau menurut kata-kata Vos : “Absolute zinj die, welke als regel alleen op klachte vervolgbaar zinj…”. Tindakan pengaduan disini diperlukan untuk menuntut peristiwanya, sehingga semua yang bersangkutpaut dengan itu harus dituntut. Dengan kata lain, delik aduan absolute bersifat ansplitsbaar.

2. Delik Aduan Relatif

Delik aduan relatif adalah delik yang dalam keadaan tertentu saja diperlukan adanya pengaduan, sedangkan pada umumnya ia merupakan kejahatan biasa.

Pengaduan ini dilakukan bukan untuk menuntut peristiwanya tetapi karena itu delik aduan relatif bersifat splitsbaar.

45Ibid

Berdasarkan pengamatan terhadap pasal 72 (ayat 1 dan 2) serta ketentuan-ketentuan pidana yang tersebar dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat disimpulkan bahwa yang berhak mengajukan delik aduan adalah :

1. Orang yang dikenai atau menjadi korban kejahatan yang bersangkutan.

2. Dalam Pasal tersebut dengan jelas ditentukan siapa yang berhak mengajukan aduan.

3. Dalam hal yang bersangkutan belum cukup umur atau belum dewasa atau dibawah pemilikan orang lain, maka yang berhak mengadu adalah wakilnya yang sah dalam perkara sipil.

4. Jika wakil-wakil tersebut tidak ada, maka yang berhak mengadu adalah antara wali atau pemilik, keluarga sedarah dalam garis lurus/menyimpang.

Melalui delik aduan diatas maka dapat dilihat bahwa penghinaan termasuk delik pengaduan absolut. Penghinaan termasuk dalam delik aduan karena suatu penghinaan itu umumnya bersifat pibadi dan tanggapannya pun bersifat pribadi pula, maka penghinaan dimasukkan dalam golongan delik aduan, artinya kepada korbannya diseahkan kebebasan untuk mengambil sikap sendiri terhadap suatu penghinaan yang menimpa dirinya, apakah penghinaan itu kan diadukan atau tidak, tanpa perlu dicampuri pihak lain yang tidak berkepentingan. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur yang bersifat pribadi itu kita tidak dapat menarik suatu garis kseragaman, mengingat tidak terbatasnya aneka ragam sifat-sifat pribadi manusia itu.46

46A. ridwan Halim, Op. Cit., h. 166.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ketentuan ketentuan pidana terhadap tindak pidana pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan :

“barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh suatu hal, dengan maksud yang jelas agar hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana denda paling lama 9 (Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah)”

Dalam KUHP, seseorang dianggap telah mencemarkan nama baik orang lain ketika seseorang tersebut dengan sengaja dan dengan bertujuan agar sesuatu hal yang berkaitan dengan kehormatan atau nama baik seseorang yang diketahuinya itu agar diketahui oleh orang lain. KUHP menguraikan secara jelas tentang pencemaran nama baik yang merupakan delik aduan, yaitu seperti tercantum dalam Pasal 310 (ayat 1 sampai 3), peristiwa pidana yang merupakan penghinaan adalah perbuatan fitnah yang menjatuhkan kedudukan, martabat, dan nama baik seseorang dengan menuduh sesuatu hal. Yang maksudnya terang supaya hal tersebut diketahui umum.Perbuatan penghinaan ini diancam pidana penjara paling lama Sembilan bulan dan/atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

Jenis tindak pidana terhadap kehormatan ini, menurut ilmu hukum pidana terdiri dari 4 bentuk yakni47

a. Menista (secara lisan) :

b. Menista secara (tertulis)

47 Leden Marpaung, Loc. Cit.

c. Fitnah

d. Penghinaan ringan

Jenis tindak pidana penghinaan diatur dalam Bab XVI mulai dari pasal 310-321 KUHP.Istilah penghinaan sebenarnya merupakan istilah yang diterjemahkan dari bahasa Belanda smaad. Penghinaan terdiri dari beberapa macam yaitu :

1. Menista (smaad)

Perkataan “menista” berasal dari kata “nista”.Sebagian pakar mempergunakan kata celaan.Perbedaan istilah tersebut disebabkan penggunaan kata-kata dalam menerjemahkan kata smaad dari Bahasa Belanda.Kata “nista” dan kata “celaan”

merupakan kata sinonim.Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia.Meskipun kedua kata tersebut hampir bersamaan artinya, tetapi kata “celaan” belum tentu tindak pidana karena dapat berupa pernyataan atau pendapat atau kritik.Kata “menista” pada umumnya orang berpendapat bahwa hal tersebut merupakan tindak pidana.

Dalam KUHP menista terbagi secara lisan yaitu yang diucapkan atau dilakukan dengan oral yang diatur dalam Pasal 310 ayat (1) dan menista secara tertulis yaitu yang dilakukan melalui tulisan (barang cetakan) diatur dalam Pasal 310 ayat (2).

Menista secara lisan diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP yang bunyinya :

“barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan tertentu, dengan maksud yang nyata untuk menyiarkan tuduhan itu supaya diketahui umum, dihukum karena salahnya menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500,-“

Dimaksud dengan kehormatan adalah perasaan pribadi atau harga diri. Sedangkan nama baik adalah kehormatan yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang berhubung dengan kedudukannya di dalam masyarakat.48

a. Dengan sengaja

Dari Pasal 310 ayat (1) KUHP, orang yang terkena delik pencemaran harusmemenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

Menurut doktrin (ilmu pengetahuan), sengaja termasuk unsur subyektif, yang ditujukan terhadap perbuatan. Artinya pelaku mengetahui perbuatannya ini, pelaku menyadari mengucapkan kata-kata yang mengandung pelanggaran privasi terhadap nama baik orang lain atau kehormatan.49

Apakah pelaku tersebut bermaksud menista, tidak termasuk unsur “sengaja”.

Sengaja disini, tidak begitu jauh karena disini tidak diperlukan “maksud lebih jauh”, jadi tidak diperlukan animus injuriandi, sebagaimana dimuat oleh jurispudensi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 37K/Kr/1957 tanggal 21 Desember 1957, dimana pemohon/penuntut kasasi mengutarakan salah satu alasan keberatannya sebagai berikut50

Bahwa dalam hal ini, si pelaku menyadari atau mengetahui bahwa kata-kata itu diucapkan dan mengetahui bahwa kata-kata tersebut merupakan kata-kata “menista”

bahwa si pelaku bukan mempunyai niat untuk menghina atau menista, tidak merupakan :

“bahwa penuntut-penuntut kasasi tidak mempunyai maksud buat menghina Gubernur Abd. Hakim maupun sebagai pegawai negeri maupun pribadi dari Gubernur Abd.Hakim.”

48 Tongat, Hukum Pidana Materiil Tinjauan Atas Tindak Pidana Terhadap Subjek Hukum dalam KItab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Djambatan, 2003), h. 158.

49 Leden Marpaung, Op Cit., h. 13-14.

50Ibid

bagian dari dolus/opzet. Lain halnya kalau pelaku mengucapkan kata-kata tersebut dalam keadaan mabuk atau dalam keadaan bermimpi, karena pelaku dalam kedua hal tersebut berbuat tanpa kesadaran yang wajar.Selain daripada itu, perlu disadari bahwa “niat”

belum termasuk lingkungan ilmu hukum pidana.Mempunyai niat jahat, belum dapat dihukum tetapi dalam agama memang merupakn dosa.51

b. Menyerang kehormatan atau nama baik orang lain

Kehormatan adalah perasaan pribadi atas harga diri, sedangkan nama baik adalah kehormatan yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang berhubungan dengan kedudukannya di dalam masyarakat. Jadi nama baik ditujukan kepada orang yang memiliki kedudukan tinggi. Nama baik merupakan kehormatan luar, sedangkan kehormatan adalah kehormatan dalam. Kehormatan dapat saja langsung terlanggar tanpa menyentuh nama baik, misalnya dengan memukul pada muka, tetapi pelanggaran privasi terhadap nama baik akan mengenai kehormatan sekaligus. Hanya penghinaan terhadap seseorang di muka orang lain akan dapat melanggar nama baik maupun kehormatan52

c. Menuduh melakukan suatu perbuatan tertentu

.

Kata “perbuatan tertentu” sebagai terjemahan dari kata Bahasa Belanda: bepaald feit dalam arti bahwa perbuatan yang dituduhkan tersebut dinyatakan dengan jelas, baik tempat maupun waktunya. Jika tidak jelas disebut waktu dan tempat perbuatan tersebut maka perbuatan pelaku tersebut adalah penghinaan biasa (ringan)53

d. Dengan maksud yang nyata supaya diketahui oleh umum .

51Ibid

52Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP II), Alumni, (Bandung: 1979) h. 136.

53 Leden Marpaung, Op Cit., h. 137.

Tuduhan itu dilakukan untuk diumumkan, tetapi juga tuduhan yang dilakukan secara rahasia terhadap seseorang dapat dihukum, asal ia mempunyai tujuan, agar tuduhan yang diberitahukan itu disiarkan sesuatu dengan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Pemberitahuan yang dihadiri oleh dua orang atau lebih, sedangkan diantara orang-orang itu tidak termasuk orang-orang serumah dengan pelaku, merupakan hal-hal yang dianggap mempunyai tujuan untuk disiarkan54

54 Moch Anwar, Op Cit., h. 137.

.

Menista secara tertulis diatur dalam Pasal 310 ayat (2) yang bunyinya sebagai berikut :

“kalau hal itu terjadi dengan surat atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan, maka pembuat karena salahnya menista dengan surat, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-“

Berdasarkan rumusan Pasal 310 ayat (2) maka menista dengan tulisan bedanya adalah bahwa menista dengan tulisan dilakukan dengan tulisan atau gambar sedang unsur-unsur lainnya tidak berbeda.Kata disiarkan terjemahan dari Bahasa Belanda atas kata verspreid yang juga dapat diterjemahkan dengan “disebarkan”.Disebar atau disiarkan mengandung arti bahwa tulisan atau gambar tersebut, lebih dari satu helai atau eksemplar. Dipertunjukkan dimaksud bahwa tulisan atau gambar, tidak perlu jumlah banyak tetapi dapat dibaca atau dilihat orang lain di media sosial.

Dari Pasal 310 ayat (2) KUHP, orang yang terkena delik pencemaran harusmemenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Perbuatannya dilakukan dengan sengaja.

2. Objeknya atau sasarannya adalah pribadi perorangan.

3. Perbuatan yang dilakukan itu jelas menyerang kehormatan dan nama baik seseorang.

4. Perbuatan itu dilakukan dengan maksud supaya tersiar dan diketahui umum.

5. Harus ada atau mengandung tuduhan tertentu, dan 6. Adanya unsur tertulis

Perbuatan yang diatur dalam Pasal 310 ayat (1) dan Pasal 310 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut dilakukan demi kepentingan umum atau untuk membela diri, maka terhadap pelakunya tidak dapat dipidana, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 310 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang bunyinya :

“tidak dapat dikatakan menista atau menista dengan surat jika nyata perbuatan itu dilakukan untuk mempertahankan kepentingan umum atau karena terpaksa untuk mempertahankan diri”

Menurut Satochid Kartanegara merumuskan “kepentingan umum” sebagai berikut55

55 Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu (special delicten) Di Dalam KUHP,(Jakarta: Sinar Grafia, 2009), h. 15.

:

“bila penuduh menyatakan bahwa tuduhannya itu dilancarkan untuk kepentingan umum, maka berarti bahwa kepentingan umum dengan tuduhan itu diuntungkan.”

Menurut Mr. Tirtaamidjaja member contoh tentang “Kepentingan umum” sebagai berikut :

“untuk kepentingan umum misalnya bertindak seorang Kepala Polisi, yang memberi peringatan dalam surat kabar umum terhadap tipu saya orang-orang tertentu.”

Selanjutnya “karena terpaksa untuk mempertahankan diri”, oleh Mr. Tirtaamidjaja, diberi contoh sebagai berikut :

“bertindak untuk membela diri karena terpaksa misalnya orang, yang dengan tidak benar telah dituduh melakukan suatu pelanggaran pidana, menunjuk orang yang sebenarnya melakukan pidana itu.”

Berdasarkan rumusan Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa agar seseorang dipidana berdasakan aturan ini, maka orang tersebut harus melakukan penghinaan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan sesuatu hal, tuduhan tersebut dimaksudkan agar tersiar atau diketahui oleh khayalak umum. Dalam hal ini sesuatu hal yang dituduhkan itu tidak harus berupa perbuatan-perbuatan bersifat yang jahat, tetapi tuduhan itu bisa terhadap semua hal yang dapat merusak nama baik seseorang atau nama baik seseorang yang menyebabkan terjadinya pelanggaran privasi pada orang tersebut.

2. Memfitnah (defamation)

Secara umum istilah memfitnah biasanya diartikan sebagai kata-kata yang tidak benar yang biasanya dipakai untuk menuduh seseorang.Pemahaman secara sosiologis tersebut nampaknya juga tidak terlalu jauh dari pemahaman menurut tata bahasa.Dalam

tata Bahasa Indonesia, fitnah diartikan sebagai perkataan yang dimaksudkan menjelekkan orang.Dengan demikian, maka secara umum tidak terlalu salah kiranya apabila memfitnah diartikan sebagai menyampaikan kata-kata bohong atau tidak benar, kata-kata tersebut dimaksudkan untuk menjatuhkan atau menjelekkan seseorang.Justru karena kata-kata yang disampaikan tidak benar itulah, kemudian hal itu disebut memfitnah.56

(1) Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau dengan surat, dalam hal ia diizinkan membuktikan kebenaran tuduhannya itu di hukum karena salahnya fitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun, jika ia tidak dapat membuktikan kebenaran itu dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar.

Menurut konteks hukum pidana fitnah diatur dalam ketentuan Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang bunyinya sebagai berikut :

(2) Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam Pasal 35 No.

1-3.

Unsur-unsur Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut adalah sebagai berikut :

1. Unsur melakukan kejahatan pncemaran nama baik lisan atau tertulis.

2. Unsur adanya izin untuk membuktikan kebenaran itu.

3. Unsur tidak (dapat) membuktikan kebenaran itu.

4. Unsur tuduhan dilakukan.

5. Unsur diketahui bahwa tuduhan itu tidak benar atau bertentangan dengan yang diketahui.

56Ibid., h. 160.

Bahwa tidak setiap orang yang melakukan tindak pidana pencemaran nama baik yang menyebabkan pelanggaran privasi itu dapat diizinkan untuk membuktikan kebenaran atas tuduhannya itu. Hanya tindak pidana pencemaran atas alasan-alasan tertentu saja yang kepada pelakunya dapat diizinkan untuk membuktikan kebenaran atas tuduhan itu.Sementara terhadap tindak pidana pencemaran yang dilakukan atas alasan-alasan diluar hal tersebut tidak diizinkan untuk membuktikan kebenaran tuduhannya itu.

Sesuai yang diatur dalam Pasal 312 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pembuktian kebenaran tuduhan itu hanya diizinkan dalam hal yang sebagai berikut :57

1. Kalau hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran itu supaya dapat menimbang perkataan terdakwa bahwa ia melakukan perbuatan itu untuk mempertahankan kepentingan umum atau karena terpaksa untuk mempertahankan diri

2. Kalau seorang pegawai negeri dituduh melakukan prbuatan dalam menjalankan jabatannya.

Ketentuan Pasal 313 KUHP secara tegas menyatakan :

“Pembuktian yang dimaksud Pasal 312 tidak dibolehkan, jika hal yang dituduhkan hanya dapat dituntut atas pengaduan dan pengaduan tidak diajukan”.

Berdasarkan Pasal 313 KUHP tersimpulah bahwa izin untuk membuktikan kebenaran tuduhan atas alasan-alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 312 KUHP tetap tidak dapat diberikan dalam hal yang dituduhkan tersebut hanya dapat dituntut atas pengaduan, sementara pengaduan itu sendiri tidak diajukan oleh pihak yang dirugikan.58

57 Andi Hamzah, Op. Cit., h. 20.

58 Tongat, Op. Cit., h. 34.

Penerapan Pasal 311 KUHP juga diatur Pasal 314 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :

(1) Kalau orang dihina, dengan keputusan hakim yang sudah tetap, dinyatakan bersalah melakukan perbuatan yang dituduhkan itu, penghukuman karena fitnah tidak boleh dijatuhkan.

(2) Jika dengan putusan hakim yang sudah tetap ia dibebaskan dari tuduhan melakukan perbuatan itu, maka putusan hakim itu dipandang menjadi bukti yang cukup bahwa tuduhan itu tidak benar.

(3) Jika penuntut yang dihina telah dimulai karena perbuatan yang dituduhkan padanya, maka penuntut karena fitnah ditangguhkan sampai perbuatan yang dituduhkan itu diputuskan dengan putusan hakim yang tetap.

Rumusan Pasal 314 KUHP adalah hal yang logis guna menciptakan kepastian hukum karena pemisahan penanganan antara fitnah dengan perbuatan yang dituduhkan dapat menimbulkan keraguan-keraguan atas kepastian hukum.

Dengan rumusan Pasal 314 KUHP maka hal tersebut dapat dicegah.59 3. Penghinaan Ringan

Kata “penghinaan ringan” ditrjemahkan dari Bahasa Belanda kata eenvoudige belediging, sebagian pakar lainnya menerjemahkan kata eenvoudige dengan kata biasa, sebagian pakar lainnya menerjemahkan dengan kata ringan. Dalam kamus Bahasa Belanda, kata envoudige: sderhana, bersahaja, ringan. Dengan demikian, tidak tepat jika dipergunakan penghinaan biasa.60

59 Leden Marpaung, Op. Cit., h. 34.

60Ibid., h. 41.

Penghinaan ringan diatur oleh Pasal 315 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :

“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat menista atau menista dengan surat, yang dilakukan terhadap seseorang baik di muka umum dengan lisan atau dengan surat baik di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, baik dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dihukum karena salahnya penghinaan ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah.”

Bahwa untuk membedakan penghinaan ringan dan pencemaran maka harus dilihat apakah penghinaan itu berupa tuduhan (tentang suatu hal yang menyerang kehormatan) atau tidak. Apabila penghinaan tersebut dilakukan dengan cara menuduh sesuatu hal yang bersifat menyerang kehormatan, maka hal tersebut disebut sebagai pencemaran, sedang apabila penghinaan itu dilakukan tidak dengan menuduh tetapi dilakukan dengan ucapan atau perbuatan misalnya dengan mengatakan anjing, asu, dan sebagainya maka penghinaan itu dikategorikan sebagai penghinaan ringan.

4. Pengaduan Yang Bersifat Memfitnah

Istilah yang sering dipakai untuk menunjukkan pada jenis tindak pidana yang diatur dalam Pasal 317 KUHP terdiri dari berbagai macam istilah. Ada sementara ahli hukum yang menggunakan istilah pengaduan yang bersifat memfitnah untuk menunjuk pada tindak pidana yang diatur dalam Pasal 317 KUHP terdiri dari berbagai macam istilah. Ada sementara ahli hukum yang menggunakan istilah pengaduan yang bersifat memfitnah untuk menunjuk pada tindak pidan yang diatur dalam Pasal 317 KUHP.

Sementara ahli hukum yang lain menggunakan berbagai istilah seperti penghinaan yang

bersifat memfitnah, fitnah dengan pengaduan atau dengan brbagai istilah lain seperti pemeritahuan fitnah, atau mengadu dengan fitnah.61

(1) Barangsiapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan surat pengaduan atau surat pemberitahuan yang palsu tentang seseorang pada pembesar negeri sehingga kehormatan atau nama baik orang itu terserang dihukum karna salahnya fitnah dengan pengaduan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

Fitnah dengan pengaduan diatur pada Pasal 317 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :

Pengertian penguasa termasuk semua instansi dan pejabat yang mempunyai wewenang hukum public.Tidak diperbolehkan antara penguasa bawahan dan penguasa atasan.Juga tidak dipersoalkan apakah instansi atau orang itu yang menerima pengaduan atau pemberitahuan itu memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan.Pengaduan atau pemberitahuan palsu itu meliputi tuduhan yang tidak benar.Ini tidak berarti bahwa isi tuduhan itu tidak benar atau tidak pernah dilakukan.

5. Fitnah Dengan Perbuatan

Fitnah dengan perbuatan merupakan terjemahan kata Bahasa Belanda lasterlijke verdachtmaking yang sebagian pakar menerjemahkan dengan fitnah dengan persangkaan palsu.62

61 Wirjono Prodjodikoro, Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Eressco, (Bandung: 1986), h.

103.

62 Leden Marpaung, Op. Cit., h. 54.

Fitnah dengan perbuatan diatur dalam Psal 318 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :

“barangsiapa sengaja dengan suatu perbuatan, menyebabkan orang lain dengan palsu tersangka membuat tindak pidana dihukum, karena salahnya memfitnah dengan perbuatan dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”

Fitnah dengan perbuatan ini dapat diilustrasikan sebagai contoh telah terjadi

Fitnah dengan perbuatan ini dapat diilustrasikan sebagai contoh telah terjadi

Dalam dokumen Universitas Sumatera Utara (Halaman 44-120)

Dokumen terkait