• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ASPEK HUKUM PENDIRIAN BANK UMUM MENURUT

B. Pengaturan Kepemilikan Bank Umum

Menurut Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Perbankan ditegaskan :105 1. Bank Umum hanya didirikan oleh:

Dalam penjelasan Pasal 22 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perbankan ini yang dimaksud dalam pengertian badan hukum Indonesia antara lain adalah Negara Republik Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, dan badan usaha milik swasta.

Dalam penjelasan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang Perbankan ini dalam hal salah satu pihak yang akan mendirikan Bank Umum adalah badan hukum asing, yang bersangkutan terlebih dahulu harus memperoleh rekomendasi dari otoritas moneter negara asal. Rekomendasi dimaksud sekurang-kurangnya memuat keterangan bahwa badan hukum asing yang bersangkutan memuat keterangan bahwa badan hukum asing yang bersangkutan mempunyai reputasi yang baik dan tidak pernah melakukan perbuatan tercela di bidang Perbankan.

Selanjutnya dalam Pasal 26 Undang-Undang Perbankan ditegaskan :106

1. Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.

2. Warga negara Indoensia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan atau badan hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, baik secara langsung dan atau melalui bursa efek.

105 Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.

106 Pasal 26 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No 10 Tahun 1998.

3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."

Pasal 27 Undang-Undang Perbankan menegaskan perubahan kepemilikan bank wajib :107

a. Memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 dan

b. Dilaporkan kepada Bank Indonesia."

Dalam penjelasan Pasal 27 Undang-Undang ini rencana pengalihan kepemilikan bank yang dilakukan secara langsung harus dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank Indonesi. Pelaporan ini dimaksudkan untuk memastikan agar peralihan kepemilikan dilakukan kepada pihak-pihak yang memenuhi persyaratan sebagai pemilik bank.

Peralihan kepemilikan saham bank yang dilakukan melalui bursa efek dilaporkan kepada Bank Indonesia apabila kepemilikan suatu pihak melalui bursa efek tersebut telah mencapai jumlah tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya pengelolaan bank sesuai dengan ketentuan yang ditentukan oleh Bank Indonesia.

Dalam hal perubahan kepemilikan bank, dalam Pasal 27 Undang-Undang Perbankan dinyatakan bahwa setiap pemilik saham atas bank wajib atas ketentuan-ketentuan dalam Pasal 16 ayat (3) dan Pasal 22 sampai dengan Pasal 26 yang berhubungan dengan perizinan dan kegiatan usaha bank serta wajib melaporkannya kepada Bank Indonesia.

107 Pasal 27 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No 10 Tahun 1998.

Pasal 28 Undang-Undang Perbankan menentukan mengenai merger sebagaimana berikut. :108

1. Marger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan Bank Indonesia.

2. Ketentuang mengenai merger, konsolodasi, dan akuisisi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah."

Dalam melakukan merger, konsolidasi, dan akuisisi suatu bank, wajib dihindari timbulnya pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. Demikian pula dengan merger, konsolidasi, dan akuisisi yang dilakukan, tidak boleh merugikan kepentingan para nasabah.

Dalam pengaturannya, kepemilikan bank memiliki batasan-batasan.

Ketentuan kepemilikan bank ini diatur dalam peraturan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan lembaga yang memiliki kewenangan dalam perbankan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tersebut merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan.

Kepemilikan bank tersebut diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 56/ POJK.03/2016 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum. Peraturan mengenai kepemilikan bank ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan perbankan melalui penerapan prinsip kehati-hatian dan kualitas penerapan tata kelola pada bank sehingga dapat mendorong konsolidasi perbankan yang pada akhirnya dapat memperkuat ketahanan perbankan. Selain itu penerapan batas

108 Pasal 28 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No 10 Tahun 1998.

maksimum saham juga akan berdampak positif untuk mendorong konsolidasi perbankan dalam rangka memperkuat ketahanan industri perbankan nasional.

Di samping itu pengaturan mengenai kepemilikan bank ini sendiri merupakan bentuk antisipasi dari kejadian beberapa kasus perbankan yang ada di Indonesia pasca krisis keuangan tahun 1997, yang diindikasikan bahwa dominasi kepemilikan oleh 1 (satu) pihak pada bank berkaitan erat dan behubungan negatif terhadap penerapan tata kelola di perbankan.

Dalam Pasal 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 56/POJK.03/2016 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum, menyebutkan bahwa :109

1. "Dalam rangka penataan struktur kepemilikan, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan batas maksimum kepemilikan saham pada Bank berdasarkan :

a. Kategori pemegang saham, dan b. Keterkaitan antar pemegang saham.

2. Batas maksimm kepemilikan saham pada Bank bagi setiap kategori pemegang saham ditetapakan :

a. 40% (empat puluh persen) dari Modal Bank, untuk kategori pemegang saham berupa badan hukum lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank.

b. 30% (tiga puluh persen) dari Modal Bank, untuk kategori pemegang saham berupa badan hukum bukan lembaga keuangan, dan

109 Pasal 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 56/POJK.03/2016 Tentang Kepemilikan Saham Bank Umum.

c. 20% (dua puluh persen) dari Modal Bank, untuk kategori pemegang saham perseorangan.

3. Batas maksimum kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c pada bank umum syariah adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Modal Bank.

4. Lembaga keuangan bukan ban sebagaimana dimaksud pada yat (2) huruf a adalah lembaga keuangan bukan bank yang memenuhi kriteria :

a. Dalam pendiriannya sesuai peraturan perundang-undangan dan, b. diawasi dan diatur oleh otoritas lembaga keuangan.

5. Lembaga keuangan bukan bank yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diperlakukan sebagai badan hukum lembaga keuangan yang hanya dapat memiliki saham dengan batas maksimum kepemilikan saham pada Bank sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Modal Bank.

C. Tanggung Jawab Pendiri Bank Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Pendiri Bank atau pemegang saham pengendali merupakan salah satu dari Pihak Utama dari lembaga jasa keuangan perbankan. Pihak Utama ini merupakan pihak yang memiliki, mengelola, mengawasi dan mempunyai pengaruh dalam lembaga jasa keuangan perbankan.

Dalam menjalankan kegiatasn usahanya, lembaga keuangan perbankan memiliki potensi dalam kesulitan permodalan dan likuidasi yang dapat menjurus

ke hal bank sistemik. Bank sistemik ini sendiri dapat didefenisikan seperti yang terdapat dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan yang berbunyi :110

"Bank Sistemik adalah Bank yang karena ukuran aset, modal, dan kewajiban ; luas jaringan atau kompleksitas atas jasa perbankan; serta keterkaitan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan Bank lain atau sektor jasa keuangan baik secara operasional maupun finansial, jika Bank tersebut mengalami ganguan atau gagal."

Untuk mencegah krisis sistem keuangan di bidang perbankan, Otoritas Jasa Keuangan dengan Bank Indonesia menetapkan bank sistemik. Penetapan bank sistemik pertama kali dilakukan pada kondisi stabilitas sistem keuangan normal. Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia melakukan pemuktahiran daftar bank sistemik secara berkala satu kali dalam enam bulan.111

Bank sistemik wajib memenuhi ketentuan khusus mengenai rasio kecukupan modal dan rasio kecukupan likuidasi dan menyusun rencana aksi untuk disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. Rencana aksi minimal memuat kewajiban pemegang saham pengendali dan/atau pihak lain untuk menambah modal bank dan mengubah jenis utang tertentu menjadi modal bank. Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan tambahan kapasitas permodalan bagi bank sistemik yang digunakan menyerap kerugian pada saat bank mengalami permasalahan keuangan.

Permasalahan keuangan yang dialami bank sistemik ini harus ditangani dengan baik dan hati-hati. Penanganan permasalahan bank ini dapat berupa :

110 Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.9 Tahun 2016 Tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.

111 Uswatun Hasanah, Op.Cit. hlm. 171

1) Penanganan permasalahan bank diutamakan menggunakan sumber daya bank itu sendiri dengan pendekatan bisnis tanpa menggunakan anggaran negara.

2) Jika upaya penanganan ini belum dapat mengatasi permasalahan, penanganan permasalahan bank dilakukan dengan dukungan Bank Indonesia untuk penanganan masalah likuidasi dan LPS untuk penanganan masalah solvabilitas.

3) Dalam kondisi krisis sistem keuangan, jika terjadi permasalahan sektor perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Presiden berdasarkan rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dapat memutuskan diselenggarakannya program restrukturisasi perbaikan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Melalui program ini LPS menangani permasalahan bank.112

Dalam hal apabila terjadi adanya kesulitan permodalan dan likuidasi yang dapat berpotensi mengalami bank sistemik, pihak utama bank memiliki tanggung jawab dalam permasalahan yang muncul ini.

Menggunakan hukum perbankan yang secara tegas mengatur pemilik bank bertanggung jawab penuh atas kewajiban bank apabila mereka ikut menyebabkan terjadinya kebangkrutan. Bahkan Undang-Undang Perbankan mengancam pemegang saham dengan pidana penjara minimal 7 tahun ditambah denda paling sedikit Rp. 10 Miliyar, apabila pemegang saham menyuruh dewan komisaris,

112 Ibid. hlm 172

direksi atau pegawai bank lainya untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap hukum perbankan. Ancaman pidana yang sama juga berlaku bagi komisaris, direksi, pegawai bank dan pihak terafiliasi dengan bank.113

Dalam mengatasi permasalahan keuangan yang dialami perbankan, Otoritas Jasa Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.14/POJK.03/2017 tentang Rencana Aksi (Recovery Plan) Bagi Bank Sistemik.

Dalam pengertiannya dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini menyebutkan :114

"Rencana aksi (Recovery Plan) adalah rencana untuk mengatasi permasalahan keuangan yang mungkin terjadi di Bank Sistemik."

Dalam melaksanakan rencana aksi ini, lembaga perbankan yang terkait harus menyusun dan menyampaikan rencana aksi (Recovery Plan) kepada Otoritas Jasa Keuangan.

Pihak utama Bank harus menjalankan Rencana Aksi sebagai opsi dalam penyelamatan Bank untuk melakukan pemulihan Bank tersebut. Dalam hal ini pemilik bank atau pemegang saham pengendali memilki pertanggungjawaban dalam mengatasi masalah bank tersebut. Bagi pemegang saham pengendali, wajib memenuhi persyaratan bahwa yang bersangkutan bersedia untuk mengatasi

113 Zulkarnain Sitompul, Op.,Cit.,hlm. 323

114 Pasal 1 angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.14/POJK.03/2017 tentang Rencana Aksi (Recovery Plan).

permodalan dan likuidasi yang dihadapi bank dalam menjalankan kegiatan usahanya.115

Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.14/POJK.03/2017 tentang Rencana Aksi (Recovery Plan) Bagi Bank Sistemik yakni dalam Pasal 23 ayat (2) menyebutkan :116

"Kewajiban penambahan modal oleh PSP dan/atau ultimate shareholders sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan melalui :

a. Setoran modal

b. Menunda pembagian dividen

c. Pembagian dividen saham (stock dividen) dan/atau

d. Memperhitungkan akumulasi kerugian menjadi beban pemegang saham berdasarkan jenis saham yang dimilikinya."

Pendirian usaha bank, khususnya Bank Umum memiliki persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak yang akan mendirikan bank tersebut. Pendirian bank itu menurut Undang-Undang Perbankan itu sendiri membutuhkan sedikitnya lima (5) persyaratan yang harus dipenuhi dan persyaratan-persyaratan yang disebutkan dalam undang-undang itu kemudian diatur dalam peraturan yang lebih lanjut dengan peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga Otoritas Jasa Keuangan yang

115 Djoni S.Gazali, Rachmadi Usman, Op., Cit., Hlm.188

116 Pasal 23 ayat (2) 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.14/POJK.03/2017 tentang Rencana Aksi (Recovery Plan).

memiliki kewenangan dalam perbankan khusunya dalam hal pemberian izin usaha (right to license).

Persyaratan-persyaratan dalam pendirian bank antara lain adalah susunan organisasi dan kepengurusan, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan dan kelayakan rencana kerja.

Susunan organisasi dan kepengurusan perbankan diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.55/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola Bank Umum. Bank harus menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dalam kegiatan usaha bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Selain itu dalam hal kepengurusan bank Otoritas Jasa Keuangan juga mengeluarkan Peraturan yaitu POJK No.27/ POJK.03/2016 tentang Kemampuan dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan.

Permodalan dalam perbankan merupakan investasi yang dikeluarkan oleh pemegang saham bank tersebut. Dalam peraturan undang-undang, modal minimum dalam mendirikan bank adalah sebesar Rp. 3 Triliun.

Kepemilikan Bank Umum hanya dapat dimiliki dan didirikan oleh Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia atau Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan atau badan hukum asin secara kemitran. Kepemilikan bank ini sendiri diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.56/POJK.03/2016 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum.

Keahlian dalam menjalankan keigatan perbankan juga merupakan syarat dalam pendirian bank. Lembaga perbankan harus dipimpin dan dikelola secara profesional dan memiliki kemampuan dan keahlian dalam hal perbankan itu sendiri. Penilaian dalam keahlian perbankan ini terdapat dalam POJK No.

27/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan Bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan.

Kelayakan rencana kerja adalah dokumen tertulis yang menjabarkan dan mencantumkan perencanaan kegiatan bank dalam jangka pendek dan jangka menengah kegiatan bank itu sendiri. Kelayakan rencana kerja ini sendiri diatur dalam POJK No.5/ POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank. Rencana kerja ini penting untuk memetakan strategi dan target realisasi kedepan rencana bank tersebut dengan mempertimbangkan pemenuhan ketentuan kehati-hatian dan penerapan manajemen risiko yang telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Dari persyarataan tersebut, dapat dilihat memang dalam pendirian bank tersebut memiliki banyak persyaratan yang harus dipenuhi pihak yang akan mendirikan bank. Namun di balik banyaknya persyaratan tersebut dapat dilihat bahwa bank adalah lembaga keuangan yang sangat starategi dalam perekonomian suatu negara yang tentunya sangat berpengaruh pada masyarakat banyak. Dengan demikian pendirian bank harus diawasi dengan ketat agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merusak tatanan ekonomi yang sedang berlangsung di negara Indonesia

Dari awal terbentuknya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang mengamanatkan peralihan kewenangan pengawasan bank dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan dapat dilihat bahwa sampai saat ini Otoritas Jasa Keuangan telah berjalan dengan efektif. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kesehatan perbankan di Indonesia yang baik dan belum ada kasus bank yang berdampak sistemik seperti kejadian yang terjadi di masa lalu.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan permasalahan dalam bab-bab sebelumnya adalah :

1. Perbankan pada dasarnya adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpun dana dari masyarkat dan menyalurkannya kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Lembaga perbankan ini berfungsi sebagai perantara keuangan masyarakat (financial intermediary) dari pihak yang memiliki dana (surplus of funds) dengan pihak yang memiliki kekurangan dana (lack of funds). Dengan demikian, bank memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat yang bertujuan untuk mensejahterahkan masyarakat banyak dengan jasa-jasa yang ditawarkannya. Perbankan dalam menjalankan kegiatan usahannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan itu sendiri dibentuk berdasarkan amanat yang tertuang dalam Pasal 34 Undang-Undan No.3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan lembaga yang bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan berkedudukan berada di luar pemerintah.

2. Peralihan kewenangan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan diamanatkan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Peralihan kewenangan ini adalah dalam hal pemberian izin (right to license) dan pencabutan izin, kewenangan dalam mengatur (right to regulate), kewenangan untuk mengawasi (right control), kewenangan dalam memberikan sanksi (right to impose sanction) dan kewenangan untuk melakukan penyelidikan (right to investigate).

3. Dalam mendirikan badan usaha perbankan dan menjalankan kegiatan perbankan, bank harus memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan dengan wajib memenuhi persyaratan dalam hal susunan organisasi dan kepengurusan, permodalan, kepemilikan, keahlian dan kelayakan rencana kerja yang diatur dalam peraturan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Kententuan dalam pendirian bank ini dapat diketahui dari POJK No.55/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola Bank Umum dan POJK No.27/POJK.03/2016 tentang Kemampuan Bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan untuk dalam hal persyaratan susunan organisasi dan kepengurusan. Permodalan dalam perbankan merupakan investasi yang dikeluarkan oleh pemegang saham bank tersebut. Dalam peraturan perundang-undang, modal minimum dalam mendirikan bank adalah sebesar Rp. 3 Triliun. Kepemilikan Bank Umum hanya dapat dimiliki dan didirikan oleh Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia atau Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan atau badan hukum asin secara kemitran.

Kepemilikan bank ini sendiri diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.56/POJK.03/2016 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum.

Keahlian dalam menjalankan keigatan perbankan juga merupakan syarat dalam pendirian bank. Lembaga perbankan harus dipimpin dan dikelola secara profesional dan memiliki kemampuan dan keahlian dalam hal perbankan itu sendiri. Penilaian dalam keahlian perbankan ini terdapat dalam POJK No. 27/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan Bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan.

Kelayakan rencana kerja adalah dokumen tertulis yang menjabarkan dan mencantumkan perencanaan kegiatan bank dalam jangka pendek dan jangka menengah kegiatan bank itu sendiri. Kelayakan rencana kerja ini sendiri diatur dalam POJK No.5/ POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank. Rencana kerja ini penting untuk memetakan strategi dan target realisasi kedepan rencana bank tersebut dengan mempertimbangkan pemenuhan ketentuan kehati-hatian dan penerapan manajemen risiko yang telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

B. Saran

Saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah :

1. Dengan adanya peralihan kewenangan dalam pengawasan perbankan yang semulanya dimiliki oleh Bank Indonesia yang kemudian dimiliki Otoritas Jasa Keuangan diharapkan pemerintah dapat melakukan revisi undang-undang perbankan agar Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia

memiliki tugas dan kewenangan yang tegas diatur dalam undang-undang perbankan yang baru.

2. Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga independen yang melaksanakan tugas pengawasan kegiatan perbankan yang dalam halnya memberikan izin pendirian badan usaha perbankan dan kegiatan usaha perbankan harus membuat peraturan yang konkret dan lebih efisien dalam mengatur pendirian bank, sehingga akan menghindari kemngkinan terciptanya bank-bank yang bermasalah dimasa yang akan datang.

3. Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang berwenang memberikan izin pendirian bank, terutama Bank Umum tidak menyertakan dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai pendirian bank dalam bentuk badan hukum Koperasi dan Pemerintah Daerah. Diharapkan lembaga ini dapat membuat peraturan yang mengenai Bank Umum berbadan hukum Koperasi dan Pemeritah Daerah agar dalam pendirian bank umum tersebut tidak mengalami kecacatan dalam pendirian bank tersebut.

4. Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan penyehatan bank yang bermasalah harus membuat suatu peraturan yang konkriet tentang pertanggungjawaban pemegang saham pengendali atau pendiri bank dalam hal pemberian permodalan dalam langkah penyehatan kembali bank yang bermasalah tersebut agar proses penyehatan bank dapat dilakukan dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku :

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2009.

Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali Pers, 2006.

Asikin, Zainal, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Mataram : PT. Raja Grafindo Indonesia, 2014.

Djumhana, Muhamad, Hukum Perbankan Di Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2012.

Gazali, S. Djoni dan Racmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta : Sinar Grafika, 2012.

Hasanah, Uswatu, Hukum Perbankan, Surabaya : Setara Press, 2016.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2012.

Ismaniyati, Sri Neni, Hukum Bisnis Telaah Tentang Pelaku dan Keiatan Ekonomi, Bandung : Graha Ilmu, 2009.

Imaniyati, Sri Neni dan Panji Adam Putra, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Bandung : PT. Refika Aditama, 2016.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Ed.6, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana, 2005.

Pramono, Nindro, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006.

Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : Bandar Maju, 1996.

Sembiring, Sentosa, Hukum Perbankan Cetakan Ke III, Bandung : Mandar Maju, 2012.

Simorangkir, O.P., Kamus Perbankan Cet. II, Jakarta : Bina Aksara, 1989.

______________, Seluk Beluk Bank Komersial, Jakarta : Aksara Persada Indonesia, 1998.

Sitompul, Zulkarnain, Perlindungan Dana Nasabah Bank : Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.

_______________, Problematika Perbankan, Bandung : Books Terrace &

Library, 2005.

Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993.

Suhardi, Gunarto, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, Yogyakarta : Kanisius, 2003.

Sundari, Siti, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Jakarta : Kementrian Hukum Dan HAM RI, 2011.

Sutedi, Ardian, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta : Raih Asa Sukses, 2014.

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama, 2001.

B. Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.03/2017 Tentang Rencana Aksi (Recovery Plan) Bagi Bank Sistemik.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/POJK.03/2016 Tentang Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/POJK.03/2016 Tentang Rencana Bisnis Bank

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/ POJK.03/2016 Tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/ POJK.03/2016 Tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum.

Dokumen terkait