• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Kewenangan Kepolisian Dalam Memberantas Tindak Pidana Narkotika Yang Berhubungan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

Di tingkat internasional terdapat satu lembaga yang fokus pada praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme, yakni the Financial Action Task Force

D. Pengaturan Kewenangan Kepolisian Dalam Memberantas Tindak Pidana Narkotika Yang Berhubungan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang didalam pengaturannya memuat beberapa hal yang baru dibandingkan dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Beberapa hal baru yang termuat dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu :85

1. Redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana Pencucian Uang;

2. Penyempurnaan kriminalisasi tindak pidana Pencucian Uang;

3. Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administratif; 4. Pengukuhan penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa;

5. Perluasan Pihak Pelapor;

6. Penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau jasa lainnya; 7. Penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan;

85

Penjelasan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

8. Pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda Transaksi;

9. Perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean;

10. Pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana Pencucian Uang;

11. Perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan PPATK; 12. Penataan kembali kelembagaan PPATK;

13. Penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk menghentikan sementara Transaksi;

14. Penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana Pencucian Uang; dan 15. Pengaturan mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana.

Tindak pidana pencucian uang yang dijangkau oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian mampu menjangkau setiap kegiatan pencucian uang. Kegiatan-kegiatan pencucian uang yang dimaksud, sebagai berikut:86

1. Penempatan (placement) merupakan upaya menempatkan uang tunai uang berasal dari tindak pidana kedalam sistem keuangan (financial system) atau upayamenempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito dan lain-lain) kembali kedalam sistem keuangan terutama sistem perbankan. Dalam proses penempatan uang tunai ke dalam sistem keuangan ini terdapat pergerakan fisik uang tunai baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, penggabungan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kejahatan yang sah atau cara-cara lain, seperti pembukaan deposito, pembelian saham-saham atau juga mengkonversinya ke dalam mata uang negara lain.

2. Transfer (layering) merupakan upaya untuk mentransfer harta kekayaan berupa benda bergerak atau tidak bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud yang berasal dari tindak pidana yang telah masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan

86

Bismar Nasution (III), Rejim Anti-Money Laundering Di Indonesia, (Bandung: BooksTerrace & Library, 2008), hal. 19-20

(placement). Dalam proses ini terdapat rekayasa untuk memisahkan uang hasil kejahatan dari sumernya melalui pengalihan dana hasil placement ke beberapa rekening atau lokasi tertentu lainnya dengan serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan atau mengelabui sumber dana haram tersebut. Layering dapat pula dilakukan dengan transaksi jaringan internasional baik melalui bisnis yang sah atau perusahaan-perusahaan shell (perusahaan mempunyai nama dan badan hukum namun tidak melakukan kegiatan usaha apapun).

3. Menggunakan harta kekayaan (integration) ialah suatu upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk kedalam sistem keuangan melalui placement atau layering sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang halal. Proses ini merupakan upaya untuk mengembalikan uang yang telah dikaburkan jejaknya sehingga pemilik semula dapat menggunakan dengan aman. Disini uang yang dicuci melalui placement maupun layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi sehingga tampak seperti berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan yang menjadi sumber dari uang tersebut.

Kegiatan-kegiatan pencucian uang atau tindak pidana pencucian uang di atas tidak terlepas dari keberadaan kejatahatan asal (Predicate crime). Kejahatan asal yang dapat atau dana hasil kejahatan tersebut berwujud harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana, yaitu :87

1. Korupsi; 2. Penyuapan; 3. Narkotika; 4. Psikotropika;

5. Penyelundupan tenaga kerja; 6. Penyelundupan migran; 7. Di bidang perbankan; 8. Di bidang pasar modal;

87

Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

9. Di bidang perasuransian; 10. Kepabeanan;

11. Cukai;

12. Perdagangan orang; 13. Perdagangan senjata gelap; 14. Terorisme; 15. Penculikan; 16. Pencurian; 17. Penggelapan; 18. Penipuan; 19. Pemalsuan uang; 20. Perjudian; 21. Prostitusi; 22. Di bidang perpajakan; 23. Di bidang kehutanan; 24. Di bidang lingkungan hidup;

25. Di bidang kelautan dan perikanan; atau

26. Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.

26 (kedua puluh enam) kejahatan asal di atas yang menyebabkan tindak pidana pencucian uang di Indonesia menjadi perhatian penting ialah hasil dari narkotika. Sebelum mengurai mengenai tindak pidana pencucian uang yang didasarkan atas tindak pidana asal narkotika maka terlebih dahulu akan dipaparkan pengaturan tindak pidana pencucian dalam

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Pencucian Uang.

Pasal-pasal yang mengatur tindak pidana pencucian dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Pencucian Uang, yaitu :

1. Pelaku tindak pidana pencucian uang yang dapat dikategorikan aktif diatur dalam Pasal 3 dan 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Pencucian Uang88

a. Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Pencucian Uang, berbunyi :

, yaitu :

”Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.

b. Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Pencucian Uang, berbunyi :

”Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta

88

Bismar Nasution (IV), Peranan Jaksa/Penuntut Umum Terhadap Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Terkait Tindak Pidana Korupsi, Makalah, Diselenggarakan Oleh Kejaksaan Tinggi Jambi, Jambi, 2013, hal. 4

Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.

Berdasarkan bunyi Pasal 3 dan 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Pencucian Uang frase kalimat yang menunjukkan keaktifan seorang pelaku tindak pidana pencucian uang ialah Pasal 3 terdapat pada kalimat ”menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan” dan Pasal 4 terdapat pada kalimat ”menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan”.

2. Pelaku tindak pidana pencucian uang yang dapat dikategorikan pasif diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Pencucian Uang89

”(1) Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

, berbunyi:

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini”.

89 Ibid

Kalimat yang tercantum di dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Pencucian Uang yang menunjukkan kepasifan seorang pelaku tindak pidana pencucian uang ialah ”menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan”.

3. Tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh korperasi diatur dalam Pasal 6 dan 7 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Pencucian Uang, yaitu :

a. Pasal 6, berbunyi :

” (1) Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi.

(2) Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang: a. dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi;

b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi;

c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi”.

b. Pasal 7, berbunyi :

”(1) Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:

a. pengumuman putusan hakim;

b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi; c. pencabutan izin usaha;

d. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi; e. perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau f. pengambilalihan Korporasi oleh negara”.

4. Tindak pidana lain yang diancam pidana didalam dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Pencucian Uang diatur dalam Pasal 11 sampai Pasal 16, yaitu:

a. Pasal 11, berbunyi :

”(1) Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan Setiap Orang yang memperoleh Dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut Undang-Undang ini wajib merahasiakan Dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut Undang-Undang ini.

(2) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, dan hakim jika dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Pasal 12, berbunyi :

(1) Direksi, komisaris, pengurus atau pegawai Pihak Pelapor dilarang memberitahukan kepada Pengguna Jasa atau pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apa pun mengenai laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK. (2) Ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku

untuk pemberian informasi kepada Lembaga Pengawas dan Pengatur.

(3) Pejabat atau pegawai PPATK atau Lembaga Pengawas dan Pengatur dilarang memberitahukan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang akan atau telah dilaporkan kepada PPATK secara langsung atau tidak langsung dengan cara apa pun kepada Pengguna Jasa atau pihak lain.

(4) Ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku dalam rangka pemenuhan kewajiban menurut Undang-Undang ini.

(5) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

c. Pasal 13, berbunyi :

”Dalam hal terpidana tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5), pidana denda tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan”.

d. Pasal 14, berbunyi :

”Setiap Orang yang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.

e. Pasal 15, berbunyi :

”Pejabat atau pegawai PPATK yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.

f. Pasal 16, berbunyi :

”Dalam hal pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim, yang menangani perkara tindak pidana Pencucian Uang yang sedang diperiksa, melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) dan/atau Pasal 85 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun”.

Selanjutnya, narkotika sebagaimana telah diuraikan diawal merupakan kejahatan yang sedang mengancam keutuhan bangsa Indonesia. Tidak sedikit penjatuhan sanksi pidana yang didasari oleh hasil kekayaan yang diperoleh dari narkotika yang menyebabkan pelaku tindak pidana narkotika juga dikenankan sanksi tindak pidana pencucian uang. Sebagai contoh ialah Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 425/Pid.Sus/2016/PN Mdn dimana dalam putusan tersebut terpidana yang bernama Yusnur Paizin alias Icang sebelumnya merupakan hasil penangkapan oleh pihak polisi dan awalnya disangkakan melakukan tindak pidana narkotika. Namun, dalam pemeriksaan lanjutan selain terpidana melakukan tindak pidana narkotika dimana juga telah dijatuhkan hukuman terhadap tindak pidana narkotika yang dilakukannya, yakni tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2053/Pid.Sus/2015/PN Mdn dimana terpidana yang bernama Yusnur Paizin alias Icang dijatuhi hukuman setelah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana “tanpa hak dan melawan hukum menguasai, menyimpan Narkotika Golongan I jenis shabu-shabu lebih dari 5 gram” sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (2) UURI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pada proses penyidikan ternyata ditemukan beberapa barang yang menurut terpidana (Yusnur Paizin alias Icang) merupakan hasil dari penjualan narkotika yang dilakukannya sejak tahun 2006.90

Barang-barang yang menurut terpidana (Yusnur Paizin alias Icang) merupakan hasil dari penjualan narkotika, yaitu:

1. 1 (satu) lembar sertifikat tanah dan bangunan dengan nomor register 02.01.03.03.1.01493 tertanggal 08 Nopember 2008 an. Yusnur Faizin yang terletak di Jl. Sering Gg. Mesjid Kel. Siderejo Kec. Medan Tembung Kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang terdakwa beli seharga Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). 2. 1 (satu) lembar sertifikat tanah dan bangunan dengan nomor register

02.01.03.03.1.01524 tertanggal 04 Juli 2011 an. Yusnur Faizin yang terletak di Jl. Sering Gg. Mesjid Kel. Siderejo Kec. Medan Tembung Kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang terdakwa beli seharga Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).

3. 1 (satu) lembar sertifikat tanah dan bangunan dengan nomor register 8237918 dengan nomor hak milik 262 tertanggal 20 Maret 1986 yang diganti rugi oleh Yusnur Faizin sesuai dengan Surat Notaris dan P.P.A.T SYAMSUL A. BISPO, SH tertanggal 23 Februari 2009 yang terletak di Jl. Sering Gg. Bandung Kel. Siderejo Kec. Medan Tembung Kota

90

Resume Berita acara Pendapat Atas Nama Tersangka Yusnur Paizin alias Icang tanggal 13 Agustus 2015, hal. 11

Medan Provinsi Sumatera Utara yang terdakwa beli seharga Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).

4. 1 (satu) lembar sertifikat tanah dan bangunan dengan nomor register 02.01.03.03.1.01552 tertanggal 19 April 2010 an. Yusnur Faizin yang terletak di Jl. Sering Gg. Buntu Kel. Siderejo Kec. Medan Tembung Kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang terdakwa beli seharga Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

5. 1 (satu) lembar sertifikat tanah dan bangunan dengan nomor register 02.01.03.03.1.01282 tertanggal 31 Desember 2008 an. Cerlina Sinaga yang terletak di Jl. Karya Setuju Gg. Iklas Kel. Karang Berombak Kec. Medan Barat Kota Medan Provinsi Sumatera Utara, dimana rumah dan tanah tersebut digadaikan oleh suami saksi Cerlina Sinaga yaitu saksi Iskandar Zulkarnaen Als Kanen pada tahun 2010 dengan harga gadai sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

6. 1 (satu) Surat Penyerahan Penguasaan atas tanah dan Ganti Rugi dengan nomor register 592.2/2053 tahun 2002 tanggal 28 Maret 2002 yang terletak di Dusun Lamtoro Desa Bandar Klipa Kec. Percut Sei Tuan Kab. Deli Serdang Sumatera Utara an. Marlan, yang digadaikan kepada terdakwa pada tahun 2012 dengan harga gadai sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

7. 1 (satu) Surat Pelepasan Tanah dan Bangunan serta Tanaman dengan nomor register 593.83/1.303/SP TBT/M.M/X/2012 tertanggal 11 September2012 an. Abdul Latif Sag yang terletak di Jl. Gg. Benteng Lik 28 Kel. Rengas Pulau Kec. Medan Marelan Kota Medan Sumatera Utara, yang digadaikan kepada terdakwa pada tahun 2011 dengan harga gadai sebesar Rp.95.000.000,- (sembilan puluh lima juta rupiah).

8. 1 (satu) Surat Pelepasan Tanah dan Bangunan serta Tanaman dengan nomor register 593.83/819/SPM TGR/MD/2011 tertanggal 21 Nopember 2011 an. Salimah yang terletak di Lik V Kel. Kota Bangun Kec. Medan Deli Kota Medan Sumatera Utara, yang digadaikan kepada terdakwa pada tahun 2009 dengan harga gadai sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

9. 1 (satu) Surat Penyerahan Penguasaan atas tanah dan Ganti Rugi dengan nomor register 592.2/4278 tanggal 18 Januari 2005 yang terletak di Dusun V Desa Sei Rotan Kec. Percut Sei Tuan Kab. Deli Serdang Sumatera Utara an. Sofianto, yang digadaikan kepada terdakwa pada tahun 2013 dengan harga gadai sebesar Rp.70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah).

10. 1 (satu) lembar Surat Keterangan Tanah dengan nomor register 00559 tertanggal 02 Maret 2007 an. Paruhun Siregar yang terletak di Dusun III Desa Sampali Kec. Percut Sei Tuan Kab Deli Serdang, yang digadaikan kepada terdakwa pada tahun 2010 dengan harga gadai sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).

11. 1 (satu) lembar Surat Pengakuan Tanah an. Aziz tertanggal 15 Nopember 2001 yang terletak di Dusun XIX Desa Kelambir V Kec. Hamparan Peran Kab. Deli Serdang, yang digadaikan kepada terdakwa dengan harga gadai sebesar Rp.80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah).

12. Kalung Emas sebanyak 8 (delapan) rante, yang terdiri dari :

a. 1 (satu) kalung putih dengan mainan emas berat 50,60 gram dan kadar emasnya 17 karat dengan harga Rp.19.450.000,-

b. 3 (tiga) kalung putih yang kadar emas 17 karat berat 62,26 gram dengan harga Rp.42.978.000,-

c. 3 (tiga) kalung putih dan kuning yang kadar emasnya 16 karat berat 22,79 gram dengan harga Rp.6.238.000,-

13. Gelang emas sebanyak 12 gelang, yang terdiri dari :

a. 3 (tiga) gelang dengan kadar 17 karat berat 24,99 gram dengan harga Rp.8.856.000,-

b. 8 (delapan) gelas emas dengan kadar 16 karat berat 22,35 gram dengan harga Rp.7.236.000,-

c. 1 (satu) gelang emas dengan kadar 10 karat berat 18,85 gram dengan harga Rp.3.690.000,-

e. 3 (tiga) anting emas dengan kadar 10 karat berat 27,30 gram dengan harga Rp.5.505.000,-

14. Mainan sebanyak 6 mainan, yang terdiri dari :

a. 4 mainan emas dengan kadar 16 karat seberat 10,87 gram dengan harga Rp.3.290.000,-

b. 2 mainan emas dengan kadar 5 karat seberat 5 gram dengan harga Rp.1.500.000,-

15. Cincin sebanyak 21 yang terdiri dari :

a. 5 cincin dengan kadar 16 karat seberat 48,98 gram dengan harga Rp.15.892.000,-

c. 1 cincin berlian dengan kadar 12 karat seberat 6,97 gram dengan harga Rp.1.576.000,-

d. 5 cincin dengan kadar 10 karat seberat 37,20 gram dengan harga Rp.7.585.000,-

e. 1 cincin dengan kadar 20 karat seberat 16,20 gram dengan harga Rp.6.688.000,-

f. 1 cincin dengan kadar 8 karat seberat 4,73 gram dengan harga Rp.656.000,-

16. 2 (dua) unit mobil masing-masing :

a. 1 (satu) unit Toyota Rush BK 1888 XT yang digadaikan oleh saksi M. Aidil fitri kepada terdakwa pada bulan Desember 2014 dengan harga gadai sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah)

b. 1 (satu) unit mobil Hyundai BK 70 GR yang terdakwa beli pada tahun 2014 seharga Rp.80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah)

17. Uang tunai sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) yang merupakan hasil penjualan narkotika jenis shabu.

Penemuan barang bukti di atas yang kemudian disita pihak kepolisian dan hasil dari pemeriksaan kepolisian yang didasarkan pengakuan dari Yusnur Paizin alias Icang tersangka maka pada saat itu pihak kepolisan melangsungkan berkas terpidana ke dalam 2 (dua) berkas, yaitu Pertama, berkas perkara pidana atas nama Yusnur Paizin alias Icang No. Pol. BP/306/VI/2015 tanggal 20 Juni 2015 dan diterima tanggal 30 Juni 2015 yang dinyatakan lengkap oleh pihak Kejaksaan Negeri Medan dimana tersangka diduga melangar Pasal 114 atau Pasal 112 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan Kedua, berkas perkara pidana atas nama Yusnur Paizin alias Icang No. Pol. BP/425/VII/2015/Narkoba

tertanggal 13 Agustus 2015 dan diterima pada tanggal 12 Oktober 2015 yang sudah dinyatakan lengkap oleh pihak Kejaksaan Negeri Medan dimana tersangka diduga melanggar Pasal 137 huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika atau Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Terhadap kedua berkas tersebut terpidana telah menjalankan proses persidangan dan telah dijatuhi hukum dimana untuk berkas pertama telah diuraikan di atas dan untuk berkas kedua juga terpidana terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dari hasil kejahatan narkotika sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 425/Pid.Sus/2016/PN Mdn dimana Terdakwa Yusnur Paizin Alias Icang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.91

Uraian di atas terlibat secara penuh pihak kepolisian dalam pengungkapan tindak pidana pencucian uang. Tindak pidana pencucian uang di atas merupakan bentuk kejahatan yang berasal dari narkotika. Dasar kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pencucian uang yang didasarkan oleh hasil kejahatan narkotika ialah Pasal 74

91 Kasus Yusnur Paizin Alias Icang yang telah terbukti melakukan tindak pidana narkotika dan tindak pidana pencucian uang dimana masing-masing dari tindak pidana disidangkan berbeda jelas semakin menunjukkan bahwa eksistensi Undang-Undang No. 10 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Pencucian Uang merupakan independent crime, artinya kejahatan yang berdiri sendiri sesuai dengan bunyi Pasal 69 Undang-Undang No. 10 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu : ”Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana Pencucian Uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya”. Bismar Nasution (IV), Op.Cit, hal. 8

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, berbunyi :

”Penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang ini”.

Penjelasan dari Pasal 74 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, berbunyi :

”Yang dimaksud dengan “penyidik tindak pidana asal” adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana Pencucian Uang apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana Pencucian Uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya”.

Sesuai dengan bunyi pasal di atas maka tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana narkotika maka sesuai dengan bunyi Pasal 81 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yakni :

”Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan Undang-Undang ini”.

Pihak kepolisian dalam hal penyidikan tindak pidana narkotika juga berwenang melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang dengan syarat harus ditemukan bukti

Dokumen terkait