• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Penggunaan Dana Kapitasi JKN di Puskesmas Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21

Tahun 2016.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai penggunaan dana kapitasi JKN di sembilan Puskesmas Kota Semarang setelah berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, maka ada beberapa pengaturan perundang-undangan sebagai berikut:

77 a. Dasar Hukum Penggunaan Dana Kapitasi JKN di Puskesmas

Kota Semarang setelah berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.

Puskesmas dalam menggunakan dana kapitasi JKN didasari oleh ketentuan hukum yang dijadikan sebagai pedoman dalam menggunakan dana kapitasi di Puskesmas. Ketentuan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas antara lain :

1) Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Dasar 1945 menjadi salah satu dasar hukum tentang penggunaan dana kapitasi JKN pada Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Milik Pemerintah Daerah. Hal ini nunjukkan bahwa dengan diundangkannya Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Ketentuan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN terdapat pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dijelaskan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.

78 satu bentuk pelaksanaan atribusi presiden pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah merupakan bentuk amanat dari ketentuan Pasal 12 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014. Perlunya ketentuan hukum dalam penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas agar penggunaan dana kapitasi efektif, efisien dan dapat memenuhi kebutuhan implementasi program JKN. 2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 19 ayat (2) menyebutkan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Dana kapitasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) digunakan agar peserta mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan di dokter praktek, klinik maupun Puskesmas sehingga dapat terpenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 juga mengatur bahwa manfaat

79 jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan Penelenggara Jaminan Sosial yakni salah satunya Puskesmas. Pada Pasal 24 ayat (1) diatur pula tentang sistem pembayaran yakni besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut.

3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merupakan salah satu dasar hukum pelaksanaan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yakni Puskesmas. Pada Pasal 30 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 diatur tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang menurut jenisnya dibedakan atas pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan terdiri dari : pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan tingkat kedua dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga. Pada Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 diatur pula fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat dilaksanakan oleh

80 pihak Pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta. Puskesmas merupakan salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perorangan atau pelayanan primer pada program JKN.

4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

Pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Pasal 11 huruf d diatur tentang salah satu kewenangan BPJS dalam pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah. BPJS Kesehatan membayar Puskesmas atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JKN dengan sistem kapitasi sesuai dengan tarif kapitasi yang ditetapkan melalui peraturan menteri kesehatan.

5) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013

Pada Pasal 39 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan dijelaskan bahwa BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama secara praupaya berdasarkan kapitasi atas jumlah Peserta yang terdaftar di fasilitas

81 kesehatan tingkat pertama. Pada Pasal 39 ayat (2) diatur apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi, maka BPJS Kesehatan diberikan kewenangan untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan saat ini telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan, dimana pada Pasal 38 diatur tentang BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menggunakan cara pembayaran praupaya berdasarkan kapitasi. Apabila terjadi keterlambatan pembayaran kapitasi, BPJS Kesehatan wajib membayar ganti rugi kepada Fasilitas Kesehatan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah yang harus dibayarkan untuk setiap 1 (satu) bulan keterlambatan. Adanya ganti rugi atas keterlambatan pembayaran kapitasi dari BPJS Kesehatan kepada Puskesmas dapat mendorong adanya tertib pembayaran kapitasi sehingga Puskesmas dapat menggunakan secara tepat waktu dan sesuai kebutuhan

82 Puskesmas. Ketentuan pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi bagi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama milik Pemerintah Daerah (Puskesmas) ditetapkan dalam bentuk peraturan presiden untuk mewujudkan tertib administrasi pengelolaan keuangan daerah di Puskesmas yakni tentang pembayaran dana kapitasi oleh BPJS Kesehatan kepada Puskesmas.

6) Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014

Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah merupakan bentuk tindak lanjut pemerintah dalam rangka tertib administrasi pengelolaan keuangan daerah terkait dengan pembayaran dana kapitasi oleh BPJS Kesehatan kepada Puskesmas sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013.

Pada Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 mengatur tentang pengelolaan dana kapitasi JKN yaitu BPJS Kesehatan melakukan pembayaran dana kapitasi kepada FKTP milik Pemerintah Daerah didasarkan pada

83 jumlah peserta yang terdaftar di FKTP sesuai data dari BPJS Kesehatan dan kapitasi dibayarkan langsung oleh BPJS Kesehatan kepada Bendahara Dana Kapitasi JKN pada FKTP. Pemanfaatan dana kapitasi JKN diatur pada Pasal 12 ayat (1) yakni dana kapitasi JKN di FKTP dimanfaatkan seluruhnya untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Jasa pelayanan kesehatan di FKTP ditetapkan sekurang-kurangnya 60% (enam puluh persen) dari total penerimaan dana kapitasi JKN, dan sisanya dimanfaatkan untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.

7) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah maka ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.

84 Ketentuan tentang penggunaan dana kapitasi JKN untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pada Puskesmas sebelumnya telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. Namun ketentuan atau pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 belum dapat menampung perkembangan kebutuhan implementasi penyelenggaraan JKN sehingga diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.

Pada Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa penggunaan dana kapitasi yang diterima oleh Puskesmas dari BPJS Kesehatan dimanfaatkan seluruhnya untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Pada Pasal 3 ayat (2) dijelaskan bahwa alokasi untuk pembayaran

85 jasa pelayanan kesehatan untuk setiap Puskesmas ditetapkan sekurang-kurangnya 60% (enam puluh persen) dari penerimaan dana kapitasi. Sedangkan pada Pasal 3 ayat (3) dijelaskan bahwa alokasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan ditetapkan sebesar selisih dari besar dana kapitasi dikurangi dengan besar alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan seperti yang diatur pada Pasal 3 ayat (2).

Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan dana kapitasi di sembilan Puskesmas yang dijadikan sebagai obyek penelitian (Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok) telah sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 yakni dana kapitasi yang diterima sembilan Puskesmas di Kota Semarang dari BPJS Kesehatan digunakan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk jasa pelayanan kesehatan dan sisanya sebesar 40% (empat puluh persen) untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.

Pada Pasal 5 ayat (1) dijelaskan bahwa alokasi dana kapitasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan dimanfaatkan untuk dua hal yakni biaya

86 obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, alokasi dana kapitasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan sebesar 40% (empat puluh persen) digunakan untuk pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai minimal sebesar 10% (sepuluh persen) dan kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya maksimal sebesar 30% (tiga puluh persen), sehingga penggunaan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan telah sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa Puskesmas menurut ketentuan perundang-undangan diberikan kewenangan untuk mengelola / menggunakan dana kapitasi JKN sehingga pelaksanaan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan tersebut.

87 b. Bentuk Pengaturan Penggunaan Dana Kapitasi JKN di

Puskesmas Kota Semarang Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.

Bentuk pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas Kota Semarang setelah berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah dituangkan dalam Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016. Penjelasan mengenai bentuk pengaturannya yaitu :

1) Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016.

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah, Walikota Semarang menetapkan alokasi dana kapitasi JKN di Puskesmas Kota Semarang yang diatur dalam Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional

88 Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016. Keputusan Walikota Semarang tersebut merupakan peraturan kebijaksanaan/enunsiatif atau peraturan teknis yang dibuat untuk melaksanakan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.

Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 menjelaskan bahwa besaran alokasi dana kapitasi ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Kepala Daerah atas usulan Kepala SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan tiga hal antara lain : tunjangan yang telah diterima dari Pemerintah Daerah, kegiatan operasional pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai target kinerja di bidang pelayanan kesehatan dan kebutuhan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

Pada diktum kedua Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 mengatur alokasi dana kapitasi sebesar 60% (enam puluh persen) untuk jasa pelayanan kesehatan dan 40% (empat puluh persen) untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Ketentuan pada diktum kedua tersebut telah sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dimana diatur alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan

89 untuk setiap Puskesmas ditetapkan sekurang-kurangnya 60% (enam puluh persen) dari penerimaan dana kapitasi. Pengaturan penggunaan 40% (empat puluh persen) untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan pada diktum kedua Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 telah sesuai dengan Pasal 3 ayat (3) yakni alokasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan ditetapkan sebesar selisih dari besar dana kapitasi dikurangi dengan besar alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan.

Pada diktum ketiga Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 mengatur alokasi dana kapitasi untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan selanjutnya ditetapkan minimal sebesar 10% (sepuluh persen) untuk obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan untuk kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya maksimal sebesar 30% (tiga puluh persen). Diktum ketiga Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 telah sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.

Berdasarkan hasil penelitian, Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok telah

90 melaksanakan ketentuan yang tercantum Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016, meskipun dalam pelaksanaannya masih menemui kendala misalnya dalam penggunaan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan yakni pembelian obat melalui e-purchasing yang lama maupun ketersediaan obat dan alat kesehatan terkadang kosong di pabrik sehingga dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Tujuan pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas Kota Semarang melalui Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 adalah memberikan kepastian hukum bagi Puskesmas dalam menggunakan dana kapitasi JKN, untuk memenuhi kebutuhan Puskesmas akan dana operasional pelayanan kesehatan serta untuk mewujudkan tertib administrasi pengelolaan keuangan daerah tentang pembayaran dana kapitasi kepada Puskesmas sehingga penggunaan dana kapitasi dapat efektif dan efisien sesuai kebutuhan Puskesmas serta diharapkan Puskesmas dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada peserta JKN.

91 2. Pelaksanaan Penggunaan Dana Kapitasi JKN di Puskesmas

Kota Semarang setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016

Dari hasil penelitian di Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok dapat diketahui pelaksanaan penggunaan dana kapitasi JKN yang dibahas dari beberapa aspek antara lain pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.

a. Pembayaran Jasa Pelayanan Kesehatan

Penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. Dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 diatur bahwa alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan untuk tiap FKTP (Puskesmas) ditetapkan sekurang-kurangnya 60% (enam puluh persen) dari penerimaan dana kapitasi. Pada Pasal 4 diatur bahwa alokasi dana kapitasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan tersebut dimanfaatkan

92 untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan bagi tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan yang melakukan pelayanan pada Puskesmas. Tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan meliputi Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, dan pegawai tidak tetap, yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BPJS Kesehatan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Semarang dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat pertama di Puskesmas karena Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan. Dana kapitasi yang diterima oleh Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok digunakan sebesar 60% dari total dana kapitasi yang diterima untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan. Pembayaran jasa pelayanan kesehatan diberikan kepada tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, apoteker, tenaga kesehatan lainnya serta tenaga non kesehatan yang bekerja di masing-masing Puskesmas. Hal ini menunjukkan sembilan Puskesmas di Kota Semarang telah mengimplementasikan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 sesuai dengan ketentuan.

93 Pembayaran jasa pelayanan kesehatan mempertimbangkan jenis ketenagaan dan/atau jabatan dan kehadiran. Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 yang menjelaskan bahwa pembagian jasa pelayanan kesehatan kepada tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan ditetapkan dengan mempertimbangkan variabel jenis ketenagaan dan/atau jabatan dan kehadiran. Teknis penghitungan pembayaran jasa pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dan non kesehatan di Puskesmas diatur pada Pasal 4 ayat (4), (5), (6), (7), (8), (9) dan (10) yang mempertimbangkan beban kerja yakni bagi yang merangkap tugas administratif dan penanggungjawab program diberikan tambahan nilai sesuai jenis ketenagaannya. Selain mempertimbangkan beban kerja, penghitungan pembayaran jasa pelayanan kesehatan juga mempertimbangkan masa kerja dari masing-masing pegawai. Untuk variabel kehadiran, diberikan sanksi yakni apabila terlambat hadir atau pulang sebelum waktunya maka akan dikurangi satu poin dalam perhitungan pembayaran jasa pelayanan kesehatan. Penghitungan pembayaran jasa pelayanan kesehatan di Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok telah melakukan penghitungan pembagian jasa pelayanan kesehatan berdasarkan ketentuan

94 Pasal 4 ayat (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9) dan (10) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dan Dinas Kesehatan Kota Semarang (Subbagian Keuangan) melakukan pengawasan penggunaan dana kapitasi melalui monitoring penyerapan dana kapitasi dengan pencocokan (rekonsialiasi) data setiap bulan dan memberikan umpan balik setiap enam bulan sekali. Pembinaan dan pengawasan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang melalui pertemuan rutin Kepala Puskesmas setiap dua minggu sekali.

b. Pembayaran Dukungan Biaya Operasional Pelayanan Kesehatan

Pada Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 diatur alokasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan sebesar selisih dari besar dana kapitasi dikurangi dengan besar alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok menggunakan dana kapitasi yang diterima dari BPJS Kesehatan untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan sebesar 40% (empat puluh persen). Mengingat penggunaan dana kapitasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan digunakan sebesar 60% (enam puluh persen), maka

95 penggunaan sebesar 40% (empat puluh persen) untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan oleh Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok telah sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (3).

Pada diktum ketiga Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016 ditetapkan penggunaan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan untuk obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai minimal sebesar 10% (sepuluh persen) dan kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya maksimal sebesar 30% (tiga puluh persen). Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok menggunakan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan untuk meningkatkan sarana prasarana di Puskesmas sebesar 30% (tiga puluh persen) dan pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sebesar 10% (sepuluh persen) dengan jenis obat dan alat kesehatan sesuai dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas.

Penggunaan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan untuk obat, bahan medis habis pakai dan alat kesehatan ditentukan minimal sebesar 10% (sepuluh persen)

96 karena Dinas Kesehatan Kota Semarang telah memiliki stok obat-obatan melalui pengadaan yang dilakukan Dinas Kesehatan sehingga untuk tahun 2016 masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan Puskesmas apabila terdapat kekurangan obat di Puskesmas wilayah Kota Semarang atau pada keadaan tertentu kebutuhan obat-obatan melebihi 10% (sepuluh persen) dari alokasi dana dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan sehingga Puskesmas tetap dapat mematuhi ketentuan Pasal 3 ayat (3) dan diktum ketiga Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016.

Kendala yang dihadapi dalam penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas Tlogosari Kulon dan Srondol bahwa ada obat dan alat kesehatan yang tidak tersedia di Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan pembelian melalui e-purchasing lama. Sedangkan di Puskesmas Gunungpati tidak ada kendala dalam penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas. Kendala yang juga dihadapi Puskesmas Tlogosari Wetan, Padangsari, Tambakaji dan Gayamsari adalah dengan sistem pembelian obat dan alat kesehatan melalui e-purchasing membutuhkan waktu lama dan masih perlu dilakukan pelatihan petugas Puskesmas dalam pembelian obat melalui e-purchasing.

Untuk mengatasi kendala penggunaan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan khususnya kemampuan

97 petugas dalam pembelian obat dan alat kesehatan melalui sistem

e-purchasing, maka Dinas Kesehatan Kota Semarang melakukan

pembinaan dalam bentuk pelatihan kepada petugas Puskesmas dalam pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai melalui e-purchasing. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dijelaskan bahwa dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan dapat digunakan untuk belanja barang operasional meliputi : pelayanan kesehatan dalam gedung dan luar gedung, operasional dan pemeliharaan kendaraan puskesmas keliling, bahan cetak atau alat tulis kantor, administrasi dan sistem informasi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia kesehatan; dan/atau pemeliharaan sarana dan prasarana. Untuk mengoptimalkan penggunaan dana kapitasi, pelatihan petugas Puskesmas tentang teknis pembelian obat dan alat kesehatan melalui e-purchasing dapat menggunakan dukungan biaya

Dokumen terkait