51 BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan disajikan mengenai uraian hasil penelitian yang dilaksanakan di Puskesmas kota Semarang yang terdiri dari tiga
Puskesmas rawat inap dan enam Puskesmas non rawat inap. Puskesmas yang digunakan sebagai obyek penelitian pada tabel II yaitu:
Tabel II Daftar Puskesmas sebagai Obyek Penelitian
Proses penelitian berlangsung dari bulan Oktober hingga
Nopember 2016. Secara umum hasil yang ingin dicapai pada penelitian yaitu mengenai pelaksanaan pemanfaatan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Kota Semarang setelah
berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa
Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. Dalam penelitian
No. Kategori Puskesmas
Wilayah
Geografis Nama Puskesmas 1. Rawat Inap Semarang Timur Tlogosari Kulon 2. Rawat Inap Semarang Barat Gunung Pati 3. Rawat Inap Semarang Selatan Srondol 4. Non Rawat Inap Semarang Utara Genuk
52 ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dan data kuantitatif
sebagai data pendukung. Gambaran umum tentang obyek penelitian dan hasil wawancara dengan narasumber akan diuraikan dalam bab ini.
1. Gambaran Umum Obyek Penelitian
Gambaran umum obyek penelitian dibagi menjadi kelompok
Puskesmas rawat inap dan Puskesmas non rawat inap. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas, Pasal 25 ayat (2) dan (3) disebutkan pengertian tentang
Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang diberi tambahan sumber daya untuk menyelenggarakan pelayanan rawat inap, sesuai
pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan dan Puskesmas non rawat inap adalah Puskesmas yang tidak menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali pertolongan persalinan normal.
a. Puskesmas Rawat Inap
1) Puskesmas Tlogosari Kulon
Puskesmas Tlogosari Kulon merupakan salah satu Puskesmas yang berada di Kecamatan Pedurungan yang memiliki luas wilayah 16.655 Ha yang mempunyai wilayah
kerja empat kelurahan yaitu: Kelurahan Tlogosari Kulon, Kelurahan Muktiharjo Kidul, Kelurahan Kalicari dan Kelurahan
53 Kelurahan Tlogosari Wetan. Puskesmas Tlogosari Kulon
adalah Puskesmas rawat inap yang memiliki sembilan Tempat Tidur. Sumber daya kesehatan yang ada di Puskesmas
Tlogosari Kulon dapat dilihat pada tabel III.
Tabel III Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tlogosari Kulon
No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 3
2. Dokter Gigi 1
3. Perawat 9
4. Bidan 5
5. Apoteker 2
6. Tenaga kesehatan lain 5
Sumber : Data Puskesmas Tlogosari Kulon Tahun 2016
2) Puskesmas Gunungpati
Puskesmas Gunungpati Semarang terletak di pinggir jalan raya, berlokasi di Jalan Mr. Puryanto Kelurahan
Plalangan RT 4 / RW 1. Letak Puskesmas Gunungpati Semarang ini mudah dijangkau oleh masyarakat Gunungpati
Semarang. Puskesmas Gunungpati memiliki 11 (sebelas) kelurahan binaan dari 16 kelurahan yang ada di Kecamatan Gunungpati. Puskesmas Gunungpati adalah Puskesmas rawat
54 Tabel IV Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas
Gunungpati
No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 2
2. Dokter Gigi 1
3. Perawat 6
4. Bidan 7
5. Apoteker 1
6. Tenaga kesehatan lain 5
Sumber : Data Puskesmas Gunungpati Tahun 2016
3) Puskesmas Srondol
Puskesmas Srondol terletak di Kelurahan Srondol Kecamatan Banyumanik Semarang Selatan. Puskesmas ini
terletak di tepi jalan utama sehingga memudahkan masyarakat untuk berobat. Wilayah kerja Puskesmas ini mencakup
kelurahan Srondol Kulon, Srondol Wetan serta Banyumanik. Puskesmas Srondol merupakan Puskesmas Poned (Pelayanan
Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar) yang mampu memberikan pelayanan untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan ibu hamil, ibu bersalin dan bayi baru lahir yang
datang sendiri maupun yang dirujuk oleh masyarakat (kader, dukun), bidan praktek swasta, bidan di desa dan puskesmas
55 Tabel V Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Srondol
No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 2
2. Dokter Gigi 1
3. Perawat 4
4. Bidan 6
5. Apoteker 1
6. Tenaga kesehatan lain 4
Sumber : Data Puskesmas Srondol Tahun 2016
b. Puskesmas Non Rawat Inap
1) Puskesmas Genuk
Puskesmas Genuk terletak di RT /RW : 05 / I Kelurahan Genuksari Kecamatan Genuk dengan wilayah kerja tujuh kelurahan terdiri dari : Kelurahan Genuksari, Banjardowo,
Trimulyo, Terboyo wetan, Terboyo Kulon, Gebangsari dan
Muktiharjo Lor. Sumber daya kesehatan yang ada di Puskesmas Genuk dapat dilihat pada tabel VI.
Tabel VI Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Genuk
No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 2
2. Dokter Gigi 1
3. Perawat 8
4. Bidan 5
5. Apoteker 1
6. Tenaga kesehatan lain 3
56 2) Puskesmas Tlogosari Wetan
Puskesmas Tlogosari Wetan Semarang merupakan Puskesmas non rawat inap yang terletak di Jalan Soekarno
Hatta No.6, Palebon, Pedurungan Semarang Timur, memiliki delapan kelurahan sebagai wilayah kerja atau binaan yaitu Kelurahan Tlogosari wetan, Kelurahan Tlogomulyo, kelurahan
Palebon, Kelurahan Pedurungan Kidul, Kelurahan Pedurungan Tengah, Kelurahan Pedurungan Lor, kelurahan Plamongan
Sari, dan Kelurahan Penggaron Kidul. Sumber daya kesehatan yang ada di Puskesmas Tlogosari Wetan dapat dilihat pada tabel VII.
Tabel VII Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tlogosari Wetan
No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 4
2. Dokter Gigi 1
3. Perawat 4
4. Bidan 5
5. Apoteker 2
6. Tenaga kesehatan lain 5
Sumber : Data Puskesmas Tlogosari Wetan Tahun 2016
3) Puskesmas Tambakaji
Puskesmas Tambakaji terletak di Kelurahan Tambakaji
57 Ha. PuskesmasTambakaji mempunyai wilayah kerja dua
kelurahan yaitu kelurahan Tambakaji dan kelurahan Wonosari. Puskesmas Tambakaji merupakan Puskesmas induk, tidak
mempunyai Puskesmas pembantu dan hanya mempunyai satu Puskesmas keliling. Selain itu Puskesmas Tambakaji juga tidak memiliki rawat inap dan Puskesmas pembantu dikarenakan
mudahnya akses antara Puskesmas Purwoyoso dan RS.Tugurejo Semarang. Sumber daya kesehatan yang ada di
Puskesmas Tambakaji dapat dilihat pada tabel VIII.
Tabel VIII Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tambakaji
No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 2
2. Dokter Gigi 1
3. Perawat 3
4. Bidan 2
5. Apoteker 1
6. Tenaga kesehatan lain 4
Sumber : Data Puskesmas Tambakaji Tahun 2016
4) Puskesmas Padangsari
Puskesmas Padangsari berlokasi di jalan Meranti Raya
Kota Semarang dan berada di Kelurahan Padangsari dengan wilayah kerja seluas 751,4 Ha. Puskesmas ini dahulu bernama Puskesmas Banyumanik. Puskesmas Padangsari bertanggung
58 kerjanya yaitu Kecamatan Banyumanik. Batas wilayah kerja
Puskesmas Padangsari yaitu bagian utara berbatasan dengan kelurahan Sumurboto, bagian selatan berbatasan dengan
kelurahan Gedawang, bagian barat berbatasan dengan kelurahan Srodol Wetan, bagian timur berbatasan dengan kelurahan Kramas Tembalang. Sumber daya kesehatan yang
ada di Puskesmas Padangsari dapat dilihat pada tabel IX. Tabel IX Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas
Padangsari
No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 2
2. Dokter Gigi 1
3. Perawat 3
4. Bidan 2
5. Apoteker 1
6. Tenaga kesehatan lain 4
Sumber : Data Puskesmas Padangsari Tahun 2016
5) Puskesmas Gayamsari
Puskesmas Gayamsari terletak di jalan Slamet Riyadi, Kelurahan Gayamsari, Kecamatan Gayamsari Semarang. Puskesmas melayani tujuh Kelurahan dengan luas wilayah
59 Tabel X Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Gayamsari
No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 2
2. Dokter Gigi 1
3. Perawat 3
4. Bidan 5
5. Apoteker 1
6. Tenaga kesehatan lain 3
Sumber : Data Puskesmas Gayamsari Tahun 2016
6) Puskesmas Kagok
Puskesmas Kagok merupakan salah satu Puskesmas yang berada di tengah-tengah kota di Semarang yang beralamat di jalan Telomoyo nomor 3 Semarang. Wilayah kerja Puskesmas
Kagok terdiri dari 4 kelurahan yang terdiri dari kelurahan Wonotinggal, Candi, Kaliwiru, dan Tegal Sari. Sumber daya
kesehatan yang ada di Puskesmas Gayamsari dapat dilihat pada tabel XI.
Tabel XI Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kagok
No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 2
2. Dokter Gigi 1
3. Perawat 3
4. Bidan 3
5. Apoteker 1
6. Tenaga kesehatan lain 4
60 c. Dinas Kesehatan Kota Semarang
Dinas Kesehatan Kota Semarang adalah satuan Kerja Perangkat Daerah di Kota Semarang yang memiliki tanggung jawab
menjalankan kebijakan Pemerintah Kota Semarang dalam bidang kesehatan. Dinas Kesehatan Kota Semarang membawahi 37 Puskesmas induk yang tersebar di 16 Kecamatan dan 177
Kelurahan. Sebanyak 11 Puskesmas memiliki fasilitas rawat inap, sedangkan 26 lainnya merupakan Puskesmas non inap. Selain itu
juga didukung dengan 33 Puskesmas Pembantu. Sesuai dengan strategi Dinas Kesehatan Kota Semarang, Puskesmas di Kota Semarang memiliki enam kegiatan pokok yaitu :
a. Upaya promosi kesehatan
1) Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
2) Sosialisasi Program Kesehatan
3) Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) b. Upaya kesehatan lingkungan
1) Pengawasan SPAL (saluran pembuangan air limbah), SAMI-JAGA (sumber air minum-jamban keluarga), TTU
(tempat-tempat umum), Institusi pemerintah 2) Survey Jentik Nyamuk
c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta Keluarga berencana
61 2) Persalinan, Rujukan Bumil Resti, Kemitraan Dukun
d. Upaya perbaikan gizi masyarakat
1) Penimbangan, Pelacakan Gizi Buruk, Penyuluhan Gizi
e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular 1) Surveilens Epidemiologi
2) Pelacakan Kasus : TBC, Kusta, DBD, Malaria, Flu Burung,
ISPA, Diare, IMS (Infeksi Menular Seksual), Rabies f. Upaya pengobatan
1) Rawat Jalan Poli Umum 2) Rawat Jalan Poli Gigi
3) Unit Rawat Inap : Keperawatan, Kebidanan
4) Unit Gawat Darurat (UGD) 5) Puskesmas Keliling (Puskel)
2. Hasil Wawancara dengan Narasumber
a. Dinas Kesehatan Kota Semarang
Wawancara dengan Dinas Kesehatan dilakukan untuk mengetahui pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN di
Puskesmas Kota Semarang setelah terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan
62 pembinaan serta pengawasan yang dilakukan Dinas Kesehatan
kepada Puskesmas dalam penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas. Wawancara dilakukan kepada Bidang Promosi
Kesehatan, Pemberdayaan dan Kesehatan Lingkungan (PKPKL), Bidang Pelayanan Kesehatan dan Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang.
1) Bidang Promosi Kesehatan, Pemberdayaan dan Kesehatan
Lingkungan (PKPKL)
Wawancara kepada Kepala Bidang Promosi Kesehatan, Pemberdayaan dan Kesehatan Lingkungan (PKPKL) Dinas Kesehatan Kota Semarang dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2016. Kepala Bidang Promosi Kesehatan,
Pemberdayaan dan Kesehatan Lingkungan (PKPKL)
menjelaskan bahwa 37 Puskesmas di wilayah Kota Semarang telah melaksanakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan Dana
Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah mulai bulan Juni 2016 berdasarkan Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan
63 Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016, Dinas Kesehatan
berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun
2016 secara berjenjang sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan. Bidang PKPKL Bidang Pelayanan Kesehatan dan Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota
Semarang berkoordinasi dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penggunaan dana kapitasi di Puskesmas Kota
Semarang. Bentuk pembinaan yang dilaksanakan Bidang PKPKL, Bidang Pelayanan Kesehatan dan Subbagian Keuangan adalah melakukan pertemuan dengan seluruh
Kepala Puskesmas setiap 2 minggu sekali untuk evaluasi penggunaan dana kapitasi. Subbagian Keuangan Dinas
Kesehatan Kota Semarang mengkoordinir pengawasan penggunaan dana kapitasi di Puskesmas.
2) Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota
Semarang
Wawancara kepada Kepala Bidang Pelayanan
Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Semarang dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2016. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Semarang menjelaskan
64 Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016
Tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan
Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah mulai bulan Juni 2016 berdasarkan Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang
Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016.
Pada Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 diatur bahwa alokasi dana kapitasi ditetapkan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk jasa pelayanan
kesehatan dan 40% (empat puluh persen) untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Alokasi dana kapitasi
untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan selanjutnya ditetapkan untuk obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai minimal sebesar 10% (sepuluh persen) dan
kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya maksimal sebesar 30% (tiga puluh persen). Penentuan penggunaan
dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan untuk obat, alat kesehatan dan bahan medis hasbi pakai minimal sebesar 10% (sepuluh persen) ditetapkan karena Dinas Kesehatan
65 tahun 2016 masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
Puskesmas apabila terdapat kekurangan obat di Puskesmas wilayah Kota Semarang atau kebutuhan obat-obatan melebihi
10% dari alokasi dana dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.
Bentuk pembinaan yang dilakukan Dinas Kesehatan
adalah Bidang Pelayanan Kesehatan, Bidang PKPKL dan Subbagian keuangan melakukan pertemuan dengan seluruh
Kepala Puskesmas setiap dua minggu sekali untuk evaluasi penggunaan dana kapitasi. Selain itu Bidang Pelayanan Kesehatan melakukan pembinaan dalam bentuk pelatihan
kepada petugas Puskesmas dalam pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai melalui e-purchasing
dan melakukan persetujuan terhadap permohonan pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai (diluar pengadaan obat oleh Dinas Kesehatan) diluar daftar e-catalog.
Bentuk pengawasan yang dilakukan adalah evaluasi penyerapan penggunaan dana kapitasi setiap bulan.
3) Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang
Wawancara kepada Kepala Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang dilaksanakan pada tanggal 14
66 wilayah Kota Semarang sebanyak 37 (tiga puluh tujuh)
Puskesmas induk telah melaksanakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 Tentang
Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik
Pemerintah Daerah mulai bulan Juni 2016 berdasarkan Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang
Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016 dengan alokasi dana kapitasi ditetapkan sebesar 60% (enam
puluh persen) untuk jasa pelayanan kesehatan dan 40% (empat puluh persen) untuk dukungan biaya operasional
pelayanan kesehatan.
Sub-bagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang melakukan pengawasan penggunaan dana kapitasi
melalui monitoring penyerapan dana kapitasi di seluruh Puskesmas di Kota Semarang dan memberikan umpan balik
setiap enam bulan sekali. Bentuk pembinaan dilakukan oleh Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang melalui rekonsiliasi (pencocokan) data penyerapan dana
67 Penggunaan dana kapitasi sebesar 60% untuk jasa
pelayanan kesehatan sudah optimal dilaksanakan. Sedangkan dana kapitasi sebesar 40% untuk dukungan biaya operasional
pelayanan kesehatan belum optimal mengingat pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai melalui
e-purchasing yang relatif lama pengadaannya dan terdapat jenis
obat yang kosong persediaannya dari pabrik obat tersebut. b. Kepala Puskesmas
Wawancara dengan sembilan Kepala Puskesmas yang menjadi obyek penelitian dilaksanakan pada minggu keempat bulan Oktober 2016 sampai dengan minggu kedua bulan
Nopember 2016. Wawancara dengan Kepala Puskesmas dilaksanakan untuk mengetahui pelaksanaan penggunaan dana
kapitasi JKN, peran kepemimpinan Kepala Puskesmas dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas. Uraian
wawancara kepada Kepala Puskesmas dibedakan menjadi kelompok Puskesmas rawat inap dan Puskesmas non rawat inap
sebagai berikut :
1) Puskesmas Rawat Inap
Kepala Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati dan
68 Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dilaksanakan di Puskesmas
mulai bulan Juni 2016 sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan
Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.
Penggunaan dana kapitasi JKN ditetapkan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk jasa pelayanan kesehatan dan 40% (empat
puluh persen) untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Alokasi dana kapitasi untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan selanjutnya ditetapkan untuk
obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai minimal sebesar 10% (sepuluh persen) dan kegiatan operasional
pelayanan kesehatan lainnya maksimal sebesar 30% (tiga puluh persen). Tidak ada kebijakan internal dari Kepala Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati dan Srondol tentang penggunaan
dana kapitasi JKN. Kepala Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati dan Srondol selalu melibatkan Bendahara Kapitasi
JKN dalam penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas, membahas permasalahan dalam penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas khususnya penggunaan dukungan biaya
69 kepada Puskesmas dalam bentuk pertemuan rutin setiap dua
minggu sekali dengan seluruh Kepala Puskesmas se Kota Semarang yang salah satunya membahas tentang penggunaan
dana kapitasi JKN di Puskesmas, evaluasi penyerapan dana kapitasi JKN di Puskesmas yang dilakukan Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang setiap bulan,
pelatihan petugas Puskesmas dalam pengadaan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai melalui e-purchasing.
Dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan telah digunakan oleh Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati dan Srondol untuk meningkatkan sarana prasarana di Puskesmas
dan pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Kendala yang dihadapi dalam penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas antara lain dijelaskan oleh Kepala Puskesmas Tlogosari Kulon dan Srondol bahwa ada obat dan
alat kesehatan yang tidak tersedia di Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan pembelian melalui e-purchasing lama. Kepala
70 2) Puskesmas Non Rawat Inap
Kepala Puskesmas Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari seluruhnya dipimpin oleh dokter umum, Kepala
Puskesmas Tambakaji dipimpin oleh dokter gigi dan Puskesmas Kagok dipimpin oleh Sarjana Kesehatan Masyarakat. Semua Kepala Puskesmas menjelaskan bahwa pelaksanaan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dilaksanakan di Puskesmas mulai bulan Juni 2016 sesuai dengan ketentuan
pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan
Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah dan Keputusan Walikota Semarang
Nomor : 440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016. Penggunaan dana kapitasi JKN
ditetapkan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk jasa pelayanan kesehatan dan 40% (empat puluh persen) untuk
dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.
Dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan telah digunakan oleh Puskesmas Tlogosari Wetan, Gayamsari,
71 kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan masing-masing Puskesmas. Tidak ada kebijakan internal dari Kepala Puskesmas Tlogosari Wetan, Gayamsari,
Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok dalam penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas. Dalam penggunaan dana kapitasi, Kepala Puskesmas selalu melibatkan Bendahara
Kapitasi JKN untuk memberikan masukan pemanfaatan dana kapitasi agar sesuai dengan kebutuhan di Puskesmas.
Dinas Kesehatan Kota Semarang melakukan pembinaan kepada seluruh Puskesmas setiap dua minggu sekali melalui pertemuan Kepala Puskesmas, dimana salah satunya
membahas tentang penggunaan dana kapitasi JKN. Pembinaan dilakukan oleh Bidang PKPKL, Bidang Pelayanan Kesehatan
dan Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang. Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang melakukan pengawasan penyerapan anggaran dana kapitasi
JKN di Puskesmas setiap bulan melalui kegiatan rekonsiliasi (pencocokan) data dan evaluasi penyerapan dana kapitasi JKN.
Kendala yang dihadapi dalam penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas antara lain dijelaskan oleh Kepala Puskesmas Tlogosari Wetan, Padangsari, Tambakaji dan
72 Puskesmas Genuk menjelaskan kendalanya adalah adanya
aturan penggunaan dana kapitasi 60% (enam puluh persen) untuk jasa pelayanan dan 40% (empat puluh persen) untuk
dukungan operasional pelayanan kesehatan menjadi kurang fleksibel dalam penggunaan dana, penyerapan dana kurang optimal, belanja barang secara online melalui e-purchasing
membutuhkan waktu yang lama (barang lama datang). Kepala Puskesmas Kagok menjelaskan kendalanya pada aturan
administrasinya.
c. Bendahara Kapitasi JKN di Puskesmas
Wawancara dengan Bendahara Kapitasi JKN di Puskesmas dilaksanakan pada minggu keempat bulan Oktober 2016 sampai
dengan minggu kedua bulan Nopember 2016. Wawancara dengan Bendahara Kapitasi JKN dilaksanakan untuk mengetahui teknis penggunaan dana kapitasi dan permasalahan dalam pelaksanaan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas. Uraian wawancara
73 1) Puskesmas Rawat Inap
Bendahara kapitasi Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati dan Srondol menjelaskan bahwa pelaksanaan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dilaksanakan di Puskesmas mulai bulan Juni 2016 sesuai dengan ketentuan pada Keputusan Walikota Semarang Nomor :
440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang
Tahun 2016 yang merupakan peraturan teknis dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa
Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.
Penggunaan dana kapitasi JKN ditetapkan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk jasa pelayanan kesehatan dan 40% (empat puluh persen) untuk dukungan biaya operasional pelayanan
kesehatan.
Bendahara kapitasi JKN selalu dilibatkan dalam
menentukan penggunaan dana kapitasi JKN sesuai kebutuhan Puskesmas. Dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan telah digunakan oleh Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati
74 pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Namun kendalanya adalah pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai melalui e-purchasing lama dan terdapat
obat serta alat kesehatan yang tidak tersedia di Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Bentuk pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Dinas
Kesehatan Kota Semarang terhadap penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas berupa evaluasi penyerapan dana kapitasi
JKN di Puskesmas yang dilakukan Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang setiap bulan, pelatihan petugas Puskesmas dalam pengadaan obat, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai melalui e-purchasing.
2) Puskesmas Non Rawat Inap
Bendahara Kapitasi Puskesmas Tlogosari Wetan,
Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 mulai dilaksanakan bulan Juni 2016 sesuai dengan
ketentuan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan
Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah dan Keputusan Walikota Semarang Nomor :
75 Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang
Tahun 2016. Penggunaan dana kapitasi JKN ditetapkan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk jasa pelayanan kesehatan dan
40% (empat puluh persen) untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.
Sub-bagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang
melakukan pengawasan penyerapan anggaran dana kapitasi JKN di Puskesmas setiap bulan melalui kegiatan rekonsiliasi
(pencocokan) data dengan Bendahara Kapitasi dan evaluasi penyerapan dana kapitasi JKN di Puskesmas.
Dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan telah
digunakan oleh Puskesmas untuk meningkatkan sarana prasarana di Puskesmas dan pembelian obat, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas. Kendala yang dihadapi dalam penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas antara lain dijelaskan oleh
Bendahara Kapitasi Puskesmas Tlogosari Wetan, Padangsari, Tambakaji, Genuk, Kagok dan Gayamsari bahwa dengan sistem pembelian obat dan alat kesehatan melalui e-purchasing
76 B. Pembahasan
Dalam pembahasan akan diuraikan mengenai pengaturan, pelaksanaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan dana
kapitasi JKN di Puskesmas Kota Semarang setelah berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa
Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. Pembahasan
disampaikan berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber dan hasil temuan di lapangan yang kemudian dianalisa dengan ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok permasalahan. Adapun
pembahasan sebagai berikut:
1. Pengaturan Penggunaan Dana Kapitasi JKN di Puskesmas Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penggunaan dana kapitasi JKN di sembilan Puskesmas Kota Semarang setelah
berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional
Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, maka ada beberapa pengaturan perundang-undangan sebagai
77 a. Dasar Hukum Penggunaan Dana Kapitasi JKN di Puskesmas
Kota Semarang setelah berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.
Puskesmas dalam menggunakan dana kapitasi JKN
didasari oleh ketentuan hukum yang dijadikan sebagai pedoman dalam menggunakan dana kapitasi di Puskesmas. Ketentuan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pengaturan
penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas antara lain : 1) Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Dasar 1945 menjadi salah satu dasar hukum tentang penggunaan dana kapitasi JKN pada Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) Milik Pemerintah Daerah. Hal ini nunjukkan bahwa dengan diundangkannya Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 merupakan amanat Undang-Undang Dasar
1945. Ketentuan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN terdapat
pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dijelaskan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang
78 satu bentuk pelaksanaan atribusi presiden pada Pasal 4 ayat
(1) Undang-Undang Dasar 1945. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana
Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah
merupakan bentuk amanat dari ketentuan Pasal 12 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014. Perlunya
ketentuan hukum dalam penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas agar penggunaan dana kapitasi efektif, efisien dan dapat memenuhi kebutuhan implementasi program JKN.
2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 19 ayat (2) menyebutkan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Dana kapitasi program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) digunakan agar peserta mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan di dokter praktek, klinik maupun Puskesmas sehingga dapat terpenuhi
79 jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan
Penelenggara Jaminan Sosial yakni salah satunya Puskesmas. Pada Pasal 24 ayat (1) diatur pula tentang sistem pembayaran yakni besarnya pembayaran kepada fasilitas
kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut. 3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merupakan
salah satu dasar hukum pelaksanaan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yakni Puskesmas. Pada
Pasal 30 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 diatur tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang menurut jenisnya dibedakan atas pelayanan kesehatan
perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan terdiri dari : pelayanan
kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan tingkat kedua dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga. Pada Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 diatur pula
80 pihak Pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta.
Puskesmas merupakan salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan perorangan atau pelayanan primer pada program JKN.
4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
Pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Pasal 11 huruf
d diatur tentang salah satu kewenangan BPJS dalam pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah. BPJS Kesehatan
membayar Puskesmas atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JKN dengan sistem kapitasi sesuai dengan tarif kapitasi yang ditetapkan melalui peraturan
menteri kesehatan.
5) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013
Pada Pasal 39 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan dijelaskan bahwa BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada fasilitas
81 kesehatan tingkat pertama. Pada Pasal 39 ayat (2) diatur
apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi,
maka BPJS Kesehatan diberikan kewenangan untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013
tentang Jaminan Kesehatan saat ini telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan, dimana pada Pasal 38 diatur tentang BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas
Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan
bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menggunakan cara pembayaran praupaya berdasarkan kapitasi. Apabila terjadi keterlambatan pembayaran kapitasi, BPJS Kesehatan
wajib membayar ganti rugi kepada Fasilitas Kesehatan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah yang harus dibayarkan
untuk setiap 1 (satu) bulan keterlambatan. Adanya ganti rugi atas keterlambatan pembayaran kapitasi dari BPJS Kesehatan kepada Puskesmas dapat mendorong adanya
82 Puskesmas. Ketentuan pengelolaan dan pemanfaatan dana
kapitasi bagi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama milik Pemerintah Daerah (Puskesmas) ditetapkan dalam bentuk
peraturan presiden untuk mewujudkan tertib administrasi pengelolaan keuangan daerah di Puskesmas yakni tentang pembayaran dana kapitasi oleh BPJS Kesehatan kepada
Puskesmas.
6) Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014
Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama Milik Pemerintah Daerah merupakan bentuk tindak lanjut pemerintah dalam rangka tertib administrasi
pengelolaan keuangan daerah terkait dengan pembayaran dana kapitasi oleh BPJS Kesehatan kepada Puskesmas sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 111 Tahun 2013.
Pada Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 mengatur tentang pengelolaan dana kapitasi JKN yaitu
83 jumlah peserta yang terdaftar di FKTP sesuai data dari BPJS
Kesehatan dan kapitasi dibayarkan langsung oleh BPJS Kesehatan kepada Bendahara Dana Kapitasi JKN pada
FKTP. Pemanfaatan dana kapitasi JKN diatur pada Pasal 12 ayat (1) yakni dana kapitasi JKN di FKTP dimanfaatkan seluruhnya untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan
biaya operasional pelayanan kesehatan. Jasa pelayanan kesehatan di FKTP ditetapkan sekurang-kurangnya 60%
(enam puluh persen) dari total penerimaan dana kapitasi JKN, dan sisanya dimanfaatkan untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.
7) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (5)
Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama Milik Pemerintah Daerah maka ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang
Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik
84 Ketentuan tentang penggunaan dana kapitasi JKN
untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pada Puskesmas sebelumnya telah ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan
Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. Namun ketentuan atau pengaturan
penggunaan dana kapitasi JKN dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 belum dapat menampung perkembangan kebutuhan implementasi penyelenggaraan
JKN sehingga diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.
Pada Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan
Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah
dijelaskan bahwa penggunaan dana kapitasi yang diterima oleh Puskesmas dari BPJS Kesehatan dimanfaatkan seluruhnya untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan
85 jasa pelayanan kesehatan untuk setiap Puskesmas
ditetapkan sekurang-kurangnya 60% (enam puluh persen) dari penerimaan dana kapitasi. Sedangkan pada Pasal 3 ayat
(3) dijelaskan bahwa alokasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan ditetapkan sebesar selisih dari besar dana kapitasi dikurangi dengan besar
alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan seperti yang diatur pada Pasal 3 ayat (2).
Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan dana kapitasi di sembilan Puskesmas yang dijadikan sebagai obyek penelitian (Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati,
Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok) telah sesuai dengan ketentuan Pasal
3 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 yakni dana kapitasi yang diterima sembilan Puskesmas di Kota Semarang dari BPJS Kesehatan
digunakan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk jasa pelayanan kesehatan dan sisanya sebesar 40% (empat puluh
persen) untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.
Pada Pasal 5 ayat (1) dijelaskan bahwa alokasi dana
86 obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta
biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, alokasi dana kapitasi untuk pembayaran
dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan sebesar 40% (empat puluh persen) digunakan untuk pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai minimal sebesar
10% (sepuluh persen) dan kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya maksimal sebesar 30% (tiga puluh
persen), sehingga penggunaan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan telah sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pengaturan penggunaan dana kapitasi
JKN di Puskesmas tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa Puskesmas menurut ketentuan perundang-undangan diberikan kewenangan untuk mengelola / menggunakan dana
kapitasi JKN sehingga pelaksanaan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas tidak bertentangan dengan
ketentuan perundang-undangan tersebut.
87 b. Bentuk Pengaturan Penggunaan Dana Kapitasi JKN di
Puskesmas Kota Semarang Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.
Bentuk pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN di
Puskesmas Kota Semarang setelah berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan
Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah dituangkan
dalam Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016.
Penjelasan mengenai bentuk pengaturannya yaitu :
1) Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016.
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang
Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik
Pemerintah, Walikota Semarang menetapkan alokasi dana kapitasi JKN di Puskesmas Kota Semarang yang diatur dalam
88 Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun
2016. Keputusan Walikota Semarang tersebut merupakan peraturan kebijaksanaan/enunsiatif atau peraturan teknis
yang dibuat untuk melaksanakan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.
Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
21 Tahun 2016 menjelaskan bahwa besaran alokasi dana kapitasi ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Kepala
Daerah atas usulan Kepala SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan tiga hal antara lain : tunjangan yang telah diterima dari Pemerintah Daerah,
kegiatan operasional pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai target kinerja di bidang pelayanan kesehatan dan
kebutuhan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
Pada diktum kedua Keputusan Walikota Semarang
Nomor : 440/196/2016 mengatur alokasi dana kapitasi sebesar 60% (enam puluh persen) untuk jasa pelayanan
kesehatan dan 40% (empat puluh persen) untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Ketentuan pada diktum kedua tersebut telah sesuai dengan Pasal 3 ayat (2)
89 untuk setiap Puskesmas ditetapkan sekurang-kurangnya 60%
(enam puluh persen) dari penerimaan dana kapitasi. Pengaturan penggunaan 40% (empat puluh persen) untuk
dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan pada diktum kedua Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 telah sesuai dengan Pasal 3 ayat (3) yakni
alokasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan ditetapkan sebesar selisih dari besar
dana kapitasi dikurangi dengan besar alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan.
Pada diktum ketiga Keputusan Walikota Semarang
Nomor : 440/196/2016 mengatur alokasi dana kapitasi untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan
selanjutnya ditetapkan minimal sebesar 10% (sepuluh persen) untuk obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan untuk kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya
maksimal sebesar 30% (tiga puluh persen). Diktum ketiga Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 telah
sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.
Berdasarkan hasil penelitian, Puskesmas Tlogosari
90 melaksanakan ketentuan yang tercantum Keputusan Walikota
Semarang Nomor : 440/196/2016, meskipun dalam pelaksanaannya masih menemui kendala misalnya dalam
penggunaan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan yakni pembelian obat melalui e-purchasing yang lama maupun ketersediaan obat dan alat kesehatan
terkadang kosong di pabrik sehingga dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Tujuan pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas Kota Semarang melalui Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 adalah memberikan
kepastian hukum bagi Puskesmas dalam menggunakan dana kapitasi JKN, untuk memenuhi kebutuhan Puskesmas akan
dana operasional pelayanan kesehatan serta untuk mewujudkan tertib administrasi pengelolaan keuangan daerah tentang pembayaran dana kapitasi kepada
Puskesmas sehingga penggunaan dana kapitasi dapat efektif dan efisien sesuai kebutuhan Puskesmas serta diharapkan
91 2. Pelaksanaan Penggunaan Dana Kapitasi JKN di Puskesmas
Kota Semarang setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016
Dari hasil penelitian di Puskesmas Tlogosari Kulon,
Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok dapat diketahui pelaksanaan penggunaan dana kapitasi JKN yang dibahas dari beberapa aspek
antara lain pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.
a. Pembayaran Jasa Pelayanan Kesehatan
Penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk,
Padangsari, Tambakaji dan Kagok untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. Dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun
2016 diatur bahwa alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan untuk tiap FKTP (Puskesmas) ditetapkan sekurang-kurangnya 60% (enam puluh persen) dari penerimaan dana
92 untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan bagi tenaga
kesehatan dan tenaga non kesehatan yang melakukan pelayanan pada Puskesmas. Tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan
meliputi Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, dan pegawai tidak tetap, yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BPJS Kesehatan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Semarang dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
tingkat pertama di Puskesmas karena Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan. Dana kapitasi yang diterima oleh Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati,
Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok digunakan sebesar 60% dari total dana
kapitasi yang diterima untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan. Pembayaran jasa pelayanan kesehatan diberikan kepada tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter umum, dokter
gigi, perawat, bidan, apoteker, tenaga kesehatan lainnya serta tenaga non kesehatan yang bekerja di masing-masing
Puskesmas. Hal ini menunjukkan sembilan Puskesmas di Kota Semarang telah mengimplementasikan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 sesuai dengan
93 Pembayaran jasa pelayanan kesehatan
mempertimbangkan jenis ketenagaan dan/atau jabatan dan kehadiran. Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 4 ayat (3)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 yang menjelaskan bahwa pembagian jasa pelayanan kesehatan kepada tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan ditetapkan
dengan mempertimbangkan variabel jenis ketenagaan dan/atau jabatan dan kehadiran. Teknis penghitungan pembayaran jasa
pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dan non kesehatan di Puskesmas diatur pada Pasal 4 ayat (4), (5), (6), (7), (8), (9) dan (10) yang mempertimbangkan beban kerja yakni bagi yang
merangkap tugas administratif dan penanggungjawab program diberikan tambahan nilai sesuai jenis ketenagaannya. Selain
mempertimbangkan beban kerja, penghitungan pembayaran jasa pelayanan kesehatan juga mempertimbangkan masa kerja dari masing-masing pegawai. Untuk variabel kehadiran, diberikan
sanksi yakni apabila terlambat hadir atau pulang sebelum waktunya maka akan dikurangi satu poin dalam perhitungan
pembayaran jasa pelayanan kesehatan. Penghitungan pembayaran jasa pelayanan kesehatan di Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk,
94 Pasal 4 ayat (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9) dan (10) Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dan Dinas Kesehatan Kota Semarang (Subbagian Keuangan) melakukan pengawasan
penggunaan dana kapitasi melalui monitoring penyerapan dana kapitasi dengan pencocokan (rekonsialiasi) data setiap bulan dan memberikan umpan balik setiap enam bulan sekali. Pembinaan
dan pengawasan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang melalui
pertemuan rutin Kepala Puskesmas setiap dua minggu sekali.
b. Pembayaran Dukungan Biaya Operasional Pelayanan
Kesehatan
Pada Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 diatur alokasi untuk pembayaran dukungan biaya
operasional pelayanan kesehatan sebesar selisih dari besar dana kapitasi dikurangi dengan besar alokasi untuk pembayaran jasa
pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok
menggunakan dana kapitasi yang diterima dari BPJS Kesehatan untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan
95 penggunaan sebesar 40% (empat puluh persen) untuk
pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan oleh Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari
Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok telah sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (3).
Pada diktum ketiga Keputusan Walikota Semarang
Nomor : 440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota
Semarang Tahun 2016 ditetapkan penggunaan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan untuk obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai minimal sebesar 10% (sepuluh persen)
dan kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya maksimal sebesar 30% (tiga puluh persen). Puskesmas Tlogosari Kulon,
Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok menggunakan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan untuk meningkatkan sarana
prasarana di Puskesmas sebesar 30% (tiga puluh persen) dan pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
sebesar 10% (sepuluh persen) dengan jenis obat dan alat kesehatan sesuai dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas.
Penggunaan dukungan biaya operasional pelayanan
96 karena Dinas Kesehatan Kota Semarang telah memiliki stok
obat-obatan melalui pengadaan yang dilakukan Dinas Kesehatan sehingga untuk tahun 2016 masih mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan Puskesmas apabila terdapat kekurangan obat di Puskesmas wilayah Kota Semarang atau pada keadaan tertentu kebutuhan obat-obatan melebihi 10% (sepuluh persen) dari
alokasi dana dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan sehingga Puskesmas tetap dapat mematuhi ketentuan Pasal 3
ayat (3) dan diktum ketiga Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016.
Kendala yang dihadapi dalam penggunaan dana kapitasi
JKN di Puskesmas Tlogosari Kulon dan Srondol bahwa ada obat dan alat kesehatan yang tidak tersedia di Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan pembelian melalui e-purchasing lama.
Sedangkan di Puskesmas Gunungpati tidak ada kendala dalam penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas. Kendala yang juga
dihadapi Puskesmas Tlogosari Wetan, Padangsari, Tambakaji dan Gayamsari adalah dengan sistem pembelian obat dan alat kesehatan melalui e-purchasing membutuhkan waktu lama dan
masih perlu dilakukan pelatihan petugas Puskesmas dalam pembelian obat melalui e-purchasing.
97 petugas dalam pembelian obat dan alat kesehatan melalui sistem
e-purchasing, maka Dinas Kesehatan Kota Semarang melakukan
pembinaan dalam bentuk pelatihan kepada petugas Puskesmas
dalam pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai melalui e-purchasing. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016
dijelaskan bahwa dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan dapat digunakan untuk belanja barang operasional
meliputi : pelayanan kesehatan dalam gedung dan luar gedung, operasional dan pemeliharaan kendaraan puskesmas keliling, bahan cetak atau alat tulis kantor, administrasi dan sistem
informasi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia kesehatan; dan/atau pemeliharaan sarana dan prasarana. Untuk
mengoptimalkan penggunaan dana kapitasi, pelatihan petugas Puskesmas tentang teknis pembelian obat dan alat kesehatan melalui e-purchasing dapat menggunakan dukungan biaya
operasional pelayanan kesehatan.
Dinas Kesehatan Kota Semarang juga melakukan
persetujuan terhadap permohonan pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai (diluar pengadaan obat oleh Dinas Kesehatan) diluar daftar e-catalog / formularium obat,
98 menjelaskan apabila obat dan bahan medis habis pakai yang
dibutuhkan tidak tercantum dalam formularium nasional maka Puskesmas dapat menggunakan obat lain termasuk obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara terbatas, dengan persetujuan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Dalam penggunaan dana kapitasi khususnya dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan perlu diwaspadai
terjadinya potensi kecurangan misalnya dalam pengadaan sarana prasarana di Puskesmas seperti : belanja kursi tunggu pasien, AC, lemari obat, genset dan lain-lain dapat terjadi pembiayaan ganda
(double funding) dengan alokasi Anggaran dan Pendapatan
Belanja Daerah (APBD) sehingga apabila dana kapitasi telah
mencukupi untuk pembelian sarana prasarana maka alokasi APBD dapat digunakan untuk kebutuhan Puskesmas lainnya. Di samping itu, dalam pembelian obat dan alat kesehatan dapat
terjadi potensi kecurangan dimana karena proses pembelian melalui e-purchasing lama atau alasan kekosongan obat di PBF
sehingga terjadi pembelian obat dan bahan medis habis pakai tidak tercantum dalam formularium nasional secara terus-menerus. Untuk mengatasi potensi kecurangan tersebut, Dinas
99 dengan baik dan tidak terjadi kecurangan. Adanya ketentuan pada
Pasal 5 ayat (7) yang menjelaskan secara teknis penggunaan alokasi dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan beserta
contoh-contoh penggunaannya dapat mencegah kesalahan pengunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas dan mengurangi kekhawatiran terjadinya penggunaan pembiayaan ganda dengan
alokasi anggaran APBD.
Selain Dinas Kesehatan, pengawasan juga dilaksanakan
oleh Kepala Puskesmas. Bentuk pengawasan yang telah dilaksanakan adalah pengawasan fungsional (struktural) yang melekat pada jabatan seorang Kepala Puskesmas. Pengawasan
penggunaan dana kapitasi dapat dilakukan melalui pengawasan preventif dan pengawasan represif. Pengawasan preventif
merupakan pengawasan sebelum rencana kegiatan dilaksanakan dengan maksud agar tidak ada kesalahan atau penyimpangan data. Pengawasan preventif telah dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Kota Semarang melalui pengaturan penggunaan dana kapitasi yang dituangkan dalam Keputusan Walikota Semarang
Nomor : 440/196/2016 sehingga memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaannya. Di samping itu, Dinas Kesehatan Kota Semarang dan Kepala Puskesmas juga telah melaksanakan
100 aturan yang ditetapkan. Dinas Kesehatan Kota Semarang menilai
dan membandingkan penggunaan dana kapitasi dengan alokasi yang telah diberikan kemudian dilakukan evaluasi apabila tidak
berjalan sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas dilakukan melalui umpan balik penyerapan alokasi dana kapitasi setiap
enam bulan sekali.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 terhadap penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas Kota Semarang
Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Tlogosari Kulon,
Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok dapat diketahui bahwa ketentuan
pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional
Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah telah dilaksanakan oleh pihak Puskesmas. Faktor-faktor yang
mempengaruhi merupakan hal-hal yang ikut berpengaruh di dalam pelaksanaan dan penerapan hukum. Dalam pelaksanaan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dipengaruhi
101 a. Faktor Yuridis
Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum adalah bahwa hukum yang dibuat telah tercapai maksudnya. Pelaksanaan
hukum dikatakan efektif atau berhasil dalam implementasinya apabila peraturan tersebut ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat maupun penegak hukum. Keberhasilan dalam
pelaksanaan hukum dapat dipengaruhi oleh faktor substansi hukum, struktur, kultur dan fasilitasnya. Pelaksanaan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 berhasil dilaksanakan di sembilan Puskesmas di Kota Semarang karena ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun
2016 yakni Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) tentang penggunaan dana kapitasi untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan
biaya operasional pelayanan kesehatan telah diimplementasikan sesuai dengan ketentuan.
Faktor-faktor yuridis yang mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 antara lain : faktor substansi hukum, struktur hukum, kultur hukum
dan fasilitasnya. Faktor substansi hukum merupakan aturan atau norma yang merupakan pola perilaku manusia dalam masyarakat yang berada dalam sistem hukum tersebut. Substansi hukum
102 (2) tentang alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan
untuk setiap Puskesmas ditetapkan sekurang-kurangnya 60% (enam puluh persen) dari penerimaan dana kapitasi, Pasal 3 ayat
(3) dijelaskan alokasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan ditetapkan sebesar selisih dari besar dana kapitasi dikurangi dengan besar alokasi untuk
pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan Pasal 5 ayat (7) telah diatur teknis penggunaan dukungan biaya operasional pelayanan
kesehatan antara lain untuk belanja barang operasional dan belanja modal beserta contoh-contoh penggunaannya. Hal ini diharapkan mengurangi kekhawatiran petugas Puskesmas dalam
pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan dana kapitasi JKN. Pada Pasal 3 ayat (4) juga diatur bahwa besaran alokasi
dana kapitasi ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Kepala Daerah atas usulan Kepala SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan tunjangan yang
telah diterima dari Pemerintah Daerah, kegiatan operasional pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai target kinerja di
bidang pelayanan kesehatan dan kebutuhan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Dinas Kesehatan Kota Semarang menindaklanjuti ketentuan Pasal 3 ayat (4) melalui Keputusan
103 Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016. Faktor substansi
hukum tersebut di atas memberikan kepastian hukum bagi Puskesmas dalam menggunakan dana kapitasi JKN sehingga
ketentuan-ketentuan tersebut dapat diimplementasikan oleh Puskesmas.
Faktor struktur hukum merupakan lembaga-lembaga yang
terlibat dalam penggunaan dana kapitasi JKN terdiri dari Puskesmas, Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan sebagai
lembaga yang membayar dana kapitasi JKN. Berdasarkan hasil penelitian, Puskesmas sebagai lembaga yang menerima dana kapitasi dapat mendukung keberhasilan implementasi Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang penggunaan dana kapitasi karena ketentuan perundang-undangan yang
mendasari pelaksanaan penggunaan dana kapitasi memberikan kewenangan kepada Puskesmas untuk mengelola dana kapitasi JKN. Dinas Kesehatan diberikan kewenangan untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan berdasarkan Pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 sehingga melalui
pembinaan dan pengawasan yang dilaksanakan Dinas Kesehatan maka akan mendukung keberhasilan implementasi penggunaan dana kapitasi JKN sesuai dengan ketentuan. BPJS Kesehatan
104 Penyelenggara Jaminan Sosial untuk melakukan pembayaran
khususnya kepada Puskesmas dengan sistem kapitasi. Hal ini memberikan kepastian hukum kepada BPJS Kesehatan untuk
membayar dana kapitasi kepada Puskesmas sehingga Puskesmas dapat mengelola dana kapitasi tersebut sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
21 Tahun 2016.
Faktor kultur atau budaya hukum merupakan sikap dan
nilai-nilai yang terkait dengan tingkah laku bersama yang berhubungan dengan hukum dan lembaga-lembaganya. Faktor budaya hukum merupakan gagasan, sikap, kepercayaan,
pandangan-pandangan mengenai hukum dan dapat dipengaruhi oleh peran pemimpin dalam suatu lembaga. Berdasarkan hasil
penelitian, faktor pemahaman tentang ketentuan penggunaan dana kapitasi, pandangan atau sikap Kepala Puskesmas, bendahara kapitasi JKN dan petugas Puskesmas terhadap
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dan Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang
penggunaan dana kapitasi JKN yang mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan merupakan budaya hukum yang mendukung. Peranan dari Kepala Puskesmas sebagai pimpinan Puskesmas
105 implementasi penggunaan dana kapitasi JKN sesuai ketentuan
yang berlaku. Bentuk peranan yang dilakukan Kepala Puskesmas adalah selalu melibatkan bendahara kapitasi JKN dan petugas
Puskesmas dalam perencanaan, penggunaan dan evaluasi penggunaan dana kapitasi di Puskesmas.
Faktor terakhir yang mendukung keberhasilan
pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dari aspek yuridis adalah adanya sarana atau fasilitas di
Puskesmas yang mendukung untuk pelaksanaan penggunaan dana kapitasi JKN yakni tenaga kesehatan dan non kesehatan di Puskesmas yang memiliki keahlian di bidangnya, adanya
bendahara dana kapitasi yang khusus ditunjuk untuk mengelola dana kapitasi di Puskesmas agar tertib administrasi dan sesuai
ketentuan.
Kegagalan dalam pelaksanaan hukum adalah bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang telah ditetapkan tidak berhasil
dalam implementasinya. Faktor-faktor yuridis yang mempengaruhi kegagalan pelaksanaan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 antara lain : adanya norma hukum yang kabur atau tidak jelas. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 belum diatur tentang sanksi
106 Tahun 2016. Ketentuan tentang sanksi perlu dicantumkan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 untuk menghindari atau mencegah terjadinya penyalahgunaan
wewenang dan ketidaktepatan penyerapan dana kapitasi serta mencegah adanya potensi kecurangan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas. Selain itu, belum diatur pula tentang evaluasi
penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas baik periode evaluasi dan lembaga terkait yang melakukan evaluasi, misal
BPJS Kesehatan sebagai pembayar kapitasi dan Dinas Kesehatan sebagai pengawas dan pembina Puskesmas.
Faktor-faktor yuridis yang mempengaruhi kegagalan
pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tersebut diatas dapat berakibat pada tingkat kepatuhan
Puskesmas dalam menggunakan dana kapitasi sesuai dengan ketentuan dan belum dapat diukur tentang peningkatan kualitas atau mutu pelayanan yang diberikan Puskesmas kepada peserta
JKN dari pemanfaatan dana kapitasi JKN di Puskesmas.
b. Faktor Teknis
Terkait dengan pelaksanaan penggunaan dana kapitasi
JKN di sembilan Puskesmas Kota Semarang maka terdapat faktor teknis yang mendukung dan yang menghambat. Faktor teknis yang mendukung adalah adanya dukungan yang telah dilakukan
107 pengawasan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas.
Dinas Kesehatan Kota Semarang melakukan pembinaan kepada seluruh Puskesmas setiap dua minggu sekali melalui pertemuan
Kepala Puskesmas, dimana salah satunya membahas tentang penggunaan dana kapitasi JKN. Di samping itu, Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang melakukan
pengawasan penyerapan anggaran dana kapitasi JKN setiap bulan melalui kegiatan rekonsiliasi (pencocokan) data dan
evaluasi penyerapan dana kapitasi JKN melalui umpan balik penyerapan dana kapitasi setiap enam bulan sekali.
Pengawasan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota
Semarang berperan untuk melakukan deteksi dini kemungkinan terjadinya penyimpangan terhadap standar, mencegah,
mengendalikan atau mengurangi. Tanpa pengawasan atau jika pengawasan yang dilaksanakan lemah, maka akan memunculkan berbagai penyalahgunaan wewenang. Pembinaan dan
pengawasan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Semarang telah sesuai dengan ketentuan pada Pasal 9 Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 yang menjelaskan bahwa pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dilakukan oleh Kepala SKPD
108 Instansi Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Faktor kepemimpinan Kepala Puskesmas yang selalu
melibatkan bendahara kapitasi Puskesmas dan pegawai Puskesmas lainnya dalam merencanakan, menganalisis permasalahan dan mencari solusi bersama-sama terhadap
permasalahan penggunaan dana kapitasi juga menjadi faktor pendukung teknis. Fungsi kepemimpinan yang dilakukan Kepala
Puskesmas bersifat pengambilan keputusan yakni memutuskan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas, bersifat interpersonal yakni selalu melibatkan bendahara kapitasi dan
petugas Puskesmas dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penggunaan dana kapitasi JKN, dan bersifat
informasional yakni selalu memberikan informasi kepada tim di Puskesmas terkait penggunaan dana kapitasi sehingga mencegah terjadinya penyimpangan penggunaan dana kapitasi.
Kepala Puskesmas juga melakukan fungsi perencanaan dan pengawasan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas.
Faktor teknis yang dapat menghambat penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas adalah kemampuan petugas Puskesmas untuk pembelian obat, alat kesehatan dan bahan