• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.1. Pengaturan Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam KUHP

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), merupakan sumber hukum materiil dan induk bagi ketentuan- ketentuan diluar dari KUHP. Orientasi kebijakan sistem pemidanaan yang ada di dalam KUHP merupakan orientasi yang terpaku pada pelaku tindak pidana. Masalah perlindungan saksi dan korban sudah mendapat pengaturan meski sifatnya sangat sederhana dan parsial. Hal ini dapat dilihat pada hukum pidana materiil maupun hukum pidana formil.116

Pada hukum pidana materiil dapat dilihat pada Pasal 14 huruf c ayat (1) KUHP yang menyatakan :

“dalam perintah yang dimaksud dalam pasal 14a kecuali jika dijatuhkan denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan perbuatan pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek daripada masa percobaannya harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan pidana tadi”. Penetapan penjatuhan pidana bersyarat ditentukan dengan adanya syarat umum dan syarat khusus yang harus dipenuhi oleh terpidana selama dalam masa percobaan. Syarat khusus bagi terpidana dalam waktu tertentu yang lebih pendek dari masa

percobaannya harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatannya. Pada ketentuan ini dapat dimaknai bahwa pengganti kerugian yang harus dibayar oleh terpidana merupakan biaya pengganti akibat kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan pidananya kepada korban. Pasal 14c KUHP ini memberikan pengertian perlindungan terhadap saksi dan korban dalam arti konkret atau secara langsung.

b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Tidak jauh berbeda dengan KUHP, dalam KUHAP sendiri, kecenderungan orientasi masih terpaku dalam melindungi warga negaranya yang berstatus tersangka, terdakwa dan terpidana. Namun secara terbatas KUHAP mengatur mengenai perlindungan saksi dan korban. Dikatakan terbatas karena pengaturannya yang masih terlalu sedikit dan tidak secara tegas menyebutkan saksi dan korban.

Ketentuan-ketentuan dalam KUHAP yang berkenaan dengan perlindungan saksi dan korban diatur pada BAB XIII tentang Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian tertera pada Pasal 98 – Pasal 101 KUHAP.

Pasal 98

(1) Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu. (2) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Dalam hal penuntut tidak hadir, permintaan diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan.

Pasal 99

(1) Apabila pihak yang dirugikan minta penggabungan perkara gugatannya pada perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98, maka pengadilan negeri menimbang tentang kewenangannya untuk mengadili gugatan tersebut, tentang kebenaran dasar gugatan dan tentang hukuman pengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan tersebut. (2) Kecuali dalam hal pengadilan negeri menyatakan

tidak berwenang mengadili gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, putusan hakim hanya memuat tentang penetapan hukuman pengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan.

(3) Putusan mengenai ganti kerugian dengan sendirinya mendapat kekuatan hukum tetap apabila putusan pidananya juga mendapat kekuatan hukum tetap.

Pasal 100

(1) Apabila penggabungan antara perkara perdata dan pidana, maka penggabungan itu dengan sendirinya berlangsung dalam pemeriksaan tingkat banding. (2) Apabila terhadap suatu perkara pidana tidak diajukan

permintaan banding, maka permintaan banding mengenai putusan ganti rugi tidak diperkenankan. Ketentuan dan aturan hukum acara perdata berlaku bagi gugatan ganti kerugian sepanjam dalam undang- undang ini tidak diatur.

Pasal 101

“Ketentuan dari aturan hukum acara perdata berlaku bagi gugatan ganti kerugian sepanjang dalam undang-undang ini tidak diatur lain”.

Menyimak Pasal-pasal di atas, yang dimaksud dengan kerugian adalah kerugian dalam arti materiil atau nyata (riil) bukan bersifat immateriil. Kerugian secara immateriil dapat diajukan gugatan secara terpisah melalui gugatan perdata.

Berkaitan dengan pengajuan tuntutan ganti kerugian berdasarkan Pasal 98-101 KUHAP, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:117

1. Kerugian yang terjadi harus ditimbulkan oleh tindak pidana itu sendiri.

2. Kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana atau orang lain yang menderita kerugian (korban) sebagai akibat langsung dari tindak pidana tersebut.

3. Gugatan ganti kerugian yang diakibatkan tindak pidana tadi ditujukan kepada “si pelaku tindak pidana”.

4. Tuntutan ganti kerugian yang diajukan kepada terdakwa tadi digabungkan atau diperiksa dan diputus sekaligus bersamaan pada pemeriksaan dan putusan perkara pidana yang di dakwakan kepada terdakwa dan dalam bentuk satu putusan.

Hak-hak saksi dan korban juga dilindungi dalam KUHAP, adapun pengaturan pada KUHAP yang mengatur mengenai hak-hak saksi dan korban antara lain:

Pasal 80

“Permintaan memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya”.

Pihak ketiga yang disebutkan dalam Pasal 80 KUHAP diatas merupakan korban, dalam hal ini korban berhak mengajukan keberatan atas penghentian penyidikan atau penuntutan (praperadilan).

Sedangkan pada Pasal 81 KUHAP menyatakan :

“Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan, penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya”. Pada Pasal 81 KUHAP ini pihak ketiga sebagai korban berhak mengajukan ganti kerugian dan atau rehabilitasi dengan terlebih dahulu mengajukan alasan kepada ketua pengadilan negeri.

Pada Pasal 134 KUHAP juga diterangkan mengenai otopsi yang akan dilakukan penyidik kepada korban dengan terlebih dahulu meminta ijin kepada keluarga korban.

Pasal 134

(1) Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.

(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut. (3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan

apapun dari keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melakukan ketentuan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (1) undang-undang ini.

Keluarga korban berhak menolak apabila telah diberitahukan sebelumnya oleh penyidik untuk melakukan otopsi terhadap korban, dalam hal ini keluarga korban juga termasuk sebagai korban yang dilindungi hak-haknya, namun apabila dalam waktu dua hari tidak diberi tanggapan maka penyidik berhak melakukan otopsi.

Pasal 170

(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.

(2) Hakim menetukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

Hak-hak yang diberikan kepada saksi dan korban dalam hal ini adalah untuk dibebaskan dari kewajibannya sebagai orang yang pekerjaannya, harkat martabatnya atau jabatannya wajib menyimpan rahasia. Menurut penjelasan pasal ini, pekerjaan yang menentukan adanya kewajiban menyimpan rahasia ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dijelaskan bahwa, jika tidak ada ketentuan- ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan atau pekerjaan yang dimaksud, maka hakim yang akan menentukan sah atau tidaknya alasan yang diajukan tersebut untuk mendapatkan kebebasan dari bersaksi.

Pengecualian seperti pada pasal tersebut diatas juga ditemukan pada Pasal 171 KUHAP, adapun isi dari pasal ini yaitu :

Pasal 171

Yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah:

a. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin;

b. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang- kadang ingatannya baik kembali.

Pasal 177

(1) Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menerjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan.

(2) Dalam hal seorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara ia tidak boleh pula menjadi juru bahasa dalam perkara itu.

Pada Pasal 177 KUHAP ini dijelaskan mengenai hak-hak saksi untuk berhak mendapatkan juru bahasa atau penerjemah, manakala saksi tidak dapat berbahasa Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang ini.

Keringanan atau kemudahan untuk menjadi saksi dalam suatu proses peradilan tidak hanya bisa didapatkan oleh orang yang tidak bisa berbahasa Indonesia saja, akan tetapi juga apabila saksi yang dihadirkan pada proses peradilan merupakan orang yang bisu dan atau tuli serta tidak dapat menulis juga berhak mendapatkan juru bahasa yang mengerti mengenai bahasa isyarat. Hal ini tertera pada Pasal 178 KUHAP.

Pasal 178

(1) Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli serta tidak dapat menulis, hakim ketua sidang mengangkat sebagai penerjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi itu.

(2) Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli tetapi dapat menulis, hakim ketua sidang menyampaikan semua pertanyaan atau teguran kepadanya secara tertulis dan kepada terdakwa atau saksi tersebut diperintahkan untuk menulis jawabannya dan selanjutnya semua pertanyaan dan jawaban tersebut harus dibacakan.

KUHAP dalam hal ini memberikan perlindungan hukum kepada saksi dan korban dalam bentuk konkret atau secara langsung melalui pemberian ganti kerugian dalam penggabungan perkara.

A.2. Perundang-Undangan Yang Terkait Dengan Pengaturan