D. Kepala Sekolah sebagai Motivator
2. Pengaturan Suasana Kerja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengaturan suasana kerja berasal dari tiga kata yaitu pengaturan, suasana dan kerja. “...Kata pengaturan berarti proses, cara, perbuatan mengatur.20 Suasana adalah (1) hawa; udara; (2) keadaan sekitar sesuatu atau dalam lingkungan sesuatu; dan (3) keadaan
15
E. Mulyasa,Menjadi Kepala Sekolah Profesional(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004) Cet. 3, h. 120.
16
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), Ed. IV, Cet. 1, h. 99.
17
Ibid,.h. 831.
18
Ibid,.h. 393.
19
Mulyasa,Menjadi Kepala Sekolah Profesional.h. 120.
20
suatu peristiwa.21 Sedangkan, kerja ialah (1) kegiatan melakukan sesuatu; yang dilakukan (diperbuat); (2) sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah;
mata pencaharian; (3) pekerjaan; dan (4) v cak bekerja....”22Dengan demikian, pengaturan suasana kerja adalah proses mengatur terhadap suatu keadaan dalam lingkungan pekerjaan.
Suasana kerja yang baik akan mendorong para tenaga pendidik senang bekerja sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja. Untuk itu, kepala sekolah harus mampu menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan para tenaga pendidik, serta menciptakan suasana kerja yang nyaman dan menyenangkan.23
3. Disiplin
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”...disiplin berarti (1) tata tertib (di sekolah, kemiliteran, dan sebagainya); dan (2) ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib dan sebagainya)....”24 Kepala sekolah harus menegakkan disiplin kepada semua bawahannya. Melalui disiplin ini diharapkan dapat tercapai tujuan secara efektif, serta dapat meningkatkan produktifitas sekolah.25
Menurut E. Mulyasa, “beberapa strategi yang dapat digunakan oleh kepala sekolah dalam membina disiplin para tenaga pendidik, yaitu (1) membantu para tenaga pendidik dalam meningkatkan standar perilakunya, dan (2) melaksanakan semua aturan yang telah disepakati bersama.”26 Dalam hal ini, kepala sekolah diharapkan menegakkan disiplin di sekolah dan menjadi teladan dalam hal kedisiplinan.
Lebih lanjut, E. Mulyasa mengatakan, “pentingnya disiplin yaitu untuk menanamkan, (a) rasa hormat terhadap kewenangan, (b) upaya untuk menanamkan kerjasama, (c) kebutuhan untuk berorganisasi, dan (d) rasa
21
Ibid,.h. 1344.
22
Ibid,.h. 681.
23
Mulyasa,Menjadi Kepala Sekolah Profesional.h. 120.
24
Tim Penyusun Kamus,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. IV, Cet. 1, h. 333.
25
Mulyasa,Menjadi Kepala Sekolah Profesional.h. 120.
26
hormat terhadap orang lain.”27 Maka dari itu, disiplin perlu ditegakkan seoptimal mungkin agar sekolah dapat berjalan secara maksimal.
Menurut Soelaeman yang dikutip E. Mulyasa, mengatakan, “kepala sekolah berfungsi sebagai pengemban ketertiban, yang patut diteladani, tapi tidak bersikap otoriter.”28Dalam hal ini, kepala sekolah yang demokratis akan lebih baik daripada yang otoriter.
E. Mulyasa mengutip dari Reisman and Payne, mengatakan, “...strategi umum membina disiplin sebagai berikut.
a. Konsep diri (self concept), strategi ini menekankan bahwa konsep-konsep diri masing-masing individu merupakan faktor penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, pemimpin disarankan bersikap empati, menerima, hangat, dan terbuka, sehingga para tenaga pendidik dapat mengeksplorasi pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah.
b. Ketrampilan berkomunikasi (communication skill), pemimpin harus menerima semua perasaan para tenaga pendidik dengan komunikasi yang dapat menimbulkan kepatuhan dari dalam dirinya.
c. Konsekuensi logis dan alami (natural and logical consequences), perilaku-perilaku yang salah terjadi karena para tenaga pendidik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Hal ini mendorong munculnya perilaku-perilaku salah yang disebut misbehavior. Untuk itu, kepala sekolah perlu menunjukkan secara tepat perilaku mereka yang salah sehingga membantu mereka dalam mengatasi perilakunya.
d. Klarifikasi nilai (values clarification), strategi ini dilakukan untuk membantu para tenaga pendidik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri. e. Latihan keefektifan pemimpin (leader effectiveness training), tujuan
metode ini adalah untuk menghilangkan metode refresif, misalnya hukuman dan ancaman melalui sebuah model komunikasi tertentu. f. Terapi realitas (reality therapy), pemimpin perlu bersikap positif dan
bertanggung jawab. Sikap positif perlu diterapkan sehingga akan menghasilkan suasana kerja yang kondusif....”29
Untuk menerapkan strategi tersebut, kepala sekolah perlu mempertimbangkan berbagai situasi, dan perlu memahami faktor-faktor yang
27 Ibid,.h. 141─ 142. 28 Ibid,.h. 142 29 Ibid,.h. 142─ 143.
mempengaruhinya. Selain itu, dia perlu mengevaluasi strategi tersebut untuk mengetahui berhasil tidaknya strategi tersebut.
4. Dorongan (Motivasi)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”...dorongan berarti (1) tolakan; sorongan; dan (2) desakan; anjuran yang keras....”30 Keberhasilan suatu sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang datang dari dalam maupun yang datang dari lingkungan. Dari berbagai faktor tersebut, motivasi merupakan suatu faktor yang cukup dominan dan dapat menggerakkan faktor-faktor lain ke arah efektifitas kerja.31 Bahkan, motivasi sering dinamakan dengan mesin dan kemudi mobil, yang berfungsi sebagai penggerak dan pengarah.
Motivasi merupakan suatu bagian yang penting dalam suatu sekolah. Para tenaga pendidik akan bekerja dengan sungguh-sungguh jika memiliki motivasi yang tinggi. Apabila mereka memiliki motivasi yang tinggi, maka akan memperlihatkan minat, dan ingin ikut serta dalam suatu tugas atau kegiatan. Dengan kata lain, mereka akan melakukan semua pekerjaannya dengan baik apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Dalam hal ini, kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan membangkitkan motivasi mereka sehingga mereka dapat meningkatkan kinerjanya.
Motivasi merupakan salah satu alat kepala sekolah agar para tenaga pendidik mau bekerja keras dan bekerja cerdas sesuai dengan yang diharapkan. Pengetahuan tentang pola motivasi membantu dia memahami sikap kerja mereka. Dia dapat memotivasi mereka dengan cara yang berbeda-beda.
Menurut E. Mulyasa, terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan oleh kepala sekolah untuk mendorong para tenaga pendidik agar mereka mau dan mampu meningkatkan profesionalismenya. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
30
Tim Penyusun Kamus,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. IV, Cet. 1, h. 341.
31
a. Para tenaga pendidik akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan.
b. Kepala sekolah perlu menyusun tujuan kegiatan dengan jelas dan menginformasikan kepada para tenaga pendidik sehingga mereka mengetahui tujuan bekerja.
c. Kepala sekolah harus selalu memberitahu kepada para tenaga pendidik tentang hasil dari setiap pekerjaan mereka.
d. Pemberian hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.
e. Kepala sekolah perlu memenuhi kebutuhan para tenaga pendidik dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukan bahwa dia memperhatikan mereka.32
Veithzal Rivai dan Sylviana Murni menjelaskan tentang ikhtisar elemen kunci mengoptimalkan motivasi kerja, yaitu.
Tabel 1
Ikhtisar Elemen Kunci Mengoptimalkan Motivasi Kerja33 Karakteristik Optimal
pada Motivasi Kerja
Karakteristik yang Mengurangi Motivasi
Kerja Tipe tujuan Realistik, sasaran
menantang
Sasaran sangat sulit atau sangat mudah
Motivasi pencapaian Motivasi demi pencapaian
Motivasi demi
menghindari kegagalan Kepercayaan pada
kepemilikan
Perlakuan adil dan sopan Perlakuan tidak adil dan tidak hormat
Sumber motivasi Instrinsik: sifat pekerjaan itu menantang, menarik, dan menyenangkan
Ektrinsik: faktor lingkungan seperti hadiah, tekanan sosial, dan hukuman
32
Ibid,.h. 121─ 122.
33
a. Motivasi Instrinsik dan Ekstrinsik
Pada prinsipnya motivasi merupakan hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Ada dua jenis motivasi yaitu instrinsik dan ekstrinsik.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “motivasi instrinsik adalah dorongan atau keinginan yang tidak perlu disertai dengan perangsang dari luar. Sedangkan, motivasi ekstrinsik ialah dorongan yang datangnya dari luar diri seseorang.”34
Zikri Neni Iska mengatakan, “...motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif karena adanya dorongan dari dalam setiap individu. Sedangkan, motivasi ektrinsik adalah motif-motif yang aktif karena adanya perangsang dari luar....”35
Menurut Owen yang dikutip E. Mulyasa, “...motivasi instrinsik adalah motivasi yang datang dari dalam diri seseorang. Sebaliknya, motivasi ekstrinsik berasal dari lingkungan di luar diri seseorang, misalnya para tenaga pendidik bekerja karena ingin mendapat pujian atau hadiah dari kepala sekolah....”36
Berdasarkan definisi-definisi di atas penulis menarik simpulan, motivasi instrinsik adalah dorongan yang datang dari dalam diri seseorang. Sebaliknya, motivasi ekstrinsik ialah dorongan yang datangnya dari luar diri seseorang.
Motivasi instrinsik pada umumnya lebih menguntungkan karena biasanya dapat bertahan lama. Motivasi instrinsik muncul dari dalam diri para tenaga pendidik, sedang motivasi ekstrinsik dapat diberikan oleh kepala sekolah dengan jalan mengatur kondisi dan situasi yang tenang dan menyenangkan. Dalam hal ini, kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan memotivasi kepada para tenaga pendidik agar mereka mau dan mampu mengembangkan dirinya secara optimal.
34
Tim Penyusun Kamus,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. III, Cet. 4, h. 756.
35
Zikri Neni Iska,Psikologi; Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan(Jakarta: Kizi
Brother’s, 2008) Cet, 2, h. 41.
36
b. Teori Kebutuhan Abraham Maslow
Teori kebutuhan sebagaimana yang dijelaskan oleh Abraham Maslow,
yaitu “...kebutuhan-kebutuhan fisiologis (faali), kebutuhan keselamatan, kebutuhan rasa memiliki dan rasa cinta, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan perwujudan diri....”37 Selanjutnya, teori kebutuhan tersebut dijelaskan secara sederhana oleh Zikri Neni Iska, yaitu sebagai berikut.
1. Kebutuhan fisiologis, maksudnya kebutuhan dasar yang bersifat primer yang menyangkut fungsi-fungsi biologis, seperti kebutuhan pangan, sandang papan, kesehatan fisik serta kebutuhan seks.
2. Kebutuhan rasa aman dan pelindungan, misalnya terjaminnya keamanan, terlindung dari bahaya, ancaman penyakit, kemiskinan, kelaparan, dan perlakuan tidak adil.
3. Kebutuhan rasa memiliki dan cinta, misalnya kebutuhan akan cinta, rasa setia kawan dan kerja sama.
4. Kebutuhan harga diri, misalnya kebutuhan dihargai karena prestasi, kemampuan serta status atau pangkat.
5. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya kebutuhan untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki, kreatifitas dan ekspresi diri38
Dalam al-Qur’an ditemukan beberapa statement baik secara eksplisit (gamblang) maupun implisit (tersirat) yang menunjukkan beberapa dorongan yang mempengaruhi manusia. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sûrah Ali ‘Imran/3:14 berikut.
.
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia.”
37
Abraham H. Maslow,Motivasi dan Kepribadian. Penerjemah Nurul Iman (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993) Cet. 4, h. 43─ 56.
38
Dan juga sebagaimana yang dijelaskan dalam sûrah al-Qiyamah/75:20 berikut.
”Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia39.”
Ayat pertama menunjukkan bahwa manusia pada dasarnya memiliki kecintaan yang kuat terhadap dunia, yang terwujud dalam kesukaan terhadap perempuan, anak, dan harta kekayaan. Dalam ayat kedua dijelaskan larangan untuk menafikan kehidupan dunia karena sebenarnya manusia diberikan keinginan dalam dirinya untuk mencintai dunia itu.
5. Reward dan Punishment