• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Tentang Pemberian Hak Guna Bangunan Di Atas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

4.2.1. Pengaturan Tentang Pemberian Hak Guna Bangunan Di Atas

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasi Penetapan Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Sintang diperoleh informasi bahwa pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik pada wilayah kerja Badan Pertanahan Kabupaten Sintang, dilakukan berdasarkan ketentuan yang telah di atur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah yang mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 17 Juni 1996 dengan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58.

Selanjutnya hasil wawancara dengan tiga orang Notaris/PPAT menyatakan bahwa lahirnya PP No. 40 Tahun 1996 karena pengaturan penguasaan, pemilikan penggunaan tanah

perlu lebih diarahkan bagi semakin terjadinya tertib di bidang hukum pertanahan, administrasi pertanahan, penggunaan tanah, ataupun pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup, sehingga adanya kepastian hukum di bidang pertanahan pada umumnya dapat terwujud. Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Bab II Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya untuk mengetahui, apakah pemberi HGB di atas tanah hak milik dengan Pemegang HGB yang akan dilakukan pembaharuan diperoleh informasi bahwa yang menjadi dasar hukum pemberian HGB di atas tanah hak milik tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah beserta peratuan lainya.

Dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan, dasar hukum pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik (perorangan) yaitu :

1. UU No. 5/1960

2. UU No. 21/1997 jo. UU No. 20/2000 3. PP No. 48/1994 jo. PP No. 79/1996 4. PP No. 40/1996 5. PP No. 24/1997 6. PP No. 13/2010 7. KEPPRES No. 32/1979 8. PMNA No. 3/1997 9. PMNA/KBPN No.3/1999

10. PMNA/KBPN No. 9/1999 11. Peraturan KBPN RI No. 3/2006 12. Peraturan KBPN RI No. 4/2006 13. Peraturan KBPN RI No. 7/2007

Berdasarkan pada hasil wawancara dan studi kepustakaan tersebut di atas dapat peneliti berasumsikan bahwa, dasar hukum utama daripada pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah hak milik telah di ataur di dalam UUPA, yang selanjutnya di atur di dalam PP No. 40/1996 beserta peraturan lainnya. Namun demikian sesuai dengan amanat dari Pasal 24 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah mengatakan bahwa, ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden sedangkan keputusan presiden yang dimaksud sampai dengan saat ini belum ada. Keputusan Presiden yang seharusnya ada untuk mengatur mengenai tata cara dan pendaftaran hak guna bagunan di atas tanah hak milik sehingga lebih menjamin kepastian hukum bagi pihak pemberi dan pihak pemegang hak gunan bangunan di tas tanah hak milik.

Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat yang diperlukan dalam pemberian Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Milik, peneliti melakukan wawancara secara mendalam kepada Kasi Penetapan Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Sintang, Notaris/PPAT, Pemohon Pembaharuan HGB dan Pemegang Hak Milik atas tanah yang diberikan HGB diperoleh informasi bahwa, pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik yang dimohonkan perorangan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan, dengan persyaratan sebagai berikut :

1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangni pemohon atau kuasanya diatas materai cukup

2. Surat kuasa apabila dikuasakan

3. Fotocopy identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa apabila dikuasakan yang telah dicocokan dengan aslinyaoleh petugas loket

4. Bukti perolehan tanah/alas hak

5. Surat Pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang dan status tanah-tanah yang telah dimiliki.

6. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan yang telah dicocokan dengan aslinya oleh petugas loket, penyerahan Bukti SSB ( BPHTB) dan bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak).

7. Melampirkan bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan.

Biaya, sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada badan pertanahan Nasional Republik Indonesia. Dengan waktu 38 (tiga puluh delapan) hari untuk luas tidak lebih dari 2.000 M2, 57 (lima puluh tujuh) hari untuk luas lebih dari 2.000 M2 sampai dengan 150.000 M2 dan 97 (sembilan puluh tujuh) hari untuk luas lebih dari 150.000 M2. Formulir permohonan pemberian HGB di atas tanah Hak Milik memuat:

1. Identitas diri

2. Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon 3. Pernyataan tanah tidak sengketa

Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal yang mengatur mengenai pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik adalah Pasal 120 ayat (1), ayat (2), ayat (3). Pasal 120 menyatakan :

(1) Pembebanan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Hak Milik harus didaftarkan ke kantor pertanahan setempat oleh pemegang hak milik atau penerima Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai, dengan melampirkan:

(a) Surat permohonan pendaftaran Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Hak Milik; (b) Sertifikat Hak Milik yang dibebani dengan Hak Guna Bagunan atau Hak Pakai; (c) Akta PPAT bersangkutan;

(d) Identitas penerima Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai;

(e) Surat kuasa tertulis dari pemohon, apabila permohonan tersebut diajukan oleh orang lain; (f) Bukti pelunasan pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam bea tersebut terutang; (g) Bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.

(2) Pendaftaran pembebanan hak dimaksud dicatat dalam buku tanah hak atas tanah pada kolom yang telah disediakan, dengan kalimat sebagai berikut:

“Hak atas tanah ini dibebani dengan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai berdasarkan akta pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai Nomor ... Tanggal ... atas nama ... yang dibuat oleh PPAT ... dan didaftarkan sebagai Hak Guna Bangunan/Hak Pakai Nomor ...” yang dibubuhi tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani buku tanah pada waktu pencacatatan dan cap dinas Kantor Pertanahan yang bersangkutan.

(3) Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuatkan buku tanah, surat ukur tersendiri, dan diterbitkan sertifikatnya atas nama pemegang haknya.

Berdasarkan pada hasil wawancara dan studi kepustakaan tersebut di atas dapat peneliti berasumsikan bahwa, pada peraturan ini lebih cenderung mengatur mengenai syarat-syarat yang harus dilampirkan pada saat permohonan pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik dimohonkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Sintang. Bahkan juga diatur bagaimana suatu permohonan harus di catat pada kolom sertifikat yang telah disediakan.

Setelah mengetahui dasar hukum dan persyaratan diberikannya Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik atas tanah, maka penulis juga akan menjelaskan mengenai dasar dimohonkannya Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik yaitu terlebih dahulu adanya Akta

Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Milik yang berisi kesepakatan antara pihak pemberi dan pemegang HGB di atas tanah hak milik sebagaimana telah di atur bahwa Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Milik terjadi dengan perjanjian oleh pemegang Hak Milik dengan penerima hak dengan suatu akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Pemegang Hak Milik dengan penerima HGB diperoleh informasi bahwa, pemberian HGB di atas tanah hak milik didahulukan adanya kesepakatan-kesepakatan dalam bentuk perjanjian yang bersifat mengikat kedua belah pihak yang isinya tertuang dalam Akta Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Guna Bangunan yang dibuat di hadapan atau oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Secara garis besar berisi tentang hak dan kewajiban para pihak, jangka waktu pemberian HGB dan akibat hukumnya.

KUH Perdata tidak mengatur secara tegas mengenai perjanjian ini, jadi dapat dikatakan bahwa perjanjian ini merupakan perjanjian tidak bernama. Perjanjian tidak bernama, adalah perjanjian-perjanjian yang belum ada pengaturannya secara khusus di dalam Undang-Undang, karena tidak diatur dalam KUHPerdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Lahirnya perjanjian ini didalam prakteknya adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak untuk mengadakan perjanjian. Tentang perjanjian tidak bernama diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yaitu yang berbunyi: “semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain”.

Berdasarkan pada hasil wawancara dan studi kepustakaan tersebut di atas dapat peneliti berasumsikan bahwa, perjanjian ini berisi mengenai dasar-dasar yang mengikat antara pemegang Hak Milik dan pemegang Hak Guna Bangunan. Sebagai salah satu dasar pemberian Hak Guna

Bangunan atas tanah Hak Milik. Berisikan mengenai jangka waktu, jumlah uang ganti rugi atas pemberian Hak Guna Bangunan tersebut dan janji-janji yang mengikat kedua belah pihak selama diberikannya Hak Bangunan atas tanah Hak Milik. Akta ini dibuat dengan bentuk akta notariil atau akta yang dibuat dihadapan notaris.

Akta ini diatur dalam Pasal 95 ayat (1) huruf g Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berbunyi :

“Akta tanah yang dibuat oleh PPAT untuk dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah adalah:

a. Akta Jual Beli; b. Akta Tukar-Menukar; c. Akta Hibah;

d. Akta Pemasukan ke Dalam Perusahaan; e. Akta Pembagian Hak Bersama;

f. Akta Pemberian Hak Tanggungan;

g. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik; h. Akta Pemberian Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.”

Sedangkan untuk bentuk dan tata cara pengisian daripada akta ini diatur dalam Pasal 96 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Akta ini dibuat sebagai landasan pokok pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang. Selain sebagai landasan pokok, proses pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik sudah dimulai pada saat akta ini di daftarkan pada Kantor Pertanahan yang berwenang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasi Penetapan Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Sintang, Notaris/PPAT, Pemohon Pembaharuan HGB dan Pemegang Hak

Milik atas tanah yang diberikan HGB diperoleh informasi bahwa, proses permohonan pemberian Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik atas tanah di Kabupaten Sintang, untuk dapat diketahui setiap tahap-tahap sampai dengan diberikannya Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik atas tanah. Proses tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan akta perjanjian pendahuluan pemberian Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik atas tanah, untuk secara lebih detail mengatur hal-hal penting dalam pemberian Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik atas tanah.

2. Pembuatan Kuasa untuk memohonkan Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik.

3. Pembayaran pajak-pajak yang timbul untuk sewa-menyewa sebesar 10% (sepuluh persen) dari total sewa-menyewa, yang mempunyai kewajiban di sini adalah Pemegang tanah atau yang menyewakan.

4. Pembayaran pajak penyewa karena memperoleh hak sebesar nilai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikurangi Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) potongan tidak kena pajak. Untuk daerah Kabupaten Sintang sebesar 5% (lima Persen).

5. Pengecekan sertifikat, meliputi total keseluruhan luas Hak Milik maka harus dimohonkan pecah terlebih dahulu seluas yang disewa dari tanah sisa.

6. Pembuatan akta pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik yang dilakukan oleh PPAT yang berwenang.

7. Proses pendaftaran permohonan pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik di Kantor Badan Pertanahan Nasional yang berwenang.

Berdasarkan pada hasil wawancara di atas dapat peneliti berasumsikan bahwa, dalam proses permohonan pemberian Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Sintang langkah utama adalah dibuatnya perjanjian pendahuluan

pemberian Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik atas tanah oleh para pihak dalam bentuk akta yang dibuat dihadapan notaris, selanjutnya surat kuasa jika dikuasakan kepada ahli waris, pembayaran pajak, pengecekan data sertifikat hak milik secara fisik, pembuatan akta pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik yang dilakukan oleh PPAT yang di tentukan sendiri oleh para para pihak dan langkah terakhir adalah pendaftaran permohonan pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik di Kantor Badan Pertanahan Sintang pada loket yang di sediakan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan asumsi bahwa, pelakasanaan pemberian hak guna bangunan di atas tanah hak milik sudah dilakukan sesuai dengan peraturannya secara umum. Peraturan yang khususnya yaitu Keputusan Presiden yang seharusnya ada untuk mengatur mengenai tata cara dan pendaftaran hak guna bagunan di atas tanah hak milik belum ada sampai dengan saat ini.

4.2.2.Akibat Hukum Atas Hak Guna Bangunan Yang Jangka Waktu Pembaharuannya

Dokumen terkait