• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ATAS

B. Pengaturan tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pada umumnya di negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam dalam pembangunan ekonominya lebih menekankan pada pemanfaatan sumber daya alam. Dalam kenyataannya pada negara berkembang terjadi kecenderungan eksploitasi besar- besaran atas kekayaan yang terkandung dalam sumber daya alam untuk mengejar ketinggalan dalam pembangunan ekonomi dari negara maju. Negara berkembang merasa mempunyai hak untuk membangun sehingga sering terjadi eksploitasi atas sumber daya alam tanpa memperhatikan pembangunan berkelanjutan. Di Indonesia, sumber daya alam hayati misalnya tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan pengelolaan sumber daya alam baik dalam pertambangan migas, nonmigas, atau dalam pengelolaan sumber daya alam hayati maupun sumber daya air, sumber daya kehutanan dan faktor lingkungan semacamnya sering kurang mendapat perhatian. Perusahaan mengelola sumber daya alam dengan mengejar keuntungan selain kurang memperhatikan lingkungan fisik juga masyarakat di sekitarnya di mana perusahaan itu berkiprah. Apabila

88

dilihat dari ketentuan UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) yang menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka jelas sekali sumber daya alam harus digunakan untuk kepentingan dan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.89

Eksploitasi yang luar biasa atas sumber daya alam menjadikan pelaku-pelaku utama pembangunan tidak memperhatikan kaidah-kaidah yang berkenaan dengan pemeliharaan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Para pelaku ekonomi, khususnya pelaku usaha kerap meremehkan masalah-masalah yang telah terjadi selama ini dan akan terjadi atas lingkungan.90

Lingkungan adalah satu unsur yang senantiasa terkait dengan kehidupan kita. Semua aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh semua makhluk di bumi ini senantiasa berkaitan dengan lingkungan. Bahkan semua sumber daya yang digunakan oleh semua unsur dalam tiap-tiap aktivitas ekonominya secara pasti bersumber dan terdapat pada lingkungan.

Lingkungan pada hakikatnya juga sebagai unsur penting yang harus mendapat perhatian daripada perusahaan. Jika suatu perusahaan mau bertahan dan dapat diterima masyarakat, maka perusahaan tersebut harus memperhatikan tanggung jawab terhadap lingkungan.

91

Kerusakan lingkungan yang sering terjadi boleh dikatakan yang paling parah adalah dalam pengelolaan sektor sumber daya alam, baik sumber daya alam pertambangan mineral, migas, kehutanan, sumber daya hayati, sumber daya air, dan sebagainya. Dalam pembangunan berkelanjutan timbul masalah kerusakan lingkungan yang paling parah diakibatkan oleh eksploitasi sumber daya alam yang selain sering melakukan pencemaran lingkungan dan merusak lingkungan juga merugikan masyarakat sekitarnya.92

89

Djuhaendah Hasan, Op.cit., hlm. 15-16 90

Matias Siagian, Agus Supriadi, Op.cit., hlm. 20-21 91

Ibid., hlm. 53 92

Dalam menanggulangi masalah itu muncul suatu pemikiran tentang adanya tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pembangunan dan pemngembangan masyarakat dan lingkungan perusahaan (CSR). CSR (Corporate Social Responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan bertujuan menciptakan tata kelola perusahaan yang baik dengan tanggung jawab sosial perusahaan dalam menciptakan masyarakat di wilayah usahanya dan lingkungan sekitarnya yang sehat.93

Idealnya dalam Pedoman CSR bidang lingkungan, dijelaskan bahwa semua pihak untuk berperan aktif dalam setiap kegiatan CSR sehingga dapat terbangun komitmen dan kemitraan yang kuat di antara pelaku usaha dan pemerintah dalam menerapkan CSR di bidang lingkungan. Implementasi kegiatan CSR bidang lingkungan yang benar, tepat, dan berkelanjutan menjadi harapan besar bagi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Saat ini, hampir semua perusahaan telah menyelenggarakan kegiatan CSR, yang salah satunya adalah dengan melakukan CSR yang berkaitan dengan masalah lingkungan. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan telah paham dan mengerti tentang perlunya bersama masyarakat menjaga lingkungan di sekitarnya.

94

untuk terjalinnya sebuah keseimbangan yang harmonis antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan, dan akhirnya dapat membentuk dan menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri yang melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus menerus.95

Dalam Pasal 74 UUPT yang diwajibkan hanya perusahaan berbentuk PT dan yang bergerak dalam sektor sumber daya alam. Perusahaan lainnya tidak ada kewajiban itu namun CSR/TJSL juga seharusnya dilakukan oleh perusahaan nonsumber daya alam yang

93

Ibid., hlm. 16 94

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/ atau kebijakan, rencana dan/ atau program. (Pasal 15 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009).

95

kiranya dapat berpartisipasi secara sukarela untuk tercapainya kenyamanan dalam hubungan sosial dengan lingkungannya untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan perekonomian Indonesia.

Kewajiban TJSL yang dibebankan kepada perusahaan berbentuk PT yang bergerak di bidang sumber daya alam mungkin akan dirasakan berat karena dibebani sanksi dan ini akan lain apabila itu sifatnya sukarela, tetapi berlandaskan kesadaran hukum dan asas moral serta rasa tanggung jawab kepada lingkungan dan masyarakatnya beban itu akan hilang karena manfaatnya lebih besar baik bagi perusahaan yang menjadi kondusif maupun pada peningkatan perekonomian pada umumnya.96

Penerapan tanggung jawab lingkungan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat dilihat dalam beberapa pasal sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 65 ayat (4) bahwa:

Kritik yang muncul dari pelaku usaha bahwa CSR/TJSL adalah konsep dimana perusahaan sesuai kemampuannya melakukan kegiatan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup. Kegiatan-kegiatan itu adalah di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan formal, seperti ketertiban usaha, pajak atas keuntungan dan standar lingkungan hidup. Mereka berpendapat, selain bertentangan dengan prinsip kerelaan, CSR/TJSL juga akan memberi beban baru kepada dunia usaha.

97

(1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.

(2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

96

Djuhaendah Hasan, Op.cit., hlm. 23-24 97

Pasal 65 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009

(3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

(4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan peraturan menteri.

Selanjutnya dalam Pasal 67 disebutkan bahwa:98

Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Adanya kewajiban ini tidak terlepas dari hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat menyangkut kepentingan umum, sehingga tidak diperkenankan mencemarkan dan merusaknya. Dengan demikian berarti bahwa setiap orang tanpa terkecuali berhak untuk menikmati/ dan memanfaatkan lingkungan hidup serta mempunyai kewajiban untuk mengendalikan, menanggulangi, dan memulihkan akibat yang ditimbulkan dengan terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

“Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup.”

99

Di samping itu kewajiban terhadap lingkungan bagi para pelaku usaha diatur di dalam Pasal 68 yang berbunyi:100

98

Pasal 67 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009

99

Syamsul Arifin, Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, (Jakarta: PT Sofmedia, 2012), hlm. 133

100

Pasal 68 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009

“Setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan berkewajiban:

a. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;

b. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup;

c. Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/ atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Seluruh ketentuan di atas mengatur konsep CSR/TJSL di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Prinsip CSR/TJSL pada dasarnya merupakan sesuatu yang Beyond Legal Complains, dan pada kenyataannya ketentuan mengenai tanggung jawab dari perusahaan sudah diatur cukup komprehensif dalam peraturan perundang-undangan sektoral terkait, sesuai dengan bidangnya masing-masing dengan aturan sanksi yang cukup ketat: hukuman badan maupun denda serta hukuman administratif. Pengaturan mengenai CSR/TJSL seperti yang dirumusakan dalam Pasal 74 Penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menimbulkan ketidakpastian, diskriminatif serta menyebabkan iklim usaha tidak efisien dan tidak berkeadilan.

Sama halnya seperti ketentuan CSR/TJSL di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di atas juga menimbulkan inkonsistensi, contradictio in terminis, tumpang tindih, dan ketidakjelasan aturan, sehingga melahirkan ketidakefisienan dn ketidakadilan bagi para pelaku usaha yang mempunyai perusahaan berbentuk perseroan Terbatas (PT).101

Tanggung jawab sosial korporasi atau CSR dengan demikian merupakan perluasan dari tanggung jawab perusahaan secara hukum sebagaimana menurut UUPPLH karena tanggung jawab sosial korporasi yang diatur di dalam UUPM (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007) dan UUPT (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007) sifatnya adalah

101

hukum memaksa atau bersifat imperatif. Jika perusahaan tidak melakukan ketentuan- ketentuan tersebut, perusahaan akan dikenakan sanksi. Dengan demikian, pelaksanaan tanggung jawab sosial atau CSR bagi perusahaan-perusahaan menurut kedua undang- undang di atas bukan lagi bersifat philanthropic belaka atau aksi amal untuk manfaat lingkungan sosial setempat.102

CSR/TJSL belum memiliki definisi yang seragam. Lingkup dan pengertian tanggung jawab sosial perusahaan yang ada dalam literatur/pustaka maupun definisi resmi yang dianut oleh berbagi lembaga internasional berbeda dengan lingkup dan pengertian tanggung jawab sosial dan lingkungan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Konsepsi CSR/TJSL berkaitan dengan beberapa isu penting antara lain Good Corporate Government, Sustainable Development,dan Millenium Development Goals. Pelaksanaan CSR sayangnya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing perusahaan dan kebutuhan masyarakat lokal. Idealnya terlebih dahulu dirumuskan bersama antara 3 (tiga) pihak yang berkepentingan, yakni pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat setempat dan kemudian dilaksanakan sendiri oleh masing-masing perusahaan karena masing-masing perusahaan memiliki karakteristik lingkungan dan masyarakat yang berbeda antara satu dengan yang lain. Upaya perusahaan menerapkan CSR/TJSL memerlukan energi dari pemerintah dan masyarakat. Pemerintah sebagai regulator diharapkan mampu berperan menumbuhkembangkan penerapan CSR/TJSL di tanah air tanpa membebani perusahaan secara berlebihan. Peran masyarakat juga diperlukan dalam upaya perusahaan memperoleh rasa aman dan kelancaran dalam berusaha.

103 102 N.H.T. Siahaan, Op.cit., hlm. 176 103 Op.cit., hlm. 89-90

C. Sanksi atas Perusahaan yang Tidak Melaksanakan Tanggung Jawab Sosial