• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan Proses Penagihan Pajak yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak

ANALISIS HASIL PENELITIAN

3. Pengawasan Proses Penagihan Pajak yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak

pemeriksa pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

6) Mengkoordinasikan penyusunan rencana kerja Bidang Pemeriksaan,

Penyidikan dan Penagihan Pajak sebagai bahan penyusunan rencana strategik Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

7) Mengkoordinasikan evaluasi laporan pemeriksaan, penyidikan dan

penagihan pajak.

8) Mengkoordinasikan pemberian bimbingan pemeriksaan, penyidikan dan

penagihan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

9) Mengkoordinasikan pemantauan pelaksanaan kebijakan teknis

pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pajak untuk mengetahui produktivitas dan efektifitas pelaksanaan tugas.

3. Pengawasan Proses Penagihan Pajak yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak

Tindakan penagihan pajak disebabkan adanya utang pajak yang timbul dan kurang atau tidak dibayarnya pajak pada tanggal jatuh tempo pembayaran. Dengan adanya kekurangan pembayaran pajak tersebut, maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),

disamping itu Dirjen Pajak juga menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Dengan adanya Surat Tagihan Pajak diharapkan utang pajak tersebut segera dilunasi oleh wajib pajak yang bersangkutan. Apabila wajib pajak tidak dapat melakukan kewajibannya membayar Surat Tagihan Pajak maka sesuai dengan perundang-undangan wajib pajak diberi waktu selambat-lambatnya 7 hari setelah saat terutang pajak yang dibebankan kepadanya. Akan tetapi setelah tanggal jatuh tempo pembayaran wajib pajak tersebut belum juga melunasi atau membayar utang pajaknya, maka tindakan selanjutnya yang dilakukan oleh pejabat pelayanan pajak dengan menerbitkan Surat Teguran. Apabila wajib pajak masih belum membayar utang pajak maka akan didatangi langsung oleh penagih perusahaan. Untuk itu Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan merancang sistem penagihan pajak untuk menangani pelaksanaan tindakan penagihan kepada wajib pajak yang tidak patuh.

Penagihan pajak dengan Surat Paksa dan Penyitaan di luar wilayah yang berwenang menerbitkan Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak adalah sebagai berikut :

Surat Paksa yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terhadap Orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau tempat lain yang memungkinkan.

Surat Paksa yang diterbitkan oleh KPP terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita pajak kepada pengurus, kepala perwakilan cabang, Penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, ditempat tinggal

mereka maupun ditempat lain yang memungkinkan, atau pegawai tetap di tempat kedudukan atau usaha badan yang bersangkutan.

Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan di luar wilayah kerja KPP , dimana harus meminta bantuan kepada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan Surat Paksa. Kepala KPP yang dimintakan batuan, wajib membantu KPP.

Dalam hal objek sita berada di luar wilayah KPP , yang menerbitkan Surat Paksa adalah Kepala KPP yang dimintakan bantuan untuk menerbitkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan atas objek sita dimaksud, kecuali atas pelaksanaan Surat Paksa permintaan maupun lelang. Jika letak objek sita berjauhan dengan tempat kedudukan Kepala KPP tetapi masih berada dalam wilayah kerjanya, Kepala KPP wajib menerbitkan Surat perintah melaksanakan penyitaan.

Tindakan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan dalam rangka penagihan dengan menggunakan Surat Paksa adalah sebagai berikut :

1. Menyampaikan Surat Permintaan bantuan pelaksanaan Surat Paksa dengan

disertai Surat Paksa berikut salinannya, serta informasi data mengenai Wajib Pajak kepada Kepala KPP yang dimintakan bantuan dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I Medan yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan KPP dan KPP yang dimintakan bantuan.

2. Dalam hal ini harus memuat data sebagai berikut :

b. Jenis dan tahun pajak. c. Besarnya pajak terutang.

d. Copy Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

(SKPKB), Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah menjadi dasar penagihan dengan Surat Paksa dimaksud.

e. Copy tanda terima STP, SKPKB dan SKPKBT.

f. Bank/Kantor Pos tempat pembayaran pajak terutang.

g. Catatan ringkas objek sita dan data yang berkaitan dengan Wajib Pajak.

3. Menerima pemberitahuan tentang pelaksanaan Surat Paksa beserta dokumennya

dari Kepala KPP yang diminta bantuan untuk dicatat dalam buku pengawasan penagihan yang selanjutnya digabung dengan berkas penagihan.

4. Menyampaikan Surat Permintaan Bantuan untuk menerbitkan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan disertai salinan Surat Paksa dan data objek sita selengkap-lengkapnya kepada Kepala KPP yang dimintakan bantuan dengan tembusan Kepala Kanwil DJP Sumatera Utara I yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan KPP .

5. Menerima pemberitahuan pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan penyitaan

(SPMP) dan Berita Acara Pelaksanaan Sita dari Kepala KPP yang dimintakan bantuan untuk dicatat dalam buku pengawasan penagihan yang selanjutnya digabungkan dengan berkas penagihan.

6. Menyampaikan surat permintaan bantuan untuk melaksanakan lelang disertai foto copy Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Kepala KPP yang dimintakan bantuan dengan tembusan Kepala Kanwil DJP Sumatera Utara I yang wilayah kerjanya meliputi kedudukan KPP dan KPP yang dimintakan bantuan.

7. Menerima pemberitahuan pelaksanaan lelang dan Berita Acara Lelang dari

Kepala KPP yang dimintakan bantuan.

Tindakan yang dilakukan oleh Kepala KPP yang dimintakan bantuan dalam rangka penagihan pajak dengan Surat Paksa adalah sebagai berikut :

a. Menerima Surat permintaan bantuan pelaksanaan Surat Paksa serta informasi data Wajib Pajak.

b. Melaksanakan Surat Paksa dan memberitahukan tindakan yang telah dilakukan

disertai dokumen pelaksanaan Surat Paksa kepada Kepala KPP dengan tembusan kepada Kepala Kanwil DJP Sumut I meliputi tempat kedudukan Kepala KPP yang dimintakan bantuan.

c. Menerima surat permintaan bantuan menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan (SPMP).

d. Menerbitkan SPMP.

e. Melaksanakan SPMP dan memberitahukan pelaksanaan SPMP dengan dilengkapi

Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Kepala KPP yang diminta bantuan dengan tembusan Kepala Kanwil DJP Sumut I yang wilayah kerjanya meliputi Kepala KPP yang diminta bantuan.

f. Menerima Surat Permintaan Bantuan untuk melakukan proses lelang.

g. Melaksanakan dan memberitahukan pelaksanaan lelang kepada Kepala KPP

dengan tembusan Kepada Kepala Kanwil DJP Sumut I, yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan KPP yang diminta bantuan dan KPP .

Jika dalam suatu kota terdapat beberapa KPP, maka KPP selaku pejabat yang menerbitkan Surat Paksa dapat memerintahkan Jurusita Pajaknya untuk melaksanakan Surat Paksa terhadap Wajib Pajak Penanggung Pajak dan melaksanakan penyitaan maupun lelang terhadap objek sita yang berada di luar wilayah kerjanya. Kepala Kantor Pelayanan Pajak selaku yang menerbitkan Surat Paksa wajib memberitahukan Kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi pelaksanaan Surat Paksa, penyitaan maupun lelang atas objek sita berada, dengan menggunakan formulir surat yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.

Dalam hal penyitaan atas harta kekayaan Penanggung Pajak berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu disimpan pada bank yang berada di luar Wilayah kerja Kepala KPP , maka Kepala KPP tersebut wajib meminta bantuan kepada Kepala KPP yang wilayah kerjanya meliputi bank tempat objek sita disimpan. Adapun tindakan yang dilaksanakan oleh Kepala KPP adalah :

1) Menyampaikan Surat permintaan bantuan pemblokiran dengan dilampiri salinan

Surat Paksa dan objek sita kepada kepala KPP yang dimintai bantuan dengan tembusan kepada Kepala Kanwil DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan KPP yang dimintai bantuan.

2) Menerima berita acara pemblokiran dari KPP yang dimintai bantuan.

3) Memerintahkan kepada Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada bank

agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak.

4) Mengajukan permohonan kepada Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank yang bersangkutan dalam hal Penanggung Pajak tidak memberi kuasa kepada bank.

5) Menyampaikan surat permintaan bantuan untuk menerbitkan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan kepada Kepala KPP yang dimintai bantuan.

Berdasarkan hasil penelitian pada proses penagihan pajak di Kantor Pelayanan Pajak terdapat hambatan-hambatan yang dialami Jurusita Pajak dalam menjalankan kegiatan penagihan pajak yaitu :

1. Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah.

2. Jurusita Pajak tidak diperbolehkan menyita barang Penanggung Pajak.

3. Penanggung Pajak atau wakilnya tidak mau menandatangani Berita Acara Sita. Berita Acara Sita (KP RIKPA 4.13) dibuat dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak, para saksi dan Penanggung Pajak atau wakilnya yang bertindak sebagai penyimpanan barang.

4. Pembuktian barang-barang yang bukan milik Penanggung Pajak.

Hambatan-hambatan ini jelas mengurangi keberhasilan sistem penagihan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak.

Dokumen terkait