Pengelolaan Apotek adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan oleh seorang APA dalam rangka tugas dan fungsi apotek yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian. Pengelolaan apotek menurut Permenkes No. 922 Tahun 1993, meliputi : i) Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.
ii) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi.
iii) Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.
Pengelolaan apotek berdasarkan Permenkes No. 26/Menkes/Per/I/1981, meliputi :
1. Bidang pelayanan kefarmasian 2. Bidang material
3. Bidang administrasi dan keuangan iv) Bidang ketenagaan
v) Bidang lainnya yang berkaitan dengan tugas dan fungsi apotek.
2.6.1 Bidang Pelayanan Kefarmasian
Untuk menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian di apotek sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1027/ Menkes/SK/IX/2004.
Apotek wajib melayani resep-resep dari dokter, dokter gigi, dokter hewan yang sepenuhnya merupakan tanggung jawab APA. Dalam melayani resep, Apoteker harus melaksanakan pekerjaan kefarmasiannya sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apabila menemukan kekeliruan atau ketidakjelasan dalam resep, maka Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep.
Selain melakukan pelayanan obat melalui resep dokter, apotek juga dapat menjual obat tanpa resep. Obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat-obat yang termasuk dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) yang ditetapkan Menteri Kesehatan.
Penjualan obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek tanpa resep, dapat dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti.
Berikut ini adalah standar pelayanan kefarmasian di Apotek sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia :
i) Pelayanan Resep a. Skrining Resep
Apoteker harus melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis lainnya. Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan jmemberikan
pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
b. Penyiapan Obat
Penyiapan obat meliputi peracikan, penulisan etiket, penyiapan kemasan obat, penyerahan obat, pemberian informasi obat, konseling, dan memonitor penggunaan obat.
Peracikan, merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar, sehingga jelas dan dapat dibaca. Kemasan obat yang diserahkan hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
ii) Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran
leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain lainnya.
iii) Pelayanan Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan efarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
2.6.2 Bidang Material
Pengelolaan bidang material meliputi perbekalan farmasi, bangunan dan perlengkapan. Dalam hal perbekalan farmasi, apotek harus menyediakan obat-obatan yang bermutu baik dan terjamin keabsahannya. Untuk itu, apotek memperoleh obat dan perbekalan farmasi harus bersumber dari pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi atau apotek atau sarana distribusi resmi lainnya.
Untuk menjaga agar mutu perbekalan farmasi tetap baik selama disimpan di apotek, perlu diperhatikan cara menyimpan yang baik seperti tertera pada kemasan dari setiap item perbekalan farmasi, misalnya harus pada tempat yang aman, tidak terkena sinar matahari langsung, bersih dan disusun secara
sistematis. Setiap item barang diberi kartu stok untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran barang.
2.6.3 Bidang Administrasi dan Keuangan
Pengelolaan administrasi di apotek mencakup administrasi pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran, peracikan, penyerahan dan pemusahan perbekalan farmasi. Apotek juga diwajibkan untuk melaporkan penggunaan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.
Pengelolaan administrasi keuangan meliputi administrasi pembelian, penjualan, pembukuan keuangan. Pengelolaan keuangan ini memerlukan perencanaan dan penanganan yang baik dan cermat seingga penggunaan dana dapat berjalan secara efektif dan efisien.
2.6.4 Bidang Pelayanan Informasi Obat
Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 tentang Standar pelayanan kefarmasian di apotek menyebutkan Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
Pengelolaan bidang pelayanan informasi menurut Permenkes RI No. 922 Tahun 1993, meliputi :
i) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.
ii) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.
iii) Dalam Kepmenkes No. 347 Tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotik, dinyatakan bahwa apoteker dapat menyerahkan obat keras tanpa resep dokter kepada pasien di apotek. Hal ini menyebabkan perlunya peran
apoteker di apotek dalam pelayanan konsultasi, informasi dan edukasi. Pemberian informasi obat kepada masyarakat juga dapat dilakukan melalui brosur, poster dan artikel-artikel dalam surat kabar atau majalah.
2.7 Pengelolaan Prekursor, Narkotika, Psikotropika dan Obat