• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. Pengelolaan Lahan

Pengelolaan lahan diartikan sebagai tindakan yang diberikan terhadap pengunaan lahan yang diperlukan agar tanah tidak rusak dan tanah dapat digunakan secara berkelanjutan. Dalam hal ini adalah pengelolaan tanaman dan konservasi lahan. Pengelolaan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai kekritisan lahan. Penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap pengelolaan lahan. Untuk kawasan lindung, penilaian dilihat dari aspek pengamanan dan ada tidaknya pengawasan. Untuk kawasan pertanian dilihat dari adanya terasering atau penanaman searah kontur, adanya tanaman penutup tanah yang cukup. Untuk kawasan perkebunan apakah adanya alur/parit sebagai penahan erosi. Untuk areal pemukiman apakah pembangunannya menggunakan

tindakan konservasi seperti luas bangunan yang ada tidak melebihi luas tanah yang ada, apakah faktor jarak diperhitungkan antara rumah yang satu dengan yang lainnya. Tingkat pengelolaan akan sangat berpengaruh terhadap kerusakkan suatu lahan. Pada Tabel 18 disajikan luasan tiap kelas pengelolaan lahan dan sebaran spasialnya pada Gambar 8.

Tabel 18 Pengelolaan Lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor

Kelas Kecamatan Luas (ha) Persentase

Cisarua Ciawi Megamendung Sukaraja

Baik 5005.59 - 1808.48 - 6814.07 45.44

Buruk 605.36 109.64 378.07 0.20 1093.26 7.29

Sedang 3156.71 462.23 3312.57 158.56 7090.07 47.28

Total ±14997,29 100

Gambar 8 Peta pengelolaan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor

Dengan asumsi pada setiap jenis tutupan lahan mempunyai tindakan pengelolaan yang sama maka pengelolaan lahan dikelaskan menjadi 3 yaitu : • Baik

Tutupan lahan yang masuk kelas kelas ini adalah kawasan hutan dan perkebunanan teh. Kawasan hutan pada DAS ini merupakan kawasan lindung yang berstatus hutan negara sehingga tindakan pengelolaan cukup baik dari segi pengamanan, tata batas, vegetasi yang rapat merupakan hasil dari suksesi alami. Jika dilihat dari segi tata batas perkebunan teh memiliki batas yang jelas, pengelolaannya sangat dijaga mengingkat kawasan perkebunan pada daerah penelitian merupakan kawasan produksi teh. Konservasi lahan dilihat dari parit, pembuatan teras-teras, dan pengelolaan tanah yang searah kontur sebagai tindakan konservasi.

• Sedang

Kawasan yang memiliki pengelolaan tanaman dan konservasi lahan yang cukup baik dan pengamanannya kurang baik. Tutupan lahan yang masuk dalam kelas ini adalah semak belukar, kawasan pertanian (sawah, tegalan/ladang, dan kebun campuran), serta sebagian pemukiman. Bekas hutan (semak belukar) yang telah tumbuh kembali atau kawasan dengan liputan pohon jarang atau vegetasi rendah serta tidak terawat baik dari segi pengelolaan tanaman dan konservasi lahan. Kawasan pertanian baik tegalan/ladang, kebun campuran, maupun sawah pada dasarnya memiliki tindakan pengelolaan yang baik tapi tidak ada batasan area yang jelas. Untuk pemukiman yang tidak rapat dengan adanya ruang terbuka hijau dan dibangun pada areal datar sampai landai.

• Buruk

Kawasan yang tidak memiliki tindakan konservasi lahan. Tutupan lahan yang masuk dalam kelas ini adalah padang rumput, jalan, sungai, dan sebagian pemukiman. Jalan yang dimaksud adalah jalan aspal yang telah mengalami pengerasan akibat tujuan tertentu sehingga tidak mempunyai kemampuan penyerapan air, pemukiman yang dibangun dengan rapat yang akan berpengaruh terhadap penyerapan air. Sempadan sungai merupakan kawasan lindung selain kawasan hutan lindung yang harus dijaga sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Namun jika dilihat dari keadaan lapangan kanan kiri sungai telah banyak yang beralih fungsi menjadi pemukiman.

Kelas pengelolaan yang mendominasi pada daerah penelitian ini adalah kelas pengelolaan sedang dengan luas sebesar 7090,07 ha (47,28%) dan kelas pengelolaan baik dengan luasan sebesar 6814,07 (45,44%). Kelas pengelolaan lahan sedang terluas terdapat pada Kecamatan Megamendung sebesar 3312,57 ha dan luasan terkecil terdapat pada Kecamatan Sukaraja sebesar 0,20 ha .

4.4 Analisis Kekritisan Lahan

Berdasarkan model dari Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial 2004, Departemen Kehutanan, tingkat kekritisan lahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 kelas yaitu tidak kritis, potensial kritis, semi kritis, kritis, dan sangat kritis. Analisis tingkat kekritisan lahan dibatasi pada 3 kawasan yaitu kawasan hutan lindung, kawasan budidaya pertanian dan kawasan lindung diluar kawasan hutan. Klasifikasi kekritisan lahan berdasarkan besaran nilai setiap kawasan disajikan pada Tabel 10. Pemetaan kekritisan lahan dilakukan dengan overlay semua parameter (penutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi dan pengelolaan lahan). Pembobotan nilai berbeda-beda sesuai dengan peranan masing-masing parameter dalam terbentuknya kekritisan lahan. Hasil overlay akan mempunyai nilai hasil penggabungan dari beberapa parameter yang digunakan. Luasan tingkat kekritisan lahan disajikan pada Tabel 19 dan sebaran spasialnya pada gambar 9.

Tabel 19 Tingkat kekritisan lahan berdasarkan kawasan

Kelas

Hutan Lindung Kawasan budidaya

pertanian

Kawasan lindung

non hutan Luas

2008

Luas * 2003 Luas

(ha) % Luas (ha) % Luas (ha) %

tidak kritis 1169.04 9.67 96.68 0.80 - 0.00 1265.72 2631.96 potensial kritis 3787.73 31.33 1522.37 12.59 11.81 0.10 5321.90 3538.37 agak kritis 443.15 3.67 879.11 7.27 8.76 0.07 1331.02 3453.85 kritis 18.61 0.15 3783.89 31.30 211.29 1.75 4013.78 2438.18 sangat kritis 1.21 0.01 126.94 1.05 27.97 0.23 156.12 1668.10 Total 5419.73 44.83 6408.98 53.02 259.83 2.15 12088.54 13730.46

Gambar 9 Kekritisan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor

Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama Gambar 9 Kekritisan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor

Jika dibandingkan hasil penilitian ini (Tabel 19) dalam jangka 5 antara tahun 2003 dan tahun 2008, terlihat luasan kekritisan lahan pada DAS Ciliwung Hulu Bogor mengalami banyak perubahan. Untuk kelas tidak kritis luasannya berkurang dari 2631.96 Ha menjadi 1265.72 Ha, kelas potensial kritis luasannya bertambah dari 3538.37 Ha menjadi 5321.90 Ha, kelas agak kritis luasannya berkurang dari 3453.85 Ha menjadi 1331.20 Ha dan kelas kritis luasannya bertambah dari 2438.18 Ha menjadi 4013.78 Ha.

Hasil penelitian ini tidak dapat dibandingkan secara tepat karena data dan metoda yang digunakan ada yang berbeda tapi hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran bahwa tingkat kekritisan lahan semakin besar. Hal ini disebabkan adanya perubahan penggunaan lahan dari tahun 2003 ke tahun 2008.

Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan Pembangunan berkelanjutan (Keppres No. 32 tahun 1990).

Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan lindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Berdasarkan peta RTRW tahun 2003, Kawasan hutan dalam daerah penelitian ini merupakan kawasan hutan lindung yang secara administrasi terletak pada Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung. Luasan kelas kekritisan lahan pada kawasan hutan lindung secara berturut-turut adalah potensial kritis sebesar 3787,73 ha (31,33%), tidak kritis sebesar 1169,04 ha (9,67 %), agak kritis sebesar 443,15 ha (3,67 %), kritis 18,61 ha (0,15 %) dan sangat kritis 1,21 ha (0.01 %) dari luas keseluruhan. Kelas tidak kritis dan potensial kritis memiliki penutupan lahan yang sangat rapat berupa hutan dengan tingkat kemiringan lereng landai hingga curam, tingkat bahaya erosi sangat berat dan pengelolaan lahan baik. Kelas agak kritis pada umumnya berada pada tingkat kemiringan sangat curam. Untuk kelas kritis dan sangat kritis pada hutan lindung pada umumya penutupan lahan yang ada berupa hutan telah berubah menjadi padang rumput. Kelas kritis dan sangat kritis terdapat pada Kecamatan Cisarua Desa Cibereum. Pada dasarnya kawasan hutan lindung di DAS Ciliwung Hulu masih memegang peranan sebagai pelindung bagi daerah sekitarnya. Berbagai cara untuk menangani lahan kritis telah dilakukan untuk salah satunya melalui program reboisasi. Reboisasi bertujuan untuk mempertahankan mutu hutan lindung dan diharapkan dapat meningkatkan daya pulih fungsi ekosistem hutan.

Kawasan budidaya pertanian adalah kawasan yang diperuntukkan untuk budidaya pertanian termasuk didalamnya pertanian lahan kering, lahan basah dan perkebunan. Kawasan budidaya pertanian paling banyak terdapat pada Kecamatan Megamendung kemudian Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Ciawi. Berdasarkan sebaran spasialnya kelas kekritisan lahan yang mendominasi adalah lahan kritis dengan luas sebesar 3783,89 ha (31,30 %) dan luasan terkecil adalah kelas tidak kritis sebesar 96,68 ha (0,80 %). Pada kawasan bududaya pertanian kelas tidak kritis sampai agak kritis terdapat Kecamatan Cisarua di Desa Tugu Selatan, Cibereum, Citeko dan pada Kecamatan Megamendung di Desa Kuta, Megamendung, Cilember. Kondisi penutupan lahan

kemiringan lereng datar hingga landai, tingkat bahaya erosi ringan serta tingkat pengelolaan lahan baik hingga sedang. Untuk kelas kritis memiliki penutupan lahan jarang, tingkat bahaya erosi sangat berat, pengelolaan sedang dan kelas kemiringan lereng beragam, pada Kecamatan Megamendung, Sukaraja, Ciawi datar hingga landai sedangkan Kecamatan Cisarua landai hingga curam. Untuk tingkat sangat kritis terdapat pada kecamatan cisarua di desa tugu selatan, sukawangi, dan cibereum. Memiliki kelas penutupan lahan sangat jarang, kemiringan lereng datar hingga landai, tingkat bahaya erosi sangat berat dan pengelolaan lahan yang buruk. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa sebagian kawasan budidaya pertanian di DAS Ciliwung Hulu memiliki tingkat kritis yaitu lahan yang telah mengalami kerusakan fisik tanah karena berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya gejala erosi berat. Salah satu upaya untuk mengatasi lahan kritis pada daerah ini adalah penghijauan. Penghijauan merupakan upaya untuk memulihkan atau memperbaiki kembali keadaan lahan kritis di luar kawasan hutan agar dapat berfungsi sebagai media produksi dan pengatur tata air yang baik serta mempertahankan dan meningkatkan daya guna lahan sesuai peruntukkannya. Salah satunya dengan agroforestry. Agroforestry merupakan perpaduan tanaman pertanian dengan tanaman kehutanan. Tanaman yang ditanam pada lahan tersebut dipilih tanaman potensial (adaptif pada kondisi lahan kritis) yang berfungsi ekologis tapi juga berfungsi ekonomis. Seperti tanaman dari family leguminosae (kaliandra, lamtoro gung, dan sengon) yang dapat memperkuat teras dengan perakaran yang dalam, tahan terhadap musim kering dan pertumbuhannya cepat. Pengelolaan dalam penggunaan lahan juga diperlukan agar tanah tidak rusak dan tanah dapat digunakan secara berkelanjutan.

Kawasan lindung selain hutan adalah kawasan yang termasuk perlindungan setempat yaitu sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan sekitar waduk/danau dan kawasan mata air (Keppres No. 32 tahun 1990). Berdasarkan interpretasi citra pada DAS Ciliwung Hulu terdapat kawasan sempadan sungai yaitu kawasan kanan kiri sungai Ciliwung Hulu dengan lebar 50 m karena pada daerah penelitian sungai yang ada kurang dari 30 m. Tingkat kekritisan lahan yang mendominasi adalah kritis seluas 211,29 ha (1,75 %) dan sangat kritis seluas

27,97 ha (0,23%). Sedangkan kelas agak kritis adalah kelas dengan luasan terkecil sebesar 8,76 ha (0,07 %). Pada sempadan sungai tidak terdapat kelas tidak kritis. Pada kawasan ini kelas kritis dan sangat kritis ditandai dengan penutupan lahan jarang-sangat jarang berupa areal pertanian (sawah, tegalan/ladang, kebun campuran) dan pemukiman, kelas kemiringan lereng datar hingga landai, tingkat bahaya erosi sangat berat dan pengelolaan sedang sampai buruk, yang membedakan dengan kelas agak berat hanya pada tingkat bahaya erosinya berat. Untuk kelas potensial kritis ditandai dengan kelas penutupan lahan rapat berupa semak belukar, kelas kemiringan lereng datar, tingkat bahaya erosi sangat berat dan pengelolaan lahan sedang. Sempadan sungai secara administrasi terdapat di Kecamatan Ciawi, Sukaraja, Megamendung dan Cisarua. Pada kawasan ini yang perlu dilakukan adalah penghijauan disepanjang DAS secara berkelanjutan.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan :

1. Dari interperetasi citra SPOT 4 kombinasi citra Quickbird, kelas penutupan lahan yang terdapat di DAS Ciliwung Hulu Bogor adalah hutan, semak belukar, kebun campuran , tegalan/ladang, sawah, pemukiman, perkebunan teh, padang rumput, sungai dan jalan. Dengan persentase terbesar adalah hutan sebesar 36,69 %.

2. Dari analisis data spasial didapatkan peta penyebaran lahan kritis pada kawasan hutan lindung, kawasan budidaya pertanian, dan kawasan lindung selain hutan (sempadan sungai). Persentase lahan kritis pada kawasan hutan lindung sebesar 0,15%, kawasan budidaya pertanian sebesar 31,30% dan kawsan hutan lindung selain hutan (sempadan sungai) sebesar 1,75%.

3. Dengan penggunaan Penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis pemetaan lahan kritis dapat dilakukan dengan lebih efisien baik baik dari segi waktu, biaya dan tenaga.

Dokumen terkait