• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. PEMBAHASAN

5.8. Pengelolaan Merkuri di Lingkungan Pesisir

Merkuri merupakan logam berat yang sangat beracun yang menyebabkan masalah kesehatan manusia dan pencemaran lingkungan. Kontaminasi merkuri di lingkungan perairan, sedimen dan bioakumulasi merkuri pada biota ditentukan oleh berbagai faktor yang kompleks seperti sejarah masukan masa lalu seperti proses amalgamamsi, pertambangan yang menghasilkan limbah merkuri, deposisi atmosfir dan siklus geokimia seperti mineralisasi batuan dasar dan sedimen.

Kompleksnya permasalahan yang di timbulkan merkuri, sehingga berbagai upaya di lakukan untuk meminimalisasi dan bahkan menghilangkan pengaruh merkuri baik terhadap kulitas lingkungan maupun terhadap berbagai

50

permasalahan manusia seperti kerusakan ginjal, mengganggu sistem reproduksi, merusak sistem syaraf dan bahkan kematian.

Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan di Kao Teluk hingga saat ini secara keseluruhan belum melampaui batas maksimum baku mutu yang di tetapkan baik pada air, sedimen dan biota. Namun demikian, jika masukan merkuri terus berlanjut maka tidak menutup kemungkinan suatu saat dapat mengancam ekosistem dan sumberdaya yang terdapat sekitarnya. Secara historis merkuri dapat bertahan pada air dan sedimen dalam jangka waktu lama, akibatnya tingginya tingkat paparan merkuri terhadap sumberdaya ikan dan non ikan serta manusia yang mengkonsumsi semberdaya tersebut. Oleh karena itu, pertimbangan pengelolaan seperti menentukan faktor kunci proses kimia untuk mengurangi pergerakan merkuri, karakterisasi dan mengontrol sumber, prosedur pengelolaan lingkungan, pilihan perbaikan dan alat pemodelan (Randall and Chattopadhyay, 2013).

Banyaknya permasalahan yang di timbulkan merkuri sehingga perlu suatu perumusan pengelolaan agar dapat mencapai kelestarian dan keberlanjutan ekosistem dan semberdaya di dalamnya. Dua tawaran pengelolaan yang ditawarkan meliputi :

5.8.1. Pengelolaan dan Konservasi Ekosistem Mangrove

Keunggulan jenis mangrove adalah dapat menyerap berbagai logam di sedimen, sehingga pelestarian dan perlindungan ekosistem mangrove sangat

penting sebagai bioremediasi merkuri di sedimen. Menurut Qiu et al., (2011)

mangrove dapat menyerap merkuri di sedimen dengan baik, hal ini dibuktikan dengan menganalisis konsentrasi merkuri pada jaringan daun, batang dan akar menemukan tingginya konsentrasi merkuri pada jaringan mangrove. Mangrove dapat menyerap merkuri dari sistem perakarannya dari sedimen hingga dapat

menyebabkan mutasi populasi Rhizophora mangle (Klekowski et al. 1999).

Permasalahan ekosistem mangrove di Kao Teluk saat ini di antaranya adalah konversi sebagai lahan perkebunan dan kebutuhan bahan baku kayu bakar. Menurunnya kawasan ekositem mangrove akibat eksploitasi dan pemanfaatan berlebihan, maka akan mengurangi peran ekologis terutama menyerap berbagai

logam berat di sedimen.

5.8.2. Pertukaran Ion Membran Bioreaktor

Kontaminasi merkuri pada lingkungan perairan disebabkan oleh aktivitas alami dan manusia. aktivitas alam yang dapat menyumbang merkuri adalah vulkanik dan erosi sedimen yang mengandung merkuri. Aktivitas manusia yang menyumbang merkuri pada lingkungan adalah kegiatan penambangan emas, limbah industri, pembakaran batu bara, pulp dan kertas (Landis dan Yu, 1999). Efek merkuri terhadap kesehatan diantaranya dapat menimbulkan gangguan neurologis, ginjal, dengan mudah melewati sel dalam darah sehingga dapat mempengaruhi kinerja otak dan janin. Mengingat bahaya merkuri dapat membahayakan kesehatan, maka sangat penting upaya pengelolaan merkuri baik pada limbah yang mengandung merkuri maupun ekosistem perairan yang terkontaminasi merkuri. Beberapa jenis teknologi telah dikembangkan untuk pengelolaan merkuri meliputi presipitasi kimia, koagulasi, kapur pelunakan, reverse osmosis, ion-exchange dan absorpsi karbon aktif. Namun metode ini membutuhkan biaya yang tinggi. Selain tidak efisien, juga tidak efektif ketika

51 konsentrasi logam yang rendah. Salah satu metode yang efisien dan efektif dalam

pengelolaan limbah cair adalah biopolymer yang sangat kuat dalam mengikat

logam (Deans dan Dixon 1992; Seki dan Suzuki 1995).

Proses pengelolaan pertukaran ion bireaktor membutuhkan biaya yang besar, namun demi keberlanjutan ekosistem sumberdaya perairan sangat penting dibandingkan dengan biaya yang di keluarkan. Mahalnya biaya yang di butuhkan dalam pengelolaan tersebut karena melalui beberapa tahapan dan proses diantaranya adalah pemilihan membrane, mendemontrasikan proses tingkat efektifitas untuk menghilangkan merkuri, aplikasi pengelolaan air yang terkontaminasi merkuri lebih dari 98% yang dioptimalkan melalui pra- pengelolaan. Proses pengelolaan membran yang dapat mengurangi dampak

merkuri terhadap lingkungan secara keseluruhan (Oehmen et al. 2014).

Banyak penelitian telah dilakukan menggunakan chitosan sebagai pemisahan logam berat pada fase air, dan disarankan untuk menggunakan chitosan

sebagai bahan adsorben (Guibal et al. 2000; Wan Ngah et al. 2002; Kushwaha dan

sudhakar, 2011; Vieiraa et al. 2011). Ion merkuri (II) diklasifikasikan sebagai ion

lunak yang dapat membentuk ikatan yang sangat kuat dengan CN-, RS-, SH- , NH2- dan imidazole, yaitu kelompok atom yang mengandung nitrogen dan sulfur. Oleh karena itu, kelompok chitosan NH2- menunjukkan kapasitas adsorpsi yang sangat tinggi untuk ion merkuri (Volesky, 1990). Hal ini diketahui bahwa kelompok amina kitosan dapat menyerap logam melalui beberapa mekanisme termasuk interaksi kimia seperti khelasi, interaksi elektrostatik, seperti pertukaran ion, atau pembentukan pasangan ion. Untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi, beberapa turunan kitosan juga telah dikembangkan diantarnya kapasitas

adsorpsi untuk Hg2+ berkisar 815 mg/g (Babel dan Kurniawan 2003). Selain

itu, Edelio et al. (2001) melaporkan bahwa kapasitas adsorpsi kitosan untuk Hg2+

berkisar 435 mg/g.

Jeon dan Park, (2005) Karakteristik adsorpsi dan desorpsi penghilangan ion merkuri dan pemulihan dengan menggunakan chitosan dapat mengikat merkuri secara optimal pada suhu rendah. Sedangkan kapasitas adsorpsi merkuri

menurun, efisiensi penghilangan meningkat sebagai mengakibatkan

peningkatan dosis adsorben. Chitosan tidak dipengaruhi oleh kekuatan ion, bahan organik dan ion logam alkali tanah. Ion merkuri teradsorpsi pada chitosan yang terserap secara efektif sekitar 95%. Kushwaha dan Sudhakar, (2011) melaporkan adsorben Chitosan BG- memiliki kapasitas lebih baik dibandingkan dengan Chitosan G-. Chitosan G- dan BG- dapat mengabsobsi merkuri organik

dan anorganik diantaranya adalah Hg2+, CH3Hg2+, dan C6H5Hg2+. Secara

equilibrium Chitosan BG- proses absorbsinya jauh lebih cepat di bandingkan dengan Chitosan G-.

Partikel silica magnetik turunan kelompok dithiocarbamate memiliki kemampuan dalam mengabsobsi Hg(II). Partikel silica magnetic merupakan sorben yang efektif dalam menghilangkan Hg(II) pada perairan sintesis dan alami. Dimana proses absobsi sangat tergantung pada waktu paparan dan konsentrasi

pattikel. Jumlah konsentrasi ion Cl- dan Na+ tidak mempengaruhi kuantitas Hg(II)

yang hilang per gram pada kesetimbangan sorben tetapi dapat mengurang senyawa merkuri. Model Sips merupakan salah satu metode yang efektif sebagai kapasitas absobsi maksimum yaitu 206 mg/g pada suhu 21±1° C. Selain itu, pencangkokan partikel magnetik dan silica dengan kelompok dithiocarbamate

52

secara efektif mengabsorbsi senyawa merkuri pada perairan sungai dan laut.

Keunggulan patikel dithiocarbamate memiliki afinitas terhadap senyawa merkuri

yang tinggi, dapat menghilangkan merkuri secara selektif dan sangat efisien. Selain itu, mudah memisahkan sorben sebagai solusi magnetik karena sifat ferrimagnetik membuka prospek desain sorben untuk proses remediasi lingkungan

dan pemulihan senyawan merkuri (Figueiraa et al. 2011).

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait