• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. PEMBAHASAN

5.7. Paparan Harian dan Mingguan Keong yang Terkontaminasi Merkuri

5.7.1. Suhu Air

Suhu yang terukur selama penelitian di Perairan Pesisir Teluk Kao berkisar

antara 27-300C. Suhu tertinggi diperoleh di stasiun I dan terendah di stasiun III

masing-masing adalah 30.11-30.810C dan 27.85-29.280C. Kisaran suhu ini masih

sesuai dengan kisaran suhu air laut perairan tropis pada umumnya. Suhu merupakan salah satu faktor sifik yang sangat penting dalam lingkungan perairan. Perubahan suhu perairan akan dapat mempengaruhi proses fisika, kimia perairan, demikian pula bagi biota perairan. Peningkatan suhu dapat mempengaruhi proses metabolisme dan respirasi biota, sehingga kebutuhan oksigen menjadi meningkat.

Kondisi suhu perairan tinggi terutama pada bulan Juni ditemukan konsentrasi merkuri pada air juga tinggi, sedangkan kondisi suhu rendah maka konsentrasi merkuri pada air yang terukur juga cenderung menurun Hal tersebut

sesuai dengan pendapat (Hutagalung 1984 dalam Sarjono 2009). Dilain pihal,

Ogllvle (2003) mengatakan peningkatan suhu dapat memicu peningkatan toksisitas merkuri di perairan.

Transformasi merkuri pada sedimen dasar termasuk metilasi dan dimetilasi tergantung pada suhu. Proses metilasi terhambat oleh suhu rendah atau tinggi, untuk sedimen pada perairan tawar methylasi terhambat pada suhu rendah pada

suhu optimal 350C, berdasarkan pengamatan pada suatu penelitian menemukan

peningkatan suhu dari 10-350C dan kemudian menurun. Proses ini benar-benar

terhambat pada suhu 900C (Wright and Hamilton 1982; Callister and Winfrey

1986; Steffan et al. 1988 dalam Liu 2008) suhu optimal proses methylasi antara

33-450C dan ketika terjadi peningkatan suhu maka laju methylasi akan menurun

dan berhenti pada suhu 550 C.

Peningkatan suhu air laut secara tidak langsung dapat mempengaruhi paparan kontaminasi terhadap beberapa rantai makanan seperti : ikan, kerang-

47 kerangan, dan mamalia. Pemanasan laut dapat memfasilitasi metilasi merkuri dan penyerapan merkuri oleh ikan dan mamalia meningkat sebesar 3-5% setiap

kenaikan suhu sebesar 10C (Booth and Zeller 2005 dalam Jaykus et al. 2008).

5.7.2. Oksigen Terlarut

Gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam perairan sangat penting sebagai pengatur metabolisme tubuh untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen dalam air berasal dari difusi dari oksigen yang berasal dari atmosfir, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis tumbuhan air dan fitoplangkton (Novonty 1994).

Oksigen dibutuhkan organisme akuatik sebagai penghasil energi untuk pencernaan dan asimilasi makanan, menjaga keseimbangan osmotik dan aktivitas lainnya. Pengaruh oksigen terhadap fisiologi biota terutama adalah proses respirasi. Laju konsumsi oksigen terlarut berfluktuasi mengikuti proses-proses hidup yang dilaluinya. Puncak maksimum konsumsi oksigen terlarut terjadi pada saat berlangsungnya reproduksi (Barus, 2004).

Kisaran oksigen terlarut di Perairan Teluk Kao tertinggi di Muara Sungai Cibok dan terendah di Muara Sungai Balaotin masing-masing adalah 3.00-9.04 mg/L dan dan 5.12-6.23 mg/L. Secara keseluruhan oksigen terlarut di Perairan Teluk Kao masih sesuai dengan kebutuhan biota perairan yakni diatas kisaran minimal 2.5 mg/L (Boyd, 1990).

Kondisi oksigen relatif tinggi dapat meningkatkan fraksi logam terlarut, karena oksigen terlarut sangat dibutuhkan untuk pelepasan logam sulfide dan

bahan organik, serta dapat menginduksi desorbsi logam (Zheng et al. 2013).

Namun demikian Atkinson et al. (2007) menjelaskan bahwa hubungan antara

konsentrasi logam berat dengan oksigen terlarut tidak liner. Meningkatnya oksigen terlarut pada pH netral akan teroksidasi menjadi endapan hidroksida dan oksida. Proses metilasi merkuri pada perairan dan sedimen berlangsung pada musim panas, ketika suhu tinggi dan kelarutan oksigen terlarut yang rendah

(Callister dan Winfrey, 1986; Stordal dan Gill, 1995; Watras et al. 1995; Carroll

et al. 2000; Zagar et al. 2006).

5.7.3. Tingkat Keasaman (pH)

Tingkat keasaman (pH) perairan merupakan parameter kualitas air penting dalam ekosistem perairan. Perubahan pH ditentukan oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi dalam ekosistem. Fotosintesis memerlukan karbon di oksida, yang oleh komponen autotrof akan dirubah menjadi monosakarida. Penurunan karbon dioksida dalam ekosistem akan meningkatkan pH perairan. Sebaliknya, proses respirasi oleh semua komponen ekosostem akan meningkatkan jumlah karbon dioksida, sehingga pH perairan menurun (Wetzel, 1983). Nilai pH perairan

merupakan parameter yang dikaitkan dengan konsentrasi karbon dioksida (CO2)

dalam ekosistem. Semakin tinggi konsentrasi karbon dioksida, pH perairan semakin rendah. Konsentrasi karbon dioksida ditentukan pula oleh keseimbangan antara proses fotosintesis dan respirasi. Fotosintesis merupakan proses yang

menyerap CO2, sehingga dapat meningkatkan pH perairan tambak. Respirasi

menghasilkan CO2 ke dalam ekosistem, sehingga pH perairan menurun. Karbon

dioksida dalam ekosistem perairan dihasilkan melalui proses respirasi oleh semua organisme dan proses perombakan bahan organik dan anorganik oleh bakteri.

48

Berdasarkan Tabel 20 kisaran pH yang terukur pada lokasi penelitian berkisar antara 6.72-7.79. Kisaran pH tertinggi di kawasan tanpa penambangan emas berkisar 7.11-7.18 dan terendah disekitar kawasan kawasan PT. NHM dengan kisaran 6.74-7.23.

Kondisi pH rendah, biasanya merkuri dilepaskan pada kolom sedimen. Mobilitas merkuri tergantung pada perbedaan variabel pH. Desorbsi, absorbsi dan transformasi merkuri pada sedimen merupakan proses yang rumit dan tergantung dari banyaknya faktor, sehingga dampak pH sangat tergantung pada bentuk sedimen. Akan tetapi banyak studi yang menjelaskan bahwa pada kondisi pH

rendah dapat berpengaruh terhadap proses metilasi merkuri (MeHg) (Boszke et al.

2003 dalam Liu 2008).

Kondisi pH rendah terutama pada biota akan memiliki konsentrasi merkuri paling tinggi dibandingkan dengan kondisi pH yang tinggi (Wren and

Maccrimmon 1983; Richman et al. 1988; Grieb et al. 1990; Wiener and Stokes,

1990; Parkman and Meili 1993 dalam Liu, 2008). Oleh karena itu konsentrasi

merkuri yang tinggi merupakan indikasi dampak langsung seperti permeabilitas insang, menurunnya laju pertumbuhan biomassa, dan kemungkinan konsentrasi

merkuri yang tinggi karena berperan sebagai bioavailable pada ekosistem

sehingga pembagian perubahan kimia antara air permukaan terhadap peningkatan

produksi MeHg di sedimen (Rodgers and Beamish 1983; Ramlal et al. 1985;

Hamasaki et al. 1991; Miskimmin et al. 1992 dalam Liu 2008).

5.7.4. Salinitas

Nilai salinitas air untuk perairan tawar biasanya berkisar antara 0-5 ‰ Salinitas air Tawar, perairan payau biasanya berkisar antara 6-30 ‰, salinitas air payau dan perairan laut berkisar antara >30 ‰, salinitas air Laut (Barus, 2004).

Berdasarkan Tabel 20, hasil pengukuran salinitas menunjukkan salinitas tertinggi di sekitar Muara Sungai Kobok (ST III) dan terendah di sekitar Muara Sungai Balaotin (ST I). Kondisi salinitas yang rendah terutama di sekitar Muara Sungai Balaotin konsentrasi merkuri yang terdeteksi lebih besar, sedangkan kondisi salinitas yang cenderung tinggi konsentrasi merkuri terdeteksi rendah. Kondisi salinitas yang tinggi diduga dapat mereduksi merkuri di air, sehingga konsentrasi merkuri pada perairan tawar biasanya lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi merkuri pada perairan laut.

Salinitas merupakan dampak dari penghambatan klorin-kompleks, tingkat methylasi merkuri biasanya menurun ketika ada peningkatan kadar garam, oleh karena itu sedimen laut dan muara rasio merkuri dengan total konsentrasi merkuri lebih kecil dari sedimen pada perairan tawar. Rasio sedimen perairan laut ~0,5% sedangkan sedimen perairan tawar 1-1.5%. Proses dimetilasi pada ekositem perairan pada perairan laut lebih efektif pada kondisi salinitas yang tinggi dari perairan tawar (Liu 2008).

5.7.5. Konduktivitas (DHL)

Berdasarkan Tabel 20, menunjukkan konduktivitas (DHL) tertinggi di sekitar Muara Sungai Kobok (ST III) dan terendah di sekitar Muara Sungai Balaotin. Pola yang sama seperti salinitas, dimana kondisi konduktivitas yang cenderung tinggi merkuri di air cenderung menurun, sedangkan kondisi konduktivitas yang rendah merkuri di air cenderung tinggi.

49 Konduktivitas berkorelasi negatif terhadap merkuri, tingginya nilai konduktivitas dapat mengurangi kelarutan merkuri pada air dan dapat memperlambat proses metilasi merkuri (NOAA, 1996). Lebih lanjut Gilmour dan Henry (1991) melaporkan bahwa persentase merkuri lebih tinggi pada perairan tawar berkisar 37%, air laut berkisar 5%.

Fairchild et al. (1987) menyebutkan pengaruh dari drainase pertanian

umumnya akan meningkatkan konsentrasi partikel sedimen tersuspensi dan nilai konduktivitas di perairan. Konduktivitas (DHL) seringkali dapat dilihat dari tingkat salinitas perairan. Konduktivitas dan kekeruhan cenderung meningkat dari

hulu ke hilir (Sudarso et al. 2009).

5.7.6. Kekeruhan

Sifat desktruktif pencemar muncul apabila berada dalam jumlah yang berlebihan, sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem melalui perubahan proses fisika-kimia perairan. Kekeruhan terdiri atas bahan-bahan tersuspensi dan nutrien. Bahan tersuspensi dapat meningkatkan kekeruhan sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis. Laju suspensi sedimen lewat sungai-sungai yang bermuara di Teluk Kao menyebabkan tingkat sedimentasi dan kekeruhannya sangat tinggi (Subandri 2008).

Berdasarkan Tabel 20, nilai kekeruhan tertinggi di sekitar Muara Sungai Balaotin dan terendah di sekitar Muara Sungai Kobok. Tingginya kekeruhan disebabkan oleh beberapa sungai yang dikeruk bagian dasar dan penampang untuk mengambil matrial batuan sebagai bahan perekat trowongan oleh PT. NHM. Nilai kekeruhan tinggi terutama di sekitar Muara Sungai Balaotin berbanding lurus dengan konsentrasi merkuri di air maupun sedimen, sedangkan nilai kekeruhan yang lebih rendah di sekitar Muara Sungai Kobok berbanding terbalik dengan konsentrasi merkuri di air maupun sedimen. Kondisi perairan yang keruh diduga mengandung bahan tersuspensi dan terlarut dengan mudah berikatan dengan merkuri sehingga merkuri di air dan sedimen cenderung tinggi.

5.7.7. Total Dissolved Solid (TDS)

Berdasarkan Tabel 20, total dissolved solid (TDS) tertinggi di sekitar Muara Sungai Kobok dan terendah di sekitar Muara Sungai Cibok. Nilai TDS yang tersebar pada setiap stasiun pengamatan dengan kisaran yang rendah.

Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksik, akan tetapi jika berlebihan, dapat meningkatkan nilai kekeruhan, yang selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis di perairan (Effendi, 2003

dalam Suyantri et al. 2011).

Dokumen terkait