• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Kegiatan Pemeliharaan Benih .1 Pengadaan Induk

4.2.4 Pengelolaan Pakan .1 Pemberian Pakan

Larva yang berumur D1 tidak perlu diberi pakan karena masih memiliki kuning telur (yolk sack) dan larva yang belum bisa berenang dengan baik sehingga dapat terperangkap di permukaan air. Pemberian minyak cumi diberikan pada larva berumur 1-8 hari (D1-D8) sebanyak dua kali sehari yaitu pukul 06.00 WIB dan 15.30 WIB. Jumlah minyak cumi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan yaitu 0,1 ml/m2, minyak cumi diberikan pada aerasinya agar minyak cumi tersebar sendiri. Minyak cumi berguna sebagai “pelicin” karena menurunkan tegangan permukaan air sehingga larva yang berenang ke atas dapat masuk kembali ke dalam air. Selain itu pemberian minyak cumi berguna untuk mensuplai vitamin A yang berguna untuk meningkatkan kemampuan larva untuk melihat.

Gambar 11. Minyak Cumi

Selain minyak cumi, bak larva juga diberi Chlorella sp. Chlorella sp. diberikan pada larva yang berumur 2 hari (D2). Chlorella sp.diberikan sebagai penetrasi cahaya yang masuk, hal itu dikarenakan larva sensitif terhadap cahaya

yang masuk. Pemberian Chlorella sp. juga bertujuan sebagai pakan bagi Rotifer agar Rotifer tetap bertahan di dalam bak pemeliharaan larva. Chlorella sp. diberikan pada pagi hari yaitu pukul 07.30 WIB pemberian Chlorella sp. dilakukan sekali dalam sehari. Jumlah Chlorella sp. yang diberikan pada larva umur 2 hari (D2) yaitu 250 l. Jumlah Chlorella sp. semakin berkurang seiring bertambahnya umur larva. Penghentian penggunaan Chlorella sp. dilakukan pada saat larva berumur 30 hari (D30).

Rotifer yang diberikan kepada larva kerapu macan adalah Rotifer yang telah mengalami pengkayaan. Pengkayaan Rotifer dengan menggunakan scott’s emulsion. Pengkayaan dilakukan 1-2 jam sebelum diberikan kepada larva. Rotifer diberikan ke larva dari umur 2-30 hari (D2-D30) tergantung kondisi ikan saat pemeliharaan. Rotifer diberikan dua kali sehari yaitu pagi pukul 09.00 WIB dan sore hari pukul 15.00 WIB. Kepadatan Rotifer yang diberikan pada larva umur 2-7 hari (D2-D7) yaitu sekitar 120 ml dengan kepadatan 3-5 individu/ml. Rotifer tidak lagi diberikan pada larva ikan yang berumur 30 hari (D30).

Naupli Artemia merupakan pakan alami yang diberikan pada larva ikan saat larva berumur 12 hari (D12). Jumlah Artemia yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan larva. Larva berumur 12-20 hari (D12-D20) Artemia diberikan sebanyak 1-3 individu/ml dengan frekuensi pemberian dua kali perhari yaitu pada pagi hari jam 09.00 dan sore hari jam 16.00. Pada saat umur 21-30 hari (D21-D30) frekuensi pemberian Artemia ditambah menjadi 3 kali dengan kepadatan 1-3 individu/ml dan pada umur 31-45 hari (D31-D45) Artemia diberikan 3 kali sehari dengan kepadatan 3-10 individu/ml.

Pakan diberikan pada larva ikan agar memperoleh kecukupan nutrisi untuk tumbuh dan berkembang. Pakan yang diberikan pada larva disesuaikan dengan bukaan mulut larva. Pakan yang diberikan dapat berupa pakan buatan maupun pakan alami. Pakan alami yang diberikan berupa Rotifer (Branchionus sp.) dan naupli Artemia sp. serta udang rebon (jambret). Pakan buatan yang diberikan adalah Rotemia, Rotifier, Otohime B1, Otohime B2, Otohime C1, Otohime C2, Otohime S1, Otohime S2 dan EP.

4.2.4.2 Kultur Pakan Alami a. Chlorella sp.

Kultur Chlorella sp. secara massal dilakukan dalam bak berukuran 5 x 2 x 1,2 m3 dengan kapasitas 12 ton yang terbuat dari beton dan dilengkapi dengan instalasi oksigen (aerasi) di 3 titik menggunakan pipa paralon ¾ inchi. Bak kultur Chlorella sp. ditempatkan pada ruang terbuka (outdoor), sehingga pada saat kultur untuk pertumbuhan Chlorella sp. mendapatkan cahaya matahari secara langsung.

Sebelum digunakan, bak dibersihkan terlebih dahulu dengan cara disikat kemudian dibilas dengan air laut hingga bersih. Bak diisi air laut sebanyak 75% (9 ton) dan disinfektan dengan menggunakan kaporit 50 ppm (50 gr), diaerasi kuat dan didiamkan selama 1 hari. Sebelum penebaran inokulan, dilakukan pengecekan kandungan kaporit dalam air dengan cara mengambil sampel air pada tabung reaksi dan ditambahkan 3 tetes OTO 1 (chlorine/bromine test) kemudian dinetralisir dengan thiosulfat 25 ppm (25 gr). Penggunaan thiosulfat hanya dilakukan bila kandungan atau residu

chlorine masih ada dalam air media yang akan digunakan. Media pupuk dengan menggunakan pupuk majemuk dengan komposisi seperti pada tabel 6. Setelah pemupukan, bak diisi inokulan Chlorella sp. sebanyak 15 – 20% (1,8 ton) dengan mengalirkan inokulan menggunakan selang 1 inchi dan pompa celup berkapasitas 450 V.

Tabel 6. Komposisi Pupuk Majemuk untuk Kultur Chlorella sp.

Komposisi Dosis (ppm) Urea 40 – 60 TSP 20 – 30 Za 20 – 30 FeCl3 1 – 2 EDTA 1 – 5

Pemanenan Chlorella sp. dilakukan setelah Chlorella sp. dipelihara atau ditumbuhkan selama 5 – 7 hari. Chlorella yang dipanen dialirkan melalui pipa paralon 1 inchi dan pompa celup dengan kapasitas 450 V yang dialirkan langsung ke bak pemeliharaan benih dan bak kultur Rotifer.

Gambar 12. a) Bak Kultur Chlorella sp. dan b) Bak Kultur Rotifer

b. Rotifer (Branchionus sp.)

Kultur massal Rotifer menggunakan bak beton 5 x 2 x 1,2 m3 berkapasitas 12 ton berbentuk persegi panjang tanpa sudut mati dengan 3

titik aerasi. Sebelum digunakan, bak dicuci dengan menggunakan sikat kemudian dibilas dengan air laut sampai bersih, lalu diberi kaporit 100-150 ppm, dibiarkan selama 1-2 hari. Lalu dibilas kembali sampai bau kaporit hilang dan dikeringkan. Bak yang bersih diisi dengan air laut sebanyak 2/3 volume bak dan Chlorella sp. dimasukkan 1/3 volume bak, kemudian inokulan dimasukkan dengan kepadatan awal 20-30 individu/ml.

Pada kultur Rotifer tidak dilakukan pemupukan, hanya penambahan

Chlorella sp. setelah panen. Awal pemanenan dilakukan 3-4 hari setelah

kultur awal. Pemanenan Rotifer dapat dilakukan secara pemanenan harian atau pemanenan total. Pemanenan harian dengan memanen Rotifer sebanyak 20-30% dari volume total kemudian ditambahkan bibit Chlorella sp. sebanyak 20-30% volume bak. Pemanenan total dengan cara mengalirkan air media kultur bersamaan dengan Rotifer ditampung dengan plankton-net 200 – 400 µm. Pemanenan Rotifer dilakukan di pagi dan sore hari.

Rotifer (Branchionus plicatilis) merupakan zooplankton berukuran 80-400 µm (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Rotifer bersifat non

selective filter feeder, pakan yang diambil secara terus-menerus sambil

berenang, sehingga memiliki kandungan nutrisi tergantung dari media kulturnya. Yeast roti diberikan tiap hari sebanyak 0,2 gr/m3 sebagai sumber vitamin B untuk meningkatkan pertumbuhan Rotifer.

Gambar 13. a) Pemanenan Rotifer dan b) Pemberian Pakan Rotifer

c. Artemia sp.

Artemia yang akan diberikan harus ditetaskan dulu. Penetasan Artemia

dilakukan pada ember cat. Artemia dapat ditetaskan secara langsung maupun melalui dekapsulasi. Penetasan Artemia yang dilakukan di BBAP Situbondo melalui proses dekapsulasi yaitu dengan melakukan penipisan lapisan luar cyste. Tujuan proses dekapsulasi untuk menipiskan lapisan luar cyste (chorion) tanpa merusak kelangsungan hidup embrio, meningkatkan daya tetas cyste, dan mencuci hama cyste dari bakteri atau penyakit patogen pada cangkang (Akbar dan Sudaryanto, 2001).

Penetasan dengan proses dekapsulasi dilakukan dengan menggunakan larutan klorin. Klorin bertindak sebagai penipis lapisan luar cangkang. Cyste

Artemia yang akan ditetaskan direndam di dalam air tawar selama 1-2 jam.

Tujuan perendaman dengan air tawar yaitu untuk membuat cyste menjadi bulat sempurna. Setelah cyste direndam dengan air tawar, cyste tersebut disaring dan dimasukkan ke dalam ember. Klorin sebanyak 500 ml dimasukkan ke dalam ember tersebut dan cyste diaduk secara cepat sambil menyemprotkan air pada bagian luar ember. Penyemprotan air bertujuan

untuk menjaga suhu agar tetap berada di bawah 40 0C. Kemudian cyste tersebut dibilas dengan air tawar dan disaring dengan saringan Artemia. Setelah itu ulangi kegiatan tersebut sampai terjadi perubahan warna. Cyste yang telah berubah warna dibilas dengan air tawar hingga bau klorinnya hilang. Bila belum hilang, rendam cyste dalam air tawar yang telah diberi tiosulfat. Tiosulfat ini akan menetralkan keberadaan klorin. Setelah itu cyste disaring dan diperas, cyste siap digunakan. Cyste yang telah didekapsulasi disimpan dalam kulkas agar bertahan lama.

Terdapat beberapa keuntungan yang diperoleh dari kegiatan dekapsulasi Artemia yaitu membunuh bakteri dan jamur yang ada pada cyste lewat perlakuan pemberian hipoklorit, mengurangi kotoran cangkang setelah penetasan karena cangkang yang ada menjadi tipis, telur yang sudah didekapsulasi bisa langsung diberikan sebagai pakan larva ikan, lebih cepat menetas karena naupli Artemia mudah merobek cangkang yang tipis sehingga derajat penetasannya tinggi.

Gambar 14. a) Artemia yang digunakan dan b) Cyste Artemia

Penetasan cyste yang telah didekapsulasi memerlukan waktu antara 18-30 jam pada air laut dengan kepadatan tidak lebih dari 5 gram/liter. Untuk hasil optimum, pertahankan suhu kisaran 25 – 30 0C dan pH 8 – 9.

Pemanenan Artemia dimulai dengan cara menghentikan aerasi dan tunggu selama 15 menit agar telur-telur Artemia mengendap. Setelah itu Artemia di sifon menggunakan selang dan ditampung di dalam saringan 300 µm. Setelah dipanen naupli Artemia siap diberikan ke larva.

d. Udang Rebon (Jambret)

Udang rebon mulai diberikan pada saat ikan kerapu berumur 25-35 hari (D25-D35). Udang rebon dikenal sebagai pakan selingan kerapu. Sebelum rebon diberikan pada kerapu, rebon akan mengalami proses penyaringan. Rebon yang telah disaring dimasukkan ke dalam campuran air tawar dan air laut dengan perbandingan 1:1. Rebon mendapatkan perlakuan pemberian methylen blue untuk mencegah adanya jamur yang terdapat pada rebon. Rebon diberikan dua kali sehari pada pukul 12.00 WIB dan pukul 15.30 WIB. Rebon diberikan pada kerapu sekenyangnya.

4.2.4.3 Pemberian Pakan Buatan

Pakan buatan mulai diberikan pada saat larva berumur 8 hari (D8). Pakan yang digunakan adalah rotemia. Rotemia merupakan pakan yang berukuran lebih kecil. Pakan buatan ini diberikan sebagai pakan buatan utama pada larva. Jumlah awal rotemia (20-50 µm) yang diberikan adalah setengah sendok teh atau setara 8 gram. Rotemia diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pada pagi pukul 06.00 WIB dan sore pukul 14.00 WIB. Rotemia (20-50 µm) diberikan pada larva umur 8-17 hari (D8-D17). Setelah berumur 18 hari (D18) kerapu macan diberikan pakan buatan rotifier (50-100 µm). Rotifier ini diberikan pada kerapu hingga

berumur 21 hari (D21). Pemberian Rotifier diberikan 3 kali sehari sebanyak 10 gram/pemberian. Pakan selanjutnya yang diberikan adalah Otohime B1 (200-300 µm) hingga larva berumur 34 hari (D34) dan dilanjutkan dengan pakan Otohime B2 (300-600 µm). Pada umur 45 hari (D45) pakan yang diberikan adalah Otohime S1 (1 mm). Pemberian Otohime S1 diberikan 4 kali sehari. Pada larva yang berumur lebih dari 50 hari (D50), pakan diberikan 4-6 kali sehari.

Tabel 7. Standar Prosedur Operasional Pembenihan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)

No Hari Manajemen Pakan Manajemen Kualitas Air

Jenis Pakan Dosis Frekwensi Pergantian

Air

Sifon

1 D0 Kuning telur - - - -

2 D1 Kuning telur - - - Sifon telur

mengendap 3 D2 Chlorella sp Rotifer 50-100 ribu sel/ ml 3-5 ind/ml 1x 1x - - 4 D3-D7 Chlorella sp Rotifer 50-100 ribu sel/ ml 3-5 ind/ml 2x 3x - - 5 D8-D20 Chlorella sp Rotifer Pakan buatan Naupli Artemia 50-100 ribu sel/ ml 3-5 ind/ml 8 gr/pemberian 1-3 ind/ml 2x 3x 2x (D7-D30); 3x (D18) 2x (D13) 10-20% 6 D21-D30 Chlorella sp Rotifer Pakan buatan Naupli Artemia Udang jambret 50-100 ribu sel / ml 3 – 5 ind/ml 10 gr / pemberian 3-5 ind/ml secukupnya 2x 3x 3x (D21) 2-3x (D21-D30) 1x 20-50 % Sifon 7 D31-D45 Naupli Artemia Pakan buatan Udang jambret 7-10 ind/ml 15 gr / pemberian secukupnya 3x 3x 2x 50-75 % Sifon 8 D46-D50 Udang jambret Pakan buatan secukupnya 15 gr / pemberian 3x

Dokumen terkait