• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

D. Pembahasan

3. Pengelolaan Pendapatan dan Pengeluaran dalam Keluarga Katolik

Kudus Nasaret menjadi gambaran historitas Yesus, sejak kanak-kanak sampai Ia tampil di muka umum. Sewaktu-waktu mereka juga harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan sehari-hari; tidak hanya makanan, pakaian, peralatan, melainkan juga kepuasan, kesenangan, kegembiraan, saling menolong. Oleh karena itu, setiap keluarga memiliki hak untuk mengembangkan diri dan memajukan kesejahteraannya tanpa harus dihalangi oleh negara (Wignyasumarto, 2007).

Keluarga Katolik sejak awal diajari untuk hidup dalam semangat sederhana, sebagaimana diwariskan oleh keluarga Kudus Nasaret. Santu Yosef yang bekerja sebagai tukang kayu adalah contoh bahwa kerja dan materi adalah bagian penting dalam kehidupan keluarga. Akan tetapi secara lugas pesan yang disampaikan Yosef melalui cara hidupnya bahwa materi bukan menjadi tujuan utama dalam bekerja, tetapi menjadi alat untuk memenuhi pelbagai kebutuhan manusiawi mulai dari kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan), kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk mencinta serta dicintai, kebutuhan akan harga diri sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri. Hal ini kemudian meenginspirasi A.H. Maslow, seorang psikolog Amerika Serikat untuk membagi kebutuhan manusia dalam beberapa kategori (Hommes, 2009: 137).

Dalam membangun keluarga Kudus, Yosef dan Maria membangun sikap kesederhanaan dalam hidupnya. Dengan hidup sederhana, Yosef dan Maria menjadi pendidik yang berdaya guna. Hal ini juga menjadi daya tarik bagi keluarga Katolik untuk meneladani sikap hidup Maria dan Yosef, dalam membangun keluarga Kristiani sejati (Nugroho, 2012:6-7).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis menunjukkan bahwa hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan memiliki pekerjaan, baik pekerjaan yang menghasilkan pendapatan besar maupun pekerjaan serabutan yang sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada umumnya para informan mengatakan, ‘...pendapatan keluarga yang diperoleh dari kos-kosan, gaji dan berbagai hasil usaha yang digunakan secara cermat dengan prinsip mengutamakan kebutuhan paling mendesak dan menabung serta menempatkan kebutuhan yang kurang penting pada urutan yang terakhir. Berapapun pendapatan yang diperoleh harus dikelola dengan baik dan patut disyukuri atas semuanya itu. Dengan prinsip tersebut, maka pengelolaan keuangan keluarga tidak mengalami hambatan apalagi prinsip dasar pengelolaan keuangan adalah mengutamakan kebutuhan yang mendesak dan menabung’. Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa informan dalam uji validitas, yang mengatakan, ‘...pendapatan kami dari usaha warung di rumah, dari usaha angkringan dan kos -kosan, serta dari gaji sebagai dosen. Dalam mengelola keuangan kami selalu mengedepankan hidup sederhana dan berusaha untuk selalu mengutamakan kebutuhan daripada keinginan’.

Hal ini menunjukkan bahwa keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan umumnya memiliki pekerjaan, meskipun sebagian kecil hanya bekerja serabutan dengan penghasilan yang relatif kecil. Menurut pengamatan dan pengalaman langsung penulis selama ini bahwa besar kecilnya pendapatan turut mempengaruhi keaktifan umat di lingkungan atau pun paroki. Keluarga yang berpenghasilan rendah cenderung menarik diri atau tidak terlibat aktif dalam lingkungan karena sibuk bekerja atau mencari pekerjaan sampingan. Sedangkan keluarga yang memiliki penghasilan yang cukup, selain relatif lebih aktif di lingkungan, juga cenderung lebih mudah untuk mengelola pendapatan mereka. Kondisi pendapatan yang bervariasi demikian, tentu menjadi bagian dari perjuangan setiap keluarga, khususnya keluarga yang berpendapatan rendah untuk mengelola secara bijaksama agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan anggota keluarga secara baik. Oleh karena itu, semangat yang harus dikembangkan di sini adalah hidup sederhana dan mendahulukan kebutuhan, bukan keinginan dan gaya hidup mewah.

Dari perspektif spiritualitas keluarga Kudus bahwa keteladanan Maria dan Yosef yang hidup sederhana setidaknya sudah diikuti oleh keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, terutama dalam pengelolaan keuangan keluarga. Dari hasil wawancara dengan para informan di atas ada hal menarik yang terungkap, yakni informan pada umumnya selalu bersyukur dengan apa yang diberikan oleh Tuhan. Terlebih informan yang merupakan keluarga sederhana secara jujur mengatakan mereka hidup dalam suasana yang berkekurangan. Namun demikian, bagi mereka keterbatasan materi bukan menjadi halangan untuk

terus berpasrah pada Tuhan, yang dibuktikannya melalui kemampuan untuk menghadapi musibah, yakni kehilangan orang yang dicintai dalam sehari saja. Bagi mereka, menghadapi tantangan yang sebesar itu, tidak bisa mengandalkan materi tetapi justru iman dan hidup sederhana di depan Allah. Hal itu bahkan sudah dibuktikan oleh Maria dan Yosef sewaktu menempuh perjalanan ke Yerusalem setiap hari raya yang dilakukan dengan susah payah tanpa mengeluh, berjalan bersama masyarakat umum yang tidak memiliki banyak harta dan kendaraan mewah seperti masyarakat modern sekarang ini.

Hasil wawancara tersebut juga dapat dipahami bahwa salah satu aspek yang menjadi basis bagi keluarga untuk menjalankan roda kehidupan rumah tangga secara baik adalah pendapatan atau materi. Suatu keluarga yang memiliki sumber penghasilan yang potensial dan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari lebih dimungkinkan untuk menata hidup keluarga secara lebih baik dan menjalankan tugas-tugas dan kewajibannya secara baik pula. Sebaliknya, keluarga yang tidak memiliki sumber penghasilan atau kekurangan materi akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Kondisi kesejahteraan demikian setidaknya menjadi penyebab bagi keluarga Katolik untuk cenderung melalaikan tugas dan kewajiban di kelompok maupun paroki karena sibuk untuk mencari penghasilan tambahan guna menambah pendapatan keluarga.

Dalam konteks kehidupan keluarga Katolik kekinian, materi tetap menjadi hal yang penting dalam membangun keluarga. Dengan kata lain, pendapatan memiliki hubungan erat dengan keaktifan suatu keluarga dalam berkomunitas atau bergereja. Akan tetapi yang menjadi keutamaan bagi keluarga Katolik adalah

menempatkan materi sebagai hal yang bukan satu-satunya menjadi jaminan bagi suatu keluarga lebih beriman kepada Allah kalau tanpa usaha untuk hidup sederhana dan berbagi dengan sesama yang berkekurangan. Kemampuan keluarga untuk hidup sederhana dan berbagi itulah merupakan gambaran nyata sejauh mana penghayatan spiritualitas keluarga kudus dalam keluarga tersebut.

Kemudian pengalaman iman dalam menjalankan hidup keluarga seperti ini setidaknya diamalkan oleh Keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan. Hidup penuh materi maupun berkekurangan tidak menjadi halangan bagi mereka untuk tetap setia dalam menjalankan panggilan untuk mencari jalan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa spiritualitas keluarga Kudus Nasaret senantiasa relevan dalam setiap derap perjuangan keluarga-keluarga Katolik sejagat sampai di jaman modern sekarang ini.

Hal menarik dari hasil pengamatan penulis bahwa hampir sebagian besar keluarga Katolik yang menjadi informan memiliki mobil, motor dan tempat tinggal yang layak huni. Namun demikian, keluarga-keluarga ini tetap menampilkan kehidupan yang sederhana. Fasilitas yang dimiliki seringkali menjadi sarana untuk memperlancar kehidupan keluarga dalam menjalankan berbagai aktivitas. Hal yang menarik dari para informan ini adalah sikap saling berbagi dan kesiapsediaan untuk menolong sesama, misalnya ketika ada rekreasi, ziarah lingkungan, dan kunjungan orang untuk sakit kendaraan yang dimiliki tersebut selalu digunakan menjadi sarana pelancar bagi komunitas tersebut dalam kegiatan-kegiatan semacam itu.

4. Tanggung Jawab Keluarga Katolik Terhadap Pendidikan dan

Dokumen terkait