• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Pengaduan

Dalam dokumen PENGEMBANGANPELAKSPELAYANANPRIMApim3 (Halaman 31-43)

BAB III STRATEGI KEBERHASILAN PELAYANAN

E. Pengelolaan Pengaduan

Pengaduan atau komplain merupakan sesuatu yang dirasa kurang menyenangkan akan tetapi membuka peluang untuk memperbaiki kinerja pelayanan. Oleh karena itu agar pengaduan yang masuk dapat ditangani dengan baik diperlukan mekanisme pengelolaan pengaduan yang jelas dalam suatu organisasi pelayanan publik. Meskipun demikian pada saat ini belum semua unit pelayanan yang memberi perhatian pada manajemen pengaduan

Membangun sistem pengelolaan pengaduan di Indonesia sama halnya dengan melakukan perubahan-perubahan terhadap budaya yang telah lama melekat pada para penyelenggara pelayanan, karena baik penyelenggara pelayanan maupun masyarakat belum terbiasa dengan budaya untuk menerima maupun menyampaikan keluhan. Peran yang harus dilakukan pemerintah dalam membangun sistem pengelolaan pengaduan ini tidak hanya melulu menunggu pengaduan dari masyarakat dan mengolahnya, tetapi juga mendidik dan mendorong masyarakat agar tidak ragu menyampaikan keluhan-keluhannya.

Modul Diklatpim Tingkat III 51

Tujuan pembangunan sistem pengelolaan pengaduan antara lain adalah:

1. Meningkatkan kepuasan masyarakat atas pelayanan yang mereka peroleh;

2. Menciptakan image bahwa penyelenggara pelayanan sangat serius dalam memandang masyarakat sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas pelayanan;

3. Mengidentifikasi aspek-aspek yang lemah dari penyelenggara pelayanan yang perlu diperbaiki;

4. Menghemat pengeluaran dengan melakukan penyelesaian masalah dimana terjadi tanpa keterlibatan pihak ketiga; 5. Menghindari terjadinya penumpukan masalah.

Secara proses sistem pengelolaan pengaduan meliputi proses penerimaan, pencatatan, pemrosesan/pengolahan, pemberian respon, dan pelaporan. Oleh karena itu, pembangunan sistem pengelolaan pengaduan akan mencakup aspek-aspek apa yang diperlukan, bagaimana seharusnya dilakukan dan siapa yang melakukan.

Prinsip-prinsip Sistem Pengelolaan Pengaduan

Pembangunan sistem pengelolaan pengaduan harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan pengaduan sebagai berikut:

1. Hak dan kewajiban

Sistem pengelolaan pengaduan harus dibangun dengan prinsip bahwa sudah menjadi hak masyarakat untuk menyampaikan pengaduannya, dan sudah menjadi kewajiban bagi setiap instansi pemerintah atau unit pelayanan untuk

52 Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima

menerima, memproses, menyelidiki, dan mencari penyelesaian adil bagi semua pihak yang berkepentingan atas pengaduan yang disampaikan. Karena itu, pengaduan tidak mengandung biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat yang mengadu, harus dihargai sebagai satu bentuk partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan, dan sebagai bentuk akuntabilitas pelayanan pemerintah.

2. Transparansi

Sistem pengelolaan pengaduan juga harus dibangun dengan prinsip transparansi, artinya bahwa semua informasi berkaitan dengan bagaimana, kepada siapa, dan kapan pengaduan disampaikan. Informasi harus disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh semua kalangan masyarakat.

3. Komitmen

Sistem pengelolaan pengaduan juga harus dibangun dengan komitmen yang tinggi yang ditunjukkan melalui: penyediaan sumber-sumber yang cukup agar pengaduan dapat dikelola dan dilakukan penyelidikannya dengan baik; pengembangan dan penerapan proses manajemen pengaduan; penetapan batas waktu untuk proses penyelesaian pengaduan; penyediaan unit dan staf yang memiliki kapasitas yang mampu menangani pengaduan dengan baik.

4. Keadilan bagi seluruh pihak

Sistem pengelolaan pengaduan juga harus dibangun dengan prinsip keadilan bagi seluruh pihak yang terkait, baik masyarakat yang mengadu maupun unit yang diadukan. Jika

ternyata terdapat kesalahan terjadi pada unit yang diadukan, maka kesalahan patut diakui dan permintaan maaf ataupun kompensasi diberikan kepada masyarakat yang mengadu. Jika ternyata kesalahan bukan pada unit yang diadukan, maka hal ini perlu pula diinformasikan kepada masyarakat yang mengadukan.

5. Kerahasiaan

Sistem pengelolaan pengaduan juga harus memenuhi prinsip kerahasiaan, jika masyarakat yang menyampaikan pengaduan menghendaki kerahasiaannya terjaga, untuk menjaga agar masyarakat yang mengadukan terhindar dari kemungkinan yang tidak diinginkannya.

6. Rentang waktu

Sistem pengelolaan pengaduan juga harus memenuhi prinsip batas waktu penyelesaian. Dengan prinsip ini unit pelayanan harus menetapkan standar waktu bagi penyelesaian pengaduan, berdasarkan klasifikasi yang telah dibuat. Jika ternyata dalam batas waktu yang sudah ditetapkan penyelesaian tidak dapat dilakukan, maka informasi harus disampaikan kepada masyarakat yang menyampaikan pengaduan.

7. Kemudahan

Sistem pengelolaan pengaduan harus pula memenuhi prinsip kemudahan, yang memungkinkan masyarakat merasa mudah untuk melayangkan pengaduan, mudah memperoleh informasi yang diperlukannya, dan prosedur yang tidak berbelit-belit.

8. Kejelasan

Prinsip ini mengharuskan sistem pengelolaan pengaduan untuk memastikan bahwa semua yang terkait dengan masyarakat selalu diberikan secara jelas. Informasi yang disampaikan terurai dengan jelas, prosedur yang dibuat dengan jelas merujuk kepada siapa, dimana, bagaimana, dan apa yang harus dipersiapkan.

9. Terdokumentasi dengan baik

Prinsip ini mengharuskan bahwa sistem pengelolaan pengaduan untuk selalu mendokumentasikan seluruh proses pengelolaan, yang dimulai dari proses penerimaan, penanganan, pemberian respon dan pelaporan. Setiap tahapan pertemuan dengan masyarakat yang melakukan pengaduan harus terdokumetasi dengan baik, kapan dilakukan, apa yang didiskusikan, dan bagaimana hasilnya. Demikian pula jika dilakukan upaya penyelesaian secara informal, maka seluruh proses ini harus didokumentasikan dengan baik. Dokumentasi juga harus dilakukan secara obyektif, dan ditandatangani. Karena sistem juga mengikuti prinsip transparansi, maka dokumen dapat dibuka pada setiap waktu diperlukan, dan karena itu harus dibuat seobyektif mungkin.

10. Tanggap

Prinsip ini mengharuskan bahwa setiap pengaduan harus memperoleh respon, baik yang langsung pada saat pengaduan dilayangkan jika memang penyelesaian dapat diselesaikan pada saat itu, maupun harus melalui proses menunggu karena pengaduan memiliki tingkat kesulitan

Modul Diklatpim Tingkat III 55

penyelesaian yang lebih rumit. Setiap tahapan proses harus disampaikan kemajuannya kepada masyarakat yang mengadu.

Harapan masyarakat terhadap pelayanan publik

Sistem pengelolaan pengaduan yang efektif seharusnya dibangun dengan memperhatikan apa yang menjadi harapan masyarakat terhadap pelayanan publik. Pada umumnya harapan-harapan masyarakat terhadap pelayanan melingkup antara lain:

1. Pelayanan memenuhi apa yang dibutuhkan oleh mereka. Dalam kaitan dengan pelayanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah, maka kebutuhan masyarakat umumnya terkait dengan kecepatan, kemudahan, keramahan, ketepatan dan murah.

2. Perlakukan yang baik dari petugas pelayanan. Masyarakat umumnya mengharapkan perlakuan yang ramah, tepat, disiplin, dan penuh perhatian. Perlakuan yang demikian akan membuat masyarakat merasa sangat dihargai, dan sebaliknya mereka pun akan menghargai petugas maupun institusi pelayanan.

3. Bertanggungjawab atas kesalahan. Masyarakat umumnya juga mengharapkan unit pelayanan bertanggungjawab terhadap kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat.

4. Belajar dari kesalahan. Masyarakat juga mengharapkan bahwa setiap instansi pemerintah juga harus belajar dari kesalahan yang telah mereka lakukan pada masa lalu, sehingga kesalahan serupa tidak terjadi lagi pada masyarakat yang lain.

56 Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima

5. Menyediakan informasi yang bermanfaat. Masyarakat juga selalu mengharapkan unit pelayanan menyediakan informasi- informasi yang terkait dengan pelayanannya secara lengkap, mudah dimengerti dan diakses, sehingga memudahkan bagi masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang ingin diperolehnya.

6. Memperlakukan mereka yang mengajukan pelayanan secara adil. Masyarakat juga selalu mengharapkan perlakukan adil dalam memperoleh pelayanan, tidak dibedakan karena: status sosial seseorang, atau kekerabatan seseorang dengan petugas pelayanan. Dalam hal dimana pelayanan menetapkan biaya tertentu, maka keadilan dilakukan secara proporsional.

Setiap petugas sebagai individu dalam unit pelayanan maupun unit pelayanan sebagai organisasi dituntut untuk bekerja sebaik mungkin untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Namun ketika terjadi kesalahan-kesalahan dalam pelayanan, umumnya masyarakat mengharapkan:

1. Penjelasan. Apapun bentuk kesalahan, maka masyarakat akan selalu mengharapkan penjelasan dari unit pelayanan.

2. Permohonan maaf. Masyarakat juga mengharapkan permohonan maaf jika terjadi kesalahan-kesalahan, meskipun kesalahan tersebut hanya kecil. Oleh karena itu, setiap petugas pelayanan harus bersedia meminta maaf.

3. Belajar dari pengalaman. Masyarakat juga mengharapkan bahwa unit pelayanan selalu belajar dari kesalahan-kesalahan pengalaman-pengalaman masa lalu.

4. Tidak terulang kesalahan yang sama. Masyarakat berharap bahwa di masa mendatang tidak terjadi kesalahan yang sama.

5. Kompensasi. Masyarakat juga seringkali juga mengharapkan kompensasi dari kesalahan-kesalahan dilakukan oleh unit pelayanan.

Permintaan maaf bukan berarti menunjukkan kelemahan- kelemahan unit pelayanan, tetapi justru menunjukkan kekuatan unit pelayanan dalam memperlihatkan kemauan mereka untuk belajar dari kesalahan-kesalahan, serta komitmen untuk menempatkan kebenaran sebagai bagian dari budaya pelayanan. Permintaan maaf memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, baik pada masyarakat yang melakukan pengaduan maupun unit yang diadukan, dalam hal mencairkan situasi yang tegang antara masyarakat dan unit pelayanan, dan memperkuat hubungan antara masyarakat dan unit pelayanan.

Umumnya kesalahan-kesalahan atau kelemahan-kelemahan yang terjadi pada unit pelayanan berkaitan antara lain dengan:

1. Lemahnya komunikasi. Komunikasi menjadi unsur penting dalam manajemen pelayanan. Pengaduan-pengaduan seringkali terjadi karena lemahnya komunikasi antara unit pelayanan dan masyarakat yang dilayani, atau komunikasi internal yang mengakibatkan terhambatnya proses pelayanan kepada masyarakat.

2. Lemahnya sistem pencatatan dan dokumentasi. Manajemen pelayanan sangat menekankan pentingan sistem pencatatan dan dokumentasi dalam setiap proses pelayanan. Pengaduan- pengaduan masyarakat seringkali berkaitan dengan hal ini, seperti: proses pelayanan menjadi terhambat karena petugas pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk mencari

dokumen-dokumen yang sudah diserahkan oleh masyarakat; tidak terdapat catatan yang dapat digunakan untuk melakukan penelusuran dokumen; atau bahkan dokumen-dokumen hilang.

3. Pelayanan tidak memfokuskan kepada apa kebutuhan masyarakat. Seringkali pengaduan-pengaduan disampaikan terjadi karena unit pelayanan tidak memperhatikan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Unit pelayanan seringkali mengabaikan hal-hal kecil yang sebenarnya menjadi perhatian masyarakat yang dilayani, seperti misalnya: keramahan, ketelitian, ketepatan pertugas; sarana pelayanan yang memadai; informasi yang secara lengkap diberikan bilamana masyarakat memerlukannya; atau sarana yang diperlukan bagi mereka penyandang cacat. Pelayanan yang berfokus kepada masyarakat memang merupakan budaya yang memang harus berkembang di unit-unit pelayanan.

4. Tidak diberikan kewenangan pada petugas ujung tombak. Pemberdayaan petugas paling depan yang langsung berhubungan dengan masyarakat, seringkali menghambat proses pelayanan. Pengaduan-pengaduan seringkali disampaikan karena petugas yang langsung berhadapan dengan masyarakat tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat yang memerlukan pemecahan pada saat itu. 5. Lemahnya penanganan keluhan. Seringkali masyarakat

dihadapkan pada kenyataan bahwa unit-unit pelayanan tidak memiliki unit penanganan pengaduan, apalagi penanganannya. Atau, pada unit pelayanan terdapat unit penanganan

Modul Diklatpim Tingkat III 59

pengaduan tetapi pengaduan-pengaduan tidak ditangani dengan baik, sehingga pengaduan-pengaduan tidak dapat diselesaikan atau dapat diselesaikan pada waktu yang lama, atau dapat pula penyelesaian tidak memuaskan masyarakat yang mengadukan.

6. Perilaku bertahan. Seringkali unit pelayanan atau petugas- petugas pada unit pelayanan memiliki perilaku bertahan terhadap keluhan-keluhan yang disampaikan kepada mereka, meskipun seringkali pula diketahui secara jelas bahwa pengaduan tersebut menunjukkan kesalahan bukan terletak pada masyarakat yang mengadu. Perilaku ini menjadi harus dirubah tidak hanya reaktif tetapi juga proaktif.

Tahapan Pembangunan Sistem Pengelolaan Pengaduan

Setelah mempersiapkan kebijakan sistem pengelolaan pengaduan, tahapan selanjutnya dalam membangun membangun sistem pengelolaan pengaduan yang baik, setidaknya mencakup proses sebagai berikut:

1. Penetapan lokasi tempat komplain/pengaduan dapat diterima. Lokasi tidak hanya ditetapkan begitu saja tetapi juga harus memenuhi kriteria yang aksesibel (mudah dijangkau), terlihat dengan jelas, dan strategis. Lokasi yang dipilih juga harus secara aktif dipublikasikan kepada masyarakat.

2. Pengembangan sistem pencatatan dan pendokumentasian keluhan/pengaduan masyarakat. Dalam kaitan ini, perlu dirancang sebuah formulir yang dapat digunakan untuk penyimpanan, pengkategorian, dan penyusunannya dalam file arsip. Dengan cara seperti ini, dapat dilakukan komunikasi data;

60 Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima

melakukan pengelompokan data pengaduan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti: pengambilan keputusan, penggunaan dalam kasus dimana terdapat tuntutan hukum, dan evaluasi; serta mendorong pihak manajemen pada unit penyedia pelayanan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas dan efisiensi sistem pelayanan yang digunakannya. 3. Pemrosesan dan pencatatan pengaduan. Pemrosesan dilakukan

melalui urutan pencatatan pengaduan dan data yang terkait dengan pengaduan, pengkategorian pengaduan untuk kemungkinan penyelesaiannya, penugasan kepada seseorang staf untuk menangani pengaduan tersebut, dan mengirimkan pengaduan pada level yang lebih berwenang jika penyelesaian tidak dapat dilakukan ditempat pada saat itu.

4. Pemberian penghormatan kepada pengadu. Pengaduan bukan merupakan masalah yang harus dipandang secara sepele, karena seringkali pengaduan menyita waktu, menimbulkan emosi, dan bahkan mungkin pula memerlukan biaya. Oleh karena itu, pengadu harus diberikan penghormatan dari petugas yang menerima pengaduan, seperti: petugas harus memandang bahwa pengaduan yang diajukan sangat penting, menyampaikan rasa terima kasih, dan melakukan pembicaraan dengan pengadu secara sabar dan penuh penghormatan. Pendekatan personal perlu dilakukan, misalnya dengan menghubunginya melalui telpon, atau menyuratinya, dalam kaitan dengan tindak lanjut dari pengaduan. Perhatian secara pribadi akan membuat masyarakat yang melakukan pengaduan merasa benar-benar diperhatikan.

Perhargaan seperti inilah yang perlu diberikan pada orang yang melakukan pengaduan.

5. Penyelidikan dan Penganalisisan Pengaduan. Penyelidikan tidak hanya dilakukan pada pihak yang diadukan tetapi juga pada pihak yang melakukan pengaduan secara adil diantara keduanya. Informasi harus diperoleh dari kedua belah pihak, informasi yang diperoleh didokumentasikan secara historis. Temuan-temuan dari kedua pihak selain didokumetasikan juga dianalisis dan diajukan rekomendasi penyelesaian masalahnya.

6. Penyelesaian masalah. Jika masalah pengaduan tidak dapat diselesaikan ditempat, maka rekomendasi penyelesaian masalah diajukan kepada atasan yang berwenangan untuk menyelesaikan masalah. Dalam kaitan ini masyarakat yang melakukan pengaduan harus terus diinformasikan kemajuan penanganan keluhannya.

7. Tindak lanjut. Setelah penyelesaian permasalahan diajukan, maka pihak pengelola pengaduan harus memastikan apakah masyarakat yang melakukan pengaduan puas dengan penyelesaian. Pihak pengelola pengaduan juga harus memastikan bahwa unit pelayanan harus benar-benar menjalankan tindak lanjut sesuai dengan penyelesaian yang diajukan. Tindak lanjut dapat pula keharusan bagi unit pelayanan untuk melakukan perbaikan-perbaikan manajemen dalam rangka menghindari permasalahan serupa terjadi pada masa mendatang.

8. Pengembangan sistem pelaporan. Pengembangan sistem pelaporan sangat penting dalam kaitan dengan: akuntabilitas pelaksanaan pelayanan; penginformasian kinerja unit-unit

pelayanan; tindak lanjut yang diperlukan dalam hal perbaikan manajemen pada unit pelayanan; membangun upaya pencegahan terjadi pengaduan yang sama pada masa mendatang; pengambilan keputusan dalam upaya perbaikan kualitas pelayanan; dan menjamin bahwa masyarakat memperoleh tempat yang istimewa dalam upaya ikut serta meningkatkan kualitas pelayanan.

Manfaat yang akan diperoleh dengan adanya pengelolaan keluhan dan pengaduan yang efektif antara lain: (a) keluhan dapat menunjukkan aspek pelayanan mana yang perlu perubahan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat pelanggan untuk memberikan input/masukan perubahan yang diperlukan pada aspek tersebut, (b) memberikan kesempatan pada organisasi pelayanan untuk melayani dan memuaskan masyarakat pelanggan yang tidak puas, (c) memberikan kesempatan kepada organisasi pelayanan untuk mendapatkan dukungan masyarakat pelanggan.

Berdasarkan Keputusan menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Kep Men PAN) Nomor: KEP/118/M.PAN/8/2004, pengaduan merupakan Pengaduan masyarakat, adalah bentuk penerapan dari pengawasan masyarakat yang disampaikan oleh masyarakat, baik secara lisan maupun tertulis kepada Aparatur Pemerintah terkait, berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan atau keluhan/pengaduan yang bersifat membangun.

Menurut peraturan tersebut, pengaduan dibedakan ke dalam Penanganan pengaduan masyarakat dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu:

Modul Diklatpim Tingkat III 63

1. Berkadar Pengawasan.

Pengaduan masyarakat yang isinya mengandung informasi atau adanya indikasi terjadinya penyimpangan atau panyalahgunaan wewenang oleh aparatur negara, yang dapat mengakibatkan kerugian masyarakat/negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan umum, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Dalam kaitan ini maka pengaduan yang berkadar pengawasan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:

a. Pengaduan masyarakat yang berkadar pengawasan dengan identitas pelapor jelas harus segera dilakukan penelitian/ pemeriksaan untuk membuktikan kebenaran informasinya; b. Pengaduan masyarakat yang berkadar pengawasan tetapi

tidak jelas identitas pelapornya, tidak harus segera dilakukan pembuktian kebenarannya tetapi digunakan sebagai bahan masukan bagi bahan penelitian oleh instansi yang berwenang;

c. Pengaduan masyarakat yang berkadar pengawasan tetapi permasalahannya yang sama, sedang atau telah dilakukan penelitian/pemeriksaan, dijadikan tambahan informasi bagi proses pembuktian.

2. Tidak Berkadar Pengawasan.

Pengaduan ini adalah pengaduan masyarakat yang isinya mengandung informasi berupa sumbang saran, kritik yang konstruktif dan lain sebagainya, yang bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan

64 Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima

masyarakat. Pengaduan yang tidak berkadar pengawasan ini, dapat dijadikan bahan informasi atau untuk bahan pengambilan keputusan/kebijakan sesuai dengan materi yang dilaporkan. (LAN; 2006)

Masih berdasarkan keputusan yang sama, beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam pengelolaan pengaduan antara lain:

a. Obyektivitas, bahwa kegiatan penanganan pengaduan

masyarakat harus berdasarkan fakta atau bukti yang dapat dinilai berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan;

b. Koordinasi, bahwa kegiatan penanganan pengaduan

masyarakat harus dilaksanakan dengan kerjasama yang baik antar pejabat yang berwenang dan terkait berdasarkan mekanisme, tata kerja, dan prosedur yang berlaku, sehingga masalahnya dapat diselesaikan sebagaimana mestinya;

c. Efektivitas dan efisiensi, bahwa kegiatan penanganan

pengaduan masyarakat harus dilaksanakan secara tepat sasaran, hemat tenaga, waktu dan biaya;

d. Akuntabilitas, bahwa proses kegiatan penanganan

pengaduan masyarakat dan tindak lanjutnya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan prosedur yang berlaku;

e. Transparan, bahwa hasil kegiatan penanganan pengaduan

masyarakat dilakukan berdasarkan mekanisme dan prosedur yang jelas dan terbuka, sehingga masyarakat yang

berkepentingan dapat mengetahui perkembangan tindak lanjutnya.

Selanjutnya masih dalam kebijakan yang sama untuk dapat melakukan penanganan pengaduan dengan baik, maka ada beberapa langkah awal yang harus dilakukan yaitu langkah- langkah penelaahan materi pengaduan, yang antara lain meliputi: a. Merumuskan inti masalah yang diadukan. Menghubungkan

materi pengaduan dengan peraturan yang relevan;

b. Memeriksa dokumen dan/atau informasi yang pernah ada dalam kaitannya dengan materi pengaduan yang baru diterima;

c. Merumuskan rencana penanganan atau langkah-langkah yang diperlukan, seperti: klarifikasi, konfirmasi, penelitian atau pemeriksaan, investigasi untuk membuktikan kebenaran materi pengaduan.

Dalam usaha pemberdayaan partisipasi masyarakat khususnya dibidang pengawasan dan intensifikasi penanganan pengaduan masyarakat, diharapkan agar setiap instansi dan unit pelayanan masyarakat mempunyai sarana pengaduan masyarakat seperti misalnya tromol pos, kotak pos atau bahkan menyediakan petugas khusus yang menangani pengaduan masyarakat. Berdasarkan jenjang/hirarkhi kewenangan serta tanggung jawabnya, penyaluran pengaduan masyarakat dapat dibedakan dengan mempertimbangkan muatan masalah serta obyek terlapornya, yaitu:

a. Apabila permasalahan yang disampaikan mengenai penyimbangan atau pelanggaran oleh oknum aparatur pemerintah/negara, berupa dugaan terjadinya penyalahgunaan wewenang, indisipliner termasuk sikap arogansi aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, korupsi, kolusi, nepotisme, pemborosan/ manipulasi keuangan negara dan atau sumber daya lainnya serta tindakan menyimpang lainnya yang dapat merugikan masyarakat dan negara, maka penyalurannya ditujukan kepada Aparat Pengawasan Fungsional Instansi seperti Inspektur Utama atau Inspektur Jenderal dengan tembusan kepada Men.PAN dan pimpinan instansi terkait.

b. Apabila permasalahan yang disampaikan mengenai penyimpangan atau pelanggaran dalam pelaksanaan kebijakan dibidang kepegawaian, kelembagaan ketatalaksanaan, organisasi dan akuntabilitas aparatur maka penyalurannya ditujukan kepada pimpinan instansi terlapor dengan tembusan Men.PAN dan pimpinan instansi terkait. c. Apabila obyek terlapor bukan aparatur pemerintah/negara

dan permasalahan yang disampaikan menyangkut manipulasi, korupsi, stabilitas kemanaan dan tindakan sejenis yang dapat mengakibatkan kerugian negara maupun menimbulkan keresahan kepada masyarakat dan atau membahayakan negara, maka penyalurannya ditujukan kepada Pimpinan instansi teknis terkait misalnya Menko Polhukam, Kejaksaan dengan tembusan kepada Men.PAN.

Modul Diklatpim Tingkat III 67

d. Apabila terjadi kesalahan tujuan penyaluran dan atau lampiran surat penyaluran yang tidak sesuai, maka instansi penerimanya wajib segera mengembalikan keseluruhan berkas penyaluran kepada instansi yang menyalurkan/mengirimkannya, agar dapat segera dilakukan langkah perbaikan sebagaimana mestinya.

Pengaduan masyarakat yang telah dicatat, ditelaah dan diklarifikasi menurut masalah serta dikelompokkan menurut kategori berkadar pengawasan atau tidak berkadar pengawasan. Langkah selanjutnya adalah mencari bukti mengenai kebenaran pengaduan tersebut. Proses pembuktian pengaduan yang berkadar pengawasan dilakukan dengan melalui berbagai kegiatan sebagai berikut:

a. Konfirmasi dan Klarifikasi

Konfirmasi yaitu proses kegiatan untuk mendapatkan penegasan mengenai keberadaan terlapor yang terindentifikasi, baik bersifat perseorangan, kelompok maupun institusional apabila mungkin termasuk masalah yang dilaporkan, tahapan kegiatan konfirmasi, adalah: (1) mengidentifikasi pelapor, (2) melakukan komunikasi kepada pimpinan instansi terlapor, (3) mencari informasi tambahan dari sumber lain atas permasalahan yang diadukan, dan (4) mengumpulkan bukti-bukti awal sebagai bahan pendukung. Klarifikasi, yaitu proses penjernihan atau kegiatan yang berupa memberikan penjelasan mengenai permasalahan yang diadukan pada proporsi yang sebenarnya kepada sumber pengaduan dan instansi terkait. Tahapan dalam kegiatan ini

68 Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima

adalah: (1) pengecekan permasalahan yang diadukan kepada sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan berkaitan dengan permasalahan yang diadukan, (2) perumusan kondisi yang nyatanya terjadi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (3) penjelasan dapat dilakukan melalui surat dinas, surat kabar atau media masa lainnya.

b. Penelitian/Pemeriksaan

Setelah melalui tahapan penelaahan dan konfimasi, pengaduan dapat dilanjutkan dengan kegiatan penelitian/pemeriksaan dalam rangka memperoleh bukti yang cukup, kompeten, dan relevan. Setiap instansi penerima pengaduan harus memperoleh bukti fisik, bukti dokumen, bukti lisan, bukti perhitungan, bukti dari spesialis/ahli atau

Dalam dokumen PENGEMBANGANPELAKSPELAYANANPRIMApim3 (Halaman 31-43)

Dokumen terkait